Mengabadikan pemendangan Gunung Bromo, Batok, dan Semeru, yang memesona |
SYAHDAN, sejak kecil saya memiliki impian dengan pola 7-3-1. Yupz, ibarat taktik dalam sepak bola yang mengejewantah untuk berkeliling nusantara dan dunia. Yaitu, tujuh destinasi di Tanah Air dengan empat di antaranya sudah pernah saya singgahi.
Dimulai saat mengunjungi Batu Malin Kundang di kota Padang, Gunung Kintamani (Bali), Pedalaman Baduy (Banten), dan Taman Nasional Bunaken (Sulawesi Utara), dan Gunung Bromo. Dua lagi benar-benar masih dalam impian yaitu, Raja Ampat di Papua dan Taman Nasional Komodo (Nusa Tenggara Timur).
Untuk luar negeri, setelah Singapura pada 2014 lalu, saya masih memiliki cita-cita mengunjungi Gunung Hoasan di Cina untuk mengunjungi makam leluhur, Seattle (Amerika Serikat) bertandang ke markas mbahnya musik seattle-sound, dan tentunya Turin (Italia) yang merupakan markas Juventus.
Sementara, satu lagi merupakan tujuan sekaligus kewajiban saya sebagai muslim jika mampu. Tepatnya, menunaikan ibadah haji ke Mekah sekaligus mengunjungi makam rasul di Madinah.
Ya, 7-3-1. Minimal, dalam seumur hidup saya bisa mewujudkannya.
* * *
BROMO merupakan destinasi impian kelima di Tanah Air yang saya jejaki. Itu terjadi pada akhir November lalu ketika bertualan bersama rekan di kawasan wisata unggulan di Jawa Timur tersebut. Tentu, tidak hanya Bromo saja, melainkan ada beberapa tempat menarik lainnya yang saya singgahi.
Namun, harus diakui, karisma Bromo tetap yang utama. Meski, beberapa destinasi lainnya itu juga bukan sekadar pelengkap, melainkan sebagai kejutan dalam petualangan di Bromo, kota Malang, dan sekitarnya. Termasuk, saat berbincang dengan anak-anak dari suku Tengger.
Kami berangkat dengan menumpang jip dari homestay di desa Gubugklakah, sekitar pukul 02.00 WIB dini hari. Ya, masih pagi buta. Tapi, ini memang sudah jadi rutinitas bagi setiap travel blogger yang ingin ke Bromo demi mengejar pemandangan memesona jelang matahari terbit.
Setelah melewati lautan pasir dan beberapa kali berhenti karena jip di belakang kami mengalami kerusakan, akhirnya rombongan tiba. Butuh waktu lebih dari 30 menit untuk mendaki menuju Seruni Point di tengah kegelapan. Saya melirik smartphone masih menunjukkan pukul 04.00 WIB.
Kendati melelahkan, tapi kami sangat antusias untuk bisa menuju puncak demi melihat pemandangan memesona Bromo dari kejauhan. Salut dengan rekan saya yang tidak kenal lelah berjalan kaki melewati jalur setapak.
Kami berangkat dengan menumpang jip dari homestay di desa Gubugklakah, sekitar pukul 02.00 WIB dini hari. Ya, masih pagi buta. Tapi, ini memang sudah jadi rutinitas bagi setiap travel blogger yang ingin ke Bromo demi mengejar pemandangan memesona jelang matahari terbit.
Setelah melewati lautan pasir dan beberapa kali berhenti karena jip di belakang kami mengalami kerusakan, akhirnya rombongan tiba. Butuh waktu lebih dari 30 menit untuk mendaki menuju Seruni Point di tengah kegelapan. Saya melirik smartphone masih menunjukkan pukul 04.00 WIB.
Kendati melelahkan, tapi kami sangat antusias untuk bisa menuju puncak demi melihat pemandangan memesona Bromo dari kejauhan. Salut dengan rekan saya yang tidak kenal lelah berjalan kaki melewati jalur setapak.
Padahal, saat itu ada masyarakat setempat yang menawarkan untuk menyewakan kuda. Tapi, tentu saja tawaran itu kami tolak dengan halus. Sebab, inti dari bertualang itu, ya berjalan kaki dengan menyusurinya hingga finis. Jika naik kuda, sudah pasti esensinya kurang.
* * *
PAGI itu, benar-benar jadi salah satu pengalaman berkesan bagi saya. Sekeliling mata memandang, tampak kabut menyapa. Dari kejauhan, tampak gunung dengan tinggi 2.329 meter di atas permukaan laut (Mdpl). Tentu, pemandangan mengesankan itu tidak luput dari jepretan kamera. Yupz, mengabadikannya sebagai bagian dari cerita masa lalu di masa depan. Apalagi, itu kali pertama saya naik gunung (pagi harinya ke kawah Bromo). Ada tantangan yang jadi sensasi mengesankan untuk bisa menjejaknya.
