TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Tujuh Destinasi Impian

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Tujuh Destinasi Impian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tujuh Destinasi Impian. Tampilkan semua postingan

Kamis, 26 Januari 2017

Ke Bromo, (Aku) kan Kembali


Mengabadikan pemendangan Gunung Bromo, Batok, dan Semeru, yang memesona

SYAHDAN
, sejak kecil saya memiliki impian dengan pola 7-3-1. Yupz, ibarat taktik dalam sepak bola yang mengejewantah untuk berkeliling nusantara dan dunia. Yaitu, tujuh destinasi di Tanah Air dengan empat di antaranya sudah pernah saya singgahi.

Dimulai saat mengunjungi Batu Malin Kundang di kota Padang, Gunung Kintamani (Bali), Pedalaman Baduy (Banten), dan Taman Nasional Bunaken (Sulawesi Utara), dan Gunung Bromo. Dua lagi benar-benar masih dalam impian yaitu, Raja Ampat di Papua dan Taman Nasional Komodo (Nusa Tenggara Timur).

Untuk luar negeri, setelah Singapura pada 2014 lalu, saya masih memiliki cita-cita mengunjungi Gunung Hoasan di Cina untuk mengunjungi makam leluhur, Seattle (Amerika Serikat) bertandang ke markas mbahnya musik seattle-sound, dan tentunya Turin (Italia) yang merupakan markas Juventus.

Sementara, satu lagi merupakan tujuan sekaligus kewajiban saya sebagai muslim jika mampu. Tepatnya, menunaikan ibadah haji ke Mekah sekaligus mengunjungi makam rasul di Madinah.

Ya, 7-3-1. Minimal, dalam seumur hidup saya bisa mewujudkannya.

*        *        *
BROMO merupakan destinasi impian kelima di Tanah Air yang saya jejaki. Itu terjadi pada akhir November lalu ketika bertualan bersama rekan di kawasan wisata unggulan di Jawa Timur tersebut. Tentu, tidak hanya Bromo saja, melainkan ada beberapa tempat menarik lainnya yang saya singgahi. 

Namun, harus diakui, karisma Bromo tetap yang utama. Meski, beberapa destinasi lainnya itu juga bukan sekadar pelengkap, melainkan sebagai kejutan dalam petualangan di Bromo, kota Malang, dan sekitarnya. Termasuk, saat berbincang dengan anak-anak dari suku Tengger.

Kami berangkat dengan menumpang jip dari homestay di desa Gubugklakah, sekitar pukul 02.00 WIB dini hari. Ya, masih pagi buta. Tapi, ini memang sudah jadi rutinitas bagi setiap travel blogger yang ingin ke Bromo demi mengejar pemandangan memesona jelang matahari terbit.

Setelah melewati lautan pasir dan beberapa kali berhenti karena jip di belakang kami mengalami kerusakan, akhirnya rombongan tiba. Butuh waktu lebih dari 30 menit untuk mendaki menuju Seruni Point di tengah kegelapan. Saya melirik smartphone masih menunjukkan pukul 04.00 WIB.

Kendati melelahkan, tapi kami sangat antusias untuk bisa menuju puncak demi melihat pemandangan memesona Bromo dari kejauhan. Salut dengan rekan saya yang tidak kenal lelah berjalan kaki melewati jalur setapak. 

Padahal, saat itu ada masyarakat setempat yang menawarkan untuk menyewakan kuda. Tapi, tentu saja tawaran itu kami tolak dengan halus. Sebab, inti dari bertualang itu, ya berjalan kaki dengan menyusurinya hingga finis. Jika naik kuda, sudah pasti esensinya kurang.

*        *        *
PAGI itu, benar-benar jadi salah satu pengalaman berkesan bagi saya. Sekeliling mata memandang, tampak kabut menyapa. Dari kejauhan, tampak gunung dengan tinggi 2.329 meter di atas permukaan laut (Mdpl).

Tentu, pemandangan mengesankan itu tidak luput dari jepretan kamera. Yupz, mengabadikannya sebagai bagian dari cerita masa lalu di masa depan. Apalagi, itu kali pertama saya naik gunung (pagi harinya ke kawah Bromo). Ada tantangan yang jadi sensasi mengesankan untuk bisa menjejaknya.

Persis, seperti yang diungkapkan Mathilda Dwi Lestari dan Fransiska Dimitri Inkiriwang, dua bulan kemudian. Meski, apa yang dikatakan anggota tim The Women of Indonesia's Seven Summits Expedition Mahitala-Unpar (WISSEMU) tidak sama persis karena situasi dan kondisinya berbeda.

"Tidak ada gunung yang dapat ditaklukkan manusia. Yang dapat ditaklukkan hanyalah diri pendaki sendiri," demikian pernyataan anggota WISSEMU itu kepada saya, Selasa (24/1). 

Pada 4 Januari lalu mereka mengibarkan bendera Merah Putih di puncak gunung Vinson Massif, Antartika, dengan ketinggian 4.892 Mdpl. Sebelumnya, Mathilda dan Dimitri sudah mampu menaklukkan empat gunung tertinggi di lima lempeng benua berbeda. 

