TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: 23 Tahun sebagai Nasabah BCA

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Selasa, 23 November 2021

23 Tahun sebagai Nasabah BCA

23 Tahun sebagai Nasabah BCA23 Tahun sebagai Nasabah BCA

Halaman depan Tahapan BCA saya
(Foto: Koleksi pribadi/@roelly87)


SEBERAPA gereget koleksi jadul Anda? 

Kalo saya sih, tergolong dikit. Mayoritas terkait kertas.

Misalnya, komik, majalah, koran, tabloid, buku, dan sebagainya. Berbagai koleksi tersebut sudah saya miliki sejak 1993. Tepatnya, ketika saya mulai hobi baca saat Sekolah Dasar.

Juga, ada beragam koleksi mainan. Itu meliputi wayang golek, wayang kulit, Lu Bu dengan Kelinci Merah, Spider-Man, Wolverine, Batman, Superman, Doraemon, Trunks, Power Rangers, dan banyak lagi. Baik beli sendiri atau dapat dari paket makanan cepat saji.

Selain itu, koleksi jadul saya yang sempat bikin kaget adalah buku rekening. Tepatnya, Tahapan Bank Central Asia (BCA) yang tertera pada halaman awal bertanggal 1 April 1998.

Alias, sudah lebih dari 23 tahun silam! Bisa dibilang, sudah hampir satu generasi...

*       *       *

DUA puluh lima tahun adalah satu generasi. Demikian, kutipan dari cerita silat (Cersil) Legenda Pendekar Pemanah Rajawali karangan Chin Yong alias Jin Yong.

Versi Inggrisnya disebut The Legend of the Condor Heroes. Hanya, di Tanah Air lebih populer dengan bahasa Hokkian, yaitu Sia Tiauw Eng Hiong.

Dalam kisah tersebut, terkait Adu Pedang di Gunung Hoa (Hoasan Lun Kiam) edisi perdana yang dimenangkan Ong Tiong Yang. Sosok berjulukan Dewa Pusat itu jadi yang terbaik sekaligus memiliki kitab silat Kiu Im Cin Keng usai unggul mutlak atas empat pendekar tangguh.

Yaitu, Oey Yok Su si Sesat Timur, Auw Yang Hong (Racun Barat), Toan Hongya (Kaisar Selatan), dan Ang Cit Kong (Pengemis Utara). Selain kelimanya, ada dua tokoh tangguh yang sayangnya absen, Ciu Pek Thong (Bocah Tua Nakal) dan Kiu Cian Jin (Ketua Tapak Besi).

25 tahun berselang, di puncak gunung Hoa, bertambah lagi pendekar tangguh dari generasi muda yang ikut serta. Yaitu, Kwee Ceng yang merupakan murid Ang Cit Kong dan Kang Lam Cit Koay serta calon menantu Oey Yok Su.

Di edisi kedua itu, terdapat perubahan peserta. Ong Tiong Yang sudah lama mangkat. Ciu Pek Thong dan Kiu Cian Jin kembali absen meski sudah berada di puncak bersama Toan Hongya.

Alhasil, peserta orisinal hanya Oey Yok Su, Auwyang Hong, dan Ang Cit Kong, diikuti Kwee Ceng. Pemenang edisi kedua, bagi Anda pencinta cersil tentu sudah tahu.

Ya, 25 tahun bukan rentang waktu yang lama. Hanya, juga tidak bisa dikatakan sebentar.

Saat Hoasan Lun Kiam edisi perdana, bahkan Kwee Ceng belum lahir. Namun, kehadirannya 25 tahun berselang menandakan regenerasi pendekar di dunia kangouw berjalan dengan baik.

Apalagi, pada akhir kisahnya, Jin Yong melukiskan dengan epic. Kwee Ceng gugur sebagai patriot dari Dinasti Song usai mati-matian mempertahankan Kota Siangnyang dari gempuran pasukan Mongol.

*       *       *

Yeeeei, setoran awal saya hanya Rp20.000!


MEMASUKI bulan dengan "akhiran ber", artinya sudah berada pada musim penghujan. Sebagai ojek online (ojol), periode ini jadi dilematis.

Sisi positifnya, orderan melimpah. Bahkan, terdapat lonjakan tarif hingga empat kali lipat dari harga normal.

Momen ini yang sangat ditunggu bagi mayoritas ojol di penjuru nusantara. Termasuk, saya yang terbiasa menari di bawah badai.

Wajar, jika hujan bagi saya hanya tetesan air yang turun dari langit. Bermodalkan mantel yang melindungi tubuh dari kepala hingga kaki, saya pun seperti sudah terbiasa.

Hanya, bagaimanapun, daya tahan manusia ada batasnya. Meski cuma setetes, tapi rinai tetaplah air yang jika kena tubuh sangat riskan mendatangkan penyakit.

Itu yang saya alami beberapa waktu lalu ketika akhirnya harus istirahat ngojol akibat kehujanan. Efek kedinginan, menggigil, hingga masuk angin, bikin kepala jadi berat.

Alhasil, istirahat jadi obat yang paling mujarab. Minimal, sehari-dua hari berada di rumah untuk memulihkan kondisi tubuh.

