TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Museum Bahari

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Museum Bahari. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Museum Bahari. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 28 September 2019

Tapak Tilas di Pelabuhan Sunda Kelapa





JELAJAH wisata ke Pelabuhan Sunda Kelapa? Wow... Mau banget! Sebagai blogger yang belajar ngeblog sejak lebih dari satu dekade lalu, tepatnya pada 2008 silam, saya sudah sering mengunjungi berbagai kawasan wisata. 

Baik dengan komunitas dan brand. Mulai dari pantai, laut, seberang pulau, pegunungan, negara tetangga, bahkan hingga ke negerinya Gareth Bale. Namun, untuk kawasan Kota Tua yang meliputi Pelabuhan Sunda Kelapa dan Museum Bahari, justru belum pernah. Paling banter sendirian saat ngebolang atau ketika mendampingi kawan untuk hunting foto.

Itu mengapa, ketika founder Komunitas ISB (Indonesian Social Blogpreneur) Ani Berta mengajak untuk trip Pelabuhan Sunda Kelapa, pada dua pekan lalu, tanpa berpikir sedetik pun, saya langsung mengiyakan
. Kebetulan, saya sudah tiga tahun gabung dengan komunitas yang didirikan pada 17 Mei 2016 tersebut, tepatnya sembilan hari sebelumnya, Kamis (26/5).

Meski tidak rutin, saya juga kerap mengikuti berbagai rangkaian dan program dari Komunitas ISB
. Baik offline maupun online. Yupz, sebagai blogger, gabung ke komunitas itu tidak hanya menambah wawasan baru saja, melainkan memperluas pertemanan, relasi, ilmu, dan sebagainya.


*         *         *
PAGI itu, matahari bersinar malu-malu. Alarm di telepon seluler saya berbunyi pada pukul 06.30 WIB. Saya pun bersiap menuju kawasan utara ibu kota. Kendati, saat melirik cermin sempat ada mata panda akibat kurang tidur. Sebab, sebelumnya begadang hingga dini hari untuk nobar Emyu dan pertandingan Seri A yang melibatkan FC Internazionale.

Namun, rasa kantuk tersebut hilang setelah saya menatap alarm yang menandakan harus segera pergi untuk mengikuti ISB Trip dengan titik kumpul di Kafe Acaraki, kawasan Kota Tua, Jakarta Barat, Kamis (26/9). Kebetulan, lokasinya hanya seperminuman teh dari kediaman saya.

Ketika tiba, terdapat belasan rekan blogger, mimin ISB, dan Ira Lathief (Creative Traveler dan Founder Wisata Jakarta). Rangkaian acaranya meliputi jelajah Pelabuhan Sunda Kelapa, Menara Syahbandar, Museum Bahari, dan diakhiri dengan bikin jamu di Acaraki.

Untuk jelajah di beberapa lokasi tersebut, sebenarnya tidak asing bagi saya. Pasalnya, sejak dulu, saya sudah melakukannya. Baik itu pagi, siang, sore, hingga wisata malam. Beberapa di antaranya pernah saya tulis di blog dan Kompasiana. Namun, terbatas sendiri atau ketika bersama kawan.

Sementara, dengan rombongan, baru kali ini yang untungnya difasilitasi Komunitas ISB. Nah,  mengingat lokasi awalnya pelabuhan, tentu harus bersahabat dengan debu. Itu mengapa, saya membekalinya dengan Masker Nexcare yang lapisannya tidak bisa ditembus debu. Alhasil, saya dan rekan-rekan bisa bebas berkeliling tanpa takut debu.

Selain debu, kawasan dekat laut identik dengan panas. Untungnya ada Aqua yang menemani sepanjang perjalanan. Yupz, ISB Trip ini didukung Danone Indonesia, Nescare Indonesia, Acaraki Kafe.

Sebagai catatan, ini kali perdana Komunitas ISB menyelenggarakan wisata sejarah ke kawasan Pelabuhan Sunda Kelapa. Menurut Ani, ke depannya sudah menunggu berbagai trip lainnya terkait wisata dengan tema sejarah, budaya, lingkungan dan lainnya.

"Next, ke Kepulauan Seribu," ujar Ani memberi bocoran yang disambut antusias saya dan belasan rekan blogger lainnya.

"Trip ini sebagai bagian dari program Komunitas ISB dengan kegiatan offline yang menghadirkan narasumber kompeten. Baik bidang fotografi, menulis, editing video dan lainnya. Sekaligus, kopdar (kopi darat) dengan sesama anggota komunitas dengan mengunjungi tempat bersejarah."

Pernyataan wanita yang akrab disapa Teh Ani ini beralasan. Itu karena ISB Trip ke Pelabuhan Sunda Kelapa tidak hanya sekadar jalan-jalan biasa saja. Melainkan, diisi dengan kegiatan membuat konten, baik itu berupa foto dan video yang nantinya diaplikasikan dengan blog agar kian menarik.

