TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Hari Ini 11 Tahun Silam

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Minggu, 14 Juni 2015

Hari Ini 11 Tahun Silam


MENGKONSUMSI narkotika dan obat terlarang (narkoba) sama saja menanda tangani kontrak dengan maut. Ini bukan omong kosong, ancaman, atau sekadar menakut-nakuti. Melainkan nyata. Itu yang menjadi alasan saya untuk membenci narkoba dan berusaha semampu mungkin turut serta dalam melakukan pencegahan. Baik di lingkungan sekitar maupun melalui tulisan di blog.

*     *     *

HARI ini 11 tahun silam, tepatnya Senin 14 Juni 2004, merupakan salah satu momen yang tak terlupakan dalam hidup saya. Betapa tidak, saat itu, sekitar pukul 13.00 WIB, saya harus menyaksikan peristiwa yang memilukan. Yaitu, ketika saudara sepupu saya, Indra (nama samaran) harus meregang nyawa akibat overdosis usai mengkonsumsi narkoba.

Saya masih ingat. Satu dekade lalu, jenis narkoba yang sangat populer karena murah meriah dan mudah didapat adalah putaw. Serbuk putih yang biasanya dipakai tim medis untuk memberikan efek stimulus menjelang operasi. Namun, di tangan bandar, obat itu berubah menjadi racun yang mematikan.

Ya, saya masih belum lupa meski kejadiannya sudah lumayan lama. Sebab, saya harus menyaksikan langsung betapa kondisi sepupu saya yang meninggal dengan keadaan tragis. Yaitu, (maaf) tengkuk di sekitar leher berwarna kebiruan dan juga dari mulutnya terus mengeluarkan busa...

Menurut salah satu teman kami, Wisnu (nama samaran) beberapa jam sebelumnya, sepupu saya itu terlihat menyuntikkan putaw di lengannya. Entah karena kelebihan dosis atau memang sudah jalannya seperti itu. Tak lama kemudian, Indra harus meninggalkan kami untuk selamanya. Miris, mengingat 10 hari sebelumnya, Indra baru merayakan ulang tahun ke-20.

Padahal, saya masih ingat dengan jelas hingga kini, pada dini hari sebelumnya kami bersama-sama nonton bareng (nobar) pertandingan Piala Eropa 2004 antara Prancis versus Inggris. Bahkan, saya, Indra, Wisnu, dan beberapa teman lainnya saling bercanda mengomentari kegagalan David Beckham saat mengeksekusi penalti yang menyebabkan kekalahan "The Three Lions". Namun, tidak sampai 12 jam kemudian, suasana suka cita itu mendadak berubah jadi duka.

Itu terakhir kali saya nobar dengan Indra setelah nyaris tak melewatkan pertandingan penting sejak Piala Dunia 1994. Setelah itu, kami tidak bisa lagi bersama-sama. Baik ketika nobar, main winning eleven, nyolong mangga, mengejar layangan, godain gadis sebelah kampung, dan sebagainya.

Lebih ironis lagi, kematian Indra ternyata bukan yang terakhir terjadi di kawasan kami tinggal. Melainkan, setelah itu tetap berjatuhan banyak korban akibat overdosis. Aneh memang. Ketika Indra meninggal, di antara rekan kami yang datang untuk melayat dan mensalatkan, beberapa bulan kemudian malah disalatkan beramai-ramai. Itu terjadi secara berkesinambungan. Tiga, empat, lima, hingga belasan orang menjadi korban. Bahkan, kontrak mati itu tak pandang usia. Dari yang termuda saat belasan tahun sampai usia nyaris kepala empat!

Hingga, tren negatif itu terhenti pada akhir 2011. Tepatnya setelah salah satu kawan kami mengalami kematian yang lebih tragis dibanding Indra dan lainnya. Tanpa perlu diceritakan akibat efek yang buruk di lingkungan kami. Sampai, di antara pengurus di wilayah kami berembuk dengan pemuda dan remaja. Yaitu, bagaimana caranya agar kampung kami bebas dari narkoba.

Sebab, harus diakui bahwa, kematian teman atau keluarga, toh tidak membuat para pemakai itu takut. Itu kian membuktikan bahwa berhubungan dengan narkoba hanya ada dua jalan untuk berhenti. Yaitu tewas akibat overdosis dan ditangkap aparat keamanan.

