TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Februari 2016

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Minggu, 28 Februari 2016

Asus Zenfone 2 Laser ZE500KL: Kualitas Bintang Lima dengan Harga Kaki Lima


Ini spesifikasi Zenfone 2 Laser ZE500KL

"ASUS kini memimpin pasar ponsel Indonesia." Demikian berita yang saya baca di berbagai media online beberapa hari lalu. Sebagai pengguna produk Asus, yaitu notebook seri A43E, jujur saja saya sangat kaget.

"Kok bisa ya? Padahal, Asus kan belom lama di Indonesia. Hebat juga bisa bersaing dengan merek yang sudah familiar?" Beberapa pertanyaan itu menggelayuti pikiran saya. Hingga, saya pun mencari sumbernya langsung yang linknya dicantumkan di bawah artikel berbagai media online tersebut. Sayangnya, link yang ditautkan error atau mungkin hanya tag saja.

Namun, sebagai blogger yang memegang asas jurnalistik terutama berdasarkan sembilan elemen Bill Kovach, tentu saya harus kritis. Alhasil, saya pun mencoba mencari tahu ke sumbernya langsung. Dalam hal ini, ke situs resminya International Data Corporation (IDC) yang beralamat di www.idc.com.

Setelah mencari beberapa saat dengan kata kunci yang tepat, akhirnya saya menemukan artikelnya yang berjudul Indonesia Smartphone Market Ends the year on a High Note in 2015Q4. Dalam tabel yang dikeluarkan lembaga riset ternama di dunia itu, Asus memang merajai pasar ponsel di Tanah Air hingga 21,9 persen!

Itu berarti, Asus sukses mengungguli beberapa kompetitornya yang sudah lebih dulu hadir di Indonesia. Fakta ini yang mendasari kekagetan saya saat membaca berita tersebut. Maklum, dibanding merek lain, lini produk smartphone Asus tergolong telat beredar ke Indonesia.

Sebab, kompetitornya sudah ada yang masuk ke Tanah Air sejak awal dekade 2000-an. Sementara, menurut laman CNNIndonesia.com, Asus baru beredar di wilayah nusantara 2014. Menariknya, dalam waktu setahun lebih itu, perusahaan yang namanya mengambil dari empat huruf mitologi Yunani, Pegasus, ini sudah mampu memikat masyarakat Indonesia.

Hingga, saya baru paham mengapa Asus bisa jadi nomor satu di Indonesia. Itu ketika saya mendapat kesempatan menjajal beberapa produknya saat menghadiri ZenFestival 2015 di Ballroom Ritz Carlton Pacific Place, 19 November lalu. Saat itu, saya disuguhi berbagai produk Asus yang sukses mendapat perhatian mayoritas masyarakat Indonesia.

Salah satunya, Zenfone 2 Laser ZE500KL. Kebetulan, saya sempat "membongkar" smartphone 4G terbaik dari Asus ini. Mulai dari tampilan luar hingga dalemannya! Itu setelah saya dibantu salah satu brand marketing/sales promotion boy (SPB) yang sayangnya saya lupa tanya namanya. Menurut beliau, ZE500KL merupakan salah satu produk terlaris Asus. Itu berdasarkan data penjualan mereka sepanjang 2015.

Terus terang, saya pribadi sangat awam dengan lini ponsel atau smartphone Asus. Sebab, sebelumnya saya mengenal produk asal Taiwan ini dari notebook yang sehari-hari saya pakai sejak 2013 sampai sekarang. Pun begitu dengan komputer di kantor yang memang sangat diandalkan untuk menunjang pekerjaan. Terutama terkait berbagai aplikasi krusial untuk fotografi. Bisa dimengerti mengingat Asus merupakan salah satu produsen komputer dan laptop di dunia.

Namun, setelah banyak tanya yang untungnya SPB itu dengan sabar menjelaskan, saya baru paham mengenai kelebihan ZE500KL. Beberapa di antaranya karena seri ini memiliki fitur menarik yang bersanding dengan smartphone di kelas premium namun dengan harga yang kompetitif. Yaitu, sekitar Rp 2 jutaan yang membuat saya sempat berseloroh kepada sang SPB, jika ZE500KL memiliki kualitas bintang lima tapi harganya kaki lima.

Memang, apa sih kelebihannya? Berikut, beberapa ulasan saya sebagai masyarakat awam mengenai ZE500KL:

1. Sudah Dilengkapi 4G
Wow... Dengan ponsel ini, kita tidak khawatir saat berselancar di dunia maya. Terutama, jika saya ingin menonton streaming atau pertandingan sepak bola. Dengan ZE500KL, bakal membuat saya makin nyaman untuk internetan.

2. Dual SIM Card
Memang penting? Bagi saya pribadi sangat penting. Sebab, dengan dua kartu SIM, bisa membedakan antara nomor untuk kerja dengan keluarga atau teman sehari-hari.

3. Kapasitas Memori Luas
Berdasarkan spesifikasinya, ZE500KL memiliki memori internal 8GB (RAM 2GB) dan eksternal hingga 128GB. Dengan kapasitas seperti itu, sudah lebih dari cukup untuk menyimpan ribuan foto, lagu, video, dan beragam aplikasi lainnya.

4. Kamera 13 MP
"Ini bisa nangkep autofokus cepat mas. Cuma butuh waktu 0,03 detik," ujar SPB itu sambil mendemontrasikan keunggulan kamera ZE500KL kepada saya. Hebatnya lagi, smartphone ini sudah dibekali kamera belakang hingga 13MP. Untuk saya pribadi, cocok banget buat motret aksi pesepak bola atau suporter di lapangan. "Kok kameranya beda sama ZE500KG yang cuma 8MP, mas?" tanya saya yang dijawab beliau dengan senyum, "Iya, itu (ZE500KG) versi 3G dan ini (ZE500KL) 4G. Harganya aja udah beda mas, mahalan ini sedikit."

5. Desain Memesona
Menurut saya pribadi sebagai pria, memesona bisa diibaratkan seorang gadis. Yaitu, anggun yang jauh di atas manis, seksi, dan cantik. Ya, kata indah tidak cukup untuk disematkan pada desain ZE500KL ini saat saya bolak-balik casing-nya di setiap sudut. Bahkan, menurut www.phonearena.com, pesona smartphone yang termasuk generasi Zenfone ini sukses menyabet iF Design Award 2015 lantaran desainnya inovatif, ergonomis, dan multifungsi.

6. Gorilla Glass 4
Sebagai pengguna smartphone, tentu saya tidak asing dengan cover glass tersebut. Hebatnya lagi, ZE500KL ini sudah dibenamkan lapisan kaca yang menurut riset, terbukti dua kali lebih kuat menahan benturan jatuh dan 2,5 kali tangguh menghadapi goresan. "Nah, dengan Gorilla Glass 4 ini, kita ga perlu khawatir jika menyimpan di saku kemeja atau celana yang berisi uang logam. mas," SPB itu menjelaskan.