Apalagi, kami mendapat wawasan baru dari Ira terkait sejarah Pelabuhan Sunda Kelapa, Menara Syahbandar, Museum Bahari, dan kawasan Kota Tua. Termasuk, terkait keberadaan titik nol Jakarta pada zaman dulu dan riwayat dari berbagai bangunan di lokasi tersebut.

"Berbagai perahu yang ada di sini asli. Digunakan untuk pelayaran, angkut barang ke seluruh penjuru nusantara. Apalagi, dulu sebelum abad 21, ini jadi pelabuhan terbesar di Asia Tenggara. Setiap perahu yang menuju barat atau timur, pasti singgah. Meski kini posisinya digantikan Tanjung Priok (Jakarta) dan Tanjung Perak (Surabaya), tapi Sunda Kelapa tetap memegang peranan penting dalam pelayaran di Tanah Air," Ira menjelaskan.

Ya, jangan pernah melupakan sejarah. Selain untuk hunting foto, keberadaan kami di Pelabuhan Sunda Kelapa juga terkait menelusuri jejak masa silam. Bisa dipahami mengingat sejak dulu kita dijuluki sebagai bangsa maritim karena nenek moyang merupakan pelaut ulung.

*         *         *

USAI menjelajah di Pelabuhan Sunda Kelapa, naik ratusan anak tangga di Menara Syahbandar, hingga keliling Museum Bahari, termasuk marasakan harumnya rempah-rempah yang jadi komoditas tinggi pada zaman dulu, kami pun kembali ke Acaraki .

Bikin jamu? Wow... Ini sesuatu banget! Saya sering belajar meracik kopi, teh, atau minuman lainnya. Namun, baru kali ini bisa melihat produksi jamu yang dikenal memiliki khasiat untuk kesehatan.

Ternyata, saya baru tahu perangkat untuk membuatnya tidak jauh beda dengan kopi. Hanya, bahan-bahannya memang lebih rumit. Misalnya, beras kencur dan kunyit asam yang sudah lama tidak saya dengar. Sebab, kali terakhir minum jamu pada belasan tahun silam. Itu pun ketika sakit, masuk angin.

Uniknya Acaraki, memposisikan sebagai minuman kekinian dengan bahan dasar rempah untuk jamu yang dipadukan dengan es, krim, gula, dan sebagainya. Salah satunya, Bareskrim yang memiliki nama unik. Yaitu, jamu beras kencur di-blend dengan es krim. Rasanya? Wow Sensasional banget!



*         *         *

*         *         *

*         *         *

*         *         *

*         *         *

*         *         *

*         *         *

*         *         *

*         *         *

Artikel Terkait
Langkah Tanpa Wujud di Museum Bahari
Tapak Tilas Museum Bahari

Intip Sejarah Nusantara di Museum Bahari
Mengarungi Dunia lewat Museum Bahari
Jalesveva Jayamahe: Di Lautan Kita (Pernah) Jaya
Titik Nol di Menara Syahbandar
- Melongok Kehidupan di Pelabuhan Sunda Kelapa
(https://www.kompasiana.com/roelly87/550e1907a33311b92dba8186/melongok-kehidupan-di-pelabuhan-sunda-kelapa?page=all)
- Pelabuhan Sunda Kelapa, Banyak Sampah dan Airnya Tercemar Limbah (https://www.kompasiana.com/roelly87/550e0508813311c12cbc6116/pelabuhan-sunda-kelapa-banyak-sampah-dan-airnya-tercemar-limbah)
- Menyaksikan Keindahan Pelabuhan Sunda Kelapa yang Termahsyur (https://www.kompasiana.com/roelly87/550e12ad813311ba2cbc60ff/menyaksikan-keindahan-pelabuhan-sunda-kelapa-yang-termahsyur)
- Menyusuri Bangunan Tempo Doeloe di Kawasan Kota Tua, Jakarta (https://www.kompasiana.com/roelly87/550e2147a33311a72dba7f55/menyusuri-bangunan-tempo-doeloe-di-kawasan-kota-tua-jakarta-1)
- Menelusuri Warisan Budaya Nusantara di Museum Wayang (https://www.kompasiana.com/roelly87/550da7fea33311251c2e3dc3/menelusuri-warisan-budaya-nusantara-di-museum-wayang)
- Menelusuri Warisan Budaya Nusantara di Museum Wayang 2 (https://www.kompasiana.com/roelly87/550d8a9c813311552cb1e415/menelusuri-warisan-budaya-nusantara-di-museum-wayang-2)


Artikel Cagar Budaya Lainnya
Museum Prasasti
Museum Naional
Patung Soekarno-Hatta


*        *        *
- Jakarta, 28 September 2019

Minggu, 09 April 2017

Intip Sejarah Nusantara di Museum Bahari


Legenda Malin Kundang di Museum Bahari (Klik untuk perbesar foto)


INDONESIA dijuluki sebagai negara maritim. Itu terkait posisinya yang strategis diapit dua benua dan dua samudera. Sejak dulu, wilayah nusantara jadi persinggahan banyak bangsa di dunia. Termasuk, jadi alasan Belanda dan beberapa negara lainnya untuk menjajah Indonesia.