Yaitu, Carstensz Pyramid 4.884 di Papua, Indonesia, Elbrus 5.642 Mdpl (Rusia, Eropa), Kilimanjaro 5.895 Mdpl (Tanzania, Afrika), dan Aconcagua 6.962 Mdpl (Argentina, Amerika Selatan). Dua lagi akan disusul mereka pada ekspedisi gunung Everest 8.848 Mdpl (Nepal, Asia) dan Denali 6.190 (Alaska, Amerika Utara).

Ah, ke Bromo, (aku) kan kembali.

*        *        *
Rombongan dan sopir memperbaiki Jip yang mogok di tengah lautan pasir

*        *        *
Mendaki pagi hari ditemani kegelapan menuju Seruni Point

*        *        *
Suasana di Seruni Point

*        *        *
Pengunjung yang melakukan salat subuh berjamaah

*        *        *
Pagi itu...

*        *        *
Yupz, wefie berjamaah merupakan kegiatan wajib

*        *        *
Eksotisnya Bromo dan sekitarnya mengundang antusiasme wisatawan mancanegara 

*        *        *
Gunung Bromo, Batok, dan Semeru diselimuti kabut

*        *        *
Pagi itu, matahari tampak malu-malu...

*        *        *
Sebagian pengunjung melakukan pendakian lanjutan

*        *        *
Dan, sang surya pun hadir...

*        *        *
1, 2, 3, Klik! 

*        *        *
Gunung Bromo memiliki ketinggian 2.329 Mdpl dan Batok (2.440 Mdpl)

*        *        *
Ke Bromo, aku kan kembali

*        *        *
Jip yang mengantar kami dari dan menuju desa Gubugklakah

*        *        *
Deretan warung yang dimiliki masyarakat sekitar,  termasuk dari suku Tengger

*        *        *

Artikel Sebelumnya:
(Prolog)
Candi Jago
- Air Terjun Coban Pelangi
- Kawah Bromo
- Bukit Teletubbies
- Pasir Berbisik
- Keliling Malang
Wisata Malam
- Kuliner
- Reuni
(Epilog) Di Balik Ngebolang ke Bromo dan Malang

*        *        *
Artikel Ngebolang Sebelumnya:
Pasar Santa
Central Park
Sirkuit RMS Land Rappang
Garuda Indonesia
Candra Naya
7 Taman di Jakarta
Pulau Bidadari
7 Tempat Nongkrong
Museum Nasional
Masjid Hidayatullah
Alun-alun Bandung
Taman Ismail Marzuki
Tugu Kunstkring Paleis
Pasar Ah Poong
Museum Basoeki Abdullah
Taman Ayodia
Curug Nangka
Curug Nangka (2)
Kebun Binatang Ragunan
Taman Nasional Bunaken
Pantai Jimbaran
4B Manado
Danau Linow
7 Tempat Nobar
Museum Kebangkitan Nasional
Ngebolang ke 3 Stasiun
CitraRaya Water World
Pantai Ancol
Patung Soekarno-Hatta
Rafting Sungai Citarik
Sensasi Nusa Dua
Taman Jomblo
Candi Prambanan
Museum Astra
Candi Jago
Kota Malang
Saung Sarongge
Coban Pelangi
- Taman Prasasti

Laman Khusus Wisata
- Jelajah Manado
Keliling Yogyakarta
Sensasi Bali
Ngebolang ke Malang

*        *        *
- Jakarta, 26 Januari 2016

Minggu, 04 Desember 2016

Di Balik Ngebolang ke Bromo dan Malang


Peralatan tempur :)


EPILOG

YAAAAA
, akhirnya selesai sudah petualangan ke kawasan timur pulau Jawa. Tepatnya, ke Bromo, Malang, dan sekitarnya yang berlangsung pekan lalu. Yupz, untuk kali pertama sebagai blogger, saya bisa ngebolang (slang: bocah petualang).

Oh ya, mungkin banyak yang bertanya, kenapa saya memilih Bromo dan bukan tempat lain. Jawabannya simpel, sebab di antara tiga dari tujuh destinasi impian yang tersisa, Bromo salah satu yang realistis untuk disambangi.

Ya, seperti pada artikel dulu, saya memiliki tujuh destinasi impian di nusantara. Empat di antaranya sudah pernah saya singgahi seperti Batu Malin Kundang di kota Padang, Gunung Kintamani (Bali), Pedalaman Baduy (Banten), dan Taman Nasional Bunaken (Sulawesi Utara) yang diprakarsai Indosat Ooredoo. Dua lagi benar-benar masih dalam impian yaitu, Raja Ampat di Papua dan Taman Nasional Komodo (Nusa Tenggara Timur).

Nah, dibanding kedua tempat wisata tersebut, secara anggaran, jelas Bromo jauh lebih murah. Pun jika dikomparasi dengan waktu, yang relatif singkat ketimbang Raja Ampat dan Taman Nasional Komodo.

