TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: 2023

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Jumat, 22 Desember 2023

Brigitte Lin Ching-hsia yang Memesona

Brigitte Lin Ching-hsia yang Memesona

Foto: IMDB.com

CAO Cao pernah mengatakan, "Di antara kuda adalah Kelinci Merah (yang terbaik). Di antara pendekar, tentu Lu Bu."

Demikian penilaian Perdana Menteri Dinasti Han tersebut tentang ketangguhan dua makhluk hidup. Kelinci Merah merupakan julukan dari kuda perkasa asal Ferghana, Asia Tengah. 

Sementara, Lu Bu disebut sebagai salah satu pendekar terbaik pada akhir Dinasti Han. Bahkan, dalam novel Romance of the Three Kingdoms, sanggup meladeni Liu Bei, Guan Yu, dan Zhang Fei sekaligus!

Itu kan dulu, pada abad kedua. Nyaris 2000 tahun, berselang penilaian berbeda.

Misalnya, saya yang hobi menyaksikan film Mandarin. Baik dari Mainland (Cina/Tiongkok), Hong Kong, hingga Taiwan.

Aktris favorit saya dari dulu ga berubah. Di antara pameran wanita adalah Brigitte Lin Ching-hsia.

Jika Anda besar pada dekade 1980-an dan 1990-an, tentu ga asing dengan Lin. Ya, wanita kelahiran Taiwan ini sukses menbintangi lebih dari 100 film.

Debutnya, pada 1973. Puncaknya, 1994 dengan enam film sekaligus.

Tentu, saya ga pernah menyaksikan seluruh film yang dibintangi Lin. Melainkan, hanya beberapa saja.

Itu pun mayoritas rental zaman VCD dan Betamax. Akhir 1990-an, per film sekitar Rp1.000-3.000, tergantung isinya berapa keping.

Bahasanya? Entahlah. 

Bisa itu Mandarin, Hokkian, Kanton, hingga Taiwan. Inggris kadang-kadang.

Ada subtitle? Jarang banget.

Saat itu, Pein Akatsuki dan Lebah Ganteng, belum beredar. Jadi, saya nonton hanya menerka-nerka saja.

Selain itu, beberapa film Lin Ching-hsia juga ditayangkan di televisi. RCTI paling sering dengan Layar Emas.

Sisanya, kalo di rental dan tv ga ada, ya terpaksa hunting ke Glodok. Pusat penjualan VCD bajakan yang konon terbesar di Tanah Air.

Sekaligus, jadi surga penikmat film. 

Kenapa harus bajakan?

Sebab, saat itu teknologi terbatas. Belum ada saluran resmi seperti youtube, netflix, disney hotstar, dan sebagainya.

Etika nonton bajakan?

Moral?

Entahlah...

Kita kesampingkan itu. Hanya orang suci yang sejak lahir tanpa melakukan perbuatan dosa yang berhak bertanya tentang etika dan moral.

Itu mengapa, saya ga setuju dengan persepsi negatif beberapa pihak terkait Ganjar Pranowo yang blak-blakan suka nonton bokep. Lah, itu kan hak asasi setiap orang.

Bebas saja. Siapa pun itu.

Entah saya, Ganjar, atau calon presiden lain, pasti pernah nonton bokep. Munafik jika ada yang bilang belom pernah.

Kecuali, dia menyimpang. Atau, tidak punya ketertarikan seksual terhadap lawan jenis.

Itu mengapa, saya sangat benci pada setiap pihak yang membully Ganjar akibat pernyataannya terkait bokep. Btw, saya bukan pendukungnya pada Pilpres 2024.

Bahkan, saya merupakan penggemar Prabowo Subianto (Baca: https://www.roelly87.com/2023/12/prabowo-presiden-2024-ganjar-mendagri.html). Namun, untuk kejujurannya, saya angkat topi kepada Ganjar.

Btw, mengapa disangkutin dengan politik? 

Ga ada. Ini murni artikel tentang Lin Ching-hsia. 

Agak bosan juga menulis politik. Apalagi, sebagai blogger sejak 2009 silam, kadang saya juga suka membuat artikel random yang jika dihitung hampir 1.000!

Baik tentang kucing (https://www.roelly87.com/2022/09/terima-kasih-orang-baik.html), musik, fiksi, hingga industri gulat hiburan. Yaitu, Edge saat pindah dari WWE ke AEW (Baca: https://www.roelly87.com/2023/10/edge-gabung-aew-reuni-lagi-dengan.html).

Eh, kembali ke Glodok! Sekarang kalo ke kawasan Pecinan di Jakarta Barat ini, saya suka senyum sendiri. 

Maklum, sebagai ojek online (ojol), tentu Glodok merupakan kawasan paling diburu. Pusatnya, orderan kirim barang bersama Mangga Dua, Jembatan Lima, serta Perniagaan, yang masih satu kawasan dan terletak hanya seperlemparan batu.

Jika yang melemparnya, Hulk.

Kalo dulu, saya dari rumah di perbatasan T ke Glodok itu penuh perjuangan. Harus naik bus. Bisa M80 jurusan Grogol-Kalideres, P12 (Kalideres-Senen), atau P93 (Kota-Lebak Bulus).

Copet, jambret, dan kriminalitas merupakan santapan sehari-hari. Ga heran kalo saya menyebutnya penuh perjuangan.

Apalagi, ketika saya masih berseragam putih biru dan putih abu-abu.

Naik kereta? Ada. Dari Stasiun Poris ke Duri, transit menuju Kota atau Jayakarta.

Namun, jarang dilakukan. Karena kereta selalu penuh. Bahkan, hingga merayap di atas gerbong. 

Belum lagi berdempetan dengan pengamen, penjaja asongan, cangcimen, karung buah seperti pisang, mangga, dan durian, parade ternak misalnya ayam, bebek, hingga kambing.

Btw, cangcimen ternyata masuk kosakata resmi di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Yaitu, kacang, kuaci, permen (makanan ringan yang biasa dijual oleh pedagang asongan).

He he he. Sebagai Anker (Anak kereta) jadul, ternyata saya baru tahu.

Beda dengan sekarang. Commuter Line sudah rapi dan bebas pedagang. 

AC-nya dingin pula. Kalo ada copet, itu cerita lain.

Kembali ke Glodok. Namun, ini jilid dua :)

Saking penasaran menyaksikan berbagai akting Lin Ching-hsia via VCD (juga DVD), dulu saya kerap mencarinya di setiap lapak. Untung-untungan sih. 

Kadang dapat yang gambarnya masih bagus. Misalnya, Swordsman II, yang diadaptasi dari novel Chin Yung (Jin Yong).

Namun, adakalanya saya di-PHP penjual. Bilangnya, Lin Ching-hsia atau Gong Li, eh ga tahunya bokep. 

Bajingan!

Tapi, seru... Ha ha ha.

Serius. Itu terjadi setelah pergantian milenium. 

Saya tanya ke penjualnya film Mandarin dari beberapa aktor dan aktris ternama. Termasuk, Lin Ching-hsia dan Gong Li untuk wanita serta Ekin Cheng (pria).

Eh, si abangnya kasih VCD yang sampulnya putih. Saya tanya dong.

Ini film mandarin. Yang kungfu dan triad.

Iya, katanya.

Karena beli kulakan yang suasannya rame, ga bisa disetel di sana. Hati pun membuncah senang.

Sampai rumah usai menempuh perjalanan panjang dari Glodok, langsung nyalain tv dan VCD. Masukin kaset.

Dan...

Taraaaaaaaaaaa!

Yes oh no... Tapi ini bokep versi mainland.

Bangsat!

Udah jauh-jauh perjalanannya, malah dikasih blue film. Eh tapi, emang seru banget akting para pemain.

Benar-benar layak dapat Oscar!

*       *       *

SELAIN Lin Ching-hsia, ada dua aktris Mandarin yang jadi favorit saya. Idy Chan dan Zhao Wei (Vicky Zhao).

Nama pertama, dikenal sebagai Bibi Lung di serial Kembalinya Pendekar Pemanah Rajawali. Anda yang besar pada dekade 1990-an, pasti familiar dengan OST-nya yang dibawakan Yuni Shara.

Sementara, Zhao kali pertama saya kenal di film The Duel. Bersanding dengan Ekin dan Andy Lau. Selanjutnya, yang fenomenal lewat Shaolin Soccer karya Stephen Chow.

Anda tentu masih ingat aksi Zhao sebagai kiper yang mentok nabrak tiang gawang sendiri. Anjay!

Gokil abis. Namun, sangat totalitas melihat Zhao yang biasa rambutnya terurai jadi plontos.

Selain dua film itu, ada So Close. Zhao bersanding dengan Shu Qi dan Karen Mok.

Nama terakhir sudah sering saya lihat di layar tv sejak pertengahan 90-an. Maklum, Karen telah membintangi banyak film Hong Kong.

Termasuk, dalam Serial Young and Dangerous. Karen juga berperan sebagai pacar Ekin Cheng puncak saga film bertema triad tersebut, Goodbye, Mr. Cool.

Selain Lin Ching-hsia, Idy Chan, dan Zhao Wei, ada beberapa aktris Mandarin (Mainland/HK) favorit saya. Beberapa di antaranya:

- Gong Li
- Karen Mok
- Michelle Reis
- Rosamund Kwan
- Cecilia Cheung
- Gigi Lai
- Maggie Cheung
- Zhang Ziyi

Bagaimana dengan aktor? Jelas, Ekin Cheng yang pertama diikuti Andy Lau dan Jet Li.

Selanjutnya, ada:
- Jackie Chan 
- Tony Leung Chiu Wai
- Chow Yun Fat
- Stephen Chow
- Simon Yam
- Anthony Wong
- Jackie Cheung

*       *       *

KEMBALI ke Lin Ching-hsia. Saya sangat menyukai aktingnya sebagai Dongfang Bubai (Tong Hong Put Pai, ejaan Hokkian) dalam Swordsman II yang bersanding dengan Jet Li, Michelle Reis, dan Rosamund Kwan.

Kendati, ceritanya agak ngaco. Sebab, di novel, DFBB aslinya cowo yang mempelajari ilmu sakti dengan mengebiri. 

Bisa dilihat di artikel jadul saya, https://www.kompasiana.com/roelly87/55017a53a333119a72513413/serial-silat-7-musuh-terkuat-dunia-persilatan-versi-jin-yong.

Sementara, dalam Swordsman II malah wanita tulen. Aneh.

Namun, aktingnya Lin Ching-hsia sangat keren. Dingin dan berkarisma sekaligus sadis sebagai ketua sekte sesat.

Lin Ching-hsia benar-benar memesona. Aktingnya terasa natural yang mendapat pujian dari Majalah Time.

Masuk dalam 100 Terbaik Sepanjang Masa dalam dunia film. Lin Ching-hsia bersanding dengan Marlon Brando!

Apalagi, saat di film dia menaikkan alis. Terasa kita diajak nostalgila cersil jadul.

Masih banyak lagi yang ingin saya ulas terkait Lin Ching-hsia. Termasuk, ketika menjadi Pek Hoat Mo Lie dalam The Bride with White Hair adaptasi dari novel karya Liang Yusheng.

Yaitu, pendekar wanita yang rambutnya memutih dalam semalam. Itu akibat gagalnya percintaan dengan Ketua Butong (Wudang).

Ah... Seru!

Next, saya akan bahas lebih panjang lagi. Mengingat, kini sudah menjelang pagi. 

Suasana di Bandar Udara Soekarno-Hatta pun kian ramai. Banyak penumpang pesawat yang akan melanjutkan perjalanan ke Jakarta. 

Saya bersama belasan ojol, taksi online dan konvensional pun siap menyambutnya.***

 *       *       *

- Tangerang, 22 Desember 2023


*       *       *




...

