DUA wajah diperlihatkan Josep
Guardiola di Juventus Stadium. Demikian pandangan mata saya saat menyaksikan
pertandingan Juventus versus Bayern Muenchen di layar televisi pada Rabu (24/2)
dini hari WIB.
Sepanjang
90 menit, pria yang akrab disapa Pep itu sangat ekspresif. Beberapa kali
Guardiola geregetan saat menyaksikan serangan timnya dimentahkan Leonardo
Bonucci dan kawan-kawan. Namun, eks pelatih Barcelona ini melonjak kegirangan
ketika Arjen Robben membuat timnya unggul 2-0 pada menit ke-55.
Ya,
unggul dua gol di markas lawan dengan dominasi penguasaan bola -saat itu-
72-28 tentu membuat mayoritas penggemar
sepak bola di kolong langit yakin: Muenchen bakal memenangkan pertandingan.
Apalagi,
Guardiola dikenal sebagai pelatih cerdas yang pada pergantian milenium,
kadarnya hanya di bawah Jose Mourinho, Marcello Lippi, dan Carlo Ancelotti.
Pria asal Katalunya ini merupakan master taktik yang selalu mempelajari
strategi lawan.
Itu
karena Guardiola mengadopsi salah satu dari seni berperang ala Sun Tzu, “Kenali
musuh Anda. Ukur dengan kekuatan diri sendiri. Jika sudah tahu, Anda 100 kali
berperang, 100 kali pasti menang.”
Strategi
itu berlangsung dengan baik. Setidaknya hingga satu jam pertama, Juventus
tampil bak macan ompong. Lantaran Guardiola mengetahui jelas pergerakan para
pemain tuan rumah dengan taktik mengurung musuh ala Sun Tzu.
Sayangnya,
Guardiola alpa. Sebab, kali ini lawannya Massimiliano “Max” Allegri. Pria 48
tahun ini jelas bukan pelatih kacangan. Mungkin, secara prestasi, Allegri tidak
sementereng Mourinho, Ancelotti, apalagi Lippi. Namun, untuk sekadar
mengalahkan Guardiola dan pasukannya, saya berani mengatakan taktik yang
dimiliki Allegri sudah lebih dari cukup.
Gol
pertama Juventus jadi bukti Allegri benar-benar penganut aliran catenaccio tulen. Mengenai strategi
ultra-defensif ini, mengingatkan saya saat Lippi membungkam publik Jerman di
semifinal Piala Dunia 2006. Ya, serangan balik sudah jadi ciri khas Italia.
Jauh sebelum Enzo Bearzot berpesta di Stadion Santiago Bernabeu 34 tahun silam.
Serangan
balik “I Bianconeri” yang diawali
pergerakan Juan Cuadrado di sisi kanan pertahanan Muenchen jadi bukti sahih.
Gelandang pinjaman asal Chelsea itu memberikan umpan tarik ke kotak penalti
yang celakanya malah membentur Joshua Kimmich.
Jebolan
VfB Stuttgart itu gagal mengontrol bola dengan baik hingga mampu diserobot
Mario Mandzukic. Top score Piala
Eropa 2012 ini dengan cerdik langsung menyodorkan bola ke arah Paulo Dybala
yang langsung dikonversi jadi gol. Skor 1-2 dengan Guardiola tetap terlihat
kalem sambil memasukkan kedua tangannya di balik saku jas.
* * *
Pucak
kegeniusan Allegri terlihat saat melakukan pergantian pemain. Sami Khedira yang
agak kedodoran ditarik untuk memberi kesempatan Stefano Sturaro pada menit
ke-69. Tak lama, Allegri mengambil keputusan krusial dengan memasukkan Alvaro
Morata yang menggantikan Dybala.
Pada
periode ini, intuisi Allegri sebagai pelatih papan atas benar-benar teruji.
Sebab, dua pergantian itu seperti perjudian yang akhirnya sukses membuat
mayoritas penonton di seluruh dunia terpesona. Lantaran, Morata berhasil
memberi assist yang diselesaikan
Sturaro dengan ciamik.
Kali
ini, Manuel Neuer ikut andil secara tidak langsung dalam memungut bola dari
gawangnya. Sebab, umpannya gagal dikuasai Philipp Lahm hingga direbut Paul
Pogba untuk diteruskan kepada Mandzukic. Lagi-lagi striker asal Kroasia ini
membuat bencana untuk mantan timnya dengan mengoper kepada Morata yang disundul
ke arah gawang.