Sementara, untuk luar negeri, setelah Singapura pada 2014 lalu, saya masih memiliki cita-cita mengunjungi Gunung Hoasan di Cina untuk mengunjungi makam leluhur, Seattle (Amerika Serikat) bertandang ke markas mbahnya musik seattle-sound, dan tentunya Turin (Italia) yang merupakan kandang Juventus.

Oh ya, ini untuk bertualang. Bedakan dengan kewajiban jika mampu, yaitu menunaikan ibadah haji yang pasti ke Mekah serta Madinah.

*          *         *
PERJALANAN ke Bromo sudah saya rencanakan sejak Agustus lalu. Namun, hingga Oktober batal karena menurut pantauan di  website Badan Geologi - Kebencanaan ESDM, masih menunjukkan erupsi.

Beruntung, memasuki awal November, kondisi gunung yang terletak 2.392 MDPL ini sudah tidak menunjukkan aktivitasnya. Berkat rekomendasi rekan blogger, saya pun mendapat salah satu penyelenggara trip ke Bromo. Yupz, petualangan dimulai.

Setelah mengurus cuti dari kantor, saya pun memesan tiket Kereta Api (KA) Matarmaja. Yupz, kelas ekonomi, tapi tetap asyik. Awalnya, kami mau pesan yang eksekutif atau bahkan naik pesawat. Tapi, dipikir-pikir, kalau pergi dengan dua ketegori itu namanya bukan ngebolang, alias cuma liburan.

Ya, seperti kata Rangga kepada Cinta dalam AADC2, "Itu bedanya orang yang travelling dengan liburan. Kalau orang yang sedang liburan, biasanya mereka bikin jadwal yang pasti. Pergi dan tinggalnya ke tempat yang nyaman. Terus, ke tempat-tempat yang bagus buat foto-foto. Kalau travelling, kita harus spontan. Lebih berani ngambil risiko, siap dengan segala kemungkinan-kemungkinan. Yang harus dinikmati itu justru proses perjalanannya dan kejutan-kejutan yang mungkin muncul."

Yupz, ternyata hasil tidak pernah mengkhianati proses. Sebab, ada keasyikan tersendiri menumpang KA Matarmaja yang sejak Stasiun Senen sangat padat. Total, perjalanan menempuh waktu sekitar 17 jam yang dimulai pukul 15 sekian WIB hingga 08 sekian WIB.

Secara pribadi, ada perbedaan antara naik KA Matarmaja dibanding KA Argo Lawu ketika saya ke Yogyakarta, menjelang ramadan lalu. Saat itu, suasana di gerbong bisa dibilang relatif senyap. Sementara, dengan KA Matarmaja, lebih ramai yang disertai hilir-mudik penumpang. Intinya, kalau mau ngebolang, ya (mungkin) dengan kelas ekonomi untuk merasakan esensinya.

Pun, begitu ketika saya mencari penginapan di Malang. Saya beruntung menemukan hotel dengan harga kompetitif. Meski, saat itu ada sahabat yang menawarkan gratis untuk tinggal di hotel bintang tiga dekat pusat kota.

Tapi, dengan halus saya tolak. Sebab, tidak enak juga sudah merepotkan dirinya dan suami yang jauh-jauh datang dari Surabaya untuk reuni, eh malah ditawarkan menginap gratis. Oh ya, saya dan mereka sempat sama-sama ketika masih bekerja di pedalaman Sumatera pada dekade lalu.

Sudah satu pelita kami tidak bersua sejak saya kembali ke ibu kota pada 2010 silam. Sementara, mereka masih aktif dengan mengurus cabang di kawasan timur. Tak heran ketika awal September lalu saya kabari ingin ke Malang, mereka antusias menyambutnya. Termasuk, menyusuri eksotisnya kota berjulukan Zwitserland van Java pada malam hari.

*          *         *
BANYAK cerita dan foto yang ingin saya posting di blog ini. Tentu, tidak cukup hanya dengan satu artikel saja. Ke depannya, kalau sempat, bakal saya tulis catatan perjalanan akhir November lalu. Mulai dari Candi Jago, Air Terjun Coban Pelangi, Bromo, keliling Malang, hingga aneka kuliner.

Yupz, menyitir kalimat rekan blogger, "Hidup adalah pesta, dan harus dirayakan." Begitu juga dengan ngebolang yang harus dinikmati dari awal hingga akhir.

*          *         *
Stasiun Senen

*          *         *
Salah satu sudut persimpangan di ibu kota

*          *         *
Gunung Ciremai dari kejauhan

*          *         *
Stasiun Cirebon Prujakan

*          *         *
Ahli hisap memanfaatkan waktu sejenak pada setiap pemberhentian di stasiun

*          *         *
Stasiun Kediri 

*          *         *
Stasiun Pakisaji 

*          *         *
Perjalanan pulang jauh lebih sepi dibanding saat pergi

*          *         *
Stasiun Malang Kota Baru

*          *         *
Artikel Terkait:
- (Prolog)
- Candi Jago
- Air Terjun Coban Pelangi
- Bromo...
- Kawah Bromo
- Bukit Teletubbies
- Pasir Berbisik
- Keliling Malang
- Wisata Malam
- Kuliner
- Reuni
*          *         *
- Jakarta, 4 Desember 2016