Senin, 18 Desember 2023

Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan

Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan

Ilustrasi foto Prabowo-Gibran (@roelly87)

PEMILIHAN Presiden (Pilpres) 2024 kurang dari dua bulan lagi. Namun, tensinya kian intens antar calon presiden (capres).

Terutama, sejak Debat Capres pertama pada 12 Desember lalu. Seperti yang saya ulas di tulisan sebelumnya, "Prabowo Kembali ke Setelan Pabrik".

Maklum, ketika itu, Prabowo Subianto jadi bulan-bulanan Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Khususnya, terkait sikap defensif menghadapi serangan dua rivalnya tersebut.

Sebagai penggemarnya, tentu saya agak bingung dengan taktik Prabowo. Kok bisa, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini menjalankan strategi pasif.

Apalagi, saat diserang Anies. Tepatnya, ketika Prabowo disinggung tak tahan sebagai oposisi. 

Ini menarik. Hanya, saya enggan membahasnya lagi karena sudah basi.

Sebab, banyak anggota tim sukses (timses), konsultan politik, relawan, dan sebagainya yang telah menjelaskan.

Namun, ada satu yang saya anggap penting. Tepatnya, saat Prabowo mengatakan, jika terpilih sebagai presiden bakal merangkul semua pihak, baik yang mendukung maupun membencinya.

Itu diungkapkannya saat pidato dalam acara Konsolidasi Pemenangan Prabowo-Gibran di Bogor, Jawa Barat, Minggu (10/12).

Bagi saya ini menarik. Sangat luar biasa menarik.

Seketika, otak saya jadi travelling. Imajinasi pun membuncah.

Gimana jika Prabowo terpilih sebagai presiden, lalu dua rivalnya diangkat jadi menteri?

Ih... Keren!

Oke, saya akan buat dalam segi fiksi. Ide ini sudah ada sejak September lalu ketika menulis "Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit".

Dalam catatan di bawahnya, saya sematkan, "Artikel selanjutnya: Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)".

Hanya, saat itu baru ada 20% dalam draft. Sebab, masih menunggu siapa calon wakil presiden yang dipilih Prabowo yang saya pikir salah satu dari Yusril Ihza Mahendra, Khofifah Indar Parawansa, atau Susi Pudjiastuti.

Namun, pada 22 Oktober, Gibran Rakabuming Raka yang terpilih. Alhasil, draft yang saya buat pun buyar.

Pasalnya, ada beberapa nama terkait yang harus saya coret dan tambahkan. Oke, artikel di bawah ini hanya fiksi atau imajinasi liar.

Mungkin, bisa jadi nyata di semesta lainnya. Jika, memang ada dunia paralel.

*       *       *

KABINET Persatuan Indonesia sudah diumumkan malam ini, Minggu (20/10). Berisi 38 menteri, 10 pejabat setingkat menteri, dan
wakil menteri.

Itu diungkapkan Prabowo yang pagi tadi dilantik secara resmi sebagai Presiden Indonesia 2024 bersama Gibran (Wakil Presiden). Pria 72 tahun ini memang gercep dengan langsung mengumumkan kabinet beserta isinya yang gw saksikan secara streaming.

Padahal, jadwalnya padat. Setelah pulang dari Gedung MPR/DPR, Prabowo langsung menuju Stasiun Gambir. Tepatnya, untuk mengantar tiga presiden sebelumnya yang akan menggunakan Kereta Api.

Ya, Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri berangkat ke Blitar untuk ziarah ke makam ayahnya, Presiden RI Pertama Soekarno. Lalu, Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menuju Pacitan. Pun demikian dengan Presiden RI ke-7 Joko Widodo (Jokowi) yang kembali ke Solo.

Ketiganya kompak, dalam konferensi pers, menyatakan bakal cuci baskom. Alias, dalam dunia persilatan disebut pensiun.

Mega menyerahkan kepemimpinan PDI Perjuangan kepada Puan Maharani. SBY menegaskan, mulai saat ini tidak lagi ikut campur terkait Partai Demokrat. 

Sementara, Jokowi yang memang bukan pemilik partai mengungkapkan bakal menikmati hidup sebagai rakyat biasa usai 10 tahun memimpin. Sekaligus, menemani cucu-cucunya yang selama ini jarang ditemui.

Prabowo juga menegaskan sejak hari ini bukan sebagai ketua umum Gerindra. Dia ingin fokus sebagai presiden. 

Itu mengapa, Prabowo meminta Sufmi Dasco Ahmad untuk sementara memimpin partai. Hingga, beberapa pekan ke depan pemilihan resmi siapa yang akan jadi Ketua Umum Gerindra.

"Terima kasih untuk rekan-rekan jurnalis yang sudah capek mengikuti kegiatan dari Kompleks Parlemen, Stasiun Gambir, dan kini Istana Negara. Kalo ada pertanyaan, silakan," ujar Prabowo, tersenyum sambil menyeka keringat sebesar biji jagung di wajah hingga lehernya.

Usia memang tidak bisa bohong. Prabowo tampak kelelahan usai acara yang berlangsung maraton sejak pagi.

Namun, semangatnya memang tidak pernah pudar. Sebagai pemimpin, Prabowo menegaskan tekadnya untuk memajukan Indonesia.

"Saya dari media yang bermarkas di Palmerah, ingin bertanya terkait jabatan triumvirat. Apa alasan mendasar Anda terkait keberadaan tiga menteri tersebut yang dua di antaranya sempat jadi rival."

Prabowo langsung mengangguk. Gw yang menonton dari layar ponsel pun ga sabar mendengar penjelasannya.

Maklum, dua dari tiga triumvirat itu merupakan rivalnya pada pilpres lalu. Namun, Prabowo tetap memberi kepercayaan kepada Ganjar sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dan Anies jadi Menteri Luar Negerin (Menlu).

Sementara, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dipercaya sebagai Menteri Pertahanan (Menhan). Posisi itu yang sebelumnya diemban Prabowo pada 2019-2024 usai rekonsiliasi dengan Jokowi.

"Itu sesuai dengan bidangnya. Menurut saya, mereka pun sangat ahli. Misalnya, mas Ganjar yang sebelumya sudah dua periode jadi Gubernur Jawa Tengah. Saya optimistis, beliau bisa jadi Mendagri yang bakal menyerap aspirasi kepala daerah lainnya.

Untuk mas Anies, kita tahu beliau memiliki pergaulan yang luas. Apalagi, lama sekolah di luar negeri. Sebagai Menlu, tentu pengalaman mas Anies akan membuat Indonesia kian punya pengaruh dalam geopolitik.

Mas AHY? Ini sih ga usah saya jelaskan lagi. Saya percaya, kepemimpinan beliau sebagai Menhan akan jauh lebih baik dari saya. Mas AHY masih muda dan punya pengalaman sebagai prajurit yang akan menguatkan posisi Indonesia di mata dunia.

Terkait mas Anies dan mas Ganjar, ya itu biasa dalam politik. Bahkan, rivalitas saya dengan pak Jokowi lebih panas. Sampai dua pilpres pada 2014 dan 2019. Pada akhirnya, kami bersatu demi Indonesia lebih baik. Pak Jokowi yang meminta saya untuk membantunya. Begitu juga dengan saya yang meminta mas Ganjar dan Anies serta mas AHY untuk memajukan Indonesia.

Ada lagi? Masih banyak waktu sebelum kita makan-makan bareng ya di dalam. Santap berat. Kalo sekarang cemilan yang ringan-ringan dulu."

Gw melihat Prabowo asyik duduk ngedeprok dikelilingi wartawan yang juga pada santai posisinya. Baik itu cetak, televisi, radio, hingga online.

"Pak, saya dari media di Kuningan. Melihat daftar menteri, wakil, dan pejabat setingkat menteri, saya rasa ada keanehan. Maaf ya pak, ini saya bakal banyak tanya."

"Lanjut sist, borong aja pertanyaannya," ujar wartawan dari media di Kebayoran, menimpali.

Prabowo pun terkekeh mendengarnya. Sambil mencomot ubi cilembu yang hangat, Presiden ke-8 Indonesia ini pun mempersilakan jurnalis itu untuk lanjut bertanya.

"Satu, dalam daftar kenapa PDIP lebih banyak dari partai lainnya. Dua, semua partai yang berpartisipasi di pemilu legislatif ini masuk kabinet. Apa tidak bahaya untuk negara demokrasi yang terkesan sebagai bagi-bagi jabatan. Sebab, tidak akan ada ruang untuk oposisi. Tiga, apakah meritokrasi sudah diterapkan bagi setiap tokoh yang menjabat di Kabinet Persatuan Indonesia ini, baik yang dari partai maupun profesional. Empat..."

"Eit... Tunggu dulu. Saya punya jawabannya," Prabowo memotong dengan gaya jenaka.

"Bentar ya, ubi, singkong, dan cemilannya kayaknya kurang. Pak pengurus istana, boleh kita tambah nih cemilannya agar diskusi dengan teman-teman wartawan jadi lebih lancar. Sama, banyakin wedang jahe, sekoteng, bajigur, dan minuman hangat lainnya," ujar Prabowo kepada salah satu stafnya.

Seketika, suasana jadi ramai. Maklum, diskusi memang paling mantap disertai cemilan dan minuman hangat.

Tak lama, wartawan media di Gambir nyeletuk, "Pak presiden, maaf nih. Sebagai 'ahli hisap', apakah diperbolehkan untuk menyulut asap kehidupan di sini."

"Waduh, offside nih si bro," timpal jurnalis media dari Kebon Jeruk.

"Di Istana mana boleh merokok. Tahan dulu lah bro," kameramen media di Senayan, menambahkan.

Sambil tersenyum, Prabowo menjawab, "Saya kurang tahu apakah di kawasan Istana boleh merokok atau tidak. Namun, saya mengerti kalian para 'ahli hisap' pasti sudah asem dari tadi. Ha ha ha.

Bagi saya, merokok itu ga tabu. Di tentara banyak yang merokok. Begitu juga para kader saya di Gerindra ada yang merokok. Ya, sebenarnya silakan saja. Hanya, agak jauhan dikit agar asapnya tidak kena perokok pasif. 

Saya jadi ingat mas Bambang Pacul (Wuryanto) saat datang ke Hambalang. Beliau juga izin buat merokok supaya ilmunya keluar semua. Ha ha ha.

Ya udah, jauhan dikit ga apa-apa. Sekarang kita dengar pertanyaan selanjutnya dari kakak wartawati ini. Jangan lupa, cemilan ditandaskan ya. Kita ngobrol santai saja, jangan ada yang tegang."

Gw yang menyaksikan streaming jadi kaget. Prabowo benar-benar lebih kalem. 

Auranya pun beda. Ga salah emang gw memilihnya sebagai presiden sejak 2014 meski baru edisi sekarang terwujud. 

Menurut gw, perubahan sikap Prabowo yang sangat simpatik ini salah satunya terkait bergaul dengan Jokowi. Semoga PS 08 bisa menakhodai Indonesia sesuai visi dan misinya dengan lancar... Aamiin.

"Pak Presiden, ini yang keempat," ujar sang wartawati. "Tentang nama-nama menteri sebelumnya yang kini kembali seperti pak (Ignasius) Jonan, pak Rizal (Ramli), bu Susi (Pudjiastuti), dan banyak lagi. Terakhir, lima, soal menteri profesional yang memiliki ikatan dengan Petamburan. Sebelumnya, kan mereka dikenal sebagai garis keras."

Seketika, suasana jadi hening. Gw lihat kekagetan dari para jurnalis usai mendengar pertanyaan sang wartawati.

Prabowo? Khidmat menyimak sambil mengangguk.

Spontan, gw pun membuka tab di browser untuk melihat daftar menteri. Benar apa yang dikatakan sang jurnalis tersebut.


*       *       *


KABINET PERSATUAN INDONESIA

Presiden: Prabowo Subianto

Wakil Presiden: Gibran Rakabuming

Menteri Dalam Negeri: Ganjar Pranowo

Menteri Luar Negeri: Anies Baswedan

Menteri Pertahanan: Agus Harimurti Yudhoyono

Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi: Luhut Binsar Panjaitan

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan: Effendi Simbolon

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: Yusril Ihza Mahendra

Menteri Keuangan: Sri Mulyani 

Sekretaris Kabinet: Basuki Tjahaja Purnama

Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi: Budiman Sudjatmiko

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat: Basuki Hadimuljono

Menteri Kelautan dan Perikanan: Susi Pudjiastuti

Menteri Pendidikan: Ade Armando

Menteri Kebudayaan: Rocky Gerung

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak: Grace Natalia

Menteri Pariwisata: Deddy Cahyadi

Kepala Badan Ekonomi Kreatif: Ahmad Dhani

Menteri Lainnya:
Rizal Ramli
Ignatius Jonan
Dahlan Iskan
Fahri Hamzah
dll


Komposisi Menteri dari Partai

PDIP: 4
Golkar: 4
Demokrat: 3
Gerindra: 2
PAN: 2
PSI: 2
PBB: 2
PKS: 2
Gelora: 1
PKB: 1
Nasdem: 1
PPP: 1
Perindo: 1
--->TOTAL: 26

Menteri: 39
Pejabat Setingkat Menteri: 10
(Wakil Menteri: 25)

Total Menteri dan PSM: 49
Partai: 26 (53%)
Nonpartai: 23 (47%)

*Beberapa kementerian dipecah dari sebelumnya

*       *       *

GELAS berisi wedang jahe tandas diteguk Prabowo. Usai mengelap tangannya yang berminyak bekas cemilan, putra dari begawan ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo ini pun bersuara.

"Ada lagi, kakak wartawati?"

"Cukup, pak. Kalo saya kebanyakan nanya, nanti yang lain ga kebagian."

"Padahal, satu lagi dapat sepeda."

"Ha... Ha... Ha..."

Suasana kembali riuh. Memang, sesi tanya jawab ini terkesan santai.

Prabowo juga memaklumi mengingat para jurnalis sudah bekerja dari pagi. Alhasil, dia pun menimpali dengan guyon agar suasana tidak kaku.

"Ini langsung saya jawab ya. Pertama, PDIP memang bukan bagian dari Koalisi Indonesia Maju. Namun, memiliki banyak kader yang bisa berkontribusi untuk negara. Termasuk, pak Ahok atau Basuki Tjahaja Purnama yang sudah kita kenal sejak memimpin Jakarta. Saya kagum dengan karakter beliau yang tegas. Tanpa tedeng aling-aling. Makanya, saya izin ke bu Mega untuk memasukkan empat kader PDIP dalam kabinet ini.

Dua, jadi bagian pemerintahan dan oposisi itu sama-sama terhormat. Dalam ranah demokrasi, keduanya membentuk simbol Yin dan Yang. Mereka yang tidak ikut Koalisi Indonesia Maju bisa jadi oposisi meski ada menterinya di kabinet. Ini kan bagian dari check and balance. Saya bukan orang yang antikritik. Jika dalam pemerintahan dirasa kurang beres, siapa pun berhak mengkritisi. Baik itu partai politik, media, hingga masyarakat. 

Misalnya, dalam Rancangan Undang-Undang atau revisi. Anggota DPR berhak untuk menolak usulan pemerintah. Itu wajar.

Terkait bagi-bagi jabatan, saya pikir tidak ya. Contoh, Gerindra hanya ada dua menteri yang sama dengan PKS. Kalo kita konsepnya pilpres 'The Winners Takes It All', tentu partai yang saya dirikan itu dapat banyak jatah menteri. Faktanya? Tidak. Bahkan, ga ada keponakan atau keluarga saya dalam kabinet.

Ketiga, soal meritokrasi. Berdasarkan rembukan antara saya, mas Gibran, dan tim yang terdiri dari pakar dan perwakilan Koalisi Indonesia Maju beberapa waktu lalu, sepertinya sudah tepat. Saya memilih orang yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing. Mas Jonan akan membuat moda transportasi lebih baik. Tidak hanya di Jawa saja, tapi dari ujung Aceh hingga Papua. Begitu juga dengan bu Susi, mas Rizal, pak Rocky, dan sebagainya.

Saya izin minum dulu ya."

"Silakan pak," jawab para jurnalis, kompak.

"Keempat, ini berkaitan dengan yang ketiga. Intinya, mereka kompeten di bidangnya masing-masing.

Terakhir, soal menteri yang saya pilih terafiliasi dengan Petamburan atau dikenal garis keras? 

Saya teringat perkataan mendiang Deng Xiaoping saat sukses memajukan Cina. Yaitu, tidak peduli kucing warna putih atau hitam, yang penting bisa menangkap tikus. 

Begitu juga dengan saya saat memilih menteri. Yang bisa berkontribusi untuk negara sesuai kompetensinya masing-masing. Mengenai garis keras atau ekstrim, itu kan hanya cap luar saja. Mereka itu aslinya sangat cinta Indonesia. 

Jadi, clear ya."

...
...

Gw jadi membandingkan Prabowo dengan Cao Cao yang memimpin Negara Wei era Tiga Negara di Cina, dari segi positifnya. Cao Cao menerapkan betul meritokrasi pada akhir Dinasti Han. 

Cao Cao mengangkat siapa saja yang kompeten. Baik itu tukang arak, tukang jagal, penjual kasut, hingga orang yang hampir menebas lehernya, Zhang Liao.

Bahkan, Zhang Liao sangat berjasa pada Wei saat meladeni gempuran Shu dan Wu. 

Satu-satunya sosok kompeten yang tidak diambil Cao Cao adalah Lu Bu. Jenderal perkasa yang sayangnya berakhir tragis.

Koresponden dari majalah ternama Amerika Serikat, ikut bertanya, "Pak, apa tidak khawatir dengan conflict of interest di kabinet. Mengingat ada mas Fahri Hamzah dengan dua menteri PKS. Begitu juga AHY dan Demokrat dengan pihak lain?"

"Seperti yang saya katakan tadi. Para menteri, pejabat setingkat menteri, dan wakil menteri bekerja sesuai bidang masing-masing. Mereka itu kan sudah saling kenal sebelumnya. Saya pikir, mereka kompak, kok. Hanya, memang di luar kelihatan beda. Namun, demi kemajuan negara, mereka menekan ego masing-masing.

Eh, sudah hampir pergantian hari. Lumayan lama juga diskusi ini. Kita lanjutkan besok ya. Sekarang, kita makan bareng. Penghuni dalam perut saya juga sudah pada demo nih."

Bersambung...

*       *       *

- Jakarta, 13 Desember 2023


*       *       *


Artikel Sebelumnya:

- Prabowo Kembali ke Setelan Pabrik

- Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah

- Prabowo dan Kedaulatan Selera

- 9 Naga dan 3 Capres

- Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit

- Soe Hok Gie: Prabowo Cerdas tapi Naif

- Dhani, Rizieq, dan Ahok Bersatu demi Indonesia (Bumi 378)

- Manusia Lebih Anjing daripada Anjing



Artikel Selanjutnya:

- POV Prabowo

- POV Ganjar

- POV Anies

- POV AHY

- POV Ahok

- POV Ketua Partai Besar

- (What If) Prabowo Kalah Lagi




...




Rabu, 13 Desember 2023

Prabowo Kembali ke Setelan Pabrik

Deja Vu 2014 dan 2019 Mulai Terlihat

Ilustrasi Iron Man dikeroyok Captain America dan Winter Soldier (Foto: @roelly87)

BELUM juga kering tinta yang saya tulis terkait Prabowo Subianto yang kini berubah dari tegas ke gemoy. Eh, sekarang kembali ke setelan pabrik.

Itu terjadi saat Ketua Umum Partai Gerindra ini mengikuti debat calon presiden (capres) 2024-2029. Acaranya diselenggarakan di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta Pusat, Selasa (12/12).

Prabowo yang memiliki nomor urut capres 02 tampak kesulitan meladeni gempuran dari dua rivalnya. Yaitu, Anies Baswedan (01) dan Ganjar Pranowo (03).

Ajang pembantaian. Demikian, konklusi yang saya amati sepanjang debat.

Memang, saya tidak menyaksikannya secara utuh di Youtube. Melainkan, sempat terpotong akibat pada saat bersamaan memasuki jam sibuk.

Ya, sebagai ojek online (ojol) yang bermitra dengan lima aplikasi, tentu saya mengutamakan mencari uang lebih dulu. Sebab, pukul 16.00-21.00 WIB merupakan puncak dalam periode order antar penumpang, makanan, dan barang.

Apalagi, bertepatan dengan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 12/12. Sudah pasti, ramai orderan dari marketplace.

Saya memang sangat menantikan debat perdana capres 2024 ini. Namun, tetap dapur ngebul yang utama.

Itu mengapa, saya streaming di Youtube harus terpotong saat pengantaran order. Sisanya, baru disaksikan lagi jika selesai.

Begitu seterusnya hingga debat usai. Selain streaming, saya juga menyaksikan berbagai cuplikan dari Prabowo dan dua capres lainnya di media sosial.

Menurut saya, jujur saja debat capres 2024 perdana ini jadi panggung Anies. Gubernur DKI Jakarta 2017-2022 itu sangat menguasai permasalahan.

Itu mengapa, saya turut mencuit di twitter (x) pada pukul 21.50 WIB.

"Prabowo memang agak kesulitan kalo debat/presentasi.

apalagi 2 lawannya sangat piawai bicara, Anies & Ganjar.

Nilai Peserta #DebatCapres 12/12:

01: 8
02: 6
03: 7

tapi ini hanya debat, dalam 2 bulan ke depan, semuanya bisa berubah hingga 14 Februari 2024

#CatatanHarianBlogger"

Btw, saking geregetnya menyaksikan penampilan Prabowo, saya sampai keliru saat menulis kata "blogger". Padahal, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), yang benar adalah "bloger".

Alias "L-nya" sekali. Kalo "double L" berarti produk dari Google.

Sepele, tapi cukup mengganggu. Mengingat saya terbiasa menyematkan tagar tersebut di setiap postingan medsos.

Ya sudahlah.

*       *       *

MENYAKSIKAN debat capres 2024 perdana ini ibarat handicap dalam film Captain America: Civil War. Yaitu, saat Iron Man dikerubuti Captain America dan Winter Soldier di Siberia.

Ini memang cocoklogi. Namun, faktanya memang demikian.

Prabowo seperti diserang secara sporadis oleh Anies dan Ganjar. Tidak seimbang memang.

Meski, Prabowo sempat menyerang balik. Pada saat yang sama, Ganjar turut saling sikut dengan Anies.

Kalo dalam sepak bola, Prabowo itu menganut paham catenaccio. Anies dengan total football dan Ganjar (Tiki-taka).

Namun, keduanya seolah punya kesamaan musuh. Setelah reda berjibaku, Anies dan Ganjar kompak menyerang Prabowo.

Makjleb!

Seperti yang saya tulis sebelumnya, "Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit", memang Menteri Pertahanan (Menhan) ini lemah dalam menyampaikan pandangan kepada khalayak umum. Jangankan debat, untuk presentasi saja, Prabowo agak kepayahan.

Kendati, apa yang disampaikan sangat logis dan subtansinya sesuai. Kelebihannya, putra dari Soemitro Djojohadikusumo ini saat berorasi.