Meski, agak berat juga bagi saya yang terbiasa gerak. Sebab, tanpa aktivitas bikin tangan, kaki, hingga bagian tubuh lainnya jadi kaku.

Maklum, dari dulu, saya paling ga bisa berdiam diri. Namun, faktor kondisi tubuh yang belum pulih membuat saya tidak punya pilihan.

Sebab, sangat berbahaya jika memaksakan ngojek dengan kepala yang masih berat. Maklum, di jalanan, kita tidak tahu apa yang akan terjadi.

Alhasil, sambil istirahat, saya pun menyibukkan diri dengan beragam aktivitas di rumah. Mulai dari streaming berbagai film, buka medsos, hingga berselancar ria di internet.

Saking bosannya jari-jari ini scroll layar hape, saya pun iseng membongkar tumpukan dus berisi koleksi buku dan sebagainya. Itu merupakan harta karun bagi saya yang tersisa untuk diselamatkan usai sebagian besar terendam banjir 2012-2014 lalu.

Ketika asyik membaca berbagai buku jadul, pandangan saya tertuju pada selembar tipis berwarna biru. Yaitu, buku rekening Tahapan BCA.

Dari sampulnya saja, terlihat kusam. Bekas noda akibat terendam banjir dan beberapa halaman ada yang sobek tipis-tipis.

Namun, itu tidak menghalangi ketertarikan saya untuk membedahnya lebih lanjut. Saya pun terbelalak saat melihat tahun pembuatannya. Ya, ternyata saya bikin rekening bank untuk kali pertama dalam hidup ini pada 1 April 1998.

Saya masih ingat jelas. Ketika itu, saya masih berseragam putih-merah.

Bikin rekening ditemani ibu. Tak heran, selain nama saya sebagai pemilik, tertera nama pengampu yang dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) artinya pembimbing atau orang tua, yaitu ibu saya.

Saat mengecek lebih lanjut, setoran awal saya Rp 20.000. Yupz, nominal tersebut jika dibandingkan saat ini memang bisa dibilang kecil.

Namun, jelas tidak bisa dikomparasi dengan sekarang. Salah satunya, terkait inflasi.

Misalnya, ketika SD, uang saku saya hanya Rp 500. Naik jadi Rp 1.000-2000 saat SMP hingga Rp 10.000 jelang lulus SMA.

Lima hari berselang, tepatnya 6 April 1998, saya kembali menabung Rp 5.000. Alhasil, saldo saya jadi Rp 25.000. Cukup besar bagi pelajar yang masih mengenakan celana pendek warna merah dan pulang sekolah asyik mengejar layangan atau bermain kelereng.

Sayangnya, untuk kartu ATM BCA perdana itu, hingga kini saya masih belum menemukan. Ada tiga kemungkinan, sudah dibalikkan ke kantor cabang, hilang tertelan banjir, atau lupa.

Kendati demikian, saya cukup senang karena menemukan berbagai koleksi kartu dari BCA. Mulai dari debit, kredit, Xpresi, hingga Flazz.

Untuk yang terakhir, bahkan ada edisi khusus. Yaitu, kolaborasi BCA dengan Kompasiana dan saat jadi sponsor utama Indonesia Open.

Kebetulan, saya memang tidak asing dengan BCA. Pasalnya, saya kerap mengikuti berbagai acara yang diselenggarakan bank terkemuka di Tanah Air ini. Baik sebagai blogger atau saat masih bekerja.

Bahkan, punya pengalaman berkesan ketika mengunjungi BCA Learning Institute (BLI) pada 2018 lalu bersama rekan-rekan blogger dan Inke Maris & Associates. FYI, bank yang didirikan pada 21 Februari 1957 ini memang rutin menyelenggarakan atau mendukung berbagai event di Tanah Air.

BCA juga yang jadi sandaran saya saat bikin visa ke Inggris pada 2017 lalu. Maklum, salah satu syarat untuk pergi ke Negeri Penemu Sepak Bola itu harus punya referensi bank disertai dengan jumlah saldo tertentu yang terendap di rekening.

Alhamdulillah, pengalaman saya sebagai nasabah BCA sejak 1998 membuat segalanya berjalan mulus. Pengajuan visa pun berhasil.

Apalagi, kartu Debit dan Kredit BCA yang saya punya pun ternyata bisa digunakan di Inggris. Ini sangat berguna saat saya berkeliling dari London hingga Glasgow  Termasuk, untuk beli oleh-oleh tentunya.

*       *       *

Sebagian koleksi kartu BCA saya dari Debit, Kredit, hingga Flazz


SAKIT itu memang tidak enak. Namun, untuk setiap hal di kolong langit ini, tentu ada dua sisi.

Positifnya, saya bisa istirahat lebih panjang. Bisa dipahami mengingat selama ini waktu saya lebih banyak dihabiskan di jalanan ketimbang di rumah.

Selain itu, saya juga bisa bernostalgia dengan berbagai koleksi jadul. Salah satunya, buku rekening BCA yang sudah berumur 23 tahun. Alias, nyaris satu generasi atau seperempat abad!

Nah, bagaimana dengan koleksi jadul yang Anda miliki?

*       *       *

- Jakarta, 23 November 2021


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)