TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Mengunjungi Masjid Hidayatullah yang Bersejarah dan Dikelilingi Gedung Bertingkat

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Selasa, 30 Juni 2015

Mengunjungi Masjid Hidayatullah yang Bersejarah dan Dikelilingi Gedung Bertingkat


Masjid Hidayatullah yang tanpa kubah sekilas seperti Kelenteng (Sumber foto: koleksi pribadi/ www.roelly87.com)
SEKILAS tiada yang aneh dengan tempat ibadah ini. Maklum, lokasinya seperti tersembunyi di antara deretan gedung bertingkat di kawasan pusat Jakarta. Namun, ketika melintasi gerbang dan masuk ke dalamnya, baru kita merasa takjub. Ya, Masjid Hidayatullah memang sangat memesona. Terletak di jantung ibu kota di kawasan elite segitiga emas, tepatnya di belakang salah satu gedung ikonik Sampoerna Strategic Square.

Namun, masjid yang berlokasi di Jalan Masjid Hidayatullah, Karet Depan (Dr. Satrio), Setiabudi, Jakarta Selatan ini, seperti tak lekang dimakan waktu. Maklum, tempat ibadah yang ditetapkan Dinas Museum dan Sejarah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta ini, memang unik. Lantaran bangunannya berbeda dibanding masjid pada umumnya karena tiada kubah, di sampingnya terdapat puluhan makam, dan kalau dilihat sepintas lebih mirip Kelenteng.

*       *       *
SIANG itu, Jumat (26/6) cuaca ibu kota sungguh menyengat. Macet menjadi santapan sehari-hari bagi mayoritas warga Jakarta. Khususnya di jalan protokol seperti Jenderal Sudirman. Apalagi, bertepatan dengan suasana Ramadan. Ibaratnya, macet dan panas menjadi godaan terbaik bagi umat yang sedang menjalankan puasa untuk meredam ego di jalan raya.

Kebetulan, saat itu saya baru saja kembali dari suatu acara di kawasan Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, menuju kantor. Ketika lewat kolong jalan layang Profesor Dr. Satrio, sayup-sayup terdengar suara azan Ashar. Dari samping gedung Sampoerna, mata saya tertuju pada plang berwarna hijau yang menunjukkan Jalan Masjid Hidayatullah.

Langsung saja saya membelokkan sepeda motor menuju jalan yang tersebut. Niatnya selain ingin menunaikan ibadah wajib juga ingin beristirahat sejenak setelah nyaris seharian berkeliling ibu kota. Dengan perlahan menyusuri jalan, saya mencari masjid atau musala yang ada di lokasi tersebut sambil melirik di sebelah kiri terdapat makam yang didampingi bangunan bercorak Tiongkok.

Hingga, akhirnya saya sampai di depan pagar bertuliskan Masjid Hidayatullah yang tengah direnovasi. Tentu, saya agak kaget, karena lokasi masjid tersebut bersebelahan dengan bangunan yang mirip Kelenteng. Karena penasaran, saya pun memarkirkan sepeda motor untuk mencari tahu. Ternyata, bangunan tersebut memang masjid yang mendapat pengaruh arsitektur Tiongkok.

Seusai menunaikan salat dan istirahat sejenak dengan merebahkan tubuh, saya pun mencoba untuk mencari tahu lebih lanjut dengan berkeliling areal tersebut. Yang menarik, selain terdapat makam yang kemungkinan merupakan para pendiri masjid atau keluarganya. Mata saya tertuju pada langit-langit dan jendela masjid yang mirip rumah adat Betawi.

Sambil meluangkan waktu sejenak di teras, saya pun mencoba untuk mencari tahu tentang masjid tersebut melalui layanan internet di ponsel. Berdasarkan informasi di website Jakarta.go.id, Masjid Hidayatullah masuk dalam daftar cagar budaya kategori B. Sementara, masih dalam situs yang sama namun dengan rincian lebih lengkap, ternyata melebihi ekspekstasi saya.

Lantaran, berdasarkan keterangannya, Masjid Hidayatullah awalnya musala yang dibangun pengusaha batik asal Tiongkok bernama Muhamad Yusuf pada 1921. Karena itu, wajar jika masjid ini memiliki pengaruh Tiongkok dalam arsitekturnya, khususnya pada atapnya yang memiliki dua lengkung di setiap sudut. Terlebih, ternyata tidak hanya gaya Tiongkok juga, melainkan juga pengaruh dari Persia dengan berdirinya dua menara.

Sayangnya, saya tidak berhasil menemui pengelola masjid untuk bertanya lebih lanjut walaupun sudah mendapat petunjuk dari juru parkir. Apalagi, waktu yang sudah sore yang membuat saya harus kembali ke kantor.

Meski begitu, saya sudah cukup puas menyambangi salah satu masjid bersejarah di ibu kota ini yang masih terjaga kendati dikelilingi gedung-gedung bertingkat. Ini mengingatkan saya pada salah satu cagar budaya lainnya di Jalan Gajah Mada, Jakarta Barat, yaitu Candra Naya.

Sekilas Masjid Hidayatullah
Lokasi: Jalan Masjid Hidayatullah, Karet Depan (Dr. Satrio), Setiabudi, Jakarta Selatan
Akses: Peta (google maps)
Status: Cagar Budaya golongan B
Fasilitas: Toilet dan tempat wudu untuk pria/wanita, Perpustakaan, kamera CCTV


*       *       *
Puluhan makam yang terdapat di sisi masjid (@roelly87)
*       *       *
Langit-langit di dalam masjid (@roelly87)

*       *       *
Beristirahat sejenak sebelum melanjutkan rutinitas (@roelly87)

*       *       *
Kamera CCTV untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan (@roelly87)

*       *       *
Dua pedagang yang tengah beristirahat (@roelly87)

*       *       *
Papan pengumuman (@roelly87)

*       *       *
Koperasi yang menjual berbagai peralatan dan perlengkapan ibadah (@roelly87)

*       *       *
Menara Masjid Hidayatullah yang berdampingan dengan gedung Sampoerna Strategic Square (@roelly87)

*       *       *

*       *       *
*       *       *

- Cikini, 30 Juni 2015

8 komentar:

  1. wahh kayaknya perlu nyoba kesini dan shalat disni :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. silakan mas, lokasinya deket dan strategis di Sudirman :)

      Hapus
  2. Wih, di tengah ibu kota banget ya... Itu makan org biasa di sekitar situ, atau jenazah org2 penting dan bersejarah mas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. menurut informasi, itu makam pendiri masjid serta anggota keluarganya mbak...

      iya, lokasinya strategis, dari semanggi ga jauh :)

      Hapus
  3. waw bangunan masjidnya keren.
    oiya,cctv di masjid itu bagus banget ya mas, biar antisipasi dari orang2 yg mungkin usil.

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mas, bisa jadi untuk mencegah hal-hal yang tidak diinginkan
      tapi, sejauh ini aman2 aja masjidnya :)

      Hapus
  4. Jadi nostalgia nih. Zaman gue masih di setiabudi, nih mesjid keliatan dari jalan. Dulu jalan masuknya emang cuma gang aja. Belum ada jalan layang DR. Satrio.
    Makasih min sdh share ke kita2

    BalasHapus
  5. wisata Religi di Jakarta ya bro..

    BalasHapus

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)