Itu yang mengingatkan saya pada Bung Besar: Soekarno.

Namun, debat merupakan kewajiban setiap capres. Apalagi, disaksikan jutaan rakyat Indonesia yang akan memilih pemimpin dalam lima tahun ke depan.

Tak heran jika Anies mati-matian untuk curi panggung. Pada saat yang sama, Ganjar turut mengintip peluang untuk menyerang keduanya.

Ha... Ha... Ha...

Seru!

Sekaligus, ini jadi alarm juga untuk Gibran Rakabuming. Maklum, putra sulung Presiden Joko Widodo ini juga akan mengikuti debat cawapres dengan Muhaimin Iskandar dan Mahfud MD.

Yang menarik, dua pasangan capres-cawapres itu merupakan lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM)! Sementara, Gibran dan Prabowo, bukan.

Jelas, pada debat antar cawapres nanti, Gibran bakal dirujak Muhaimin dan Mahfud yang jauh lebih senior di dunia politik. Saya ga bisa membayangkan, reaksi Walikota Solo itu saat meladeni Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) serta Ketua Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

*       *       *

INTONASI Prabowo tampak meninggi saat meredam serangan Anies. Raut wajahnya pun terlihat geregetan ketika disinggung soal kepindahan dari oposisi ke penguasa.

Ekspresi Prabowo pun menegang. Sumpah, gestur tubuhnya tidak bisa bohong.

Bagi saya, itu seperti Prabowo kembali ke setelan pabrik. Yaitu, saat jadi capres 2014 dan 2019.

Ketika itu, Prabowo memang terlihat emosional. Bahkan, sempat menggebrak podium.

Momen dua pilpres itu nyaris kembali terlihat, kemarin. Memang, gimmick gemoy belum buyar sepenuhnya.

Namun, ini bahaya bagi jutaan masyarakat yang menonton debat capres. Khususnya, generasi milenial yang sangat mengelu-elukan eks Danjen Kopassus tersebut.

Saya jadi teringat novel Pedang Langit dan Golok Pembunuh Naga karya Chin Yung (Jin Yong). Dalam satu adegan, diceritakan perwakilan aliran kepercayaan dari Persia mengatakan kepada Ketua Partai Gobi (Emei).

Bahwa, ilmu silat memang dapat ditingkatkan dengan pelajaran dan latihan. Sungai dan gunung mudah ditaklukkan, tapi watak manusia susah diubah.

Yupz!

Dalam empat tahun terakhir, Prabowo sudah berusaha mengubah perangainya. Dari terkesan tegas dan temperamen jadi gemoy.

Hanya, wataknya memang sulit diubah. Khususnya, dibanding dua capres lainnya.

Maklum, rival-rivalnya yang jebolan UGM tentu sudah beradaptasi dengan lingkungan Yogyakarta yang dikenal ramah dan egaliter. Apalagi, Anies merupakan akademisi yang pandai merangkai kata.

Sementara, Ganjar dikenal sebagai politisi ulung Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Perjuangan. Sebelum jadi Gubernur Jawa Tengah dua periode juga sudah berpengalaman di DPR 2004-2013.

Prabowo? Dibesarkan dalam keluarga ningrat.

Kakeknya, Margono Djojohadikusumo merupakan pendiri Bank Negara Indonesia dan Ketua Dewan Pertimbangan Agung yang pertama. 

Ayahnya, Soemitro, dikenal sebagai begawan ekonomi. Juga sempat menjabat Menteri Keuangan, Perdagangan, dan Riset.

Mertuanya, Soeharto, merupakan Presiden Kedua Indonesia. Sekaligus, Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat (Pangkostrad) 1963-1965 yang 35 tahun berselang jejaknya diikuti Prabowo.

Ya, besar dari keluarga bangsawan dengan didikan militer membuatnya sulit untuk meladeni Anies dan Ganjar. 

Kedua rivalnya itu egaliter. Bisa berbaur dengan siapa saja yang membuat pergaulannya luas. Sementara, jalan hidup Prabowo yang keturunan ningrat sangat berliku.

Ini jadi PR bagi tim sukses (timses) dan konsultan politiknya. Saya yakin, di belakang panggung debat, mereka mati-matian untuk membisiki Prabowo terkait strategi selanjutnya.

Khususnya, terkait Pertahanan, Hubungan Internasional, dan Geopolitik yang kemungkinan jadi panggung Prabowo. Saya berharap, dalam empat debat (bersama cawapres) selanjutnya, Ketua Ikatan Pencak Silat Indonesia ini bisa counter attack!

Sebagai penggemarnya, saya juga optimistis Prabowo punya "Kartu Truf" yang akan dilepaskan pada momen yang tepat. 

Bagaimana pun, garam yang ditelan Prabowo sepanjang hidupnya mungkin lebih banyak dibanding butiran nasi yang dimakan Anies dan Ganjar.

Ya, "save the best for the last!"

Ih... Keren!***

*       *       *

- Jakarta, 13 Desember 2023

*       *       *

Artikel Sebelumnya:








Artikel Selanjutnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)

- (What If) Prabowo Kalah Lagi



...

Senin, 11 Desember 2023

Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah

Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah

Foto: @roelly87



PEMILIHAN Presiden (Pilpres) 2024-2029 akan didominasi suara generasi milenial. Menurut data, mencapai 55-60 persen. 

Saya jelas bukan masuk kalangan tersebut. Sebab, lahir akhir 1980-an.

Namun, tetap saya merasa masih muda. Ya, minimal relevan dengan situasi terkini.

Termasuk, saat mencermati Pilpres. Meski, ini bias. 

Pasalnya, saya merupakan penggemar Prabowo Subianto yang jadi capres nomor urut 2 berpasangan dengan Gibran Rakabuming. Seperti beberapa artikel yang sudah saya tulis sebelumnya, kemungkinan besar saya akan memilih eks Danjen Kopassus tersebut pada 14 Februari mendatang.

Tentu, saya ga 100% pasti mencoblosnya. Melainkan, hanya 99%.

Ya, saya selalu menyisakan ruang dalam pilihan. Ada GBHN untuk Pilpres 2024

Alias, Garis Batas Haluan Nyoblos. Hingga valentine mendatang, apa pun bisa terjadi.

Termasuk, jika Prabowo melakukan blunder fatal. Atau, inkonstitusional.

Bahkan, makar hingga kudeta. Kemungkinan seperti itu memang kecil. 

Namun, dalam hidup, apa pun bisa terjadi. Khususnya, untuk kontestasi pilpres yang menyisakan jarak dua bulan lagi. 

Maklum, sepanjang lebih dari sepertiga abad berada di muka bumi ini, saya memang jarang percaya penuh kepada seseorang. Apalagi, kali terakhir saya percaya, saya nyaris kehilangan segalanya.

Itu mengapa, saya mentok di angka 99% untuk mencoblos Prabowo. Sisanya, terbagi antara Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Untuk Anies, saya sudah kenal lama. Maklum, KTP saya DKI Jakarta. 

Bahkan, 2017 lalu saya mencoblosnya. Itu berkat adanya Prabowo di belakang Anies.

Meski, secara hati, saya cenderung memilih Basuki Tjahaja Purnama. Bisa dipahami mengingat saya juga penggemar Ahok.

Bahkan, saya menilai, meski singkat,  kepemimpinan Basuki di ibu kota sangat bagus. Tegas dan betul-betul kerja.

Bukan berarti periode Anies jelek. Sebab, banyak juga inovasi dari sepupu Novel Baswedan ini yang sangat saya apresiasi.

Mulai dari integrasi angkutan umum, seperti Jaklingko, hingga dihapusnya larangan sepeda motor melintasi Jalan Sudirman-Thamrin. 

Sementara, untuk Ganjar, terus terang saya kurang begitu mengenalnya. Kendati untuk partainya, PDI Perjuangan, saya turut mengapresiasi.

Khususnya, tiga kader. Yaitu, Effendi Simbolon, Adian Napitupulu, dan Bambang "Pacul" Wuryanto.  

*      *      *

KESAN tegas, wibawa, hingga kaku terhadap Prabowo yang selama ini melekat seolah luntur. Berganti jadi gemoy.

Alias plesetan dari gemas atau menggemaskan. 

Saya pribadi sempat mengernyitkan dahi ketika tahu Prabowo berubah 180 derajat. Kini, gimmick-nya jadi gemoy dan suka joget.

Dua jempol untuk tim sukses dan deretan konsultannya yang berhasil mengubah sosok gahar Prabowo pada 2014 dan 2019. Sekarang, kalo dilihat di media, baik arus utama maupun sosial, berganti jadi gemoy dan lucu.

Ini mengingatkan saya terhadap Presiden Filipina Bongbong Marcos. Saat kampanye pilpres 2022 lalu, ia menggandeng Sara Duterte, putri presiden sebelumnya, Rodrigo Duterte.

Bongbong memanfaatkan betul perkembangan teknologi dalam menggaet pemilih muda di pilpres Filipina. Termasuk, media sosial yang memang jadi santapan sehari-hari generasi milenial, khususnya Tiktok.

Dalam kampanyenya, Bongbong meromantisasi keberhasilan ayahnya, Ferdinand Marcos (Presiden Filipina 1965-1986). Yaitu, keberhasilan Filipina saat dipimpin Ferdinand kepada generasi milenial yang memang belum lahir.

Alhasil, Bongbong pun dapat suara mayoritas anak muda. Tidak tanggung-tanggung, kemenangannya sangat telak.

Bingbong meraih 58,7% suara. Jauh mengungguli rival terdekatnya, Leni Robredo (27,9%) yang sebelumnya diunggulkan terkait ketidakpuasan rakyat Filipina atas kepemimpinan Duterte.

Sementara, legenda hidup tinju Filipina, Manny Pacquiao, berada di urutan ketiga dengan 6,8%.

Alhasil, saya pikir, timses dan konsultan politik Prabowo pun mencoba untuk ATM. Amati, tiru, dan modifikasi cara Bongbong di Filipina untuk diterapkan di Tanah Air.

Sejauh ini, usaha mereka berhasil. Dalam beberapa survei, Prabowo selalu memimpin dibanding Ganjar dan Anies.

Teranyar, berdasarkan Lembaga survei Indikator Politik Indonesia, Sabtu (9/12). Prabowo unggul dengan 45,8% diikuti Ganjar (25,6%), dan Anies (22,8%).

Ini menarik, mengingat Prabowo dan Gibran belum full attack dalam kampanye. Maklum, keduanya masih menjabat dalam pemerintahan. 

Alias, hanya mengambil cuti kerja pada Sabtu, Minggu, dan hari libur saja untuk kampanye. Bandingkan, dengan Ganjar dan Anies yang rutin keliling Indonesia.

Epilognya, perubahan sikap Prabowo yang kini jadi gemoy memang sangat berdampak terhadap masyarakat, khususnya generasi milenial. Nah, apakah apakah mandat langit akan hinggap di Kertanegara, itu cerita lain.

*      *      *

MALAM itu, rinai masih membasahi ibu kota. Usai mengantar orderan dari salah satu aplikasi online di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, saya pun melajukan sepeda motor dengan konstan.

Sambil, melihat suasana jalanan yang cukup ramai. Pada saat yang sama, di atas tampak langit masih kelabu.

Maklum, hujan belum benar-benar reda. Alias, tetesan air pun masih menggelayuti helm yang saya pakai.

Saya pun istirahat sejenak sambil menyulut asap kehidupan ditemani segelas kopi hitam. Dari sisi jalan tampak berjejer spanduk, baliho, dan billboard peserta pilpres 2024.

Termasuk, Prabowo-Gibran yang sangat mendominasi. Kalau saya tidak salah, ada tujuh billboard pasangan capres-cawapres nomor urut dua itu sepanjang Jalan Warung Jati Barat-Buncit Raya-Mampang Prapatan Raya.

