Brigitte Lin Ching-hsia yang Memesona
CAO Cao pernah mengatakan, "Di antara kuda adalah Kelinci Merah (yang terbaik). Di antara pendekar, tentu Lu Bu."
Demikian penilaian Perdana Menteri Dinasti Han tersebut tentang ketangguhan dua makhluk hidup. Kelinci Merah merupakan julukan dari kuda perkasa asal Ferghana, Asia Tengah.
Sementara, Lu Bu disebut sebagai salah satu pendekar terbaik pada akhir Dinasti Han. Bahkan, dalam novel Romance of the Three Kingdoms, sanggup meladeni Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei sekaligus!
Itu kan dulu, pada abad kedua. Nyaris 2000 tahun, berselang penilaian berbeda.
Misalnya, saya yang hobi menyaksikan film Mandarin. Baik dari Mainland (Cina/Tiongkok), Hong Kong, hingga Taiwan.
Aktris favorit saya dari dulu ga berubah. Di antara pameran wanita adalah Brigitte Lin Ching-hsia.
Jika Anda besar pada dekade 1980-an dan 1990-an, tentu ga asing dengan Lin. Ya, wanita kelahiran Taiwan ini sukses menbintangi lebih dari 100 film.
Debutnya, pada 1973. Puncaknya, 1994 dengan enam film sekaligus.
Tentu, saya ga pernah menyaksikan seluruh film yang dibintangi Lin. Melainkan, hanya beberapa saja.
Itu pun mayoritas rental zaman VCD dan Betamax. Akhir 1990-an, per film sekitar Rp1.000-3.000, tergantung isinya berapa keping.
Bahasanya? Entahlah.
Bisa itu Mandarin, Hokkian, Kanton, hingga Taiwan. Inggris kadang-kadang.
Ada subtitle? Jarang banget.
Saat itu, Pein Akatsuki dan Lebah Ganteng, belum beredar. Jadi, saya nonton hanya menerka-nerka saja.
Selain itu, beberapa film Lin Ching-hsia juga ditayangkan di televisi. RCTI paling sering dengan Layar Emas.
Sisanya, kalo di rental dan tv ga ada, ya terpaksa hunting ke Glodok. Pusat penjualan VCD bajakan yang konon terbesar di Tanah Air.
Sekaligus, jadi surga penikmat film.
Kenapa harus bajakan?
Sebab, saat itu teknologi terbatas. Belum ada saluran resmi seperti youtube, netflix, disney hotstar, dan sebagainya.
Etika nonton bajakan?
Moral?
Entahlah...
Kita kesampingkan itu. Hanya orang suci yang sejak lahir tanpa melakukan perbuatan dosa yang berhak bertanya tentang etika dan moral.
Itu mengapa, saya ga setuju dengan persepsi negatif beberapa pihak terkait Ganjar Pranowo yang blak-blakan suka nonton bokep. Lah, itu kan hak asasi setiap orang.
Bebas saja. Siapa pun itu.
Entah saya, Ganjar, atau calon presiden lain, pasti pernah nonton bokep. Munafik jika ada yang bilang belom pernah.
Kecuali, dia menyimpang. Atau, tidak punya ketertarikan seksual terhadap lawan jenis.
Itu mengapa, saya sangat benci pada setiap pihak yang membully Ganjar akibat pernyataannya terkait bokep. Btw, saya bukan pendukungnya pada Pilpres 2024.
Bahkan, saya merupakan penggemar Prabowo Subianto (Baca: https://www.roelly87.com/2023/12/prabowo-presiden-2024-ganjar-mendagri.html). Namun, untuk kejujurannya, saya angkat topi kepada Ganjar.
Btw, mengapa disangkutin dengan politik?
Ga ada. Ini murni artikel tentang Lin Ching-hsia.
Agak bosan juga menulis politik. Apalagi, sebagai blogger sejak 2009 silam, kadang saya juga suka membuat artikel random yang jika dihitung hampir 1.000!