Mirisnya lagi, ada beberapa remaja yang masuk sel, setelah keluar kian menjadi-jadi. Lantaran, di hotel prodeo, mereka malah lebih mudah mendapatkan barang tersebut. Sebuah fakta yang membuat kami bergidik. Wajar jika seusai bebas dari penjara, mereka malah petantang-petenteng. Ibaratnya, mereka sudah tidak takut lagi dengan aparat keamanan karena selama di dalam sel sudah menjadi kawan!

Beruntung, ikatan kekeluargaan di kampung kami sangat kental. Jadi, meski ada satu orang yang sengak sekalipun, kami tetap bahu-membahu untuk membimbingnya. Meski, itu tidak mudah. Pasalnya, pekerjaan di kolong langit yang sia-sia itu ada dua. Pertama, menasihati orang yang sedang jatuh cinta. Kedua, membimbing orang yang sudah menjadi pecandu narkoba.

Untuk yang kedua, ini bukan guyon. Sebab, saya sendiri pernah melihat, bagaimana, kami bersama pengurus wilayah seperti RT, RW, Kelurahan dan Karang Taruna, harus kepayahan menangani warga yang sudah terjerumus narkoba. Selain harus menghadapi intimidasi dari bandar lokal dan pengecer, juga karena orang yang kadung menjadi pecandu seperti tak merespons niat kami. Bahkan, ada kawan satu angkatan saya yang harus dikejar-kejar temannya dengan membawa golok saat memberi penyuluhan tentang narkoba!

Namun, seperti kata pepatah, bahwa di dunia ini tiada yang mustahil. Berkat, kerja keras pengurus wilayah dan Karang Taruna yang sudah muak akibat banyak warganya yang tewas atau diciduk aparat keamanan akibat mengkonsumsi narkoba. Mereka, siang malam terus berupaya menyadarkan warganya, terutama remaja untuk lepas dari narkoba.

Salah satunya dengan memberangkatkan pemakai ke pesantren untuk direhabilitasi. Lalu, mengajak orangtua atau keluarga pecandu untuk tidak menjauhinya. Melainkan, justru, dirangkul agar pengguna narkoba tidak merasa terisolasi di kampungnya sendiri. Termasuk yang tidak memiliki orangtua, karena ada sebagian dari pecandu yang sejak kecil sudah yatim piatu. Dan banyak lagi.

Apakah cara itu berhasil? Untuk saat ini bisa dikatakan iya. Sebab, banyak di antara pecandu yang akhirnya benar-benar bersih dan kembali membaktikan dirinya untuk masyarakat. Namun, harus diakui jika upaya yang dilakukan pengurus wilayah dan Karang Taruna hanya mengurangi. Bukan menghentikan peredaran narkoba itu sendiri.

Sebab, pengguna narkoba itu ibarat Medusa. Yaitu, yang sembuh satu, yang memakainya dua. Terlebih, saat ini banyak beredar jenis narkoba yang sangat menggiurkan terutama bagi remaja belasan tahun. Tugas ini yang masih dilakukan para pengurus wilayah dan Karang Taruna.

Yang pasti, sedikitnya saya bisa bernafas lega. Sebab, setelah 2011, saya tidak lagi menyaksikan orang yang meregang nyawa akibat overdosis.*

Artikel tentang BNN dan Narkoba lainnya:
- Komitmen Slank Rela Tidak Dibayar untuk Konser Anti Narkoba/ Lomba Blog BNN
- Presiden dan Kepala BNN Kompak: Bandar Narkoba harus Dihukum Mati!
- Profil Anang Iskandar: Calon Kapolri yang Merupakan Blogger Aktif
Kenapa Harus Blogger yang Kampanye?
Diskusi Blogger dengan Kepala BNN yang Juga Blogger
- Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba 
- Narkoba: Berawal dari Coba-coba, Ketagihan, hingga Maut Menjemput (Artikel di Okezone.com)

- Pentingnya Terapi Keluarga untuk Kesembuhan Pengguna Narkoba
Mengapa Pecandu Narkoba Harus Lapor?
Alasan Rehabilitasi bagi Pengguna Narkoba
Bagaimana Menjauhkan Anak dari Narkoba?
Yuk, Mengenali Ciri-ciri Pengguna Narkoba
Kenapa Harus Blogger yang Kampanye?
Narkoba dan Faktor “Kegalauan” Anak Muda
Yuk, Hadiri Diskusi bersama BNN bertema 2014 Bebas Narkoba
Narkoba: Berawal dari Coba-coba, Ketagihan, hingga Maut Menjemput
Kisah Inspiratif Dua Kompasianer di Acara Titik Balik
Mengenalkan Bahaya Narkoba melalui Game Online
Peran Orang Tua dalam Mengatasi Tren Merokok di Kalangan Remaja
Langkah Awal BNN dalam Memberantas Narkoba
Penghormatan Terakhir Presiden SBY untuk Pahlawan
Jokowi Sang Gubernur Gaul