Maklum, Tanah Air memiliki banyak kekayaana alam yang melimpah. Mulai dari rempah-rempah, hasil laut, hingga pertambangan. Setelah merdeka, Indonesia memegang peranan penting dalam posisi di dunia.

Itu diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sambutannya pada KTT Asia Timur di Nay Pwi Taw, Myanmar, 13 November 2015 (Sumber: http://presidenri.go.id/maritim/indonesia-sebagai-poros-maritim-dunia.html).

Salah satu saksi dari kejayaan maritim Indonesia bisa disimak di Museum Bahari yang terletak di Jalan Pasar Ikan I No 1, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara. Kebetulan, sejak kecil saya sering mengunjungi museum yang kini memiliki status cagar budaya tersebut.

Teranyar, saya melakukannya pada 12 Februari lalu yang menjelajahi setiap sudut dari bangunan yang dulunya merupakan Komplek Gudang VOC Z/West Zijasch Pakhuis. Banyak manfaat yang bisa kita petik setiap kali mengunjungi lokasi bersejarah.

Itu juga berlaku pada Museum Bahari. Selain parade kapal mulai dari miniatur hingga ukuran sebenarnya yang sangat memesona, terdapat banyak koleksi lainnya yang menarik perhatian saya. Termasuk, berbagai patung yang dibuat semirip mungkin dengan aslinya.

Parade patung yang jadi miniatur sejarah nusantara dan dunia itu terdapat di lantai dua. Saran saya, untuk melihatnya Anda jangan sendirian, lebih baik berkelompok.

*        *        *
MALIN Kundang merupakan legenda dari Sumatera Barat, tepatnya di pesisir barat. Saya pernah beberapa kali mengunjungi prasasti yang menurut mitos masyarakat Minangkabau adalah batu yang berasal dari manusia akibat kutukan. Di Museum Bahari, terdapat cerita riwayat dari Malin Kundang sejak kecil hingga durhaka kepada Orangtuanya.

Legenda maritim di nusantara juga terdapat di pantai selatan Jawa. Yaitu, dengan Nyai Roro Kidol yang di Museum Bahari disandingkan dengan Raden Sutawijaya. Pertemuan antara Ratu Pantai Selatan dengan pendiri Kerajaan Mataram Jawa itu jadi hingga kini jadi perbincangan khalayak.

Terutama bagi yang menyukai mistis dan teori konspirasi (Lukisannya bisa dilihat dari karya Basoeki Abdullah di link ini http://www.roelly87.com/2017/02/tapak-tilas-di-museum-bahari.html).

Selain legenda asli di perairan nusantara, di Museum Maritim juga terdapat diorama kehadiran bangsa asing. Mulai dari pedagang Arab, India, Cina, hingga Eropa. Juga terdapat adegan penyambutan Laksamana Cheng Ho (Zheng He) yang tiba di Tanah Air pada awal abad ke-15 (Sumber: http://www.chengho.org/news/news8.3_bahasa.php) (untuk mural Zheng He di link ini http://www.roelly87.com/2016/06/fasilitas-sinarmas-world-academy-swa-bsd.html).

"Museum ini sangat lengkap. Di negeri ini (Indonesia), sejajar dengan Museum Nasional. Di negara kami (Belanda), ada juga beberapa koleksi dari Indonesia. Terutama di Leiden yang terdapat banyak koleksi Indonesia. (Tapi) di sini banyak yang tak terawat," kata salah satu turis asal Belanda, Robert, saat berbincang dengan saya.

Sosok yang datang ke Indonesia dalam rangka bisnis ini mengaku kehadirannya di Museum Bahari jadi bagian kunjungannya di kawasan Kota Tua. "Daerah ini memiliki romansa bagi kami selain Taman Prasasti dan Ereveld Menteng (Pulo)," Nadine, rekan Robert, menambahkan.

Ya, antusiasme wisatawan luar negeri terhadap berbagai museum di Tanah Air jadi bukti nyata. Bahwa, Indonesia memang memiliki daya tarik yang mampu memikat siapa pun. Termasuk, Robert dan rekan-rekannya yang datang dari negara dengan jarak belasan ribu kilometer untuk melakukan tapak tilas. Jadi, sebagai warga negara Indonesia, sudah selayaknya kita turut melestarikannya.