Sturaro
yang jeli melihat arah bola dari sisi kanan pertahanan Muenchen langsung maju
dengan mengangkangi Kimmich. Melalui sentuhan liar, pemain yang didatangkan
Juventus dari Genoa senilai 5,5 juta euro (sekitar Rp 81,3 miliar) ini langsung
mencocor bola menembus jala.
Neuer
kembali geleng-geleng kepala menyaksikan gawangnya kebobolan hanya dalam durasi
13 menit. Sementara, Sturaro mencetak gol perdana di Liga Champions sepanjang
kariernya hanya tujuh menit setelah berada di lapangan.
Dari
layar televisi, Guardiola tampak memandang jauh ke papan skor yang berganti otomatis
dari 1-2 jadi 2-2. Sekilas, raut wajahnya seperti seorang pria yang sudah yakin
cintanya diterima wanita, namun setelah sekian lama menanti malah ditolak.
Pada
saat yang sama, Wakil Presiden Juventus Pavel Nedved mengangkat kedua tangannya
dengan histeris. Kontras dengan tatapan nanar Franck Ribery yang bersiap ke
lapangan.
Akun twitter resmi UEFA, @championsleague, melukiskan proses gol tersebut dengan indah bak
goretan kubisme ala Pablo Picasso, “Kombinasi antarpemain pengganti. Morata
memberi umpan dari sisi kiri yang diteruskan Sturaro untuk melewati Neuer.”
Pertanyaannya, di mana posisi dua bek “FC
Hollywood” lainnya saat itu, David Alaba dan Mehdi Benatia? Hanya Tuhan
yang tahu.
* * *
Dua
gol balasan Juventus itu memperlihatkan Allegri yang sebenarnya. Guardiola
boleh menerapkan strategi Sun Tzu dengan nyaris sempurna. Namun, Allegri
menjawabnya pun dengan tanpa cela seperti ketika Zhuge Liang mengecundangi Sima
Yi melalui siasat kota kosong.
Ya,
tanpa Giorgio Chiellini yang masih cedera membuat Allegri harus mengganti skema
dari 3-5-2 jadi 4-4-2. Di atas kertas, kecepatan Patrice Evra di sisi kiri dan
Stephan Lichtsteiner di kanan jelas sulit mengimbangi pergerakan Arjen Robben
dan Douglas Costa.
Tapi,
dengan amunisi seadanya, siasat kota kosong yang populer sejak era Tiga
Kerajaan ini ternyata ampuh untuk meredam dominasi Guardiola. Sebab, kelemahan
Evra dan Lichtsteiner membuat penggawa Muenchen bernafsu untuk lebih menyerang.
Imbasnya, tuan rumah jadi lebih leluasa untuk untuk memberi terapi kejut.
Terbukti,
statistik UEFA mencatat, penguasaan bola Muenchen mencapai 64 persen yang jauh
mengungguli “Si Nyonya Besar” (36 persen). Hanya, hingga wasit Martin Atkinson
meniup peluit panjang, nyatanya kedua tim sama-sama mencetak dua gol.
Ya,
adagium lawas berkata, kosong adalah isi dan isi adalah kosong. Itu yang
terjadi saat ini, ketika Allegri seperti melakukan PHP –pemberi harapan palsu- kepada Pep.***
* * *
Artikel sebelumnya:
- Apalah Artinya Sebuah Nama
- (Esai Foto) Di Balik Liburan ke Curug Nangka (I)
- 11 Tahun Harian TopSkor
- Chiellini: Antara Suarez, Indonesia, dan Kedekatannya dengan Juventini
- Kenangan Bersama Andrea Pirlo saat Masih Perkuat Juventus
- Wawancara Eksklusif: Giorgio Chiellini: Saya Cinta Juventini Indonesia!
- Wawancara Eksklusif: Andrea Pirlo: Allegri bisa Memberi yang Terbaik
- Wawancara Eksklusif: Claudio Marchisio: Cuaca di Jakarta Seperti di Manaus
* * *
*Artikel ini dimuat di Harian TopSkor edisi Senin (29/2)
- Jakarta, 26 Februari 2016
waah seru banget bacanya, hahaa gak kebayang mukanya pas liat sekor 2-2 kayak di tolak wanita yang sebelumnya yakin diterima.
BalasHapusaku gak ngerti bola, jadi mau koment apa pun bingung, tapi baca ini seru serasa nonton.
rasanya ditolak?
Hapushi hi hi :)