Itu belum termasuk spanduk, baliho, atau poster yang ditempel di pohon dan tiang listrik. Tentu, saya ga hitung. 

Yang pasti, alat peraga kampanye Prabowo-Gibran paling banyak dibanding Ganjar-Mahfud MD dan Anies-Muhaimin Iskandar. (Baca: 9 Naga dan 3 Capres)

Nah, dibanding dua capres tersebut, APK Prabowo-Gibran ini paling bervariasi. Mulai dari pose hingga penggunaan teknologi AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan.

Dalam beberapa gambar yang saya amati, tampak Prabowo-Gibran mengenakan kemeja biru. Berpadu dengan dasi kupu-kupu berwarna merah yang ikonik.

Sungguh, keren banget. Gemoynya dapat.

^_^

Wajar jika banyak anak muda yang mengidolakan Prabowo. Apalagi, keberadaan Gibran sebagai cawapres yang masih 36 tahun seolah jadi representasi generasi muda.

Terbukti, di media sosial, seperti facebook, instagram, twitter, youtube, hingga tiktok, pasangan nomor urut dua itu kerap trending. Gemoy plus muda bersatu.

:)

Hanya, memilih presiden dan wakil presiden, tidak cukup dengan gimmick. Rekam jejak wajib dikuliti.

Sebagai penggemar Prabowo, tentu saya sudah tahu masa lalunya. Berlumuran darah terkait penculikan aktivis jelang reformasi. 

Pun demikian dengan Gibran yang terkesan nepotisme. Kendati, ada sanggahan yang memilih nanti rakyat.

Nanti...

Namun, kita harus kritis. Jadi penggemar bukan berarti sebagai kerbau yang dicocok hidungnya.

Bagaimana dengan rekam jejak dua pasangan lain? Ya, 11/12.

Alias, serupa tapi tak sama.

Ganjar identik sebagai petugas partai. Belum lagi dengan insiden Wadas dan batalnya Piala Dunia U-20

Mahfud kerap inkonsistensi. Sebagai  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) adakalanya melempar isu di luar kewenangan.

Anies? Gubernur pilihan saya. He he he.

Jakarta di bawah kepemimpinan Anies cukup baik. Namun, masih jauh di bawah ekspekatasi saya, khususnya dalam penanganan banjir dan macet.

Muhaimin? Cocok jadi pemimpin dalam beberapa tahun ke depan. 

Gayanya luwes. Paling asyik diantara lima peserta capres-cawepres 2024.

Hanya, Cak Imin terkendala isu terkait pelengseran Gusdur di Partai Kebangsaan Bangsa (PKB). Noktah ini yang sangat mengganjal. 

Khususnya, pencinta Gusdur. Cak Imin ini menurut saya, oportunis. Jika diibaratkan pesepak bola ya, Filippo Inzaghi.

Konsklusinya terkait capres-cawapres 2024 ya tergantung selera. Jika saya yang sudah ikut nyoblos sejak 2014, tentu punya pilihan sendiri.

Nah, bagi generasi milenial yang baru kali pertama kali ikut pilpres, wajib menyimak berbagai rekam jejak dari sang calon. Jangan percaya dengan gimmick di medsos. 

Pasalnya, itu sudah dipoles sedemikian rupa. Harus kritis dalam menentukan pilihan.

Sebab, itu akan menentukan nasib Indonesia dalam lima tahun ke depan.

Selanjutnya, siapa pun nanti yang terpilih, baik calon nomor urut 1, 2, dan 3, itu adalah Presiden Indonesia.***

*      *      *

- Jakarta, 11 Desember 2023

*      *      *

Artikel Sebelumnya:







Artikel Selanjutnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)

- (What If) Prabowo Kalah Lagi







Jumat, 17 November 2023

Sisi Lain Konser Coldplay: Mistik, Sedih, Haru, dan Bahagia

Sisi Lain Konser Coldplay: Mistik, Sedih, Haru, dan Bahagia

Ilustrasi ojol saat menunggu penumpang usai konser Blackpink (Foto: @roelly87)

SEBAGAI sosok yang tumbuh pada dekade 1990-an, tentu saya tak asing dengan Coldplay. Ya, band asal Inggris ini memang  didirikan pada 1996 silam. 

Debut albumnya, Parachutes, rilis pertengahan 2000. Saya mengenal Coldplay sejak MTV masih merajai industri hiburan kala itu bersama Majalah Hai. 

Namun, saya hanya sedikit tahu terkait band yang dipimpin Chris Martin tersebut. Maklum, genre Britpop bukanlah favorit saya yang sejak remaja menyukai rock, alternatif, metal, dan sejenis.

Hingga kini, paling hanya segelintir lagu yang saya kenal dari Coldplay. Misalnya, Shiver yang mengingatkan saya dengan lagu Dewa 19, Persembahan Dari Surga. 

Selanjutnya, Yellow, Don't Panic, In My Place, Fix You, dan Viva La Vida. Udah, itu aja. Ga nyampe 10 lagu.

Bahkan, yang terakhir itu sempat saya kira lagu Ricky Martin yang jadi OST World Cup 1998: La Copa de la Vida.

He he he.

Beda dengan Guns N' Roses yang bisa dibilang khatam dari album debut hingga kini. Maklum, dalam pustaka musik saya, era 1990-an diwarnai "Big Six".

Selain GNR, ada Nirvana, Metallica, Bon Jovi, Red Hot Chili Peppers, dan U2.

Coldplay? Ada di urutan sekian dalam daftar saya. Bahkan, ga masuk 50 besar. 

Di antaranya, Muse, Oasis, Radiohead, System of a Down, Rage Against the Machine, Limp Bizkit, Korn, Linkin Park, Slipknot, hingga Creed.

Ya, namanya juga selera. Subyektif.

Meski begitu, saya tetap mengakui Coldplay sebagai salah satu band terbesar sejak pergantian milenium. Terdapat beberapa indikatornya, mulai dari penjualan album yang mencapai jutaan copy, penghargaan (7 Grammy), hingga penggemar.

Termasuk, di Indonesia yang sukses menuntaskan dahaga lewat konser bertajuk Music of the Spheres World Tour di Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK), 15 November 2023.

Saya tentu enggan ketinggalan untuk menghadirinya. Namun, bukan jadi penonton, mengingat harga tiketnya yang di luar batas kemampuan saya. 

Melainkan, sebagai ojek online (ojol) yang mengantarkan penumpang. Ya, sama seperti konser-konser artis luar lainnya, saya selalu hadir. Mulai dari Blackpink, Arctic Monkeys, Slipknot, hingga SM Town.

*       *       *

MAYORITAS penumpang yang juga sebagai penonton konser mengacungkan jempol terkait aksi Coldplay. Demikian pengalaman saya saat berbincang dengan 14 customer disela-sela perjalanan.

Pertanyaannya, sebagai penonton, apa kesan Anda terkait aksi Coldplay?

11: Keren banget (78%)
1: Keren (8%)
2: B aja (14%)
0: Jelek

Btw, saya mengajukan pertanyaan ini fakta. Murni sebagai bloger. Tanpa ada tendensi dengan pihak mana pun. 

Meski, saya pantau di media sosial, khususnya twitter, ada kericuhan di beberapa pintu masuk. Hanya, saya tidak lihat langsung. 

Sebab, ojek online harus nunggu penumpang di luar kawasan GBK yang tidak bisa masuk. Itu meliputi di seberang TVRI, FX, Fairmont, JCC, hingga halte MRT Istora Mandiri.

Selain itu, minusnya konser berlangsung pada hari kerja. Jadi, sejak siang, jalanan di pusat kota sudah macet.

Puncaknya, sore yang bertepatan jam pulang kerja. Makin merayap.

Saya aja nganter dari kawasan Bendungan Hilir, Tanah Abang, Menteng, yang biasanya kurang dari 15 menit, bisa 1 jam! Khususnya di kolong Jembatan Semanggi yang benar-benar ga gerak!

Berbeda dengan konser artis lain. Misalnya, Blackpink yang dua hari tapi pada Sabtu dan Minggu yang tidak bentrok dengan hari kerja.

"Untung ga hujan. Bagus kinerja panitia yang menyewa pawang hingga 'hujannya dimajukan'. Kalo ga, ya ambyar."

Demikian, celoteh penumpang X yang mengaku puas usai menyaksikan Chris berpantun ria. Sehari sebelumnya, Selasa (14/11) memang hujan yang bersamaan dengan pengundian nomor urut capres-cawapres.

Meski cocoklogi, tapi ya dalam setiap event memang tidak lepas dengan hal mistik. Dalam hal ini, melibatkan pawang hujan. 

Tidak hanya konser, bahkan dalam event sepak bola, MotoGP, hingga kampanye pun juga. Percaya ga percaya, tapi keterlibatan pawang hujan memang jadi salah satu elemen pendukung.

Pada saat yang sama, saya juga merasa geregetan saat mendengar pengakuan penumpang yang ditipu. Itu akibat beli tiket di luar official hingga menyebabkan kerugian jutaan.

"Gw ilang 3.5 juta, bang. Gw udah transfer jauh hari, dijanjiin COD pas H-2 hingga Hari-H, eh zonk," ujar remaja asal Serpong dengan menahan sedih.

"Gw datang bertiga dengan kawan yang sama-sama beli via jastip. Ditipu semua. Dua kawan gw akhirnya bisa masuk pas beli lagi yang 4.8 juta sama calo di depan loket. Sayangnya, duit gw ga cukup. Gw cuma megang 2 juta..."

Sebagai sesama manusia, saya sangat bersimpati dengan calon penonton yang ditipu. Hanya, ironisnya ini bukan kejadian yang pertama kali sepanjang 2023. 

Kadang, heran juga kenapa mereka memaksa untuk beli di luar official. Namun, tentu kita ga bisa menghakiminya.

Sebab, namanya penggemar, apa pun dilakukan. Termasuk, nabung sejak jauh-jauh hari kendati akhirnya malah zonk.

Ini jadi pelajaran bagi kita semua, mengingat ke depan bakal banyak artis luar yang konser. Agar, jika ingin membeli tiket secara resmi saja.

Bagaimana jika tidak kebagian saat "war"? Ya, terima saja. 

Itu tandanya belum rezeki. Ketimbang harus berisiko ditipu saat beli dari calo dan sebagainya.

Sekaligus, catatan bagi EO, promotor, dan pemerintah untuk meminimalisir penipuan. Agar, membatasi setiap "war tiket" secara online dengan cukup 1 pembelian per orang.

Tujuannya, tidak ada calo yang beli hingga maksimal empat tiket lalu dijual kembali. Mending kalo mahal itu benar, ini malah banyak menipu calon penonton!

*       *       *

"GIMANA, laris dagangannya?"

"Alhamdulillah, bang. Ini mau balik."

"Lha, belom bubaran. Masih berlangsung konsernya."

"Udah capek bang. Saya dari pagi keliling. Ga apa-apa, ini sisanya saya mau jual di online. Sekaligus ini juga kejar kereta yang terakhir."

Demikian percakapan saya dengan penumpang di Pintu 5 GBK. Customer itu bawa dua koper besar berisi dagangannya.

Mulai dari stiker, kaos, suvenir, gantungan kunci, hingga kipas. Sumpah, saya jadi merinding melihatnya.

Ini anak keren banget!

Mau capek-capek jualan meski masih muda yang sepantarannya di dalam asyik nonton konser. Bagi saya, gadis yang masih belia itu pintar memanfaatkan situasi.

"Bukan dagangan saya, bang. Aslinya punya kakak yang biasa dijual di marketplace. Kebetulan, pas Hari-H saya coba datang. Alhamdulillah, hasilnya lumayan."

