TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Pariwisata Indonesia Tidak hanya Bali

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Senin, 07 November 2016

Pariwisata Indonesia Tidak hanya Bali


Pesona Indonesia atau Wonderful Indonesia sebagai brand identity Kemenpar


PARIWISATA merupakan sektor unggulan yang diusung pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) - Jusuf Kalla (JK). Itu yang saya perhatikan dalam dua tahun terakhir ini. Kebetulan, Senin (24/10) saya menghadiri Rembuk Nasional: Dua Tahun Kepemimpinan Jokowi-JK di Grand Sahid Hotel, Jakarta.

Saat itu, pariwisata dan industri kreatif jadi salah satu sorotan utama pada pemerintahan Jokowi-JK. Tepatnya, dengan mengisi ruangan lima melalui tema "Pariwisata Kreatif sebagai Kekuatan Baru Ekonomi Indonesia". Bagi saya, ini menarik mengingat saya merupakan sosok yang gemar bertualang.

Tak heran jika, di antara tujuh ruangan untuk diskusi dengan ratusan peserta, saya cenderung aktif Ruang Rembuk 5 dan 2 (Politik, Hukum, Pertahanan, dan Keamanan). Tentu, ini berkaitan dengan aktivitas saya sebagai jurnalis olahraga sekaligus blogger yang kerap bersinggungan dengan dua tema tersebut.

Khususnya, pariwisata yang harus diakui mengalami peningkatan signifikan dalam dua tahun terakhir. Saat itu, terdapat diskusi yang menarik di antara tim ahli dan peserta yang mencapai 100 orang. Kami tidak hanya saling lempar ide, saran, atau pendapat saja. Melainkan juga kritik yang ditujukan untuk pemerintah mengenai pariwisata Indonesia, dalam hal ini Kementerian Pariwisata (Kemenpar).

Kebetulan, saat itu, dalam jajaran tim ahli terdapat perwakilan dari Kemenpar. Yaitu, Larasati Sedyaningsih dan Taufan Rahmadi yang merupakan anggota Pokja Tim 10 Kemenpar. Beberapa nama lain yang tidak asing bagi saya seperti Edy Setijono yang merupakan Direktur PT. Taman Borobodur, Prambanan, dan Ratu Boko, Ipang Wahid (Ketua Pokja Ekonomi Kreatif, Komite Ekonomi dan Industri Nasional), dan Hiramsyah S. Thaib (Ketua Tim Percepatan 10 Destinasi Prioritas).

Sesi rembuk nasional di ruang lima dengan tema Pariwisata dan Industri Kreatif

*        *        *
Pariwisata dan Industri Kreatif sebagai salah satu tujuan utama pemerintah sejak 2014

*        *        *
Booth Kementerian Pariwisata di Rembuk Nasional

*        *        *

Dalam diskusi yang berlangsung lebih dari tiga jam itu, membahas mengenai kemajuan sektor pariwisata (dan industri kreatif) di Indonesia. Khususnya, tentang 10 destinasi baru di Tanah Air untuk menggantikan Bali.

Ya, suka tidak suka, mau nggak mau, Bali merupakan destinasi paling terkenal di Indonesia. Bisa dipahami mengingat sektor pariwisata di "Negeri Seribu Pura" itu sudah lebih dulu dikenal sejak beberapa dekade silam. Jadi, kalau wisatawan luar ingin melancong ke Indonesia, tujuan utamanya ya Bali.

Setelah itu, baru Candi Borobudur, Taman Nasional Komodo, Raja Ampat, Danau Toba, dan berbagai daerah lainnya. Itu saya ketahui sendiri ketika berbincang dengan beberapa pesepak bola luar negeri seperti Giorgio Chiellini, Andrea Pirlo, dan Fabio Cannavaro. Rata-rata, mereka mengenal Indonesia yang pertama itu ya Bali, fanatisme penggemar sepak bola, Stadion Gelora Bung Karno, Jakarta sebagai ibu kota, dan batik.

Pernyataan sama diungkapkan kawan saya yang kini tinggal di Eropa. Menurutnya, berdasarkan pengakuan beberapa rekan di tempatnya bekerja, memang Indonesia itu identik dengan Bali (Artikel: Bangga Jadi Orang Indonesia).

Fakta itu juga diakui Menteri Pariwisata Arief Yahya seperti saya kutip dari JPNN.com, "Bali adalah destinasi yang sudah punya pamor di peta pariwisata dunia." Nah, berkaca dari paradigma itu, pria 55 tahun ini bersama tim di Kemenpar, mencetuskan ide untuk menetapkan 10 destinasi unggulan di berbagai wilayah di Tanah Air agar bisa seperti Bali.