Baik tentang kucing (https://www.roelly87.com/2022/09/terima-kasih-orang-baik.html), musik, fiksi, hingga industri gulat hiburan. Yaitu, Edge saat pindah dari WWE ke AEW (Baca: https://www.roelly87.com/2023/10/edge-gabung-aew-reuni-lagi-dengan.html).
Eh, kembali ke Glodok! Sekarang kalo ke kawasan Pecinan di Jakarta Barat ini, saya suka senyum sendiri.
Maklum, sebagai ojek online (ojol), tentu Glodok merupakan kawasan paling diburu. Pusatnya, orderan kirim barang bersama Mangga Dua, Jembatan Lima, serta Perniagaan, yang masih satu kawasan dan terletak hanya seperlemparan batu.
Jika yang melemparnya, Hulk.
Kalo dulu, saya dari rumah di perbatasan T ke Glodok itu penuh perjuangan. Harus naik bus. Bisa M80 jurusan Grogol-Kalideres, P12 (Kalideres-Senen), atau P93 (Kota-Lebak Bulus).
Copet, jambret, dan kriminalitas merupakan santapan sehari-hari. Ga heran kalo saya menyebutnya penuh perjuangan.
Apalagi, ketika saya masih berseragam putih biru dan putih abu-abu.
Naik kereta? Ada. Dari Stasiun Poris ke Duri, transit menuju Kota atau Jayakarta.
Namun, jarang dilakukan. Karena kereta selalu penuh. Bahkan, hingga merayap di atas gerbong.
Belum lagi berdempetan dengan pengamen, penjaja asongan, cangcimen, karung buah seperti pisang, mangga, dan durian, parade ternak misalnya ayam, bebek, hingga kambing.
Btw, cangcimen ternyata masuk kosakata resmi di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Yaitu, kacang, kuaci, permen (makanan ringan yang biasa dijual oleh pedagang asongan).
He he he. Sebagai Anker (Anak kereta) jadul, ternyata saya baru tahu.
Beda dengan sekarang. Commuter Line sudah rapi dan bebas pedagang.
AC-nya dingin pula. Kalo ada copet, itu cerita lain.
Kembali ke Glodok. Namun, ini jilid dua :)
Saking penasaran menyaksikan berbagai akting Lin Ching-hsia via VCD (juga DVD), dulu saya kerap mencarinya di setiap lapak. Untung-untungan sih.
Kadang dapat yang gambarnya masih bagus. Misalnya, Swordsman II, yang diadaptasi dari novel Chin Yung (Jin Yong).
Namun, adakalanya saya di-PHP penjual. Bilangnya, Lin Ching-hsia atau Gong Li, eh ga tahunya bokep.
Bajingan!
Tapi, seru... Ha ha ha.
Serius. Itu terjadi setelah pergantian milenium.
Saya tanya ke penjualnya film Mandarin dari beberapa aktor dan aktris ternama. Termasuk, Lin Ching-hsia dan Gong Li untuk wanita serta Ekin Cheng (pria).
Eh, si abangnya kasih VCD yang sampulnya putih. Saya tanya dong.
Ini film mandarin. Yang kungfu dan triad.
Iya, katanya.
Karena beli kulakan yang suasannya rame, ga bisa disetel di sana. Hati pun membuncah senang.
Sampai rumah usai menempuh perjalanan panjang dari Glodok, langsung nyalain tv dan VCD. Masukin kaset.
Dan...
Taraaaaaaaaaaa!
Yes oh no... Tapi ini bokep versi mainland.
Bangsat!
Udah jauh-jauh perjalanannya, malah dikasih blue film. Eh tapi, emang seru banget akting para pemain.
Benar-benar layak dapat Oscar!
* * *
SELAIN Lin Ching-hsia, ada dua aktris Mandarin yang jadi favorit saya. Idy Chan dan Zhao Wei (Vicky Zhao).