7. Hemat Baterai
Yakin? Setahu saya, mayoritas smartphone dengan sistem operasi Android itu boros baterai. Apalagi, ZE500KL ini memiliki dual SIM Card, yang tentu membuat daya tahan baterai jadi lebih sering habis. Namun, seperti seri Zenfone 2 lainnya, smartphone ini memiliki fitur ASUS Power Saver untuk menghemat baterai.

*      *      *
Ini mas SPB yang telah memberi penjelasan saya mengenai Asus Zenfone 2 Laser ZE500KL

*      *      *
Membandingkan Zenfone 2 Laser ZE500KL dengan ponsel saya untuk tes fitur Auto Focus

*      *      *
Ini spesifikasi Zenfone 2 Laser ZE500KL

*      *      *
Membaca berita melalui aplikasi web yang ada di Zenfone 2 Laser ZE500KL

*      *      *
Artikel terkait:
Pengalaman Perdana Menghadiri ZenFestival 2015

*       *       *
- Jakarta, 28 Februari 2016

Jumat, 26 Februari 2016

Ketika Pep di-PHP Max

Ketika Pep di-PHP Max


Massimiliano Allegri ditemani Fernando Llorente saat berkunjung ke Indonesia 


DUA wajah diperlihatkan Josep Guardiola di Juventus Stadium. Demikian pandangan mata saya saat menyaksikan pertandingan Juventus versus Bayern Muenchen di layar televisi pada Rabu (24/2) dini hari WIB.

Sepanjang 90 menit, pria yang akrab disapa Pep itu sangat ekspresif. Beberapa kali Guardiola geregetan saat menyaksikan serangan timnya dimentahkan Leonardo Bonucci dan kawan-kawan. Namun, eks pelatih Barcelona ini melonjak kegirangan ketika Arjen Robben membuat timnya unggul 2-0 pada menit ke-55.

Ya, unggul dua gol di markas lawan dengan dominasi penguasaan bola -saat itu- 72-28  tentu membuat mayoritas penggemar sepak bola di kolong langit yakin: Muenchen bakal memenangkan pertandingan.

Apalagi, Guardiola dikenal sebagai pelatih cerdas yang pada pergantian milenium, kadarnya hanya di bawah Jose Mourinho, Marcello Lippi, dan Carlo Ancelotti. Pria asal Katalunya ini merupakan master taktik yang selalu mempelajari strategi lawan.

Itu karena Guardiola mengadopsi salah satu dari seni berperang ala Sun Tzu, “Kenali musuh Anda. Ukur dengan kekuatan diri sendiri. Jika sudah tahu, Anda 100 kali berperang, 100 kali pasti menang.”

Strategi itu berlangsung dengan baik. Setidaknya hingga satu jam pertama, Juventus tampil bak macan ompong. Lantaran Guardiola mengetahui jelas pergerakan para pemain tuan rumah dengan taktik mengurung musuh ala Sun Tzu.

Sayangnya, Guardiola alpa. Sebab, kali ini lawannya Massimiliano “Max” Allegri. Pria 48 tahun ini jelas bukan pelatih kacangan. Mungkin, secara prestasi, Allegri tidak sementereng Mourinho, Ancelotti, apalagi Lippi. Namun, untuk sekadar mengalahkan Guardiola dan pasukannya, saya berani mengatakan taktik yang dimiliki Allegri sudah lebih dari cukup.

Gol pertama Juventus jadi bukti Allegri benar-benar penganut aliran catenaccio tulen. Mengenai strategi ultra-defensif ini, mengingatkan saya saat Lippi membungkam publik Jerman di semifinal Piala Dunia 2006. Ya, serangan balik sudah jadi ciri khas Italia. Jauh sebelum Enzo Bearzot berpesta di Stadion Santiago Bernabeu 34 tahun silam.

Serangan balik “I Bianconeri” yang diawali pergerakan Juan Cuadrado di sisi kanan pertahanan Muenchen jadi bukti sahih. Gelandang pinjaman asal Chelsea itu memberikan umpan tarik ke kotak penalti yang celakanya malah membentur Joshua Kimmich.

Jebolan VfB Stuttgart itu gagal mengontrol bola dengan baik hingga mampu diserobot Mario Mandzukic. Top score Piala Eropa 2012 ini dengan cerdik langsung menyodorkan bola ke arah Paulo Dybala yang langsung dikonversi jadi gol. Skor 1-2 dengan Guardiola tetap terlihat kalem sambil memasukkan kedua tangannya di balik saku jas.

*       *       *

Pucak kegeniusan Allegri terlihat saat melakukan pergantian pemain. Sami Khedira yang agak kedodoran ditarik untuk memberi kesempatan Stefano Sturaro pada menit ke-69. Tak lama, Allegri mengambil keputusan krusial dengan memasukkan Alvaro Morata yang menggantikan Dybala.

Pada periode ini, intuisi Allegri sebagai pelatih papan atas benar-benar teruji. Sebab, dua pergantian itu seperti perjudian yang akhirnya sukses membuat mayoritas penonton di seluruh dunia terpesona. Lantaran, Morata berhasil memberi assist yang diselesaikan Sturaro dengan ciamik.

Kali ini, Manuel Neuer ikut andil secara tidak langsung dalam memungut bola dari gawangnya. Sebab, umpannya gagal dikuasai Philipp Lahm hingga direbut Paul Pogba untuk diteruskan kepada Mandzukic. Lagi-lagi striker asal Kroasia ini membuat bencana untuk mantan timnya dengan mengoper kepada Morata yang disundul ke arah gawang.

Sturaro yang jeli melihat arah bola dari sisi kanan pertahanan Muenchen langsung maju dengan mengangkangi Kimmich. Melalui sentuhan liar, pemain yang didatangkan Juventus dari Genoa senilai 5,5 juta euro (sekitar Rp 81,3 miliar) ini langsung mencocor bola menembus jala.

Neuer kembali geleng-geleng kepala menyaksikan gawangnya kebobolan hanya dalam durasi 13 menit. Sementara, Sturaro mencetak gol perdana di Liga Champions sepanjang kariernya hanya tujuh menit setelah berada di lapangan.

Dari layar televisi, Guardiola tampak memandang jauh ke papan skor yang berganti otomatis dari 1-2 jadi 2-2. Sekilas, raut wajahnya seperti seorang pria yang sudah yakin cintanya diterima wanita, namun setelah sekian lama menanti malah ditolak.

Pada saat yang sama, Wakil Presiden Juventus Pavel Nedved mengangkat kedua tangannya dengan histeris. Kontras dengan tatapan nanar Franck Ribery yang bersiap ke lapangan.

Akun twitter resmi UEFA, @championsleague, melukiskan proses gol tersebut dengan indah bak goretan kubisme ala Pablo Picasso, “Kombinasi antarpemain pengganti. Morata memberi umpan dari sisi kiri yang diteruskan Sturaro untuk melewati Neuer.” Pertanyaannya, di mana posisi dua bek “FC Hollywood” lainnya saat itu, David Alaba dan Mehdi Benatia? Hanya Tuhan yang tahu.

