TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Sisi Lain Krishna Murti: Catatan Polisi di Mata Blogger

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Jumat, 11 Maret 2016

Sisi Lain Krishna Murti: Catatan Polisi di Mata Blogger


Krishna Murti saat jadi pembicara dalam Kopdar Netizen di Mabes Polri

"BAPAK sdh 25 tahun kerja jadi polisi, harusnya Bapak sudah punya Polsek sendiri..!!!" Demikian jawaban dari tukang bakso yang berjualan di Kalijodo kepada Krishna Murti. Mendengar skakmat tersebut membuat Komisaris Besar (Kombes) Polisi itu tidak kuasa menahan geli. Bahkan, Krishna langsung menuliskannya kembali di facebook-nya yang mendapat kehebohan tersendiri.

Hingga kini, status jenaka yang dibuat pada 23 Februari itu mendapat respons dari khalayak. Yang me-like ada 23 ribu, komentar (1.435), dan membagikannya kembali (3.882). Deretan angka itu membuktikan popularitas Krishna tidak hanya di kalangan internal kepolisian saja. Melainkan juga masyarakat luas, termasuk saya yang mengaguminya.

Bisa dipahami mengingat pria kelahiran 15 Januari 1970 ini merupakan sosok yang bersahaja dan ramah. Tidak hanya di media sosial (medsos) saja dengan membalas beberapa komentar dari netizen. Tapi juga di dunia nyata. Bahkan, pada pertengahan Januari-Februari lalu, nyaris layar televisi, media cetak, online, hingga radio sekalipun, selalu memuat profil dirinya.

Tentu, itu bukan karena Krishna rajin update status di medsos atau hadir dalam talkshow. Namun, karena posisinya sebagai Direktur Rreserse Kriminal Umum (Direksrimum) Polda Metro Jaya. Jabatannya itu yang membuat Krishna bersinggungan dengan berbagai kasus populer di ibu kota. Tiga di antaranya yang saya ikuti, seperti Insiden Thamrin, Kopi Sianida, dan Penggusuran Kalijodo.

Saya beruntung pernah menemuinya pada 28 Oktober lalu. Tepatnya, saat menghadiri "Kopdar Netizen Bersama Divisi Humas Polri" di Gedung Bhayangkari Mabes Polri yang turut menampilkan Inspektur Jendral (Irjen) Anton Charliyan sebagai pembicara. Itu merupakan kali kedua saya mengikuti acara yang diselenggarakan Divisi Humas Polri setelah 16 Mei 2013 di tempat yang sama.

Sudah pasti, saat mengikuti acara lima bulan lalu itu, saya sama sekali tidak mengenal Krishna. Apalagi, lulusan Akademi Kepolisian (Akpol) 1991 ini tidak sampai selesai menghadirinya karena harus pamit untuk bertugas. Namun, sekelebatan telinga saya mendengar Krishna mengaku juga sebagai blogger. Wow... Ini menarik bagi saya.

Lantaran bertambah lagi daftar tokoh terkemuka di negeri ini yang kerap menuliskan catatan hariannya di blog pribadi atau keroyokan. Sejak dulu, saya rutin membaca blog dari Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla, mantan Menteri Sekretariat Negara (Mensekneg) Yusril Ihza Mahendra, Ketua Tim Kelola Minyak dan Gas Bumi Hasan Basri, mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan, dan Kepala Bareskrim Komisaris Jenderal (Komjen) Anang Iskandar.

Dalam kesempatan itu, meski tidak lama, Krishna bercerita mengenai aktivitasnya sehari-hari yang kerap dituangkan pada blog pribadi beralamat di www.catatansibedu.com. Kelak, saya tahu salah satu tokoh dalam blog tersebut ternyata berkolerasi dengan peristiwa yang berkaitan saat mantan Kapolsek Metro Penjaringan ini hadir di Kalijodo.