Berdasarkan laman Kementerian Luar Negeri (Kemlu.go.id), 10 destinasi yang jadi prioritas itu adalah:

- Tanjung Kelayang (Belitung)
- Toba (Sumatera Utara)
- Kepulauan Seribu (Jakarta)
- Tanjung Lesung (Banten)
- Borobudur (Jawa Tengah)
- Bromo-Tengger-Semeru (JawaTimur)
- Mandalika (Nusa Tenggara Barat)
- Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur)
- Wakatobi (Sulawesi Tenggara)
- Morotai (Maluku Utara)

Menurut Arief, tujuan pembentukan 10 destinasi baru selain Bali itu untuk mendongkrak pariwisata Indonesia. Maklum, pemerintah menagetkan pada 2019 mendatang, jumlah wisatawan asing mencapai 20 juta kunjungan. Sekaligus, mewujudkan pariwisata sebagai sektor penyumbang devisa terbesar di Indonesia pada 2020.

Bisa dipahami mengingat berdasarkan statistik Kemenpar.go.id, pada 2015 lalu, pariwisata menempati urutan keempat penerimaan devisa dengan nilai 12,578 juta dolar Amerika Serikat (AS). Catatan itu di bawah Minyak kelapa sawit (15,485 juta dolar AS), Batu bara (16,356 juta dolar AS), dan Minyak & gas bumi (18,906 juta dolar AS).

Tentu, untuk mewujudkan NAWA CITA (sembilan harapan) itu, tidak hanya dengan waktu semalam. Alias, butuh kerja keras dan kerja cerdas bertahun-tahun dari segenap elemen di negeri ini. Khususnya, terkait pariwisata yang sudah dimaksimalkan melalui Kemenpar.

Berdasarkan catatan yang saya rangkum mengenai Kemenpar, terdapat berbagai pencapaian penting dari instansi yang bermarkas di Jalan Medan Merdeka Barat itu terhadap pariwisata Indonesia. Beberapa di antaranya:

- Membangun Wonderful Indonesia (Pesona Indonesia) sebagai brand identitiy destinasi wisata Indonesia di mata dunia. Ini berkolerasi pada naiknya peringkat Indonesia dalam Country Brand Strategy rating dari World Economic Forum. Sebelumnya, dari NA (not available) jadi peringkat 47 pada 2015.

- Peningkatan kedatangan wisatawan mancanegara sebesar 10,3% pada 2015 yang jauh berada di atas rata-rata regional dan dunia (regional = 5,1%, dunia = 4,4%). Yang berarti di atas negara serumpun, Malaysia. Ini berkaitan dengan peningkatan penerimaan devisa dari sektor pariwisata.

- Pembentukan tata kelola destinasi prioritas yang lebih efektif di bawah satu atap, "Tourism Authority Board" untuk membentuk destinasi andalan.

- Kenaikan peringkat pilar penentu daya saing secara pariwisata pada Travel and Tourism Competitiveness Report, World Economoic Forum 2015.

- Meraih World Halal Travel Awards 2015 di Uni Emrat Arab

- Meraih UNWTO Award 2016 di Madrid, Spanyol

- Meraih ASEANTA Award 2016

- Award for Active National Presentation in "Holiday & Spa Expo"

- Los Angeles Travel Show 2016

*        *        *
Data kunjungan wisatawan mancanegara dan persebarannya di Tanah Air

*        *        *
Komparasi pariwisata Indonesia dengan negara tetangga

*        *        *
Data perolehan devisa Indonesia tiga tahunt erakhir (Sumber: Kemenpar)
*        *        *
Sebagai blogger yang mengusung asas jurnalistik berdasarkan sembilan elemen Bill Kovach, tentu saya wajib kritis untuk menuliskan sesuatu. Entah itu memuat kelebihan atau kekurangan yang tidak hanya berguna sebagai pengingat saya pribadi, melainkan demi pembaca blog ini serta kelangsungan blog saya yang mengusung independensi.

Salah satunya terkait Kemenpar. Di balik berbagai pencapaian tersebut, ada beberapa catatan minus dari saya. Ya, tiada gading yang tak retak. Saya selalu percaya dengan pepatah tersebut. Alias, di dunia ini tidak ada yang sempurna.

Khususnya, menyangkut website resmi Kemenpar yang menurut saya sama sekali tidak menarik. Kalau mau jujur-jujuran, situs yang beralamat di www.kemenpar.go.id tampilannya garing. Alias, tidak membuat orang yang mengaksesnya jadi terpikat.

Memang, Kemenpar memiliki laman promosi yang sedap dipandang pada www.indonesia.travel. Tapi, itu beda persoalan. Sebab, www.indonesia.travel lebih mengutamakan promosi destinasi.

Sementara, www.kemenpar.go.id mewakili pemerintah yang isinya tidak hanya promosi wisata saja, melainkan juga pengumuman dari Menpar, laporan kinerja, statistik kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri, hingga berbagai informasi lainnya.