*       *       *

Dua gol balasan Juventus itu memperlihatkan Allegri yang sebenarnya. Guardiola boleh menerapkan strategi Sun Tzu dengan nyaris sempurna. Namun, Allegri menjawabnya pun dengan tanpa cela seperti ketika Zhuge Liang mengecundangi Sima Yi melalui siasat kota kosong. 

Ya, tanpa Giorgio Chiellini yang masih cedera membuat Allegri harus mengganti skema dari 3-5-2 jadi 4-4-2. Di atas kertas, kecepatan Patrice Evra di sisi kiri dan Stephan Lichtsteiner di kanan jelas sulit mengimbangi pergerakan Arjen Robben dan Douglas Costa.

Tapi, dengan amunisi seadanya, siasat kota kosong yang populer sejak era Tiga Kerajaan ini ternyata ampuh untuk meredam dominasi Guardiola. Sebab, kelemahan Evra dan Lichtsteiner membuat penggawa Muenchen bernafsu untuk lebih menyerang. Imbasnya, tuan rumah jadi lebih leluasa untuk untuk memberi terapi kejut.

Terbukti, statistik UEFA mencatat, penguasaan bola Muenchen mencapai 64 persen yang jauh mengungguli “Si Nyonya Besar” (36 persen). Hanya, hingga wasit Martin Atkinson meniup peluit panjang, nyatanya kedua tim sama-sama mencetak dua gol.

Ya, adagium lawas berkata, kosong adalah isi dan isi adalah kosong. Itu yang terjadi saat ini, ketika Allegri seperti melakukan PHP –pemberi harapan palsu- kepada Pep.***


*       *       *

Artikel sebelumnya:
- Apalah Artinya Sebuah Nama
(Esai Foto) Di Balik Liburan ke Curug Nangka (I)
11 Tahun Harian TopSkor
Chiellini: Antara Suarez, Indonesia, dan Kedekatannya dengan Juventini
- Kenangan Bersama Andrea Pirlo saat Masih Perkuat Juventus
Wawancara Eksklusif: Giorgio Chiellini: Saya Cinta Juventini Indonesia!
Wawancara Eksklusif: Andrea Pirlo: Allegri bisa Memberi yang Terbaik 
Wawancara Eksklusif: Claudio Marchisio: Cuaca di Jakarta Seperti di Manaus
*       *       *
*Artikel ini dimuat di Harian TopSkor edisi Senin (29/2) - Jakarta, 26 Februari 2016

Selasa, 23 Februari 2016

Apalah Artinya Sebuah Nama

Apalah Artinya Sebuah Nama

Trofi Liga Champions



MALAM itu di sebuah restoran cepat saji yang terletak di jantung ibu kota tampak ramai. Mayoritas pengunjung terpaku pada layar tipis berukuran 40 inci yang tengah menayangkan pertandingan sepak bola.

Di pojok ruangan, tampak beberapa pemuda asyik menikmati kopi dan cemilan ringan. Sesekali mereka mengomentari jalannya pertandingan di salah satu kompetisi elite Eropa. Perbincangan kian menarik ketika di antara keempat pemuda itu membahas pertandingan leg pertama 16 besar Liga Champions antara Arsenal versus Barcelona.

 “Bro, gimana menurut elo peluang ‘The Gunners’ di Arsenal Stadium?” tutur pemuda tanggung membuka obrolan.

Rekannya yang ditanya sambil mengunyah paha ayam goreng terlihat agak bingung. “Arsenal Stadium? Stadion baru bro?

“Udah lama keles. Itu kan markas Arsenal yang menggantikan Highbury.”

“Serius lo? Gue tahunya Emirates Stadium. Kalo Arsenal Stadium malah gue baru tahu.”

“Iya sih. Tadi gue lihat di situs resmi UEFA namanya Arsenal Stadium bukan Emirates…”

Obrolan mereka kian menarik ketika salah satu rekannya yang sebelumnya sibuk menatap layar tv turut menimpali, “Tapi, itu cuma di UEFA aja bro. Kalo di media cetak, online, dan televisi, tetap aja namanya Emirates Stadium.”

Yaelah, apa pun nama stadionnya, yang penting gue jagoin Arsenal. Menurut gue peluang pasukan Arsene Wenger 60-40.”

“Yakin lo?”

“Yakinlah kan maennya di kandang. Ga tahu juga kalo di Camp Nou…”

“Pasti jadi bulan-bulanan. Ha ha ha.”

“Ya gitu deh. Lo kan tahu sendiri gimana kualitas Barcelona dibanding Arsenal. Dari zaman lo kecil sampe sekarang lo udah punya anak kecil lagi juga mereka mah susah buat menang.”

“Ha ha ha.”

*         *         *

YA, demikian percakapan empat pemuda itu di sebuah resto franchise tersebut. Sekilas, bagi saya yang posisinya hanya terpaut dua meja dari mereka, obrolan itu tidak ada yang menarik. Bahkan, sama sekali tidak menarik mengingat yang dibicarakan tidak jauh dari dominasi Barcelona dan Arsenal. Toh, saya bukan penggemar dua klub itu.

Namun, saya jadi lebih intens untuk “menguping” ketika mereka mempersoalkan mengenai nama stadion. Tentu, ini sangat menarik. Sebab, nama itu bisa penting atau tidak penting tergantung siapa yang menilai.

Pujangga asal Inggris, William Shakespeare, pernah berseloroh yang sejak abad ke-16 hingga kini masih relevan, “Apalah artinya sebuah nama? Mawar tetap harum meski diberi nama lain.”

Apa yang dikatakan penulis roman Romeo dan Julia ini tidak salah. Sebab, memang diberi nama apa pun, mawar tetap wangi. Pun begitu dengan Filippo Inzaghi saat memperkuat AC Milan dijuluki “raja offside”. Bahkan sempat disindir legenda hidup Manchester United (MU), Alex Ferguson, bahwa Inzaghi dari lahir sudah offside.

Nyatanya, Inzaghi tetap Inzaghi sebagai salah satu striker terbaik sepanjang masa. Dua golnya ke gawang Liverpool pada final Liga Champions 2006/07 jadi bukti Inzaghi tidak terpengaruh dengan julukan tersebut.

Di sisi lain, nama sangat penting bagi yang berkepentingan. Dalam hal ini Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) yang berwenang mengatur Liga Champions. Otoritas tertinggi bal-balan di benua biru itu tidak pernah main-main dengan nama. Bahkan, mereka sangat tegas karena menyangkut relasi dengan mitra dan sponsor.

Contohnya, seperti obrolan empat remaja tersebut mengenai stadion Arsenal. Menurut versi resmi klub yang bermarkas di London itu, markasnya bernama Emirates Stadium. Nama itu juga sudah familiar di kalangan fan dan media.

Namun, jika sudah tampil di kompetisi Eropa yang jadi domain UEFA, kandang Mesut Oezil dan kawan-kawan otomatis berubah jadi Arsenal Stadium. Pergantian nama itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, UEFA ingin melindungi delapan perusahaan yang jadi mitra di Liga Champions. Yaitu, Nissan, Gazprom, Heineken, MasterCard, Sony, UniCredit, Pepsi, dan Adidas.

Sementara, Emirates yang merupakan maskapai ternama asal Uni Emirat Arab (UEA) bukan rekanan UEFA. Alias, hanya sebagai sponsor utama Arsenal. Tepatnya meminjam nama stadion dengan kontrak 15 tahun sejak 2004 hingga 2019 senilai 150 juta pound (sekitar Rp 2,8 triliun). Tak heran jika kita tidak pernah melihat logo Emirates pada sisi lapangan ketika Arsenal tampil di Liga Champions.

*         *         *

SELAIN Arsenal, pada 16 besar Liga Champions musim ini terdapat lima klub yang “berganti” nama stadion terkait sponsorship. Misalnya, markas Bayern Muenchen, Allianz Arena, yang jadi Fussball Arena, PSV Eindhoven (Philips Stadium – PSV Stadion), Gent (Ghelamco Arena – KAA Gent Stadium), Manchester City (Etihad Stadium – City of Manchester Stadium), dan VfL Wolfsburg (Volkswagen Arena – VfL Wolfsburg Arena).

Nah, yang menarik pada markas Wolfsburg yang sepenuhnya didanai Volkswagen Group, produsen otomotif terbesar ketiga di kolong langit setelah Toyota dan General Motors. Lantaran setiap “The Wolves” tampil di Liga Champions, mereka harus rela menyaksikan deretan kendaraan dari kompetitornya, Nissan, berseliweran di papan elektronik stadion.

Tentu, untuk mendapatkan hak eksklusif itu tidak murah. Apalagi mengingat Liga Champions merupakan kompetisi antarklub paling elite sejagat raya. Kadarnya, hanya kalah dari Piala Dunia dan Piala Eropa yang berlangsung setiap empat tahun sekali. Sejauh ini, UEFA memang tidak mengungkapkan nilai nominal setiap mitranya.

Namun, menurut BBC, nilai kontrak Nissan yang menggantikan Ford untuk Liga Champions mencapai 54 juta euro per musim atau nyaris Rp 800 miliar! Itu jadi bukti, bagi UEFA, adagium “apalah artinya sebuah nama” sama sekali tidak berlaku.

*Artikel ini dimuat di Harian TopSkor edisi Rabu, 24 Februari 2016


*         *         *
- Jakarta, 23 Februari 2016

Minggu, 21 Februari 2016

Yuk, Wisata Sejarah Bersama Komunitas Wegi


Tempat pengepakan Semen Padang di Pelabuhan Teluk Bayur

"BRO, lo tahu komunitas Wegi?"

"Kenal nama, tapi belum pernah gabung. Setahu ane, mereka buka booth di Kompasianival 2015."

"Lo dateng ke stan mereka?

"Ga. Kan waktu Kompasiana HUT ketujuh, ane ga datang. Kebetulan, lagi di luar kota. Ada apa bro?"

"Komunitas Wegi ngadain kontes ke Sumbar yang bekerja sama dengan Semen Padang. Lo ikut aja."

"Menarik tuh bro. Ada linknya?"

"Lo buka aja di webnya. Mereka nyediain lima tiket ke Sumbar."

"Lo udah daftar?"

"Ane ga bro. Baru bulan lalu ke Padang pas liputan SPFC sama Nil Maizar. Lo aja daftar. Sekalian nostalgia. Ha ha ha."

"Ha ha ha. Sip bro. Makasih infonya."

*       *       *

YUPZ, percakapan di atas terjadi antara saya dan rekan kantor pada Sabtu (20/2) dini hari WIB. Kebetulan, kami sedang menikmati segelas kopi hangat yang ditemani semilir angin di kawasan Stadion Gelora Bung Karno seusai deadline.

Rekan saya itu memberi informasi mengenai Wisata Heritage Green Industri di Padang bersama komunitas We Green Industry (Wegi). Kebetulan, Januari lalu dia baru tiba dari Sumatera Barat usai meliput perjalanan tim Semen Padang FC (SPFC) pada turnamen Piala Jenderal Sudirman 2015.

Saya sendiri tidak asing dengan SPFC. Lantaran kerap berkomunikasi dengan mereka terkait profesi sebagai jurnalis olahraga. Terutama ketika masih dilatih Jafri Sastra yang sejak tahun lalu mengarsiteki Mitra Kukar.

Kebetulan, saya pernah bertugas di tiga kota Sumatera Barat (Padang, Painan, dan Solok) pada 2007 hingga 2010. Jadi, sedikitnya tahu tentang seluk beluk dari ibu kota Sumbar tersebut. Mulai dari kuliner, budaya, adat istiadat, pariwisata, sepak bola, hingga industri semen.

Salah satu yang jadi ikon kota seluas hampir 700 km persegi ini tentu saja Semen Padang yang merupakan sponsor utama SPFC. Itu yang saya alami sembilan tahun silam, ketika pertama kali menginjakkan kaki di Padang. Ya, bagi saya pribadi, Semen Padang bersanding dengan rendang, keripik balado, SPFC, Teluk Bayur, Museum Adityawarman, dan, Prasasti Malin Kundang sebagai yang paling dikenal dari kota Padang.

Wajar saja mengingat Semen Padang sudah didirikan pada 18 Maret 1910 dengan nama awal NV Nederlandsch-Indische Portland Cement Maatschappij (NIPCM). Itu berarti, perusahaan yang memiliki logo identik kepala kerbau dan rumah gadang ini bulan depan bakal berusia 106 tahun.

Fakta tersebut menjadikan Semen Padang sebagai produsen semen pertama sekaligus yang tertua di Indonesia dengan slogan "Kami telah berbuat sebelum yang lain memikirkannya".

Saat ini, Semen Padang mengoperasikan empat pabriknya di kawasan Indarung (II, III, IV, dan V). Untuk pabrik pertama (I) sudah dinonaktifkan dan dijadikan sebagai tempat wisata bersejarah sebagai Industrial Heritage (sumber Kompasiana WEGI).

Bahkan, pada 4 Februari lalu jadi tempat lomba pemadam kebakaran dan P3K (sumber Semen Padang). Sementara, untuk pabrik Indarung VI akan beroperasi kuartal 2016 dengan kapasitas produksi mencapai 10,5 juta ton (sumber Bisnis Indonesia).