Nama pertama, dikenal sebagai Bibi Lung di serial Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali. Anda yang besar pada dekade 1990-an, pasti familiar dengan OST-nya yang dibawakan Yuni Shara.
Sementara, Zhao kali pertama saya kenal di film The Duel. Bersanding dengan Ekin dan Andy Lau. Selanjutnya, yang fenomenal lewat Shaolin Soccer karya Stephen Chow.
Anda tentu masih ingat aksi Zhao sebagai kiper yang mentok nabrak tiang gawang sendiri. Anjay!
Gokil abis. Namun, sangat totalitas melihat Zhao yang biasa rambutnya terurai jadi plontos.
Selain dua film itu, ada So Close. Zhao bersanding dengan Shu Qi dan Karen Mok.
Nama terakhir sudah sering saya lihat di layar tv sejak pertengahan 90-an. Maklum, Karen telah membintangi banyak film Hong Kong.
Termasuk, dalam Serial Young and Dangerous. Karen juga berperan sebagai pacar Ekin Cheng puncak saga film bertema triad tersebut, Goodbye, Mr. Cool.
Selain Lin Ching-hsia, Idy Chan, dan Zhao Wei, ada beberapa aktris Mandarin (Mainland/HK) favorit saya. Beberapa di antaranya:
- Gong Li
- Karen Mok
- Michelle Reis
- Rosamund Kwan
- Cecilia Cheung
- Gigi Lai
- Maggie Cheung
- Zhang Ziyi
Bagaimana dengan aktor? Jelas, Ekin Cheng yang pertama diikuti Andy Lau dan Jet Li.
Selanjutnya, ada:
- Jackie Chan
- Tony Leung Chiu Wai
- Chow Yun Fat
- Stephen Chow
- Simon Yam
- Anthony Wong
- Jackie Cheung
* * *
KEMBALI ke Lin Ching-hsia. Saya sangat menyukai aktingnya sebagai Dongfang Bubai (Tong Hong Put Pai, ejaan Hokkian) dalam Swordsman II yang bersanding dengan Jet Li, Michelle Reis, dan Rosamund Kwan.
Kendati, ceritanya agak ngaco. Sebab, di novel, DFBB aslinya cowo yang mempelajari ilmu sakti dengan mengebiri.
Bisa dilihat di artikel jadul saya, https://www.kompasiana.com/roelly87/55017a53a333119a72513413/serial-silat-7-musuh-terkuat-dunia-persilatan-versi-jin-yong.
Sementara, dalam Swordsman II malah wanita tulen. Aneh.
Namun, aktingnya Lin Ching-hsia sangat keren. Dingin dan berkarisma sekaligus sadis sebagai ketua sekte sesat.
Lin Ching-hsia benar-benar memesona. Aktingnya terasa natural yang mendapat pujian dari Majalah Time.
Masuk dalam 100 Terbaik Sepanjang Masa dalam dunia film. Lin Ching-hsia bersanding dengan Marlon Brando!
Apalagi, saat di film dia menaikkan alis. Terasa kita diajak nostalgila cersil jadul.
Masih banyak lagi yang ingin saya ulas terkait Lin Ching-hsia. Termasuk, ketika menjadi Pek Hoat Mo Lie dalam The Bride with White Hair adaptasi dari novel karya Liang Yusheng.
Yaitu, pendekar wanita yang rambutnya memutih dalam semalam. Itu akibat gagalnya percintaan dengan Ketua Butong (Wudang).
Ah... Seru!
Next, saya akan bahas lebih panjang lagi. Mengingat, kini sudah menjelang pagi.
Suasana di Bandar Udara Soekarno-Hatta pun kian ramai. Banyak penumpang pesawat yang akan melanjutkan perjalanan ke Jakarta.
Saya bersama belasan ojol, taksi online dan konvensional pun siap menyambutnya.***
* * *
- Tangerang, 22 Desember 2023
* * *
...