*        *        *
Wrekudoro alias Bima Ksatria Penegak Pandawa bersama Dewa Ruci

*        *        *
Catatan tentang Ratu Pantai Selatan Nyai Roro Kidul

*        *        *
Nyai Roro Kidul bersama Raden Sutawijaya

*        *        *
Raden Fatahillah yang gigih mengusir Portugis pada abad pertengahan

*        *        *
Kunjungan Laksamana Cheng Ho ke Tanah Air

*        *        *
Catatan tentang Laksamana Cheng Ho yang memiliki riwayat
panjang dalam sejarah nusantara

*        *        *
Beberapa rombongan turis luar negeri dari berbagai negara

*        *        *
Penyiar agama islam yang hadir dari Timur Tengah dan Gujarat (India)

*        *        *
Pedagang Cina yang berkunjung ke Tanah Air sejak era Dinasti Tang

*        *        *
Penduduk pribumi menyambut kehadiran penjelajah Belanda,
Cornelis De Houtman

*        *        *
Rempah-rempah dari berbagai wilayah di Tanah Air

*        *        *
Dua pelajar saling mengabadikan kunjungan ke Museum Bahari

*        *        *


Artikel Terkait
- (Kisah Horor) Langkah-langkah Tanpa Wujud di Pojok Museum Bahari
Tapak Tilas Museum Bahari
Mengarungi Dunia lewat Museum Bahari
Jalesveva Jayamahe: Di Lautan Kita (Pernah) Jaya
Titik Nol di Menara Syahbandar

Cerita Horor Sebelumnya
Kado Ultah Terakhir dari Alena
Jembatan Penyeberangan Kalideres
Pagutan Lembut Sang Gadis, Ternyata... (http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2011/12/13/mirror-pagutan-lembut-sang-gadis-ternyata-421445.html)
Bersekutu dengan Setan (http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2011/12/16/mirror-bersekutu-dengan-setan-422453.html)
Kenangan Main Petak Umpet (http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2013/08/14/kenangan-main-petak-umpet-583688.html)
Yang Liu (http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/09/21/yang-liu-593693.html)

Artikel Cagar Budaya Lainnya
Museum Prasasti
Museum Naional

*        *        *
- Jakarta, 9 April 2017

Kamis, 09 Maret 2017

Langkah Tanpa Wujud di Museum Bahari


Film abad pertengahan tentang perang maritim
yang diputar di lantai dua Museum Bahari (Klik foto untuk perbesar)


"DRA, bosan ah di sini terus. Kita ke atas yuk, itu kayaknya rame ada suara seperti studio."

"Ok Sum. Bentar, aku fotoin maket Sunda Kelapa abad XVII."

"Ya udah, gw duluan ya. Ntar lo nyusul. Gw ga mau sendirian di atas, takutnya ga ada orang."

"Iye bawel."

Siang itu, pada pertengahan periode phalguna, aku bersama Sumbadra mengunjungi Museum Bahari di kawasan Sunda Kelapa, Jakarta Utara. Kebetulan, kami sama-sama libur, jadi daripada jenuh di cafe dan tempat hang-out lainnya, kami mengisi waktu senggang di tempat wisata yang kata orang sih, anti-mainstream. Alias, ke museum!

Terlebih, aku memang menyukai petualangan yang rutin ke cagar budaya seperti museum. Sementara, Sumbadra meski tidak terlalu sering tapi beberapa kali menemaniku ke tempat bersejarah. Terakhir, kami sama-sama tapak tilas ke Museum Prasasti.

"Sepi Sum. Kirain rame suara orang, ga tahunya audio ini," kataku menunjuk ke arah proyektor yang menayangkan film peperangan pada abad pertengahan.

"Iya."

"Lha, dirimu wangi bener. Perasaan di bawah ga kayak gini. Abis mandi?"

"Aku memang wangi dari dulu. Kamu ga tahu ya?" jawab Sumbadra dengan tersenyum manis sambil memamerkan deretan giginya yang putih dan bersih. Ah, dengan senyum yang memesona ini membuat pria mana yang tidak luluh?

"Kirain dirimu mandi di toilet sini. Ha ha ha."

"Dari dulu kan ga ada toilet di sini. Adanya di lantai bawah tahu."

"Oh, ga tahu aku Sum. Kalo ke sini ga pernah perhatiin toilet segala."

*        *        *

SETINDAK demi setindak kami menjelajahi lantai dua dari bangunan yang telah berdiri sejak 1718. Alias, sudah nyaris tiga abad. Pantas saja beberapa ornamen terlihat uzur. Meski begitu, secara keseluruhan, museum ini masih kokoh.

Tak heran jika Museum Bahari jadi salah satu tujuan wisata edukasi bagi rakyat Indonesia untuk belajar lebih tentang dunia maritim. Bisa dipahami mengingat museum ini menyimpan banyak koleksi menarik. Seperti benda bersejarah, lukisan, miniatur, biota laut, buku kuno, hingga atribut TNI.

"Wah, ada Malin Kundang juga. Jadi ingat waktu berkunjung ke sana dulu."

"Kamu udah pernah ke sana, Dra? Kok ga pernah cerita?"