Saya mengantarnya ke Stasiun Cawang menjelang pergantian hari. Dara tersebut akan melanjutkan naik kereta ke kediamannya di Bogor.

Sungguh, saya melihat wajahnya yang semringah meski terpancar sedikit lelah. Wajar, mengingat dari pagi menjajakan dagangan sambil kucing-kucingan di area GBK ini tidak mudah.

Salut!

Ya, kehadiran artis, baik dalam maupun luar negeri yang konser, turut menggerakkan ekonomi masyarakat. Selain penumpang tadi yang menjual pernak-pernik Coldplay, juga banyak pedagang yang menjajakan makanan dan minuman.

Selain itu ada sektor lainnya. Termasuk, saya dan ratusan ojol, ojek pangkalan (opang), taksi konvensional dan online, serta lainnya yang turut mendapat rezeki.*** 

*       *       *

- Jakarta, 17 November 2023

*       *       *

Artikel Terkait:

- https://www.roelly87.com/2023/03/blackpink-di-mata-ojol.html

- https://www.roelly87.com/2015/09/nostalgia-20-tahun-bon-jovi-konser-di.html

- https://www.roelly87.com/2020/12/ada-super-junior-di-balik-kehebohan.html

- https://www.roelly87.com/2015/08/kisah-klasik-dalam-konser-sheila-on-7.html

- https://www.roelly87.com/2015/07/20-tahun-tipe-x-sukses-meriahkan.html

- https://www.roelly87.com/2015/06/komitmen-slank-rela-tidak-dibayar-untuk.html



Jumat, 10 November 2023

Menara Kadin yang Memanusiakan Manusia

Menara Kadin yang Memanusiakan Manusia

foto: dokumentasi pribadi/@roelly87



JIKA enggan menghormati sesama karena perbedaan derajat atau status sosial yang jomplang, minimal bisa memanusiakan manusia.

Demikian adagium yang selalu saya pegang dalam keseharian. Termasuk, dalam mencari nafkah sebagai ojek online (ojol). 

Ya, saat mengantar penumpang, makanan, atau barang, adakalanya saya menerima perlakuan aneh-aneh dari customer. Mulai dari sok ngebossy, pandangan sebelah mata, diskriminasi, hingga perlakuan fisik yang menjurus.

Namun, ya namanya juga ojol. Itu semua jadi santapan sehari-hari. Ya, NBBC! Alias, No Baper-Baper Club.

Suka jalanin, ga suka ya tetap jalanin. Mau gimana lagi, namanya juga orderan diberi sistem secara random.

Demikian yang saya alami sejak jadi ojol pada 2019 silam. Hingga kini, sudah ada lima aplikasi, termasuk kurir online (kurol) yang berarti khusus antar barang (paket) atau makanan. 

Dimulai dari Gojek, Shopee, Indriver, dan Maxim. Untuk Lalamove, jarang saya gunakan. Sementara, Traveloka Eats sudah almarhum sejak Oktober 2022 akibat gagal bersaing dalam bisnis antarmakanan.

*        *        *

"SILAKAN masuk ke dalam aja pak. Ada parkiran khusus ojol. Mau jemput penumpang atau antar barang?"

"Nganter pak."

"Ya, di samping pos security ya. Nanti langsung masuk ke lobi untuk tukar identitas. Oh ya, mohon jaket ojolnya dibalik ya."

"Siap pak. Terima kasih."

Obrolan hangat dari salah satu petugas keamanan di Menara Kadin Indonesia, Jalan Rasuna Said, Jakarta Selatan, Senin (30/10).

Saat itu, saya hendak mengantar paket aplikasi Shopee dari Mangga Dua, Jakarta Utara. Sebelumnya, saya sudah chat lebih dulu untuk menanyakan apakah ojol atau kurol boleh masuk lobi di lantai X.

Maklum, ada beberapa gedung yang "mengharamkan" ojol dan kurol masuk atau naik ke lantai tertentu. Biasanya, dititip di resepsionis atau customer ambil sendiri.

Bisa juga boleh naik ke lobi di lantai sekian, tapi ojol harus melewati lift barang. Alias, bukan lift utama. 

Diskriminasi? Yes!

Tapi, ya sebagai tamu, saya harus menghormati aturan yang dibuat tuan rumah. Bagaimana pun, saya selalu memegang teguh adagium "di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung".

Itu yang pernah saya alami saat pengantaran di gedung kawasan Sudirman. Naik lift barang yang lokasinya terpencil bersama karyawan yang sedang mengantar barang berdimensi besar lewat troli. 

Diskriminasi semacam itu sering saya alami di lingkup lainnya. Misal, saat mengantar makanan di Rumah Susun Petamburan, Tanah Abang, Jakarta Pusat. 

Ketika itu, memang ada lift. Namun, khusus penghuni seperti peringatan yang tertera di kertas yang ditempel di depan lift. Untuk ojol atau kurir harus naik tangga. 

Bangsat! Ingin berkata halus, tapi ga mungkin. Secara, pengelola atau manajemen rumah susun benar-benar tidak memanusiakan manusia. 

Hal sama berlaku di beberapa kostan. Yaitu, di Kebon Jeruk, Mangga Besar, Jakarta Barat, dan Karang Anyar, Sawah Besar, Jakarta Pusat.

Biar ga jadi fitnah atau kena pasal karet UU ITE, bukti tersebut sudah pernah saya post di IG (https://www.instagram.com/p/CsLIgujStxi/?igshid=MW13YThpaHd1bDViMw==).

Jika mengalami momen tidak enak dalam pengantaran di gedung, rumah susun, atau kostan tersebut, paling ke depannya saya blacklist. Alias, jika dapat order untuk pengantaran ke lokasi "tidak manusiawi" itu, saya ogah. 

Eittt... Ada pengecualian dong. Jika ongkosnya besar. Bisa dipertimbangkan. Ini kembali lagi ke mindset sebagai ojol yang tujuannya mencari uang. Ha ha ha.

*        *        *

SAAT di lobi lantai dasar, terdapat dua petugas yang menyambut dengan ramah. Pria dan wanita. Saya menukar KTP dengan id card yang berfungsi sebagai pass masuk. 

Liftnya? Di lift utama euy, alias bukan di lift barang! Keren nih gedung. Tepatnya, pengelola atau manajemennya.

Kalo eksterior atau interiornya, Menara Kadon Indonesia menurut saya bagus. Tapi ga spesial banget. 

Misalnya, dibandingkan dengan Menara BNI 46 di Sudirman yang memang sejak saya masih kanak-kanak hingga beberapa teman sudah punya anak, memang sangat ikonik. 

Naik ke lantai XX, saya diarahkan petugas ke lobo suatu perusahaan. Yupz, meski nama gedungnya Menara Kadin Indonesia, tapi juga disewakan ke berbagai perusahaan. 

Baik BUMN, BUMD, atau mungkin swasta. Entahlah, nama perusahaannya banyak, saya ga ada kepentingan buat hafalin.

Btw, terkait Kadin, saya jadi ingat satu hal. Yaitu, tentang rivalitas dua dari tiga tim pemenangan capres 2024 dipimpin ketuanya.

Yaitu, Arsjad Rasjid yang memimpin Kadin periode 2021-2025. Namun, sejak September lalu cuti karena jadi Ketua Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo sebagai presiden 2024.

Selanjutnya, Rosan Roeslani yang menakhodai Kadin 2015-2021. Kebetulan, saya pernah menyambangi kantornya di kawasan Adityawarman, Jakarta Selatan, pada 2013 silam. 

Ya, saat itu, Rosan bersama Erick Thohir dan Handy Soetedjo, baru mengakuisisi FC Internazionale dari Massimo Moratti. Sebagai Juventini alias fan Juventus, tentu saya bangga ada warga Indonesia yang jadi pemilik klub raksasa Italia. 

Maklum, tiga tahun sebelumnya, Inter sukses merajai Eropa berkat "Treble Winners" yang dilatih Jose Mourinho. 

Kembali ke Rosan, sekarang jadi Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming. Jadi, blantika politik menuju 2024 ini sangat menarik. 

Sebab, jadi ajang adu strategi antarketua Kadin: Arsjad versus Roslan.

Junior kontra senior di Kadin. 

Cocokologi lagi! Ha ha ha.

*        *        *

MENARA Kadin Indonesia ini salah satu dari segelintir gedung yang memanusiakan manusia. Khususnya, bagi ojol atau kurir. 

Demikian penilaian saya usai melakukan pengantarsn ke lantai XX. Mulai dari ramahnya security, petugas di lobi, akses lift yang tidak diskriminasi, hingga parkir gratis! 

Jika bisa melakukan penilaian layaknya di layanan ojol atau olshop, tentu saya kasih BINTANG LIMA! 

Maklum, hanya segelintir gedung yang sangat memanusiakan manusia. Misalnya, Centennial Tower dan The Tower di Setiabudi, Jakarta Selatan. Untuk gedung pemerintahan, ada Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional di Agus Salim, Jakarta Pusat, dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Jakarta Selatan.

Bagaimana dengan sisanya? Nihil!

Setidaknya, untuk saat ini berdasarkan pengalaman saya sebagai ojol untuk antar atau jemput penumpang, barang, dan makanan. Mayoritas, gedung milik pemerintah itu bak menara gading. 

Alias, tidak ramah untuk profesi saya. Contoh nyata, pada 12 Oktober lalu ketika saya masuk ke Markas Kepolisian Daerah Metro Jaya, Kebayoran Baru, Jakarta Pusat. Ketika itu, saya dikenakan tarif parkir Rp 4.000!

Motor lewat empat menit kena empat rebu?

Ya Tuhan, ingin berkata kasar tapi inget ini Mapolda. Markas Polisi: Urusannya bisa panjang. UU ITE menanti cuy!

Sebelumnya, keluhan ini sudah saya sampaikan di IG (https://www.instagram.com/p/CySufvYSaeD/?igshid=MTFrbWxlMXBjdzB4cQ==)

Ini rekor termahal saya dalam sejarah parkir motor. Baik saat ngojol maupun di luarnya. 

Maklum, rata-rata mal mewah seperti Plaza Indonesia, Grand Indonesia, Pondok Indah Mal, hingga Plaza Senayan, motor hanya dikenakan Rp 2.000 per jam. 

Saya jadi yakin, mahalnya parkir turut membuat masyarakat malas laporan ke polisi. Apalagi, jika mobil yang masuk, mungkin per jam dikenakan  Rp 10.000!

Selain Mapolda Metro Jaya, banyak lagi gedung pemerintah yang tidak ramah untuk ojol. Yaitu, tidak menyediakan space saat menjemput penumpang atau antar barang hingga menyebabkan macet.

Beberapa di antaranya:

- Istana Negara/Sekretariat Negara: Ojol harus nunggu di luar, di Jalan Majapahit, Jakarta Pusat.

- Gedung PGN: 11/12 (Jalan KH. Zainul Arifin, Jakarta Barat)

- Gedung Bank Indonesia: 11/12 (Jalan Budi Kemuliaan, Jakarta Pusat)

- Kantor Pusat Bank DKI: 11/12 (Jalan Suryopranoto, Jakarta Pusat)

- Bursa Efek Indonesia: 11/12 (Jalan Sudirman, Jakarta Selatan)

- Stasiun MRT Benhil: 11/12 (Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, kerap menimbulkan macet karena lokasinya di pertigaan fly over Doktir Satrio)

*        *        *

SEBAGAI ojol, saya berharap, ke depannya semua gedung pemerintah bisa lebih ramah. Selain tidak membebani biaya parkir, juga menyediakan space untuk antar atau jemput penumpang.

Maklum, tidak semua karyawan memiliki mobil. Yang pangkat tinggi atau sudah eselon sekian, enak, dapat fasilitas roda empat. 

