Poster Dewa yang menghiasi kamar saya bersanding dengan Guns N' Roses sebagai salah satu band terfavorit (Foto: Koleksi pribadi/@roelly87) |
PADA 1998 dia meluncurkan album solo Ideologi, Sikap, Otak (ISO) lewat kelompok bentukannya yang diberi nama Ahmad Band. Semua personelnya memiliki nama besar: Andra Junaidi (gitar, Dewa), Pay (gitar, BIP - mantan Slank), Bongky (bas, BIP - mantan Slank), dan Bimo drumer, mantan Netral).
Biar secara musikal layak diperhitungkan, album ini nggak ada cerita sukses komersilnya. Yang terungkap justru kegilaannya pada Soekarno, mantan Presiden pertama RI. Sampul albumnya aja menampilkan Dhani yang bergaya ala proklamator kemerdekaan itu.
Lagu-lagu Ahmad Band memperlihatkan keakraban Dhani pada musik rock, yang selama ini nggak pernah "menampakkan batang hidungnya" dalam lagu-lagu Dewa. Apalagi di awal karir musiknya, cowok kelahiran Jakarta 26 Mei 1972 ini sebenarnya lebih banyak memainkan jazz, yakni semasa bersekolah di Surabaya. Tapi meski pernah mengukir prestasi lewat grup Down Beat, Dhani akhirnya menyadari bahwa bakatnya bukan di situ. Lantas, dia pun pindah jalur dan mulai rajin menymak lagu-lagu pop dan rock.
"Di situ gua sadar bahwa John Lennon ternyata lebih besar dari Chick Corea," kenangnya. Toh, dia kesulitan untuk mendeskripsikan perbedaan kedua tokoh tersebut,bahkan dengan kalimat sederhana sekali pun. Dia terlihat lebih bersemangat saat menyinggung esensi dari musik rock itu sendiri. Rock baginya bukan semata-mata soal pencapaian estetika seni musik, tetapi juga pencapaian rasa. Artinya, untuk membuat karya rock yang baik nggak mungkin menyentuh kedua hal barusan dengan sepotong-sepotong.
"Karena itu, gua heran sampai sekarang masih ada pemusik yang menilai bahwa skill musik pemain jazz lebih bagus dari pemain rock. Atau skill pemain rock lebih bagus dari pemusik pop. Bagi gua musik apa pun bukan soal pencapaian estetika bentuk, kok," katanya panjang lebar.
Konon pencapaian rasa itu pula yang mengantar karir Dhani hingga seperit sekarang ini. Dengan mempertimbangkan energi rock sudah bercokol di benaknya, Dhani mengaku enggak akan bersedia menangani Reza lagi.
Walaupun mengidolakan John Lennon, toh grup musik yang berhasil embuatnya "jatuh cinta" setengah mati adalah Queen. Dia hapal di luar kepala nama produser yang menggarap semua album grup yang bubar karena ditinggal mati vokalisnya itu.
Bagi Dhani, The Beatles dan Queen adalah komposer terbesar setelah era John Sebastian Bach. Nggak kurang 50 album Queen tersimpan rapih di rumahnya. Koleksinya amat beragam dari Coldplay sampai Maria Callas. Referensi tersebut dikumpulkan dengan berbagai cara, termasuk rutin mendatangi pedagang kaset dan CD bekas di Taman Puring, Mayestik, Jakarta Selatan.
"Kalo diitung, investasi gua yang tertanam di sana (taman Puring, RED) ada 'kali 20 juta." Dhani juga doyan belanja laserdisc musik yang kini menurutnya sudah berjumlah 200-an.
Sebagai pemusik, Ahmad Dhani termasuk yang percaya pada kekuatan lirik. Untuk itu, dia selalu berusaha memberi roh pada setiap lirik yang ditulisnya. Referensinya untuk hal ini adalah setumpuk buku yang ditulis Jalaludin Rumi, tokoh sufi tahun 1200.
"Jadi, kalo orang menyangka gua penggemar Kahlil Girbran itu sebenarnya keliru," kata Dhani sambil memperlihatkan koleksi buku-bukunya.*
Bersambung...
* * *
* * *
Sebelum dan Selanjutnya:
#1 Ahmad Dhani di Antara Dewa 19 dan Reza
#3 Ahmad Dhani dan Jalan Tengah Dewa 19 di Album Bintang Lima
Artikel Terkait Ahmad Dhani
- KamaRatih
- Windy Ghemary
- https://www.kompasiana.com/roelly87/54f5f14da33311a17c8b4660/di-balik-panggung-mahakarya-hut-rcti-ke25?page=all#sectionall
* * *
Keterangan: Artikel ini disadur secara utuh dari koleksi pribadi, HaiKlip 25 Years In Rock! #1/2002 yang diketik ulang, usai santap sahur 7 Ramadan 1441- Jakarta, 30 April 2020