Persis, seperti yang diungkapkan Mathilda Dwi Lestari dan Fransiska Dimitri Inkiriwang, dua bulan kemudian. Meski, apa yang dikatakan anggota tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala-Unpar (WISSEMU) tidak sama persis karena situasi dan kondisinya berbeda.
"Tidak ada gunung yang dapat ditaklukkan manusia. Yang dapat ditaklukkan hanyalah diri pendaki sendiri," demikian pernyataan anggota WISSEMU itu kepada saya, Selasa (24/1).
Pada 4 Januari lalu mereka mengibarkan bendera Merah Putih di puncak gunung Vinson Massif, Antartika, dengan ketinggian 4.892 Mdpl. Sebelumnya, Mathilda dan Dimitri sudah mampu menaklukkan empat gunung tertinggi di lima lempeng benua berbeda.
Yaitu, Carstensz Pyramid 4.884 di Papua, Indonesia, Elbrus 5.642 Mdpl (Rusia, Eropa), Kilimanjaro 5.895 Mdpl (Tanzania, Afrika), dan Aconcagua 6.962 Mdpl (Argentina, Amerika Selatan). Dua lagi akan disusul mereka pada ekspedisi gunung Everest 8.848 Mdpl (Nepal, Asia) dan Denali 6.190 (Alaska, Amerika Utara).
Ah, ke Bromo, (aku) kan kembali.
Ah, ke Bromo, (aku) kan kembali.
* * *
Rombongan dan sopir memperbaiki Jip yang mogok di tengah lautan pasir |
* * *
Mendaki pagi hari ditemani kegelapan menuju Seruni Point |
* * *
Suasana di Seruni Point |
* * *
Pengunjung yang melakukan salat subuh berjamaah |
* * *
Pagi itu... |
* * *
Yupz, wefie berjamaah merupakan kegiatan wajib |
* * *
Eksotisnya Bromo dan sekitarnya mengundang antusiasme wisatawan mancanegara |
* * *
Gunung Bromo, Batok, dan Semeru diselimuti kabut |
* * *
Pagi itu, matahari tampak malu-malu... |
* * *
Sebagian pengunjung melakukan pendakian lanjutan |
* * *
Dan, sang surya pun hadir... |
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
- (Prolog)
- Candi Jago
- Air Terjun Coban Pelangi
- Kawah Bromo
- Bukit Teletubbies
- Pasir Berbisik
- Keliling Malang
- Wisata Malam
- Kuliner
- Reuni
- (Epilog) Di Balik Ngebolang ke Bromo dan Malang
* * *
Artikel Ngebolang Sebelumnya:- Pasar Santa
- Central Park
- Sirkuit RMS Land Rappang
- Garuda Indonesia
- Candra Naya
- 7 Taman di Jakarta
- Pulau Bidadari
- 7 Tempat Nongkrong
- Museum Nasional
- Masjid Hidayatullah
- Alun-alun Bandung
- Taman Ismail Marzuki
- Tugu Kunstkring Paleis
- Pasar Ah Poong
- Museum Basoeki Abdullah
- Taman Ayodia
- Curug Nangka
- Curug Nangka (2)
- Kebun Binatang Ragunan
- Taman Nasional Bunaken
- Pantai Jimbaran
- 4B Manado
- Danau Linow
- 7 Tempat Nobar
- Museum Kebangkitan Nasional
- Ngebolang ke 3 Stasiun
- CitraRaya Water World
- Pantai Ancol
- Patung Soekarno-Hatta
- Rafting Sungai Citarik
- Sensasi Nusa Dua
- Taman Jomblo
- Candi Prambanan
- Museum Astra
- Candi Jago
- Kota Malang
- Saung Sarongge
- Coban Pelangi
- Taman Prasasti
Laman Khusus Wisata
- Jelajah Manado
- Keliling Yogyakarta
- Sensasi Bali
- Ngebolang ke Malang
* * *
- Jakarta, 26 Januari 2016
Wuihiiii kereeeennnn..
BalasHapusTapi kalo aku ke Rinjani, (aku) kan kembali, mas wkwkwk *sombong* ihiyyy
Rinjani?
HapusPista curang nih, nyusul ah kapan2 :)
Aahhhhh aku pengen hiks
BalasHapusAyuk mbak, silakan pesen tiket KA/bis lebih dulu :)
Hapus*duduk manis