Ilustrasi 300 drone membentuk konfigurasi Garuda pada countdown Asian Games 2018 (Sumber: Dokumentasi pribadi/www.roelly87.com)
Kala sang Garuda terhenyak Menyaksikan keanehan yang terjadi di dalam negeri Entah kapan akan berakhir Mirip cekcok Batara Guru dengan Pandawa Seperti gonjang-ganjing di Suralaya
Hampir sama dengan di Senayan dan Istana Begitulah yang terjadi di negeri ini Padahal sewaktu perang kemerdekaan
Semua rakyat saling bersatu melawan penjajah Semuanya, mulai dari pemuda, orang tua, ibu-ibu Hingga anak-anak kecil Bersatu padu membawa bambu runcing Untuk melawan mesiu yang mendesing
Namun, 66 tahun kemudian Keadaan sungguh terbalik Sekarang Bangsa ini sudah hebat Sangat hebat malah!
Jangankan mesiu, rudal, roket, dan senjata super modern apapun akan kalah Dan dihantam balik...
Namun, benar kata pepatah "Tombak yang terang dapat ditangkis Tapi anak panah gelap, sukar diterka..."
Kawan, lihatlah kondisi bangsa ini sekarang Penjajahan berlaku secara tidak langsung Simaklah disekitar kita Semua yang bernilai berbau luar
Serba "made in..." Mulai dari elektronik, kendaraan, baju Hingga hal-hal yang sepele sekalipun Yaitu, gunting kuku...
Atau saksikanlah beberapa kejanggalan yang terjadi Ketika beberapa pemimpin menyerukan perjuangan Yah, perjuangan di masa perdamaian Justru inilah yang paling sulit Dibanding era kemerdekaan...
Dengan tekad berapi-api Semangat berkobar menyala-nyala Serta asa yang sangat menggebu Namun tandas ketika sang lawan membisiki
"Ssst, pak Damai saja Ini ada selembar cek dalam amplop Bapak bisa isi berapapun yang dimau."
Ketika Garuda sudah tidak lagi di dadaku... Apakah kalimat itu terkesan vulgar? Miripkah dengan kisah satir Ataukah gembar-gembor belaka...
Entahlah, hanya... Hati nurani kita sendiri yang tahu Dan menyadarinya...
* * *
Puisi ini sebelumnya dimuat di Kompasiana pada satu dekade silam (https://www.kompasiana.com/roelly87/5508de76a3331124452e3960/ketika-garuda-sudah-tidak-lagi-di-dadaku)
Foto bersama dalam jumpa pers Balada Si Roy (Sumber: IDN Media)
SEBAGAI bagian dari generasi 90-an, tentu saya tidak asing dengan Balada Si Roy. Yaitu, novel legendaris karya Gol A Gong yang rilis pada dekade 1980. Selain Roy yang merupakan pameran utama, ada beberapa tokoh lainnya yang saya kenal.
Mulai dari Ani, Dullah, Wiwik, dan sebagainya yang jadi teman bacaan saya saat itu. Maklum, pada dekade 19900an, internet belum semasif sekarang. Jadi, jika ingin tahu informasi, saya biasanya membaca media massa meliputi cetak seperti koran dan majalah, tv, dan radio.
Dulu, saya sangat senang jika ada media yang mengulas tentang Roy yang jadi asupan bergizi usai membaca novelnya. Kendati, beberapa koleksi saya terkait buku fisik sudah lenyap akibat banjir, pindahan, hilang dipinjam teman, dan lainnya. Namun, pada era internet ini, saya kerap menyimak drama si Roy, baik di web, blog, hingga media sosial.
Gayung pun bersambut ketika jelang pergantian tahun, saya mendapat informasi Balada Si Roy bakal diangkat ke layar bioskop. Itu berkat inisiatif IDN Pictures yang jadi bagian dari grup IDN Media.
Balada Si Roy jadi proyek perdana mereka yang judulnya sudah dipublikasi sejak November lalu. Rencananya, film yang disutradarai Fajar Nugros tersebut bakal tayang tahun ini. Yuppiii!
Tentu, saya pun tak sabar menantikan aksi legendaris Roy yang diperankan Abidzar Al Ghifari ini. Beberapa nama tenar turut membintangi film yang juga mengeksplorasi keindahan alam dan budaya Tanah Air ini. Misalnya, Febby Rastanty sebagai Ani, Bio One (Dullah), Zulfa Maharani (Wiwik), Sitha Marino (Dewi), Maudy Koesnadi (ibu Ani), dan sebagainya.
"Merupakan suatu kehormatan bagi saya untuk mengangkat Balada Si Roy ke layar lebar. Ini sangat istimewa mengingat jadi proyek perdana IDN Pictures. Ceritanya mengenai seorang anak muda yang sedang mencari jati diri dengan mendobrak tatanan yang ada," kata Fajar dalam jumpa pers, Desember lalu.
Head of IDN Pictures ini berharap, proyek perdana bagi perusahaannya itu bisa diterima masyarakat di Tanah Air. Sekaligus, mendobrak tatanan perfilman Indonesia agar terus jadi lebih baik.
Bisa dipahami mengingat saat ini sedang pandemi yang turut memengaruhi industri perfilman Tanah Air. Namun, saya optimistis, Fajar dengan dukungan IDN Pictures, para pemain, hingga kru, bisa mengembalikan gairah masyarakat Indonesia untuk kembali berbondong-bondong ke bioskop jika situasi sudah normal.
PERNYATAAN senada diungkapkan Susanti Dewi. Istri Fajar sekaligus produser Balada Si Roy ini optimistis, film yang sudah melakukan syuting sejak awal Januari itu dapat memberi warna pada industri sinema di Tanah Air.
"IDN Pictures pun telah menambahkan relevansi nilai pada proses penggarapan filmnya. Ini diharapkan dapat membuat Balada Si Roy jadi makin relatable dengan kehidupan anak muda zaman sekarang," pendiri Demi Istri Production yang kini berada di bawah naungan IDN Pictures itu menambahkan.
"Misalnya, adanya ajakan untuk menghirup udara segar di luar. Kumpul bersama teman-teman serta mengenyampingkan gadget ketika bersua dengan kawan. Nilai-nilai seperti ini terkesan picisan atau sederahana, tapi esensinya tak jarang hilang."
Ya, apa yang dikatakan Dewi dan Fajar beralasan. Sebagai pencinta novel sekaligus penikmat film, tentu saya berharap Balada Si Roy bisa memenuhi ekspekstasi. Terutama mengingat sudah lama di Tanah Air tidak ada film berkualitas berdasarkan adaptasi novel.
Fakta itu diutarakan Daniel Mahendra sebagai salah satu inisiator dari komunitas Sahabat Balada Si Roy, "Bila harus dibandingkan dengan novel-novel seangkatan, (karya Gol A Gong) ini memang lebih realistis. Sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan remaja seperti biasanya."
Yupz, tak sabar bagi saya untuk segera menyaksikan si Roy dan kawan-kawan sambil menikmati segelas minuman dingin serta jagung khas di kursi bioskop.
FYI, Balada Si Roy sudah syuting sejak awal bulan ini di beberapa kawasan di Banten seperti kota Serang dan Rangkasbitung. Bagi Anda yang tak sabar untuk menontonnya di layar lebar, bisa kepoin akun media sosial: