TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Desember 2021

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Selasa, 21 Desember 2021

Deteksi Dini, Cegah Disabilitas akibat Kusta

Deteksi Dini, Cegah Disabilitas akibat Kusta

Ilustrasi: NLRInternational.org


SEBAGAI ojek online (ojol), saya paling merinding alias takjub jika melihat dua hal di jalanan. Tepatnya, kepada sesama rekan driver yang sama-sama mencari nafkah mengandalkan aplikasi. 

Pertama, rekan ojol yang difabel. Misalnya, yang saya sering lihat sehari-hari, driver tersebut hanya punya satu tangan, kaki, hingga bagian anggota tubuh lainnya yang tidak lengkap. Pun dengan penyandang disabilitas seperti tuna rungu dan wicara.

Selanjutnya, lady ojol. Yaitu, julukan untuk rekan driver wanita yang rela panas-panasan di bawah terik matahari saat siang hingga menari di bawah guyuran hujan deras. Tak jarang, lady ojol ini ada yang bawa anaknya demi mengantar makanan atau barang orderan customer.

Kedua tipe itu yang bikin saya takjub, sekaligus sangat hormat serta respek. Sebab, dengan keterbatasan fisiknya, ojol difabel mampu mandiri. Jujur, saya kadang suka kesal sama anak muda yang masih segar dan sehat jasmani, tapi malas bekerja.

Kadang, jika sedang bersama rekan ojol difabel, saya suka malu sendiri. Jika penyandang disabilitas saja giat mencari nafkah, tentu saya yang fisiknya lengkap tidak boleh loyo. Harus semangat seperti mereka.

Ya, kekurangan fisik tidak jadi halangan bagi penyandang disabilitas. Itu berlaku pada semua profesi. Alias, tidak hanya ojol saja. 

Contoh, saya sering membeli jajanan seperti kerupuk atau cemilan dari pedagang yang tuna netra. Hebatnya, beliau tidak ingin dikasihani. Alias, hanya mau menerima harga yang sudah disebutkan. 

Misalnya, kerupuk satu bungkus Rp5.000. Maka, pedagang tersebut dengan tegas menolak jika ada yang ingin memberi Rp10.000 atau lebih. 

Sikapnya, wajar. Pedagang itu enggan menjual drama kepada calon pembeli. Hebatnya lagi, beliau bisa tahu berapa nominal yang diterima hanya dari memegang lembaran kertas berdasarkan insting dan pengalaman sehari-hari. 

Bahkan, pendengaran dan penciumannya jauh lebih tajam ketimbang orang normal. Ya, Tuhan selalu memberi kelebihan lain di saat hambanya memiliki kekurangan.

Terkait difabel, saya baru ingat bahwa 3 Desember lalu merupakan Hari Penyandang Cacat Internasional. Momen yang setiap tahun diperingati di seluruh negara di kolong langit ini, termasuk Indonesia, jadi momen penting bagi banyak pihak untuk mengkampanyekan topik disabilitas dari berbagai sudut pandang.

Termasuk, yang terkait dengan kusta. Ya, sebagai ojol yang hobi menulis di blog, saya memang kerap mendengar tentang penyakit yang mitosnya akibat kutukan tersebut. 

Faktanya, kusta bisa disembuhkan. Hanya, memang butuh proses. Bahkan, jika orang yang menderita kusta tidak segera diobati dan luka yang ditimbulkan tak langsung ditangani, tentu berisiko mengalami disabilitas. 

Akibatnya, kualitas hidup mereka juga berpotensi menurun. Terlebih, stigma negatif kusta masih terus ada di masyarakat. 

Demikian, informasi yang saya dapat saat menyimak Talkshow Ruang Publik KBR - Yuk, Cegah Disabilitas karena Kusta! Bincang-bincang yang saya ikuti pada laman https://www.youtube.com/watch?v=Evr6v_6AUKo ini berlangsung Senin (20/12).