"Lah, waktu itu kan aku pernah cerita pas dapat kiriman kripik balado."

"Oh..."

Selain diorama Malin Kundang, di Museum Bahari juga terdapat beberapa properti sejarah Indonesia yang dibuatkan patung dengan menyerupai ukuran aslinya. Seperti Raden Fatahillah, penyiar agama islam dari India dan jazirah Arab, pedagang Cina. Kehadiran, Laksamana Cheng Ho dan Cornelis de Houtman turut diabadikan.

Begitu juga dengan legenda atau mitos dengan keberadaan Ratu Pantai Selatan yang berdialog dengan Danang Sutawijaya dan petemuan Dewa Ruci dengan Werkudoro alias Bima, ksatra penegak Pandawa.

"Sum, fotoin aku dong di sebelah Bima."

"Ih, ga ah. Foto sendiri aja."

"Yaelah. Ya udah, sini aku foto dirimu di depan Ibnu Batuta."

"Enggak ah. Aku ga mau difoto!"

"Lha, tumben galak. Salah makan ya?"

"Kamu juga sih. Aku kan udah bilang ga mau foto dan difoto. Aku hanya ingin menemani kamu tapak tilas di lantai dua ini."

"Ok, ok. Cantik. Jangan ngambek."

*        *        *

MUSEUM
Bahari memiliki tiga lantai. Lantai dasar terdapat koleksi perahu, perkakas, dan peralatan TNI. Di lantai dua terdiri dari berbagai diorama dan perpustakaan. Sementara, lantai tiga kosong, biasanya dipakai untuk melihat pemandangan di sekitar pelabuhan Sunda Kelapa.

"Buku-buku ini ga bisa dibawa pulang ya mbak?" ujarku kepada petugas perpustakaan.

"Ga mas, baca di sini aja. Bebas kok, dari pagi sampai tutup, yang penting isi absensi."

Di dalam ruangan perpustakaan yang tergolong besar ini terdapat berbagai koleksi buku menarik. Mulai dari tentang dunia maritim, profil TNI Angkatan Laut, hingga sejarah Indonesia. Di sisi kiri pintu masuk terdapat ruangan kecil untuk memnatau CCTV yang terdiri dari empat monitor dan beberapa PC.

"Dra, tolong isiin ya."

"Isi sendiri napa. Males banget? Tinggal tulis nama aja."

"Tolong dong."

"Ogah."

"Beneran nih, ga mau isiin?"

"Ga. Rempong ih."

"Oke, kalau begitu..."

"Iya, iya. Ini diisiin, jelek."

"Makasiiiih," ujar Sumbadra sambil ngeloyor.

Saat itu, meski senyap, perpustakaan lumayan ramai. Selain kami berdua, tampak beberapa pengunjung yang asyik membaca buku. Dari raut mereka, terlihat begitu serius yang seolah tidak memerdulikan kehadiran pengunjung lainnya kendati ada yang lalu lalang dan berdesakan di samping rak.

Begitu juga dengan anak-anak yang melompat dari satu kursi ke kursi lain. Sementara, orangtua atau mungkin keluarganya mengawasi anak-anak tersebut dengan pandangan ke depan.

"Mas Indra datang dengan berapa orang?" tanya mbak petugas perpustaan seusai aku mengisi buku daftar hadir.

"Berdua teman. Ini dia tadi minta isiin."

"Berdua?"

"Iya mbak."

"Oh... Oke mas, silakan dibaca-baca bukunya ya," tutur mbak tersebut dengan ramah meski tadi di wajahnya sempat terlihat kebingungan.

*        *        *

SAMBIL membaca buku "Maps of War" karya Ashley dan Miles Baynton-Williams, aku melirik ke arah Sumbadra. Tampak pemilik alis yang lancip itu sibuk mencari buku di rak sejarah. Tangannya yang lentik itu asyik membolak-balikkan beberapa buku yang ada di lorong tersebut. Tanpa sadar, aku benar-benar terpikat dengan rambutnya yang terurai indah sebahu.

Ketika asyik membaca perang maritim pada abad pertengahan, ponselku bergetar.

"Dra, di mana sih? Lama amat." demikian pesan dari aplikasi chat yang identik dengan logo telepon berwarna hijau.

"Lagi baca."

"Di mana?"

"Jonggol."

"Serius?"

"Iya dua rius.Ini nemenin Sony Wakwaw di Jonggol."

"Dra, aku serius. Jangan bercanda terus ah."

"Di sampingmu. Ini duduk di meja, lagi baca. Udah dapet bukunya Sum?"

"Buku. Apa lagi?"

"Lha, bukannya dirimu lagi cari buku..." jawabku seusai mengetil langsung menoleh ke sebelah kiri. Namun, tidak ada Sumbadra. Aku cari dari setiap lorong, tetap tidak ada. Begitu juga dengan pengunjung lainnya. Saat itu, di ruangan hanya ada aku dan mbak petugas perpustakaan beserta rekannya. Tak lama, ponselku kembali memunculkan notifikasi.