*        *        *
"TIADA gading yang tak retak". Demikian adagium lawas berkata yang selalu saya percaya. Sebab, layaknya kehidupan, tentu terdapat dua sisi berbeda. Hitam dan putih, tua-muda, pria-wanita, dan positif-negatif. Itu yang saya ketahui pada Krishna sejak 28 Oktober lalu. Khususnya dalam dua bulan terakhir setelah insiden 14 Januari yang kebetulan terjadi hanya sehari sebelum pemilik akun twitter @krishna_bd ini genap berusia 46 tahun.

Sudah pasti, saya tidak mengenalnya secara pribadi. Namun, bisa dibilang dalam dua bulan terakhir ini saya intens menyimak perkembangan Krishna di berbagai medsos dan mainstream. Kebetulan, saya kerap melihat berbagai postingannya di facebook. Nah, di jejaring sosial inilah, Krishna sering berinteraksi dengan teman atau pengikutnya yang mencapai 355 ribu orang.

Ironisnya, saya kerap menyaksikan Krishna terpancing emosinya saat menjawab komentar dari teman atau follower-nya. Salah satunya ketika penulis buku "Geger Kalijodo" ini membalas pernyataan dari salah satu facebooker pada Rabu (9/3).

"Orangnya berwibawa jago debat.. Yg bilang saya sinting.. Mudah2an saya diberi kesabaran," ujar Krishna terhadap komentar salah satu akun facebook sambil menampilkan foto orang tersebut. Sudah pasti, jawaban dari sosok yang pada 1996 ditunjuk sebagai Komandan Kontingen Polri untuk misi perdamaian PBB di Bosnia ini mendapat respons yang ramai. Pro dan kontra pun mengalir di status facebook tersebut hingga mendapat 10 ribu like, 471 komentar, dan 1.180 kali di-share ulang.

Sejatinya, apa yang dilakukan Krishna beralasan. Lantaran dimaki oknum tersebut sebagai "orang sinting" hingga membuat wibawa Polri hancur. Ya, siapa sih yang ga panas mendapat cercaan seperti itu? Saya pribadi pun tidak dapat menyalahkan Krishna. Pasalnya, mencaci seseorang di dunia maya bisa berujung Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) no 11 tahun 2008.

Itu seperti tertera dalam pasal 27 ayat 3 yang berbunyi, "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik".

Di sisi lain, sebagai publik figur, khususnya aparat kepolisian yang tugasnya Melindungi, Melayani, dan Mengayomi masyarakat, tentu Krishna harus menahan diri. Jujur, saya agak ngeri membaca sepenggal komentarnya yang bisa jadi nadanya bersayap, "Mudah2an saya diberi kesabaran." Tentu, saya enggan membayangkan jika saat itu Krishna tidak bisa menahan amarahnya.

*        *        *
MENGAMATI Krishna dari kejauhan dalam dua bulan terakhir di medsos dan mainstream, bagi saya ibarat menyantap gado-gado. Ada manis, asam, asin, ramai rasanya. Ya, adakalanya perwira menengah (Pamen) itu sangat jenaka dengan menjawab komentar atau menanggapi pertanyaan secara jenaka. Saya akui, faktor humoris dan keramahannya itu yang membuat Krishna mendapat perhatian lebih dari masyarakat luas.

Bahkan, sekilas sosok yang aktif mengkampanyekan Turn Back Crime untuk memerangi kejatahan ini mirip Sjafrie Sjamsoeddin ketika dielu-elukan publik karena sikapnya yang ramah di layar televisi setelah Kerusuhan Mei 1998. Saya masih ingat, dulu, ibu-ibu di sekitar kediaman saya sangat heboh jika menyaksikan sosok yang saat itu menjabat sebagai Pangdam Jaya tampil di tv. Selain ramah juga karena Sjafrie dikenal sangat tampan yang saat itu -belum ada facebook dan twitter- jadi idola kaum hawa.

Meski begitu, Krishna juga bisa tegas. Itu bisa dibuktikan dengan berbagai pernyataan yang berkaitan tentang Insiden Thamrin, Kopi Sianida, dan Penggusuran Kalijodo. Bahkan, Krishna tidak pernah main-main jika sedang bertugas. A adalah A, B adalah B. Ibarat pendekar silat, jika sudah kewajibannya, bagi Krishna, "nyemplung ke laut atau lompat ke api" bakal dilakoninya.