Jelas, penilaian saya berdasarkan pengamatan pribadi selama ini. Yang pasti, jika dibandingkan dengan situs resmi negara tetangga, memang masih tertinggal. Sebut saja, Malaysia dengan www.motour.gov.my yang menyediakan 12 bahasa selain melayu dan Inggris.

Sementara, di Kemenpar hanya dwi bahasa (Indonesia dan Inggris). Ini tentu jadi masalah jika wisatawan luar ingin mengakses situs Kemenpar sebelum berkunjung ke Indonesia. Terutama dari negara-negara seperti Prancis, Italia, Jepang, Cina, dan jazirah Arab yang setahu saya lebih mengutamakan bahasa negaranya masing-masing ketimbang bahasa Inggris yang diakui secara internasional.

Begitu juga jika dikomparasi dengan Singapura lewat www.stb.gov.sg. Meski sekilas sama dengan www.kemenpar.go.id yang sederhana, namun website Kementerian Pariwisata itu lebih responsif dengan keberadaan menu yang mudah diakses.

Tentu, komparasi ini bukan saya maksud untuk mengagungkan website milik dua negara serumpun saja. Melainkan, sebagai catatan agar situs Kemenpar yang merupakan gerbang negeri ini di internet -setelah www.indonesia.go.id- lebih enak dipandang. Saya saja sebagai rakyat Indonesia melihat www.kemenpar.go.id tidak begitu menarik, bagaimana dengan calon wisatawan dari negara lain?

Harapan saya, agar pihak kemenpar bisa lebih mengakrabkan situsnya dengan masyarakat. Sebab, percuma meraih banyak prestasi dan juga promosi mengenai keunggulan pariwisata Indonesia jika situsnya saja jarang dilirik.

*        *        *
Tampilan beranda (home)  Kemenpar yang menurut saya sangat standar

*        *        *
Kurang di-update dengan sambutan menteri pada 23 September 2015 atau setahun lalu
*        *        *
Situs Kemenpar hanya menyediakan dwibahasa: Inggris dan Indonesia
*        *        *
Situs Kemenpar Malaysia dengan 12 pilihan bahasa selain Melayu dan Inggris
*        *        *
Situs Kemenpar Singapura yang lebih responsif
*        *        *

Referensi: Kemenpar.go.id, Kemenpar.go.id (PDF), Kemlu.go.id, Jakarta-tourism.go.id, Kompas.com, JPNN.com, Panitia Rembuk Nasional

Artikel Terkait Pariwisata:
- Catatan Dua Tahun Kepemimpinan Jokowi-JK
Resensi Buku Jelajah Negeri Sendiri: Bertualang ala Reporter Warga
- Bangga Jadi Orang Indonesia
- (Esai Foto) Semarak Wayang Pesona Indonesia 2016
Catatan dari Wayang World Puppet Carnival 2013
Yuk Meriahkan Karnaval Wayang Dunia 2013
Menelusuri Warisan Budaya Nusantara di Museum Wayang
Menelusuri Warisan Budaya Nusantara di Museum Wayang (2)
Menyaksikan Keindahan Pelabuhan Sunda Kelapa yang Termahsyur
Sinergi BNPT dan Blogger untuk Cegah Terorisme Melalui Tulisan
Yuk, Kunjungi Jakarta Biennale 2015
Yuk, Wisata Sejarah Bersama Komunitas Wegi
Menelusuri Wajah Baru Stasiun Maja, Parung Panjang, dan Kebayoran
Sensasi Menelusuri Sungai Citarik 9 Km
(Esai Foto) Menikmati Senja di Perpustakaan Apung Taman Ayodia
Menikmati Wisata Malam di Kawasan Kota Tua
Menelusuri "Lorong Waktu" di Masjid Raya Baitussalam
Menelusuri Jejak 7 Patung Bersejarah di Jakarta
Lebih Dekat dengan Jerman di Pameran Budaya Dunia - Jerman Fest 2015
Museum Nasional dan Saksi Peninggalan Kejayaan Indonesia
Tujuh Taman Gratis di Jakarta yang Layak Dikunjungi
Di Balik Cerita Bersama Garuda Indonesia
Menikmati Eksotisnya Candra Naya yang Tersembunyi

*        *        *
- Jakarta, 7 November 2016

4 komentar:

  1. Pesona wisata alam di Indonesia sangat banyak dan tiada duanya...

    BalasHapus
  2. Wah mas baru aja aku dari bali ahahaha
    Eh tetep ya bookk klo urusannya jalan jalan kemanapun hayok aja, tapi kudu nabung rajin nih huhh

    BalasHapus
  3. Setuju. Banyak destinasi wisata di indonesia yang tidak kalah seperti bali.

    BalasHapus
  4. orang-orang luar malah kadang lebih tahu Bali dari pada Ibukota bali-nya sendiri. hihihi

    BalasHapus

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)