Sementara, yang karyawan biasa? Mengandalkan transportasi umum atau ojol. 

Untuk gedung yang dikelola swasta, memang wajar. Selain Centennial dan The Tower, saya jarang melihat ada yang lebih manusiawi. 

Termasuk, di Mega Kuningan atau SCBD, yang enggan memberi space untuk antar jemput penumpang. Bahkan, mereka justru mempersilakan karyawannya menunggu di pinggir jalan. 

Padahal, mereka masih memiliki lahan kosong. Namun, sepertinya merasa rugi.

Jadi anomali dengan kegagahan gedung yang dilihat dari luar. Namun, di depannya berjejer motor ojol untuk jemput penumpang atau antar paket.***

*        *        *

- Jakarta, 10 November 2023



Selasa, 07 November 2023

Prabowo dan Kedaulatan Selera

Prabowo dan Kedaulatan Selera

ilustrasi buku @roelly87


"WOOOOI, anteng banget bro. Main slot lo ya?"

"Ebuset. Gw lagi mantengin pertandingan AR Roma versus Lecce. Seru banget. Bener-bener detik terakhir menangnya."

"Lukaku ngegolin lagi?"

"Yongkru. Tadi sempat error dia, penalti ga masuk. Untung pas injury time berbalik jadi pahlawan."

"Gokil emang tuh 'Big Rom'. Efek Mourinho bikin doi gacor. Btw, lo kan Juventini, ngapa mantengin Roma. Udah murtad ye?"

"Asem! Gw dari 94 udah Juventini. Nyimak pertandingan Roma karena ada Mourinho sama Dybala aja."

"Ooh... Kirain, lo udah ninggalin 'Si Nyonya Tua' ke pelukan 'Serigala Ibu Kota'."

"Dih... Ogah."

"Ha ha ha."

Demikian percakapan antara gw dan Kemumaki di salah satu kedai kopi di Grey District, Jakarta. Tempat nongkrong yang strategis bagi warga ibu kota dengan harga makanan dan minuman murah meriah.

Selain gw dan Kemumaki, ada Dekisugi dan Kuririn juga yang asyik mengganyang makanannya masing-masing. Kami berempat memang kerap nongki-nongki di kedai ini sambil membicarakan banyak hal.

Mulai dari sepak bola, musik, hingga politik. Apalagi, jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, obrolan kami kian seru.

Kemumaki merupakan die hard-nya Ganjar Pranowo. Sementara, Dekisugi sangat militan dengan Anies Baswedan. Demikian dengan Kuririn yang sejak lama jadi simpatisan Prabowo Subianto.

Gw? Sekadar penggemar Prabowo. Alias, makhluk bebas yang tidak punya kepentingan apa pun terkait tiga capres tersebut.

"All, gw cabut dulu ya," kata Kuririn yang bersiap memakai sepatu.

"Kemane lo? Masih sore gini," Kemumaki menimpali.

"Jangan mampir ke 'warung sebelah' ya," gurau Dekisugi.

"Gelo. Dia ga mampir, tapi udah punya kartu langganan," gw menambahkan.

"Anjir lo pada. Kalian kira, gw cowo apaan," tutur Kuririn. "Dah, ah. Gw cabut. Pagi mau ke Bandung, 'ada proyek' biasa."

"Bawa oleh-oleh ya. Sekalian bayarin pesanan kita-kita ini."

"Nitip 'peuyeum'."

"Tanyain tipis-tipis ya, 2024, Jabar siapa yang maju."

"Au... Ah gelap!" Kuririn ketawa sambil mengacungkan dua jari tengahnya usai membayar pesanan kami ke kasir.

Obrolan khas bapak-bapak memang jadi santapan sehari-hari bagi para penghuni kedai kopi ini. Maklum, pengunjungnya heterogen. Termasuk, profesi dari yang serabutan, calo, pebisnis, politikus, akademisi, hingga penegak hukum.

Apalagi, lokasinya di Grey District yang sesuai dengan penamaannya: Abu-abu.

Ya, berbeda dengan Red District yang juga udah lama gw kenal. Di kawasan itu, semua sudah jelas. Mayoritas penghuninya terbagi antara hitam dan putih. 

Ada garis batas antara kawasan hitam yang dipenuhi pelacuran, perjudian, hingga narkoboy dengan warga. Ada yang tidak percaya Tuhan. Namun, di sebelahnya banyak yang sangat taat dengan Tuhan.

Sementara, Grey District ini semua jadi satu. Bahkan, mungkin penghuninya bisa merasa jadi Tuhan. 

Itu karena hitam dan putih bercampur. Tidak ada yang benar-benar jahanam. Pada saat yang sama, enggan jadi orang suci.

Grey District ini memang sangat unik. Sudah lama disorot banyak pihak. Baik ulasan media arus utama atau media sosial. 

Namun, sejauh ini penghuninya kompak. Jika ada orang luar yang mengusik, mereka langsung bertindak: Hantam dulu, bicara kemudian.

Konon katanya, mereka sudah bersikap seperti itu sejak zaman penjajahan. Penghuni di sana kerap merepotkan Belanda, Jepang, Inggris, dan para pengkhianat bangsa. 

Bahkan, jadi inisiator bersama para pahlawan dalam mempertahankan Tanah Air saat perang kemerdekaan, masa bersiap, gerakan September, hingga 1998 silam.

Salah satu petinggi aparat yang berwenang di negeri ini pun sudah mahfum. Misalnya, isu-isu minor yang berkaitan dengan dunia bawah tanah.

"Ya, kami TTPPTT aja lah. Yang penting, warganya sangat berkontribusi," ujarnya dalam suatu FGD. Alias, tahu tapi pura-pura tidak tahu.

Bisa dipahami mengingat Grey Area ini penghuninya sangat keras. Bahkan, mereka menolak tegas kehadiran ormas-ormas menjijikan yang kerjanya memeras rakyat jelata. 

Dibuktikan dengan tidak adanya spanduk, baliho, dan sebagainya. Termasuk, bebas parkir liar di setiap ruko atau restoran.

Sementara, untuk pemilu, baik pilpres maupun partai politik, mereka menyambut dengan senang hati. Termasuk, 2024 nanti yang terbagi dengan tiga kubu.

*       *       *

"BRO, lo gabung Kuririn yang sekarang udah masuk Ring tujuhnya Prabowo," teriak Dekisugi yang suaranya terdengar sayup-sayup akibat bertepatan dengan lewatnya kereta api.

"Ogah. Untuk saat ini, masih pengen bebas."

"Bagus bro, ga usah ikut-ikutan. Dekisugi aja 2019 barengan Kuririn. Eh sekarang pecah kongsi. He he he," Kemumaki, menimpali.

"Biasa kawan, politik itu dinamis. Bisa jadi di putaran kedua, jagoan lo butuh suara dari Prabowo. Kalo Amin kan udah pasti lolos putaran pertama."

"Idih... Yakin bener. Survei aja mentok 20 persen."

"Ya, liat aja nanti pas valentine. Ya kan bro?" ujar Dekisugi meminta dukungan ke gw. Meski sambil ngobrol, tapi mulutnya aktif mengganyang mie instan campur nasi putih dan telur dadar.

"Ya, kalo gw sih, siapa aja yang menang bodo amat. Gw ke Prabowo sebatas penggemar. Kalo menang bagus, kalah pun ga masalah," jawab gw, sok diplomatis.

"Anjir, jawaban lo sok politikus. Wkwkwkw."

"Tapi ini kita ngobrol aja ya. Kalo Kuririn ga usah dibahas, soalnya udah masuk Rute Solo, alias bukan 'jalur H atau D'. Nah, lo ini kan ibaratnya swing voters, alias sekadar penggemar Prabowo tapi belum tentu nyoblosnya," Kemumaki, melanjutkan.

"Sementara, gw udah jelas. Ganjar itu punya prestasi usai 10 tahun jadi Gubernur Jawa Tengah. Begitu juga jagoan Dekisugi yang pengalaman mimpin Jakarta 2017-2022. Nah, pengalaman Prabowo baru sebatas Menteri Pertahanan aja. Bedain sama waktu tentara ya. Itu juga terakhir 1998 silam. Apalagi, doi kan penculik. Aneh sih, kalo gw jadi lo. Nah, pertanyaan gw, apa alasan lo milih Prabowo?"

Pertanyaan Kemumaki membuat Dekisugi yang sebelumnya lahap mengunyah mie langsung serius menatap gw. Keduanya, seperti para hakim yang memberi vonis hukuman mati dalam persidangan.

"Woi, pertanyaan lo serem banget, anjir. Gw berasa jadi terpidana. Ha ha ha."

"Tapi gw setuju sama Kemumaki nih bro. Jadi pinisirin denger jawaban lo," kata Dekisugi sambil meletakkan sumpit ke atas mangkuk dengan khidmat.

"Minta rokok lo Kem, asem. Sebats dulu," lanjutnya. "Anjir, ini rokok apaan. Mereknya aneh. Seumur-umur jadi 'ahli hisap' gw baru liat nih rokok."

"Udah pake aja. Sejak Corona, emang rokok yang beredar aneh-aneh. Gw cari yang bukan merek terkenal biar murah tapi tetap harus ada cukainya supaya pemerintah dapat pemasukan," tutur Kemumaki.

"Sama bjir. Gw juga ganti rokok dari merek satu huruf ke yang ga jelas ini," kata gw terkekeh menunjukkan sebungkus rokok berwarna hitam.

"Rokok kalian aneh ya. Padahal mau pilpres, momen cuan nih," Dekisugi menjawab seraya menyalakan rokok dengan korek kayu. 

Makhluk satu ini memang konservatif banget. Di saat korek gas atau cricket sudah lumrah, eh doi tetap setia dengan korek kayu yang kalau dinyalakan harus digesek lebih dulu.

"Eh bro, bener kata Kemumaki. Gw pinisirin sama jawaban lo."

"Anjay, dibahas lagi."

"Yoi, bro. Kalo pilihan gw, Ganjar, dan Anies sebagai jagoan Dekisugi udah jelas. Nah, lo gimana?"

"Ga gimana-gimana Kem. Ini soal selera aja. Gw menggemari Prabowo dari perbawanya sejak 2008. Udah itu aja."

"Prestasinya yang nol? Dipecat dari militer?" Kemumaki, menimpali.

"Capres abadi?" tambah Dekisugi, sarkas.

"Woi... Kalian berdua detail amat. Kalo Prabowo ini soal kedaulatan selera. Subyektif. Sama kayak penggemar fotografi, ada yang dari dulu nyaman dengan Nikon atau Canon. Atau di sepak bola, Kota Manchester terbelah jadi merah dan biru.

Begitu juga di dunia kuliner. Misalnya, lo pada doyan bubur diaduk atau ga diaduk? Kan kembali ke selera masing-masing."

"Gw diaduk sih," jawab Kemumaki.

"Gw mah ga diaduk. Geli anjir, kalo makan bubur diaduk gitu," Dekisugi, menimpali.

"Kalo gw mah bebas. Yang penting ga pake seledri sama kacang," ucap gw.

"Si oneng, jadi bahas makanan. Dah lanjut, pertanyaan gw tadi," kata Kemumaki.

"He he he. Apa ya? Oh soal kedaulatan selera? Ya itu. Meski banyak stigma negatif tentang Prabowo, tapi kalo udah suka ya mau gimana lagi. Ya, sekali lagi. Sekadar menggemari. Ga harus mati-matian membela doi. Sama kayak gw sebagai Juventini. Kalo Juve menang, bagus. Andai kalah, yo wis. Mau gimana lagi. Yang penting, gw tetao cinta Juve sejak 1994.

