2019 sudah berlangsung nyaris 20 hari. Nah, dalam 340 hari ke depan, banyak agenda yang sudah menanti saya. Baik itu pekerjaan, silaturahmi, hingga liburan.
Yupz, hidup ini harus seimbang. Liburan jadi sarana saya untuk mengekspresikan diri. Kebetulan, saya menggemari petualangan.
Nah, tahun ini, salah satu agenda saya bertualang di Daerah Istimewa Yogyakarta. Maklum, saya belum pernah singgah lagi di Jogja sejak pertengahan 2016.
Ketika itu, dalam rangka tugas kantor yang selesainya digunakan untuk bertualang bersama rekan seprofesi di berbagai kawasan wisata. Terutama, yang bersejarah.
Yupz, Yogyakarta, baik provinsi maupun kota memang memiliki kenangan tersendiri bagi saya. Bahkan, saking antusiasnya, dulu saya pernah jalan kaki belasan kilometer menjelang sahur ramadan.
Apalagi, banyak destinasi menarik yang bisa disambangi di Jogja. Yupz, selain terkenal dengan julukan kota pelajar, Yogya juga identik dengan kota budaya dan kota wisata. Oh ya, saya tambahkan satu lagi Kota kuliner!
Intinya, keliling kota Yogyakarta itu tidak cukup hanya 1-2 hari. Alias, minimal 3 hari untuk bisa menikmati segala keindahan alamnya, budaya, dan kuliner.
Terlebih, bertualang ke Yogyakarta bisa dibilang bersahabat dengan kantong. Sebab, makanan dan minuman harganya terjangkau. Pun demikian dengan hotel. Bagaimana dengan biaya perjalanan?
Mudah, tinggal buka PegiPegi.com saja. Yaitu, perusahaan yang melayani pemesanan hotel, tiket pesawat, dan tiket kereta api melalui situs web, serta aplikasi gratis di Android dan iOS.
Nah, untuk tiket pesawat ke Jogja, di PegiPegi tersedia berbagai maskapai yang bisa kita gunakan. Ingin yang kelas ekonomis atau bisnis, pilihan ada pada kita.
Yang menarik, di PegiPegicom itu banyak promo. Apalagi, aksesnya mudah. Pun demikian dengan keamanan. Setiap halaman PegiPegicom sudah diproteksi SSL Secured yang menjamin 100% aman bertransaksi.
Bagi saya, Yogyakarta tetaplah Yogyakarta yang tidak berubah sejak saya kanak-kanak hingga rekan sebaya sudah memiliki anak lagi. Kota ini tidak sepadat Jakarta, Bandung, Surabaya, atau Bogor. Namun, kemacetan tetap ada yang justru bikin ngangenin. Wajar saja mengingat statusnya sebagai salah satu kota besar di Tanah Air.
Itu mengapa, bertualang di Yogyakarta tidak harus menggunakan kendaraan atau ojek online. Saya pribadi menyukai jalan kaki. Terutama, untuk menyusuri Malioboro.
Sepanjang perjalanan, saya bisa mengabadikan berbagai pemandangan menarik melalui kamera yang selalu saya bawa setiap pergi. Baik itu untuk memotret interaksi penduduk, gedung bersejarah, hingga ornamen unik di sisi jalan.
Atau, jika sore hari, saya kerap menggunakan jasa becak kayuh. Duduk di bawah atap terpal sambil diterpa semilir angin untuk menikmati eksotisnya Jogja.
Oh ya, di kota Yogyakarta banyak tempat wisata bertema kampung. Mulai dari Kampung Wisata Tahunan, Taman Sari, Kauman, dan banyak lagi.
Untuk kuliner, jangan ditanya. Nyaris di setiap titik terdapat restoran atau rumah makan serta lesehan Sudah pasti, gudeg jadi menu andalan.
Kebetulan, saya juga suka dengan menu ini. Selain itu, ada sego atau nasi kucing. Ini juga sih favorit. Namun, sudah tidak aneh. Sebab, di Jakarta pun sering saya santap. Misalnya, ketika mampir ke Blok M atau Pejompongan.
Nah, selain gudeg dan nasi kucing, menu favorit saya jika mampir ke Yogyakarta tentu saja Sate Klathak. Dalam beberapa kesempatan, saya sering mencicipnya.
Terutama, malam hari Salah satu yang bisa saya rekomendasikan ada pada warung di dekat Stasiun Tugu yang mengarah ke salah satu kantor redaksi harian tertua di negeri ini. Porsinya pas, rasanya juga tidak amis mengingat bahan dasarnya kambing.
Ah, nostalgia tentang Yogyakarta dari segi kuliner, wisata, hingga budaya, benar-benar memantik gairah untuk kembali...
- Jakarta, 20 Januari 2019