TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Resensi Novel Dian Kelana: Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Sabtu, 21 Februari 2015

Resensi Novel Dian Kelana: Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI


Resensi Novel Dian Kelana: Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI

Cover buku Dian Kelana "Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI" (Sumber foto: Choirul Huda)
ENTAH dari mana saya akan memulai resensi novel ini. Jujur saja, hingga tiga bulan lebih setelah memilikinya, seperti belum ada kata selesai. Padahal, saya sudah empat kali membacanya sampai khatam. Namun, nyaris tidak ada kata cukup untuk menyudahinya. Itu karena saya seperti masuk ke dalam dunia dari penulis bernama lengkap Nadzif Hasjmi Maksum SP ini.

Ya, novel berjudul "Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI" merupakan buku perdana dari sosok yang biasa saya panggil Pak Dian Kelana -yang merupakan nama populernya- dari total empat edisi (tetralogi). Sejak pertama kali membacanya pada Kamis (13/11) dini hari WIB, saya seperti terhanyut dalam kisaran perang yang telah merenggut kebahagiaan dari masa kecilnya.

230 halaman tidak pernah bosan saya bolak-balik hingga meski baru tiga bulan, tapi lembaran demi lembarannya seperti sudah usang akibat sering terjamah tangan. Kendati saya bukanlah orang yang melankolis, namun membaca "Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI" ini tak kuasa membuat apa yang ada di sekitar saya menjadi hening. Tak lama kemudian, gelap gulita yang akhirnya dikagetkan rentetan bunyi senjata. Dor... dor... dor!

Novel yang dieditori rekan Kompasianer Thamrin Sonata ini berkisah tentang masa lalu Dian Kelana di ranah Minang. Ya, pria yang identik dengan kamera ini lahir di sebuah desa di Sumatera Barat pada 10 Desember 1955. Tanpa didampingi ayah kandung tercinta yang meninggalkan enam bersaudara. Meski begitu, kasih sayang sang ibu, mampu membuatnya besar dan jadi orang berguna.

Hanya, kasih sayang dari sosok yang melahirkannya itu tidak lama. Sebab, Indonesia yang saat itu tengah dilanda perang turut memisahkan Dian Kelana dangan sang bunda. Lantaran, Umi -sang ibu- ditangkap tentara akibat difitnah anggota OPR binaan PKI yang saat itu erat dengan Presiden Soekarno (Sukarno).

Tidak hanya itu, bahkan, Umi diciduk di hadapan anak-anaknya yang disertai todongan senjata! Jelas, insiden itu mengubah segalanya dalam kehidupan Dian Kelana yang saat itu masih balita. Namun, benar kata pepatah bahwa, batu giok, meski berada di dasar sumur, tetaplah permata. Alias, orang yang memiliki karakter kuat, kendati berada dalam tekanan sesulit apapun tetap mampu melewatinya.

Itulah yang terjadi pada Dian Kelana. Perjalanan masa kecilnya yang buram karena berbagai kejadian memilukan akibat peperangan, tidak membuatnya menyerah. Sebaliknya, mantan jurnalis Haluan Padang ini mampu melewatinya dengan baik. Bahkan, tetap ceria layaknya anak kecil pada umumnya hingga saat ini.

*        *        *
Sejatinya, saya tidak asing lagi dengan Dian Kelana yang saya panggil "pak" bukan hanya usianya lebih tua. Melainkan karena sikapnya yang layak jadi anutan. Beliau merupakan pribadi yang ringan tangan membantu siapa saja tanpa pamrih. Saya beruntung bisa mengenalnya dalam empat tahun terakhir ini.

Itu semua berawal ketika mengikuti launching Kompas TV bersama rekan-rekan Kompasianer lainnya di JCC, 9 September 2011. Setelah itu,  kami kian intens karena kerap bertemu dalam berbagai acara blogger. Misalnya, ketika Amprokan Blogger selama dua hari di Bekasi hingga ketika menjadi volunteer di SEA Games 2011 yang disponsori Indosat.

Ya, pada pesta olahraga dua tahunan antarnegara Asia Tenggara itu, saya mendapat kehormatan untuk belajar menulis reportase dengan baik bersama Dian Kelana dan Hazmi Srondol. Bisa dikatakan bahwa mereka berdua merupakan sosok yang membesarkan saya dalam dunia tulis menulis. Alias tidak hanya sebagai blogger saja.