"Please Dra, aku tunggu kamu di bawah. Samping kita beli tiket."

"Iya bawel."

*        *        *

"CEPAT amat. Tadi kulihat lagi cari-cari buku," kataku kepada Sumbadra, yang duduk menyandar di kursi panjang.

"Aku dari tadi cari kamu ga ada. Katanya mau nyusul ke lantai dua. Tapi kosong. Sampe aku..." jawabnya dengan nada lemah.

"Mas," ujar salah satu petugas keamanan yang berada di samping Sumbadra, menyelak. "Mbak ini tadi pingsan. Kami temukan di lantai dua pas ada guide dan wisatawan luar negeri yang lapor."

"Serius, pak?"

"Masak, kami bohong mas."

"Dra, apa yang kamu lakukan ke aku itu jahaddd. Aku tunggu-tunggu ga muncul. Aku sendirian di atas..." tutur Sumbadra dengan wajah yang sendu. Ah, sungguh bodoh jika ada pria yang membuatnya menitikkan air mata.

"Aku tadi kan keliling lantai dua sama kamu, Sum. Terus, kita juga baru dari perpustakaan."

"Aku tadi sendirian Dra. Aku takut... Aku..."

"Ya udah, masnya sama mbak ini pulang aja. Tapi, sementara, bisa istirahat di depan buat beli air mineral. Mbaknya tenang aja, udah ga ada apa-apa kok."

"Terima kasih ya pak. Sum, ayuk kita beli air dekat parkiran."

"Aku takut Dra. Aku mau langsung pulang aja. Aku ga mau dibawa naik kapal Jung lagi."

"Pak, kami duluan ya. Terima kasih."

"Ya mas, hati-hati di jalan."

"Iya pak," tuturku sambil memapah Sumbadra ke arah parkiran sepeda motor yang ketika bersentuhan terasa kulitnya hangat dengan keringat bercucuran sebesar jagung. Berbeda ketika kami berada di lantai dua museum yang saat itu terasa dingin dan sangat harum.***


Cerita ini hanya fiktif.
Jika ada kesamaan nama, tempat, dan pengalaman,
hanya kebetulan semata dan tidak ada unsur kesengajaan.


Lorong di lantai dua Museum Bahari

*        *        *

Artikel Terkait
- Tapak Tilas Museum Bahari
Intip Sejarah Nusantara di Museum Bahari
Langkah-langkah Tanpa Wujud di Pojok Museum Bahari (Kisah Horor)
Mengarungi Dunia lewat Museum Bahari
Jalesveva Jayamahe: Di Lautan Kita (Pernah) Jaya
Titik Nol di Menara Syahbandar

Cerita Horor Sebelumnya
Kado Ultah Terakhir dari Alena
- Jembatan Penyeberangan Kalideres
Pagutan Lembut Sang Gadis, Ternyata... (http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2011/12/13/mirror-pagutan-lembut-sang-gadis-ternyata-421445.html)
Bersekutu dengan Setan (http://fiksi.kompasiana.com/cermin/2011/12/16/mirror-bersekutu-dengan-setan-422453.html)
Kenangan Main Petak Umpet (http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2013/08/14/kenangan-main-petak-umpet-583688.html)
Yang Liu (http://fiksi.kompasiana.com/cerpen/2013/09/21/yang-liu-593693.html)

Artikel Cagar Budaya Lainnya
Museum Prasasti
Museum Naional
Patung Soekarno-Hatta

*        *        *
- Jakarta, 9 Maret 2017

Kamis, 16 Februari 2017

Tapak Tilas di Museum Bahari


Pengunjung sedang foto bersama di gerbang Museum Bahari


"GUDANG, lalu museum. Gedung ini dibangun pada 1718 sebagai tempat penyimpanan rempah-rempah. Pada 17 Juli 1977 diresmikan sebagai Gedung Museum Bahari."

Demikian, keterangan dalam prasasti yang saya baca di salah satu ruangan di Museum Bahari yang saya kunjungi Minggu (12/2). Saya tidak menyangka, gedung yang berlokasi di Jalan Pasar Ikan No 1, Jakarta Utara, ini nyaris berusia tiga abad! Maklum, meski sudah tua, tapi gedung tersebut masih kokoh.

Menurut keterangan resminya, gedung Museum Bahari sudah melakukan berbagai renovasi. Termasuk, ketika Indonesia baru merdeka yang sempat dijadikan kantor telekomunikasi.

Terlebih, saya sudah sering mengunjunginya sejak kecil. Baik dalam rangka kunjungan sekolah maupun secara pribadi. Bisa dipahami mengingat lokasinya tidak terlalu jauh dari kediaman saya. Terlebih, saya memang menyukai hal-hal berbau sejarah.