*       *       *
Museum Adityawarman
*       *       *
Prasasti Malin Kundang
*       *       *

Artikel terkait tentang Padang:
- Resensi Novel Dian Kelana: Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI
- Sosialisasi Pemilu Melalui Sepak Bola
Bernostalgia dengan Legitnya Ketan Durian Khas Sumatera Barat
- Pengabdian Penjaga Mercusuar
- Pengalaman Ekstrem di Pedalaman Sumatera
- Kenangan Wisata ke Kawasan Pesisir Selatan
- Perpaduan Budaya Minang dan Jawa di Museum Adityawarman
- Kampuang Nan Jauh di Mato
- Kawasan Indah Tak Terjamah di Sumatera Barat

Artikel terkait tentang sejarah:
- 4 B Khas Manado
- Perpustakaan Terapung Taman Ayodia
- 50 Tahun Gugurnya Ade Irma Suryani
- Pameran 100 Tahun Basoeki Abdullah
- Jerman Fest 2015
- Hari Batik Nasional
- 20 Tahun Konser Bon Jovi
- Masjid Hidayatullah
- Peninggalan Museum Nasional
- Pulau Bidadari
- Eksotisnya Candra Naya
- Kenapa Harus ke Taman Mini
- Misteri Biografi Soekarno
- Museum Nasional belum Selesai Berbenah
- Antologi Buku Jelajah Kompasianer
- Museum Abdul Harris Nasution
- Kasus Pencurian Museum Nasional
- Mengenang Jejak Pramoedya 
- Beda Nasib Kartini-Kartono
- Lorong Waktu Masjid Baitussalam
- Tapak Tilas Mseum Pranko TMII
- Pelabuhan Sunda Kelapa yang Termasyhur
- Mengenang Ade Irma Suryani
- Wisata Malam di Kota Tua
- Tradisi Berbagi Imlek
- Anak Kecil Dibalik Barongsai
- 7 Patung Bersejarah di Jakarta
- Bangunan Tempo Doeloe di Kota Tua
- Menelusuri Museum Wayang 2
- Menelusuri Museum Wayang 1

*       *       *
- Jakarta, 21 Februari 2016

Sabtu, 20 Februari 2016

Tentang Kompasiana yang Mengubah Indonesia lewat Kata-kata


Paket eksklusif dari Kompasiana


"SELAMAT pagi, ada pak Choirul-nya?"

"Iya, saya sendiri mas. Ada apa ya?"

"Ini pak, ada paket dari Kompas dotcom."

"Oh... Kompasiana mas, bukan Kompas dotcom."

"Waduh, saya kurang tahu pak. Setahu saya sama saja."

"Iya mas, mereka masih saudara. Terima kasih ya."

Demikian percakapan singkat saya dengan kurir suatu ekspedisi pada Rabu (17/2). Itu terjadi ketika saya sedang bersiap menghadiri acara meet and greet pameran OK-Jek di Kuningan. Karena penasaran dengan isinya, saya pun mencoba untuk membukanya.

Ternyata, kiriman paket itu merupakan hadiah lomba foto profil Indonesia Juara dari Kompasiana untuk menyambut Kompasianival 2015 yang sayangnya tidak bisa saya ikuti karena tengah bertugas ke luar kota.

Kebetulan, foto yang saya kirimkan pada 31 Oktober 2015 itu mendapat apresiasi dari admin Kompasiana. Tentu, itu membuat saya terharu mengingat riwayat foto itu lumayan lama.

Yaitu, pada pertengahan 2011 silam ketika saya masih langsing dengan pose memancing di Muara Baru. Sekitar September di tahun yang sama, foto itu diedit salah satu admin, Iskandar Zulkarnaen, dengan ditambahkan tulisan "Kompasiana" di atasnya dan slogan "Sharing. Connecting" pada bagian bawah.

Karena "pemandangannya" tergolong bagus -terutama memacu saya agar kembali kurus seperti dulu-, foto itu sempat lama saya pasang sebagai foto profil di beberapa media sosial (medos). Mulai dari facebook, twitter, instagram, g+, blog pribadi, hingga akun Kompasiana.

Yang menarik, ketika saya melihat ada kaleng dalam bingkisan tersebut. Awalnya, saya pikir itu berisi snack seperti merek Pringles atau Chitato. Wajar saja mengingat ukurannya nyaris persis. Namun, setelah saya buka ternyata kaos yang sangat modis.

Nah, yang membuat saya penasaran dengan deretan kalimat yang tertera pada kemasan kaleng tersebut. Sekilas mirip komposisi makanan atau snack.

Ini saya kutip -bukan copas-, yang penulisannya sempat membuat saya garuk-garuk kepala.

It's all about Kompasiana Facts. Sajian Per Kaleng (1 kaos keren):
Kreatifitas 100%
Tulisan 100%
Terpercaya 100%
Hobi 100%
Eksis 100%
Up to Date 100%
Out of Date 0%
Boring 0%

Masih di kemasan yang sama, juga ada lima hal tentang Kompasiana.

"Paling ANTI jiplak tulisan, alias COPY PASTE doang!"
Jiplak tulisan orang? gak banget deh, kita Kompasianer selalu jujur menulis tiap peristiwa dengan sedikit sentuhan opini pribadi yang menggelitik

"Ada PERISTIWA, ada KAMERA, bisa jadi BERITA"
Kapan pun dimana pun kamera menjadi mata kedua dalam mengabadikan bukti peristiwa yang terjadi di sekeliling kita.

"Gak perlu teriak-teriak, UBAH Indonesia cukup lewat KATA-KATA"
Gak perlu demo atau ngotot jadi politikus, melalui tulisan kita ajak masyarakat Indonesia untuk berubah ke arah lebih baik.

"Tulisan PANTANG naik sebelum CEK & RICEK peristiwa"
Gak asal naik! tulisan harus selalu dipastikan dulu kebenarannya agar opini pembaca gak kemana-mana.

"Emang sih bukan JURNALIS tapi kita JAGO NULIS!"
memang kita gak dapat eplatihan khusus untuk menulis, tapi soal nulis boleh diadu!


*        *        *
MEMBACA beberapa poin itu membuat saya tersenyum. Terutama kalimat yang terakhir. Ya, Kompasiana bisa disebut sukses mengompori berbagai pihak untuk tidak hanya menulis, melainkan juga jadi jurnalis warga. Mulai dari anak SD, ibu rumah tangga, tukang becak, pekerja kantoran, anggota legislatif, menteri, hingga wakil presiden. Itu sesuai dengan slogan Kompasiana untuk mengubah Indonesia lewat kata-kata yang tentunya harus positif atau membangun.

Saya pribadi bangga jadi bagian dari 300 ribu Kompasianer -julukan untuk penulis Kompasiana- di seluruh Tanah Air. Bisa dikatakan jika tanpa bergabung di media warga ini, saya tidak akan bisa seperti ini.