Talkshow itu terwujud berkat kolaborasi KBR dengan NLR Indonesia yang merupakan organisasi non-pemerintah alias Lembaga Swadaya Masyarakat untuk mendorong pemberantasan kusta dan inklusi bagi orang dengan disabilitas termasuk kusta.

Maklum, berdasarkan data pada 2017 lalu, angka disabilitas penyandang kusta masih cukup tinggi. Yaitu, 6,6 per 1 juta penduduk. 

Padahal, pemerintah sudah menetapkan, target angka disabilitas kusta kurang dari 1 per 1 juta penduduk. Tingginya grafik itu mengindikasikan adanya keterlambatan penangangan dan penemuan kasus kusta.

Terutama, saat ini yang masih masa pandemi akibat koronavirus. Alhasil, untuk penelitian dan sebagainya, pun sangat terbatas yang tentu harus dimaklumi.

Nah, dalam talkshow itu, ada banyak yang bisa kita petik dan bisa disebarluaskan demi manfaat untuk khalayak ramai. Terdapat, dua narasumber yang turut hadir.

1. Dr. dr. Sri Linuwih Susetyo, SpKK(K) - Ketua Kelompok Studi Morbus Hansen (Kusta) Indonesia PERDOSKI

2. Dulamin - Ketua Kelompok Perawatan Diri (KPD) Kec. Astanajapura Cirebon


*      
*      *

"KITA harus saling edukasi, terutama kepada masyarakat terkait kusta merupakan penyakit yang membahayakan. (Akibat) guna-guna. (Padahal), kusta akibat bakteri," kata Dulamin terkait pengalamannya yang selama ini berkecimpung dengan penderita kusta.

"Ini terjadi ketika orang lagi sakit (kusta), stigma masyarakat sedang tinggi. Akibatnya, penderita malah makin sakit. Ini merupakan reaksi orang yang mengidap kusta. Jadi, kita harus rileks. Agar, tidak menimbulkan reaksi lagi," Dulamin, menjelaskan terkait penderita kusta yang tertekan hingga bisa menyebabkan disabilitas.

Pernyataan senada diungkapkan Linuwih. Menurutnya, kusta tidak menimbulkan komplikasi. Namun, obatnya iya, terkait alergi yang bereaksi terkait saraf.

"Disabilitas yang menjangkiti penderita kusta akibat kuman itu sendiri. Saraf yang menyerangnya. Menyebabkan mati rasa, kelumpuhan, atau kekeringan pada kulitnya. Jadi, harus segera diperiksa. Sebab, mati rasa kan tidak disadari. Itu yang menyebabkan cacat jika terus berlanjut," ujar Linuwih.

"Ada kecenderungan kusta bisa menyebabkan disabilitas. Walaupun, tidak semua. Itu karena bisa kita cegah jika (terindikasi) kusta ditemukan lebih awal dapat ditangani. Hanya, kuman ini tempat utamanya bersarang pada saraf yang bisa jadi cacat," Linuwih, mengungkapkan.

*      *      *

Ya, mari kita sama-sama responsif terkait suatu penyakit, termasuk kusta. Untuk lebih jelasnya, bisa disimak pada laman youtube tersebut. Atau, di portal KBR.id dan NLRIndonesia.or.id.

*      *      *


Artikel Terkait Kusta:
Karena Kusta Bukan Kutukan
Kolaborasi Semua Pihak untuk Hapus Stigma Negatif Kusta

Artikel Terkait Disabilitas
Asian Para Games 2018 Bukan sekadar Menang atau Kalah, tapi...
Lewat Bahasa Isyarat, Volunteer Buktikan Keramahan Indonesia
Ngobrol Bareng Christie Damayanti: Ngeblog sebagai Terapi Otak
- https://www.kompasiana.com/roelly87/59f2b720c226f95795022c92/galeri-foto-christie-damayanti-selenggarakan-pameran-filateli-ke-13?page=all
- https://www.indonesiana.id/read/63461/christie-ubah-keterbatasan-jadi-kelebihan


*      *      *

Jakarta, 21 Desember 2021