Itu ditegaskannya saat berkoordinasi dengan Pemerintah Kota (Pemkot) DKI Jakarta saat penggusuran Kalijodo. Bahkan, ayah dua anak ini segera meninggalkan rapat di kantornya untuk menuju Jalan Thamrin saat insiden 14 Januari terjadi. Saat itu, Krishna langsung mempertaruhkan nyawanya demi melumpuhkan aksi terorisme.

"Yg buat pernyataan di coba aja deh, pake Sirine terobos lalulintas dari semanggi Ke sarinah .... 10 Menit cocok! Kenapa sudah pake Rompi (anti peluru)? Suka nonton Film2 gak sih.... Biasanya detektif2 itu Rompinya selalu siap di mobil mereka dan langsung bereaksi? Ya Namanya Polisi harus selalu langsung siap beraksi ! Lah ... Masa mau ngopi2 dulu di stabuck gitu?" demikian status facebook Krishna pada 20 Januari lalu.

Menyimak ketegasan itu, saya pun berandai-andai jika Krishna jadi Gubernur atau Wakil Gubernur DKI Jakarta. Tentu, ini hanya khayalan saya semata mengingat lulusan Sekolah Pimpinan Tinggi (Sespimti) Polri 2012 itu  memiliki karier yang cerah di Kepolisian. Saat ini, Krishna menjabat sebagai Kombes pada usia 46 tahun. Itu berarti, pria berbintang Capricorn ini punya waktu 12 tahun menjelang pensiun.

Kelak, Krishna bakal menyandang pangkat Brigadir Jenderal (Brigjen), Irjen, Komjen, dan mungkin -jika mulus- berakhir dengan Jenderal. Bahkan, dalam periode 1,5 windu dari sekarang, bisa jadi karier sosok yang terlibat dalam pengungkapan kasus pajak Gayus Tambunan ini mendapat kepercayaan Mabes Polri untuk memegang posisi penting.

Mulai dari Kepala Kepolisian Daerah (Kapolda) tipe B jika Brigjen dan tipe A (Irjen) seperti Polda Metro Jaya yang prestisius. Selanjutnya, andai lancar, bukan tidak mungkin jabatan Kabareskrim, Kepala BNN -jika masih belum setara kementrian-, Irwasum, Wakapolri, bahkan Polri. Toh, nasib orang siapa yang tahu. Namun, dengan menilik catatan kinerjanya yang lurus seperti jalan tol, kecuali faktor x atau force majeur, tentu Krishna bisa mencapai jalur tersebut.

*        *        *
Di sisi lain, sejak Adang Daradjatun -eks Wakapolri- bersaing dalam pemilihan gubernur (Pilgub) DKI 2007, saya belum pernah lagi menyaksikan adanya calon gubernur (cagub) atau calon wakil gubernur (cawagub) dari pihak kepolisian. Pada Pilgub 2012, seluruh cagub dan cawagub terbagi antara politisi, pengusaha, purnawirawan TNI, dan independen.

Pun begitu menyaksikan kemungkinan Pilgub tahun depan yang lagi-lagi didominasi politisi, pengusaha, dan independen. Menurut saya, masyarakat akan mendapat banyak alternatif jika ada perwakilan dari kepolisian untuk bersaing. Baik itu aktif atau purnawirawan. Sebab, 2017 bisa jadi momentum bagi Polri untuk membuktikan sebagai pelindung, pelayan, dan pengayom masyarakat. Apalagi, dua tahun berselang, akan ada pemilihan umum (pemilu) yang serentak di Indonesia, termasuk pemilihan presiden.

Pertanyaannya, siapa tokoh yang diusung atau pantas mewakili Polri? Jika menilik popularitas saat ini, Krishna salah satu yang kompeten. Tentu, popularitas saja tidak cukup. Namun, masih ada waktu lebih dari 11 bulan menuju 19 Februari 2017 untuk mensosialisasikan diri lebih lanjut ke seluruh lapisan masyarakat.