*      *      *

- Jakarta, 14 Mei 2015

16 komentar:

  1. haduh, narkoba itu emang jangan didekati deh, tapi emang ini tergan tung pergaulan juga, sih, biasanya kalau di sekitar kita bnyk yg pake, yg lain ikut-ikutan..;((

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, awalnya ikut2an coba2, lama2 terjerumus.
      kalo udah seperti itu mah, susah buat disembuhin...

      kecuali ada keinginan kuat dari mereka langsung

      Hapus
  2. Semoga saja ke depan pengguna narkoba mengalami penurunan. Terlebih lagi narkoba lebih banyak mendatangkan efek negatif daripada positifnya, contohnya seperti yang mas Choirul ceritakan ini.

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin...

      betul mas, di daerah saya ini masih ada yang make (ngumpet2)
      tapi, kalo peredarannya udah menurun drastis
      jadi, peran pengurus wilayah dan karang taruna untuk mengurangi.
      selanjutnya, itu jadi pekerjaan pemerintah seperti polisi, bnn, atau dinas sosia.

      Hapus
  3. Iya sih bener, manusia ngga ada takutnya, meski udh bnyak kasus yg mati OD, ttp aja banyak yh berani coba2 dan kecanduan. Medusa bgt :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. itu yang bikin kami miris mas
      ketika mereka udah berani nantang maut, apalagi cuma di penjara?

      satu2nya jalan direhabilitasi, waktu itu belum kenal bnn, jadi diajak ke pesantren

      Hapus
  4. Aduh serem banget, siihhh :(( lagi-lagi aku khawatir sama anakku. Semoga nggak pernah bersentuhan sama benda itu. Ngeri :((

    BalasHapus
    Balasan
    1. iya mbak, benteng pertama itu emang keluarga
      setelah itu pergaulan atua lingkungan sekitar...

      Hapus
  5. waktus kos dulu aku pernah melihat beberapa temanku menggunakan narkoba. mulai dari yang dihisap hingga disuntik. Dan teman-teman kosku yang pemakai itu sekarang sudah berpulang. Semuanya berpulang karena efek narkoba :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. tuh kan...

      nyaris sama seperti di lingkungan kami mas
      udah ga keitung yang "lewat" atau minimal nginep di hotel prodeo
      untungnya, warga di sini pada kompak biar ga ada korban selanjutnya...

      Hapus
  6. takut banget ya, sekarang pecandu narkoba semakin banyak, dan di berbagai kalangan, mudah2an pemerintah bisa bersikap lebih tegas agar setidaknya mengurangi atau mendindak tegas terhadap banda2 narkoba

    BalasHapus
    Balasan
    1. amin...

      iya mbak, ini tugas yang ga gampang
      sebab, mereka tuh kayak insyaf satu, eh yang coba2 make ada dua atau tiga dan sebagainya...

      Hapus
  7. Kemarin pas lewat rel kereta setengah aktif di Sukabumi, ada 3 orang anak kecil jalan kaki. Awalnya ngira cuma jalan kaki biasa, taunya mereka lagi pada "ngelem" baru itu mungkin yang bisa mereka lakukan, karena harga obat terlarang dan minuman beralkohol mungkin terlalu mahal untuk mereka. Saya tebak sih orang tua mereka mungkin gak tau kelakuan anaknya seperti itu. Saya berasumsi tingkah laku 3 anak itu adalah awal dari penggunaan narkoba. Sayang sekali :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. nah itu dia pis
      biasanya, mereka berawal dari coba2
      seperti lem, hingga lain2

      itu bisa dijadiin pengalaman kamu, buat nulis soal narkoba

      oh ya, nanti kalo ada kegiatan bnn berikutnya, saya undang ya...

      Hapus
  8. Sedih ya kehilangan orang yang dicintai. Semoga perlawanan thd narkoba tdk hy sebatas penangkapan bandar, tapi juga sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya narkoba.

    BalasHapus
    Balasan
    1. setuju mbak.
      ini yang penting, agar masyarakat, khususnya remaja mendapat edukasi dan tidak sekadar slogan "narkoba itu bahaya".

      Hapus

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)