Sebab, sudah banyak yang saya dapat dari Kompasiana. Seperti beberapa kali menang lomba, gadget, review, antologi buku, hingga belajar menulis reportase saat mengikuti Blogshoptips 2011. Ya, acara itu bisa disebut sebagai titik tolak saya dalam berkecimpung di dunia blog.
*        *        *
Ini Kompasiana bukan Kompas dotcom

*        *        *
Sekilas mirip kaleng pringles atau chitato

*        *        *
Ubah Indonesia lewat Kata-kata

*        *        *
Ada komposisinya yang mirip snack

*        *        *
Gelang Indonesia Juara yang keren

*        *        *

*        *        *
Artikel terkait:
- Tentang OK-Jek yang Tanggap atas Fenomena Ojek Online
- Profil Anang Iskandar: Calon Kapolri yang Merupakan Blogger Aktif
- Kenapa Harus Blogger yang Kampanye?
*        *        *
- Jakarta, 20 Februari 2016

Kamis, 18 Februari 2016

Tentang OK-Jek yang Tanggap atas Fenomena Ojek Online


Pameran OK-Jek saat Meet and Greet di Mitra Terrace, Rabu (17/2)

FENOMENA ojek online yang mencuat sejak beberapa tahun terakhir dengan puncaknya 2015 menjadi berkah banyak pihak. Tidak hanya pelaku aplikasi itu sendiri, melainkan juga melibatkan berbagai elemen di masyarakat.

Seperti alihprofesi dari ojek pangkalan ke ojek online yang mendongkrak pemasukan serta masyarakat umum yang mendapat kemudahan dalam perjalanan. Cukup membuka aplikasinya, pesan, dan menunggunya dengan duduk manis.

Fakta itu yang mendorong salah satu stasiun televisi swasta, NET. untuk membuat sinetron komedi (sitkom), OK-Jek. Sebenarnya, saya sendiri jarang melihat OK-Jek karena jam tayangnya bentrok dengan waktu kerja.

Mungkin, sejak tayang pada 28 Desember 2015, saya belum sampai 10 kali melihatnya di layar televisi. Kecuali jika libur kerja atau menyaksikan tayangan ulangannya di kanal youtube.

Yang menarik, acara ini berbeda dengan tayangan lainnya yang kerap hiperbolis. Melainkan, OK-Jek menyuguhkan cerita komedi yang menggambarkan dinamika dunia ojek online. Bisa jadi, menurut saya sitkom ini secara kualitas sejajar dengan beberapa tayangan populer sebelumnya seperti Si Doel Anak Sekolahan, Bajaj Bajuri, dan Suami-suami Takut Istri.

*       *       *
PAGI itu, langit di ibu kota tampak gelap. Pertanda, sang dewi hujan akan mencurahkan airnya. Kebetulan, saya tiba di Mitra Terrace, Jakarta Selatan, kemarin, Rabu (17/2) sebelum gumpalan awan pekat itu pecah menjadi tetesan air.

Ya, saya beruntung bisa menghadiri Meet and Greet OK-Jek berkat undangan dari rekan blogger, Harris Maulana. Juga ada beberapa rekan blogger lainnya seperti Liswanti Pertiwi, Caroline Adenan, Shintaries, Nur Hasanah, dan Agung Han.

Tiga nama terakhir mendapat kesempatan dibonceng langsung pameran OK-Jek dari markas NET Mediatama di East Tower, Mega Kuningan, menuju lokasi Meet and Greet.

Selain karena ingin menyaksikan kisah di balik pembuatan OK-Jek, juga karena beberapa pamerannya sudah sering saya lihat di layar perak. Yaitu, Oka Antara yang sukses tampil di The Raid dan Mencari Hilal, serta aksi mengagumkan dari Atiqah Hasiholan dalam 3 Nafas Likas. Tidak lupa, saya juga penasaran dengan Baby Jovanca sebagai CS di OK-Jek yang tampil memesona dan mengingatkan pada Sissy Priscillia 14 tahun silam.

"Keberadaan layanan ojek online diminati masyarakat karena kepraktisannya. Banyak cerita menarik seputar layanan baru tersebut. NET.  menangkap fenomena ini untuk diangkat jadi cerita ditelevisi," kata Kepala Divisi Production & Programming NET, saat Meet and Greet OK-Jek. "Kami mengemasnya dengan komedi ringan dan segar. Ternyata, sejak ditayangkan akhir Desember lalu, program ini mendapat sambutan positif dari masyarakat. Khususnya, pemirsa NET.."

Pernyataan serupa dikatakan koleganya, Nucky Rozandy. Produser NET. ini mengungkapkan fakta menarik. Yaitu, ide cerita yang ditampilkan merupakan pengalaman dari pengguna yang disampaikan melalui jaringan media sosial NET., "Secara khusus, kami meminta kepada followers untuk berbagi pengalaman selama menggunakan ojek online. Dari pengalaman mereka ini kami angkat jadi cerita untuk OK-Jek."

*       *       *
MEET and Greet OK-Jek dimulai dengan raungan sirine petugas kepolisian yang menggunakan motor besar (moge). Tentu, ini bukan adegan dalam reality show NET. lainnya, yaitu 86. Melainkan, sebagai seremoni untuk menyambut pameran OK-Jek. Empat di antaranya turut membonceng perwakilan media dan blogger.

Selanjutnya, acara ini turut membuka diskusi antara kru dan pameran kepada penggemar OK-Jek yang memadati Mitra Terrace. Tidak lupa, mereka juga membagikan kuis dengan hadiah eksklusif berupa helm dan jaket yang sudah ditandatangani pameran OK-Jek. Dua di antaranya dibawa pulang Oline dan anak Shintaries yang menjawab pertanyaan dengan tepat.

Salah satu pernyataan menarik diungkapkan Atiqah. Putri dari aktivis Ratna Sarumpaet ini membeberkan rahasianya terjun ke sitkom yang harus kejar tayang dibanding main film, "Selama syuting OK-Jek, saya tidak pernah menggunakan pameran pengganti. Jadi, saya harus belajar mengendarai motor sendiri meski awalnya tidak bisa. Namun, berkat bantuan dari teman-teman di lokasi (syuting), saya bisa belajar naik motor dengan cepat."

Sekadar informasi, OK-Jek bisa dinikmati melalui akses multiplatform. Alias tidak hanya di layar televisi saja dengan channel Net., melainkan juga layanan berbayar. Seperti, First Media (channel 390 HD), BIG TV (channel 232), dan Orange TV.

Namun, saya pribadi lebih menyukai mengaksesnya via internet karena waktunya lebih leluasa. Baik live streaming di youtube.com/netmediatama dan www.netmedia.co.id, atau melalui aplikasi ponsel Android dengan kata kunci Netmediatama Indonesia.