Memang berat mengingat cagub-cawagub lainnya sudah lebih dulu dikenal warga Jakarta. Apalagi, Krishna tidak memiliki kendaraan politik. Berbeda dengan Basuki Tjahaya Purnama (Ahok) yang meski bakal maju sebagai independen namun sudah memiliki modal kuat memimpin sejak 2014.

Faktanya, saat itu, Joko Widodo (Jokowi) pun tidak terlalu dikenal warga Jakarta -kecuali yang asal Solo- ketika mendeklarasikan sebagai cagub tiga tahun lalu. Bahkan, banyak survei lebih mengunggulkan incumbent saat itu, Fauzi Bowo. Tapi, ending-nya seperti yang kita tahu, Jokowi dan Ahok yang melenggang ke Jalan Merdeka Selatan.

Tentu, Krishna bisa mencontoh pasangan tersebut. Meski, itu hanya kemungkinan kecil bagi mantan penyidik Bareskrim ini. Sebab, dengan mencalonkan sebagai cagub atau cawagub sama saja seperti pertaruhan yang nyaris mustahil karena harus pensiun dini dari Polri. Pasalnya, jika gagal, kariernya yang telah dibangun sejak 25 tahun silam di kepolisian bakal lenyap begitu saja.

Namun, bukankah hidup merupakan pilihan? Toh, Krishna sudah pernah mempertaruhkan nyawanya saat menghadapi teroris. Jadi, tidak sulit rasanya mempertaruhkan hidupnya demi memimpin warga Jakarta. Pertanyaan terakhir, apakah berani?

Kopdar Netizen di Wisma Bhayangkari 28 Oktober 2015
*        *        *
Artikel Terkait:
- Sisi Lain Budi Waseso (Buwas): Pasukan Khusus, Ceplas-ceplos, dan Kritik
- Anomali Ahok: Pahlawan atau Pengkhianat?
- Profil Anang Iskandar: Calon Kapolri yang Merupakan Blogger Aktif
- Profil Enam Calon Kapolri dan Plus-Minusnya
- Presiden dan Kepala BNN Kompak: Bandar Narkoba harus Dihukum Mati
- HUT Polantas ke-60: Dengarlah Aspirasi Masyarakat untuk Bersama Mengurai Kemacetan
- Pengalaman Sehari di Mabes Polri
- Polisi Menggugat
- Ketika Polwan Beraksi di Atas Moge
- Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba
- Membongkar "Rahasia" Bea Cukai
- Sisi Lain Paspampres yang Berprestasi
- 50 Tahun Gugurnya Ade Irma Suryani dalam Kenangan Sang Kakak
- Tidak Semua Polisi Berprilaku Kurang Baik
- Benarkah Polisi Segan dengan Dosen, Tentara, dan Wartawan?
- Kenapa Harus Blogger yang Kampanye?

*        *        *
- Jakarta, 11 Maret 2016

8 komentar:

  1. kata teman saya bapak polisi ini bakalan bisa menanjak karier nya asal tdk jatuh ke masalah wanita..

    BalasHapus
    Balasan
    1. yupz, "3-ta" yang jadi musuh pemimpin dari dulu
      takhta, harta, wanita :)

      semoga saja karier beliau lurus ya mas...

      Hapus
  2. setidaknya beliau mem-branding profilnya di dunia socmed. hal wajar dan menarik mnrtku sosoknya

    BalasHapus
    Balasan
    1. yupz...
      popularitas di dunia maya yang diiringi tindakan yang positif di dunia nyata :)

      Hapus
  3. Jadi lebih tahu lagi tentang polisi kesayangan netizen ini
    Terus, adi ingat sama Krisna Mukti, hahaha
    Beti ya, nama mereka berdua

    BalasHapus
    Balasan
    1. hi hi hi
      kalo krisna mukti mah favorit saya dulu, pas lagi hobi sinetron :)

      Hapus
  4. langsung tenar abis si bapak yang satu ini ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. yupz, bener mbak
      tenar karena prestasi dan bukan hanya sensasi :)

      Hapus

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)