Saya masih mengingatnya, betapa Dian Kelana, memberi support yang besar ketika kami berdua meliput Parade Obor SEA Games 2011 dari Kantor Indosat hingga Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK). Berkat gemblengan dari pemilik blog Diankelana.web.id ini, saya pun dipercaya bang Hazmi Srondol untuk menyumbang artikel SEA Games cabang olahraga sepak bola dari babak pertama hingga final!

Itulah sekelumit catatan saya tentang Dian Kelana yang sedang bersiap merilis edisi kedua dari tetralogi "Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI". Bagi saya pribadi, buku ini bukan sekadar novel biasa. Melainkan sudah seperti diary yang membuat pembacanya masuk ke dalam perjalanan hidup sang penulis.***


*        *        *
Tanda tangan Dian Kelana

*        *        *
Dian Kelana saat bernyanyi di acara Amprokan Blogger 2011

*        *        *
Dian Kelana tetap update di sela-sela liputan SEA Games 2011

*        *        *
Dian Kelana bersama (dari kiri) Joshua Limyadi, Hazmi Srondol, Achsin

*        *        *
Bersama rekan blogger di acara Indosat

*        *        *
Tak hanya piawai memotret, tapi juga bermain biliar

*        *        *
Kamera merupakan andalan Dian Kelana sehari-hari

*        *        *

*        *        *

Judul: Seorang Balita di Tengah Pergolakan PRRI
Penulis: Dian Kelana
Penerbit: Peniti Media
Tahun Terbit: 2014
Jumlah Halaman: 230
ISBN: 978-979-71515-0-5
*        *        *
Resensi Buku Kompasianer Lainnya:
*        *        *
Resensi Buku Lainnya:
*        *        *
- Cikini, 21 Februari 2015

20 komentar:

  1. wah ini buku isinya kayak biografi ya kak? bagus nih

    BalasHapus
    Balasan
    1. ini bagian pertama dari tetralogi mas ;)
      makasiiiih udah mampir

      Hapus
  2. hmm, sepertinya keren juga. fiksi kan?

    BalasHapus
    Balasan
    1. riwayat hidup penulis yang dijadikan novel :)
      kalo saya deskripsikan mirip tujuh serial The Chronicles of Narnia

      Hapus
  3. Isinya hidup, saya sampai terbawa seolah-olah berada di cerita itu :D

    BalasHapus
  4. Waahh ternyata pak Dian Kelana orang Padang? Pernah mengalami kejadian traumatic seperti itu tentu tak mudah ya.

    BalasHapus
    Balasan
    1. lebih tepatnya lagi, orang Minang, mbak :)
      yupz, pengalaman masa kecilnya bikin beliau tetap tegar...

      Hapus
  5. ngingetin aku sama novel cerita cinta enrico deh...

    BalasHapus
    Balasan
    1. oh...
      yang karya ayu utami ya?
      saya belom baca yang itu :)

      Hapus
  6. Wuah, sepertinya seru buku ini. Saya akan segera beli. Karena dulu pas masih kecil, nenek saya sering menceritakan jaman PRRI. Pas di SD pernah juga ada disinggung di pelajaran PSPB.
    Oh, ya, kalau yang Cerita Cinta Enrico kurang detil jaman PRRI-nya.
    Resensinya keren, MasChoirul...

    BalasHapus
    Balasan
    1. sip mas :)
      silakan dinikmati...

      kalo yang Cerita Cinta Enrico belom punya, kalo udah baca ntar pasti saya buat resensinya.

      Hapus
  7. Aku baru tahu kalau ayah penulis hebat. Hihihi makin salut sama si Ayah Dian. Terimakasih resensinya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. hi hi hi
      saya salutnya udah dari dulu :)

      makasih kembali komentarnya...

      Hapus
  8. Resensinya bagus. Ini berarti biografi yang ditulis seperti novel ya? Wuuaah menarik, Insya Allah beli ah.

    BalasHapus
  9. menarik sekali nih,
    thanks udah berbagi..
    http://obatherbalkankerhati011.wordpress.com/

    BalasHapus
  10. mohon infonya dimana bisa dibeli buku tersebut?

    bisa tolong balas via wa di 08116632050

    terima kasih.

    BalasHapus

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)