Tentang OK-Jek versi www.roelly87.com
Cerita: nilai 8/10
Pameran utama: 7.5/10
Pameran pembantu: 8/10
Alur: 7/10
Musik: 7/10
Properti: 9/10
Keseluruhan: 8/10

Oka Antara
 (Iqbal): Keren meski kalau bicara agak gimana gitu. 8.5/10 (penggemar The Raid pasti tahu perbedaan Eka dengan Iqbal)
Baby Jovanca (Ade): Lucu dan tidak lebay. Sissy Priscllia ver. 2. 8,5/10
Jajang C. Noer (Emak Iqbal): Karakternya unik yang mengingatkan saya pada Nany Wijaya sebagai Emaknya Oneng. 8/10
Didit Mulyanto (Mulyadi): Konflik keluarga yang membuat peran ini paling menonjol. 8/10
Atiqah Hasiholan memerankan (Asna): Driver wanita satu-satunya. Penampilannya oke, suka was-was, tapi dandanannya kerap tidak mencerminkan profesinya. 8 dari 10
Abdurrahman Arif (Opang): Tukang ojek pangkalan. Gaya bicara dan pembawaannya natural. 7,5/10
Girindra Kara (Prima): Tipikal pemimpin dan bukan bos. Jutek tapi ramah. 7,5/10
Ibnu Jamil (Seno): Driver yang sukses memikat pelanggannya. Beberapa episode agak datar. 7/10

*       *       *
Ratusan fans, media, dan blogger yang antusias menunggu Meet and Greet 

*       *       *
Tim produksi OK-Jek

*       *       *
Rekan blogger dan media usai dibonceng pameran OK-Jek

*       *       *
Wawancara pemeran OK-Jek dengan media dan blogger

*       *       *
Di balik layar kesuksesan Meet and Greet OK-Jek ada kru yang bekerja dengan hebat 

*       *       *        *       *       *
*       *       *        *       *       *
*       *       *        *       *       *

*       *       *

*       *       *

Artikel terkait:
- Mencari Hilal: Tontonan Sekaligus Jadi Tuntunan Film Berkelas
- 3 Nafas Likas dan Sosok di Balik Kehebatan Jenderal Ginting
- The Raid 2: Ekspekstasi Berlebihan dari Film Gado-gado

*       *       *
- Jakarta, 18 Februari 2016

Selasa, 16 Februari 2016

Menikmati 4 B Khas Manado: Bubur, Boulevard, Bibir, dan Bunaken


Sam Ratulangi yang diabadikan sebagai nama bandara


"YEEE, akhirnya kita sampai di B 2 dari 4 B di Manado," tutur rekan jurnalis online asal Jakarta membuka percakapan sambil menikmati santap durian.

"4 B atau 3 B?" rekan satunya lagi menimpali.

"Setahu saya 3 B. Bubur, Bunaken, sama Bibir," jawab salah satu rekan jurnalis media cetak ibu kota.

"Ini, kita sudah di B 2. Yaitu, jalan Boulevard yang terkenal di Manado," rekan yang pertama memberi penjelasan.

"Ooh... Ada 4 B toh. Kirain 3 B aja," celetuk saya yang diamini beberapa rekan lainnya.

"Ada 4 B bro. Bahkan 6 B dengan dua tambahan bambu dan biapong. Coba aja tanya sama mbak Ligia dan pak Frans. Mereka kan asli sini," kawan tersebut melanjutkan.

Demikian perbincangan kami mengenai ciri khas dari kota Manado pada Selasa (2/2). Itu terjadi saat saya mengikuti rombongan Indosat Ooredoo yang berjumlah sekitar 30 orang seusai perkenalan produk Dompetku Nusantara.

Dari kalangan blogger ada empat yang diwakili saya, Ani Berta, Aditya Prawira, dan Indra Hutapea. Sementara, yang lainnya redaktur ekonomi dan gadget dari berbagai media cetak dan online seluruh Indonesia. Saat itu, kami tengah menikmati semilirnya angin malam di pesisir Manado sambil ditemani setumpuk raja buah.

Tepatnya, di Jalan Piere Tandean yang lebih dikenal sebagai Jalan Boulevard. Menurut Ligia yang jadi pemandu kami dan juga Frans (sopir bus), tempat yang saya singgahi dua pekan lalu itu merupakan kawasan dengan reklamasi pantai terpanjang di Indonesia.

"Iya mas, tempat ini dulunya laut yang ditimbun dan sekarang ramai ditempati masyarakat. Untuk lebih jelasnya bisa dilihat di website resminya di www.manadokota.go.id," kata Ligia kepada saya.


*       *       *

OKE, kembali ke 4 B khas Manado. Menurut obrolan kami saat itu berupa Bubur, Boulevard, Bibir, dan Bunaken. Ooh... Sebagai pria, mendengar kata "bibir", tentu mengundang interpretasi tersendiri. Apalagi, saya baru kali pertama mengunjungi ibu kota Sulawesi Utara. Sebelumnya, untuk pulau Sulawesi, saya hanya pernah ke provinsi di selatan, tepatnya kota Makassar.

Jadi, meski saat itu status saya sebagai perwakilan blogger, tetap saja naluri jurnalis saya bekerja. Yaitu, untuk mencari informasi resmi terkait makna dari kata bibir yang identik dengan Manado.

"Memang sih, orang luar tahunya kata 'bibir' itu bermakna sebagai bibir wanita. Tapi, itu hanya kiasan saja yang dijuluki pendatang. Aslinya, bibir di sini bukan bibir manusia. Melainkan, penegasan kalau Manado berada di bibir (Samudera) Pasifik," Ligia menuturkan.

Pernyataan wanita asal Minahasa itu ditegaskan Frans yang dengan terkekeh menjelaskan kepada saya, "Bibir Manado sudah terkenal sejak Sam Ratulangi masih hidup. Bahkan, beliau yang mempopulerkannya hingga dibuat buku. Kalau sempat, mas bisa ke perpustakaan kota ini untuk mencari tahu lebih lengkap."

Jawaban dari mereka sukses menghapus keraguan saya mengenai "Bibir Manado" yang memiliki konotasi negatif. Saat itu, saya langsung ingat bahwa Manado memang terletak nyaris paling ujung di utara Sulawesi seperti yang terdapat pada peta yang saya cek di aplikasi google maps,

Hanya, saya teringat dengan adagium lawas yang berbunyi, "Saya menyukai Plato. Tapi, saya lebih menyukai kebenaran." Itu berarti, dua narasumber saja tidak cukup untuk membuktikan makna "Bibir Manado" dan saya harus mencari satu lagi yang bisa dijadikan komparasi.

Bisa dipahami mengingat berdasarkan pengalaman rekan-rekan dan juga banyak artikel di internet, "Bibir Manado" identik dengan... Ya begitu deh.

Hingga, dua hari kemudian saya mendapat informasi tambahan saat mengunjungi Bunaken. Itu diungkapkan Roni, kapten kapal yang kami tumpangi saat menyeberang. "Iya mas. Bibir Manado awalnya dikenalkan Sam Ratulangi. Beliau pahlawan sini yang dijadikan nama bandara. Maksudnya, Manado memang terletak di bibir samudera. Lalu, saat taman itu (Bunaken) dibuka, pendatang jadi suka menambahkan kalau Manado identik dengan 4 B. Bubur, Bunaken, Bibir, dan Boulevard."

Sambil menjalankan kemudi, Roni menambahkan, "Atau bisa jadi karena keramahan wanita di sini kepada pendatang. Mas bisa lihat sendiri kan, mereka selalu tersenyum kalau bicara. Mungkin, itu yang diartikan sebagian orang sebagai 'bibir Manado'."