Terus, ke kalian ini dan Kuririn yang aktif sebagai simpatisan. Emang kalo Ganjar atau Anies menang, lo berdua bakal dilirik jadi menteri? Ga, kan. Jadi, ya kita harus punya garis batas. Jangan berlebihan dalam menyukai sesuatu."

Kemumaki menghisap dalam-dalam rokoknya usai mendengar penuturan gw. Pada saat yang sama, Dekisugi asyik memainkan sumpit layaknya stik drum yang diadu ke mangkuk.

"Dah ah, pembahasan politik bikin gw laper. Mau nambah seblak nih di seberang."

"Bro, gw nitip satu ya."

"Anjir, lo tadi udah makan mie pake nasi sama telor masih kurang aja," timpal Kemumaki.

"Kedaulatan selera, Kem. Tadi kan makan, kalo seblak ini ngemil."

"Gw nungguin uduk Mpok Gayong aja subuh nanti."

"Ha... Ha... Ha..."***

*       *       *

- Jakarta, 7 November 2023

Artikel Sebelumnya:







Artikel Selanjutnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)

- (What If) Prabowo Kalah Lagi

Minggu, 29 Oktober 2023

Setelah 15 Tahun

Setelah 15 Tahun
@roelly87


SETELAH belasan purnama, akhirnya saya bisa menghadiri lagi acara Kompasiana. Tepatnya, dalam event bertajuk Syukuran Ulang Tahun dan Champions Meetup yang diselenggarakan di O2 Corner Co-Working Space, Gedung Kompas Gramedia, Palmerah Selatan, Jakarta Pusat, Sabtu (28/10).

Ini merupakan acara Kompasiana pertama yang saya ikuti sejak Kompasianival 2019. Saat itu, saya turut menghadiri event akbar terakhir sebelum pandemi ini yang diselenggarakan di One Belpark Mall, Jakarta Selatan.

Hanya, memang setelah itu saya sempat hiatus. Bahkan, terakhir nulis aja, Agustus 2018 silam.

Alias, lebih dari lima tahun lalu!

Hingga, akhirnya saya kembali nulis pada pertengahan bulan ini. Namun, itu juga cuma mindahin dari blog pribadi.

Bahkan, saat memposting artikel kedua -masih dari blog pribadi-, sempat dapat "Surat Cinta" dari admin. Alias, diberi peringatan akibat disangka tulisan saya hasil dari copas konten lain yang berujung dihapus.

Sontak, saya kaget. Maklum, seumur-umur ngeblog, saya belum pernah jiplak artikel orang secara keseluruhan. Kalo ngutip pun disertakan sumbernya.

Saya pun langsung balas chat tersebut sambil menjelaskan itu copas dari blog pribadi. Sayangnya, hanya dijawab pesan otomatis dari sistem.

Hmm...

Plan kedua. Saya inget ada beberapa admin yang saya kenal di IG. 

Langsung, saya DM. Sebelumnya, saya tanya dulu, apakah S&K masih membolehkan copas dari blog pribadi. 

Dijawabnya, boleh. Okok. Ga lama, artikelnya nongol lagi. Yuppiii!

Beberapa hari berselang, saya di-inbox salah satu admin untuk menghadiri acara Kompasiana. Awalnya, saya kirain Kompasianival. 

Namun, dijawabnya bukan. Melainkan, syukuran HUT Kompasiana ke-15.

Ya, Kompasiana resmi mengudara pada 22 Oktober 2008. Berselang hampir 24 bulan, saya pun gabung. 

Alias, 11 Oktober 2010 silam. Udah lumayan lama juga!

*       *       *

SIANG itu, suhu udara di jembatan yang menghubungkan Provinsi Banten dengan DKI Jakarta tampak panas. Teriknya, nampol.

Maklum, hanya seperlemparan batu itu laut. Ditambah, tengah hari bolong. Lengkap sudah.

Memang, sebagai ojek online (ojol), panas dan macet udah jadi santapan sehari-hari. Namun, teriknya di pinggir laut sungguh sangat menyengat ketimbang di Jakarta.

Saya pun melajukan sepeda motor dengan konstan.

Kebetulan, sejak pagi saya sudah ada di Teluk Naga, Kabupaten Tangerang. Tepatnya, usai mengantar barang di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. 

Hanya, hingga sepernanakan nasi, orderan arah Jakarta yang saya tunggu tak kunjung tiba. Kendati, saya sudah menyalakan lima aplikasi ojol/kurir online sekaligus.

Saya lirik jam, sudah menunjukkan pukul 13.00 WIB lewat. Padahal, acara syukuran Kompasiana berlangsung pukul 15.30 WIB.

Memang sih, dari PIK 2 ke Palmerah yang berjarak 30 km tipis-tipis ini bisa ditempuh sekitar 1-1.5 jam. Apalagi, Sabtu ini jalanan ibu kota ga terlalu macet dibanding hari kerja.

Namun, saya masih galau. Sebab, sebagai ojol, "balik kosongan" itu gimana ya. 

Alhasil, saya pun masih nunggu. Maksimal, sebelum pukul 15.00 WIB.

Sebelumnya, memang sudah ada orderan masuk. Sayangnya, bukan arah Palmerah atau sekitarnya.

Melainkan, ke Cisauk, Serpong, dan Balaraja, yang tentu saya tolak. Maklum, malah tambah jauh dari tujuan.

Beruntung, sekitar pukul 14.00 WIB lewat, salah satu dari lima aplikasi bunyi. Yaitu, kirim barang ke Tanjung Duren. 

Aman. Secara, dari Tandur ke Palmerah tinggal lurus. 

Sang empunya mengabari, barangnya ini berisi sparepart kendaraan. Setelah saya cek, ga masalah. Dimensinya masih terjangkau untuk dibawa dengan motor meski beratnya lumayan.

Bisa dipahami mengingat saya sudah sering membawa barang yang melebihi dimensi. Apalagi, saat awal pandemi ketika ojol dilarang mengangkut penumpang yang membuat saya harus adaptif demi dapur ngebul.

Mulai dari ban mobil, guci, akuarium, hingga kulkas dua pintu. Kulkas? 

Yoi. Ga masalah, secara sudah diikat dengan rapi oleh karyawan tokonya. Jadi, saya tinggal antar saja. 

Paling-paling keringet dingin kalo lupa isi bensin. Ha ha ha.

Namun, saya punya satu pantangan hingga kini. Yaitu, mengantar kue ulang tahun. 

Sumpah, itu sangat mengerikan. Pertama dan terakhir saya ambil orderan itu pada 2019 lalu saat masih cupu jadi ojol.

Sangat merepotkan karena harus ditenteng dengan satu tangan. Pasalnya, jika diletakkan di jok belakang riskan penyok.

Maklum, namanya kue ulang tahun ya harus sempurna. Saya ingat keluhan salah satu rekan ojol yang harus ganti rugi sebesar Rp 400 ribu lebih akibat kue ulang tahunnya gompal dikit di sudutnya. Itu yang bikin saya was-was.

Selain kue ulang tahun, saya ga punya pantangan lagi dalam mengantar barang, makanan, hingga penumpang. Termasuk, jika tujuannya aneh-aneh.

Misalnya, yang hendak Open BO. Saya ga peduli selama tidak melanggar 3 hal: Hukum, moral, dan agama. 

Tugas saya sebagai ojol sebatas mengantar. Baik itu ke tempat prostitusi atau rumah ibadah seperti pengajian, tabligh akbar, dan misa gereja, bagi saya ga masalah.

Hanya, memang ada garis batasnya.

Misal, saya enggan mengantar penumpang ke tempat rawan narkoboy atau aborsi. Ngeri jadi saksi, euy! 

Juga jika harus kirim barang ke penjara yang memang dalam beberapa aplikasi sudah ada larangan dalam ketentuannya. 

*       *       *

AKHIRNYA, setelah lebih dari seperminuman teh, saya pun tiba di Gedung Kompas. Namun, acaranya sudah berlangsung dari tadi. 

Alias, saya telat!

Tapi, ga apa-apa. Yang penting sudah usaha. 

Sambil menyalami beberapa rekan Kompasianer diiringi menyeruput es jeruk yang tersedia, saya mendengar paparan dari tiga perwakilan Kompasiana. Mulai dari Widha Karina, Kevin Legion, dan Nurulloh.

Eh, di kursi depan, ada dua sosok yang familiar. Yaitu, Pepih Nugraha yang menginiasi Kompasiana dan Iskandar Zulkarnaen.

Saat masih aktif di Kompasiana pada 2011-2017, saya sering bertemu mereka. Bisa dibilang, keduanya -bersama beberapa rekan Kompasianer lain- termasuk mentor saya dalam menulis. 

Saya memang sudah punya blog pribadi sejak 2009. Namun, saat itu masih random. 

Alias, ga jelas baik dalam kaidah bahasa, kosakata, maupun inti penyampaian. Ha ha ha.

Maklum, ketika itu saya sekadar menyalurkan hobi. Ada yang baca ok, ga ada juga ok.

Hingga, saya gabung di Kompasiana dan belajar banyak tentang menulis bersama rekan-rekan Kompasianer lainnya. Baik itu diselenggarakan online maupun offline, seperti Kompasiana Blogshop di Djakarta Teather pada November 2011. 

Tak heran jika 11 tahun silam, saya menyebut, Kompasiana sebagai Kawah Candradimuka. Ya, selain saya, juga banyak Kompasianer lainnya yang sama-sama belajar nulis dari Kompasiana.

Saya aja kaget pas ngecek artikel di Kompasiana sudah mencapai ratusan. Bahkan, dulu kalo ada event menulis, termasuk fiksi, bisa posting setiap hari.

*       *       *

HANYA, tiada pesta yang tak berakhir. Adakalanya, timbul rasa jenuh. Itu manusiawi. 

Termasuk, saya yang sejak 2018 sudah mulai jarang aktif di Kompasiana, baik secara offline maupun online. Meski, pada saat yang sama saya tetap update blog pribadi.

Padahal, saya sempat hadir di Kompasianival 2019 seperti yang tertera di awal artikel ini. Hanya, untuk mempostingnya, berat.

...dan...

Ditambah, tampilan Kompasiana seperti kurang bersahabat bagi pengguna ponsel. Keluhan ini yang sudah saya sampaikan kepada salah satu admin disela-sela syukuran.

Memang, jika buka di komputer atau laptop, masih normal. Namun, jika buka di ponsel, loadingnya lama dan tampilan aneh. 

Padahal, saya biasa menggunakan browser Google Chrome atau Opera Mini. UI-nya kurang responsif. 

Ditambah dengan setiap artikel yang harus dipecah hingga beberapa halaman. Saya aja kadang malas lihat artikel sendiri karena harus klik beberapa kali.

Mungkin, ini catatan sekaligus masukan dari saya kepada Kompasiana yang 22 Oktober 2024 genap dua windu. Semoga, semakin tambah usia tidak berada di menara gading.***

- Jakarta, 29 Oktober 2023

Artikel Sebelumnya: 

https://www.kompasiana.com/roelly87/550e4383813311842cbc62fd/satu-tahun-di-kompasiana-belajar-ngeblog-dan-ngeblog-sembari-belajar

https://www.kompasiana.com/roelly87/5518449a8133118c669dee5e/jose-mourinho-dua-tahun-di-kompasiana-dan-kawah-candradimuka

https://www.kompasiana.com/roelly87/552ac559f17e61703dd623dd/tiga-hattrick-dan-treble?page=all#section1

https://www.kompasiana.com/roelly87/5518b9b4a333118c10b6593d/kompasiana-berusia-empat-tahun-selanjutnya

https://www.kompasiana.com/roelly87/5800853b3eafbdc6128b4568/di-balik-kompasianival-2016?page=all