Tak heran jika sejak aktif ngeblog, mayoritas berisi berbagai tempat bersejarah seperti Museum Wayang, Museum Nasional, hingga Museum Adityawarman di Padang.

Bahkan, tulisan saya mengenai Museum Bahari ini masuk dalam buku antologi bersama 30 blogger Kompasiana berjudul: Jelajah Negeri Sendiri. Buku yang terbit pada Januari 2014 itu memuat 57 artikel dengan tema Catatan Perjalanan Merawat Nasionalisme.

Kebetulan, saya menyumbang empat tulisan yang seluruhnya terkait sejarah, yakni:
- Mengenang Ade Irma Suryani
- Tapak Tilas di Hari Kemerdekaan di Museum Prangko
- Menyaksikan Keindahan Pelabuhan Sunda Kelapa- Menikmati Wisata Malam di Kota Tua.

*        *        *

MUSEUM Bahari dikelola Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta. Itu ditandai dengan karcis berlogo bank pemerintah. Oh ya, harga tiket masuk Museum Bahari sangat murah, baik itu dewasa yang hanya Rp 5.000, mahasiswa (Rp 3.000), dan anak-anak (Rp 2.000).

Menurut saya, tiket masuk Museum Bahari dengan format elektrik lebih bagus dibanding Museum Nasional dan Museum Prasasti yang masih manual alias tulisan tangan.

Museum ini sangat tepat untuk mengedukasi anak-anak terhadap sejarah Indonesia yang sejak dulu dikenal sebagai negara maritim. Maklum, di Museum Bahari terdapat ratusan koleksi bersejarah. Mulai dari lukisan, miniatur, hingga biota laut.

Bahkan, terdapat beberapa perahu asli bersama alat kemudi, rantai, dan perkakas untuk membuat perahu. Di Museum Bahari juga kita bisa jadi saksi kejayaan dari Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut.

Sebab, tidak hanya miniatur kapal saja. Melainkan, bukti otentik lainnya dari TNI AL sebagai salah satu kekuatan dunia. Mulai dari koleksi perlengkapan hingga buku.

Apalagi, terdapat berbagai foto dari Pahlawan Nasional dari TNI AL serta Kepala Staf (KSAL). Mereka yaitu,
- Komodor Jos Soedarso
- Jahja Daniel Dharma (John Lie)
- Usman (Sertu KKO)
- Harun (Kopko)
- Laksamana Laut R. E. Martadinata  7 Oktober 1966

*        *        *

TAPAK Tilas di Museum Bahari merupakan artikel berseri dari Museum Bahari yang secara khusus saya buat untuk memperingati 96 tahun Martadinata. Tulisan ini seperti artikel khusus sebelumnya (Manado, Yogya, Bromo, Ibu Kota) bersifat bebas. Dalam arti, di-update tidak rutin kapan waktunya, tapi pasti.

Martadinata merupakan Panglima Angkatan Laut TNI (sebelum berganti KSAL) keempat yang lahir pada 29 Maret 1921 di Bandung.  Martadinata wafat pada 6 Oktober 1966 akibat kecelakaan helikopter di Riung Gunung, Puncak, Jawa Barat. Sehari kemudian, Presiden Soekarno menerbitkan Keputusan Presiden (Keppres) No. 220 dengan menjadikan Martadinata sebagai Pahlawan Nasional.

Hingga kini, namanya diabadikan pemerintah baik pusat maupun daerah sebagai nama jalan utama. Di ibu kota, Jalan R. E. Martadinata terdapat di Jakarta Utara yang membentang 7,5 km sejak Stasiun Tanjung Priok hingga Stasiun Kampung Bandan.

Sementara, di Bandung, Jalan R. E. Martadinata dikenal sebagai Jalan Riau yang jadi pusat Factory Outlet (FO). Pada 15 Maret 1995, jalan tersebut disorot publik terkait tewasnya Nike Ardilla akibat mobilnya menabrak bak sampah.

Data Museum Bahari

Nama bangunan: Museum Bahari
Nama bangunan sebelumnya: Komplek Gudang VOC Z/West Zijasch Pakhuis
Lokasi:  Jalan Pasar Ikan I No 1, Kelurahan Penjaringan, Jakarta Utara (14440)
Akses: Peta (google maps)
Pemilik: Pemerintah Provinsi DKI Jakarta
Status:  Cagar Budaya yang dilindungi SK. Mendikbud No 0218/M/1988
Fasilitas: Tempat parkir, toilet, perpustakaan
Waktu buka: Selasa-Minggu (Pukul 09.00-15.00 WIB)

*        *        *
Antre untuk beli tiket masuk

*        *        *
Tiket masuk yang sudah versi cetak dan bukan manual lagi

*        *        *
Berbagai cindera mata yang bisa dibeli pengunjung

*        *        *
Puluhan pengunjung dari SMP di Jakarta

*        *        *
Prasasti Museum Bahari

*        *        *
Denah Museum Bahari

*        *        *
Kawasan cagar budaya di sekitar Museum Bahari

*        *        *
Tentang perkampungan Arab dan Cina

*        *        *
Properti asli pada masa lampau

*        *        *
Koleksi perahu nusantara

*        *        *
Salah satu perahu nusantara dan gergaji untuk membuatnya

*        *        *
Foto Lima Pahlawan Nasional dari TNI AL

*        *        *
Perpustakaan yang luas dan lengkap di Museum Bahari

*        *        *
Buku perang yang sangat lengkap dan langka dari koleksi Musuem Bahari

*        *        *
Ruangan CCTV yang hmm....