Pernyataan dari pria asli Manado itu melengkapi apa yang sudah dijelaskan Ligia dan Frans. Itu berarti, saya sudah memiliki tiga narasumber yang bisa disebut valid. Yaitu, Manado memang identik dengan 4 B.

Pertama, bubur yang masyarakat setempat menyebutnya Tinutuan. Lalu, Boulevard yang merupakan jalan utama yang kalau di Jakarta seperti Sudirman, Bandung (Soekarno-Hatta), dan Makassar (AP Pettarani).

Selanjutnya, bibir karena lokasi Manado di ujung Sulawesi yang dalam peta seperti berbentuk huruf "K". Terakhir, Bunaken yang memang sudah tersohor tidak hanya di Indonesia saja, melainkan juga di kolong langit sebagai objek wisata andalan Sulawesi Utara.

*       *       *
Bubur khas Manado yang juga disebut Tinutuan

*       *       *
Boulevard yang jadi jalan utama di Manado

*       *       *
Bibir Manado karena lokasinya di ujung Sulawesi yang menghadap Samudera Pasifik

*       *       *
Bunaken merupakan objek wisata andalan Sulawesi Utara yang tersohor di dunia

*       *       *
Artikel terkait:
(Esai Foto) Mimpi Jadi Nyata ke Bunaken Bersama Indosat Ooredoo
Indosat Ooredoo Kenalkan Dompetku Nusantara untuk Mudahkan Masyarakat
- Menyaksikan Keindahan Bunaken yang Memesona
- Menikmati Ketenangan di Danau Linow
- Menelusuri Jejak Kuliner Khas Manado
- Sensasi Belah Duren di Jalan Boulevard
- Tentang Nona dan Nyong dalam Partisipasi Wisata Manado

*       *       *
- Jakarta, 16 Februari 2016

Minggu, 14 Februari 2016

Romantisme Pantai Jimbaran dan Eksotisnya Bali dari Garuda Wisnu Kencana



Senja di Pantai Jimbaran, Bali

DESTINASI ke Bali? Apa saja ya?

PANTAI Kuta? Ah mungkin sudah terlalu mainstream! Sebab, masih banyak  tempat wisata lainnya yang menarik di Bali. Mulai dari Tanah Lot, Bedugul, Pura Besakih, Goa Gajah, Ubud, Uluwatu, Kintamani, Pantai Jimbaran, hingga Monumen Garuda Wisnu Kencana (WKC), dan lainnya. Jadi, bagi traveller yang ingin berwisata ke Bali sebenarnya diberikan berbagai pilihan tempat untuk dikunjungi.

Meski, harus diakui bahwa, sama seperti Monumen Nasional (Monas) yang identik dengan Jakarta, Gedung Sate (Bandung), dan Malioboro (Yogyakarta), maka wajar jika mendengar kata "Bali", yang terpatri diingatan banyak orang adalah pantai Kuta. Hanya, itu subyektif. Alias tergantung keinginan orang itu masing-masing.

Termasuk saya yang sejatinya masih terkagum-kagum dengan Pantai Kuta karena sudah lama tidak mengunjunginya lagi sejak 1996. Saat itu, saya dan keluarga dalam rangka liburan sekolah yang berkeliling Bali. Mulai dari pantai Kuta, Tanah Lot, Ubud, Kintamani, hingga Nusa Penida.

Hingga, beberapa waktu lalu, saya berkesempatan kembali ke Bali dalam rangka tugas dari kantor. Alhasil, setelah kerjaan beres, saya pun meluangkan waktu untuk berpesiar. Tapi, berhubung tempat saya menginap jaraknya lumayan jauh, sekitar 20 menit dengan kendaraan, maka terpaksa saya harus melupakan Kuta.

Beruntung, di provinsi seluas 5,6 ribu kilometer itu tersedia alternatif pantai yang sangat banyak. Salah satunya Jimbaran yang memang sudah terkenal di mata wisatawan lokal dan mancanegera.

Kebetulan, lokasi saya menginap berada di kelurahan Jimbaran, kecamatan Kuta Selatan. Oh ya, meski ada nama “Kuta”, tapi jaraknya ke pantai Kuta di arah utara masih sekitar 10 km lagi.

Jadi, seusai melaksanakan tugas, sore harinya saya bisa menikmati berbagai keindahan di beberapa tempat wisata di sekitar Jimbaran. Tentu, yang terkenal adalah pantai Jimbaran yang menawan hati dan lokasinya hanya seperlemparan batu dari lokasi saya menginap.

Di sini berjejer kafe atau restoran yang menawarkan suasana makan dengan semilir angin yang disertai debur ombak. Kalau kata teman yang asli sana, makan di pinggir pantai Jimbaran itu kerap dijadikan ajang menyatakan cinta bagi pria untuk wanitanya! Romantis...

Selain pantai tersebut, sebenarnya banyak tempat wisata yang tak kalah menariknya untuk dikunjungi. Beberapa di antaranya yang terkenal adalah Pantai Dream Land, Tanjung Benoa, dan Taman Budaya serta Monumen Garuda Wisnu Kencana (GWK).

Dengan tiket masuk yang relatif terjangkau, saya bisa mengeksplorasi keindahan GWK dari berbagai sisi. Mulai dari Wisnu Plaza yang merupakan tempat patung dewa Wisnu setinggi 20 meter.

Dari lokasi ini, saya bisa menyaksikan keindahan pulau Bali yang sangat, sangat, sangat, eksotis! Jika sudah terbangun seluruhnya, patung ini memiliki tinggi 127 meter yang melebihi Patung Liberty di Amerika Serikat (93 meter).

Selanjutnya, Lotus Pond (Kolam Teratai) yang kerap digunakan untuk berbagai pertunjukkan berskala besar, termasuk konser musik. Lalu, Amphitheatre yang rutin menyuguhkan berbagai pertunjukkan budaya asli Bali. Saat saya berkunjung ke sana, kebetulan sempat menyaksikan Tari Kecak dengan kisah peperangan Ramayana dengan Rahwana demi memperebutkan Dewi Sinta.

Jadi, dengan mengunjungi pantai Jimbaran dan GWK, saya sudah membuktikan masih banyak destinasi menarik di Bali yang tidak hanya Kuta. Bagaimana, dengan Anda?


Santai menunggu pergantian waktu

*       *       *
Makan malam diiringi gemerlap lilin

*       *       *
Lotus Pond yang dikeliling batu kapur

*       *       *
Patung Dewa Wisnu yang bermandikan cahaya

*       *       *
Garuda Wisnu Kencana (GWK)

*       *       *
Artikel bertema wisata lainnya:
- Bunaken
- Ragunan
- Curug Nangka (I)
- Curug Nangka
- Taman Ayodia
- Masjid Hidayatullah
- Museum Nasional
- Tempat Nongkrong di Jakarta
- Pulau Bidadari
- Taman Gratis di Jakarta
- Candra Naya
- Mal Central Park
- Pasar Santa

*       *       *
- Jakarta, 14 Februari 2016