*        *        *
Lantai tiga dari Museum Bahari. Ada yang aneh?

*        *        *
Pekarangan di Museum Bahari

*        *        *
Papan informasi untuk pengunjung

*        *        *
Museum Bahari di Jalan Pasar Ikan No 1

*        *        *

Artikel Terkait
- Intip Sejarah Nusantara di Museum Bahari
- Langkah-langkah Tanpa Wujud di Pojok Museum Bahari (Kisah Horor)
- Mengarungi Dunia lewat Museum Bahari
Jalesveva Jayamahe: Di Lautan Kita (Pernah) Jaya
- Titik Nol di Menara Syahbandar

Artikel Cagar Budaya Lainnya
- Museum Prasasti
Museum Nasional

Artikel TNI, Polri, dan Instansi Lainnya
Ketika Polwan Beraksi di Atas Moge
Sinergi BNN-Blogger untuk Darurat Narkoba
HUT Polantas ke-60: Dengarlah Aspirasi Masyarakat
(Esai Foto) Jakarta Metropolitan Police Expo 2016
Bulan Dirgantara Indonesia 2016 TNI AU
Potret Petugas Penjaga Jalur Busway saat Buka Puasa
Sinergi BNPT Blogger Cegah Terorisme 
Serunya Latihan Menembak di Markas Kostrad
Sinergi Kementerian PUPR untuk Sosialisasi K3


Semarak HUT TNI ke-68 di Monas (http://www.kompasiana.com/roelly87/semarak-hut-tni-ke-68-di-monas_552a293b6ea8343326552d1b)
Pengalaman Seru Naik Panser Anoa TNI (http://www.kompasiana.com/roelly87/pengalaman-seru-naik-panser-anoa-tni-ad_551fa2fd813311466e9de508)
Mengenang Jenderal Soedirman (http://www.kompasiana.com/roelly87/mengenang-jenderal-sudirman-tetap-semangat-hingga-tetes-darah-penghabisan_55095adba3331124692e3976)
Sepenggal Kisah di Museum Abdul Haris Nasution (http://www.kompasiana.com/roelly87/sepenggal-kisah-di-museum-abdul-haris-nasution_5528cf7cf17e61030c8b4577)
Mengenang Ade Irma Suryani (http://www.kompasiana.com/roelly87/mengenang-ade-irma-suryani_550e0653813311b92cbc6100)
Balik Kehebatan Jenderal Djamin Ginting (http://www.kompasiana.com/roelly87/3-nafas-likas-dan-sosok-di-balik-kehebatan-jenderal-djamin-ginting_54f41787745513a32b6c85df)
Semoga Tidak ada Lagi Paswalyur: Pasukan TNI Pengawal Sayur (http://www.kompasiana.com/roelly87/di-usia-tni-ke-66-ini-semoga-tidak-ada-lagi-paswalyur-pasukan-pengawal-sayur_550def16813311842cbc6125)
Pramoedya Ananta Toer: Saya Ga Suka Militer Indonesia (http://www.kompasiana.com/roelly87/mengenang-jejak-pramoedya-ananta-toer_5528b7f3f17e616d7c8b45f3)
Sisi Lain Paspampres yang Berprestasi (http://www.kompasiana.com/roelly87/sisi-lain-paspampres-yang-berprestasi_54f5de54a33311251f8b47e7)
Apresiasi untuk Kejelian Paspampres (http://www.kompasiana.com/roelly87/apresiasi-untuk-kejelian-paspampres_54f7fccca333112e1f8b4c53)
Intip Buku Prayitno Ramelan (http://www.kompasiana.com/roelly87/memetik-pengalaman-dari-penulis-best-seller-di-acara-intip-buku_55102ca0a333118b37ba7f8e)
-
*        *        *

Referensi Tambahan:
- http://jakartapedia.bpadjakarta.net/index.php/Museum_Bahari
- http://www.tnial.mil.id/Aboutus/Sejarah/Biografi/
tabid/116/articleType/ArticleView/articleId/5487/
LAKSAMANA-LAUT-RE-MARTADINATA.aspx
- http://www.pusakaindonesia.org/ini-dia-daftar-163-pahlawan-nasional/

*        *        *
- Jakarta, 16 Februari 2017