TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Kembalinya “Il Sette Magnifico”

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Rabu, 08 Oktober 2014

Kembalinya “Il Sette Magnifico”

Antusiasme Juventini Indonesia di GBK (@roelly87)


ALKISAH di sebuah desa yang dahulunya tenteram mendadak berubah jadi kacau. Itu karena ulah gerombolan bandit yang kerap merampok dan membuat onar. Tak tahan dengan kekacauan itu, warga desa sepakat membentuk aliansi yang berisi tujuh penggembala kuda terbaik atau disebut koboi untuk memeranginya. 

Mereka memang berhasil menumpas habis sekitar 40 orang bandit. Namun, itu semua harus dibayar mahal karena pada akhir cerita hanya tersisa tiga koboi. Meski begitu, keempat pahlawan yang gugur itu tetap mendapat tempat di hati penduduk desa yang merasa telah diselamatkan.

Kisah itu terdapat dalam film Hollywood berjudul “The Magnificent Seven” yang dirilis tahun 1960. Ada korelasi antara film yang tayang lebih dari setengah abad lalu itu dengan kondisi sepak bola terkini. Khususnya di Italia yang tengah melangsungkan salah satu kompetisi terketat dan terbaik di Eropa: Seri A.

Ya, jika dalam film dikenal dengan istilah tujuh koboi terhebat (The Magnificent Seven). Begitu juga di Seri A yang identik dengan tujuh tim terbaik (Il Sette Magnifico). Idiom Il Sette Magnifico dipopulerkan pertama kali pada pertengahan dekade 1990-an. Tepatnya ketika Seri A masih menjadi kiblat sepak bola dunia.

Saat itu, hampir seluruh penggila bola yang awam sekalipun mengenal kehebatan dari Juventus, AC Milan, FC Internazionale, AS Roma, Lazio, Fiorentina, dan Parma. Ketujuh tim itu silih berganti mewarnai kompetisi Eropa, bahkan merajainya hingga menciptakan istilah All-Italian Finale di Piala UEFA dan Liga Champions. 

Itu berbeda dengan Liga Primer Inggris yang dalam dua dekade terakhir hanya dikuasai oleh “The Big Four”, Manchester United, Arsenal, Chelsea, dan Liverpool. Atau La Liga Spanyol yang melulu didominasi dua tim dengan latar belakang sejarah berbeda: Real Madrid dan Barcelona.

Namun, setelah badai ekonomi menghantam Eropa, termasuk Italia yang terkena imbasnya. Secara perlahan gaung Il Sette Magnifico mulai menghilang. Terutama seiring terdegradasinya Parma dan Fiorentina akibat kebangkrutan pada awal milenium baru. 

Napoli Pengganti Parma

Selang satu dekade kemudian, Fiorentina sudah bangkit di bawah asuhan pelatih bertangan dingin, Vincenzo Montella. Di sisi lain, Napoli yang dalam tiga tahun terakhir mampu menampilkan permainan impresif di Seri A, menggantikan posisi Parma sebagai pelengkap Il Sette Magnifico. Lima tim lainnya tetap berada di jalur yang sama.

Hanya, sebagaimana film “The Magnificent Seven”, begitu juga dengan komposisi di Seri A. Dari tujuh tim tersebut, hanya tiga tim yang benar-benar bisa melaju dan finis hingga pekan terakhir.

Juventus sudah pasti berada di urutan pertama dalam sprint scudetto. Tidak ada alasan khusus untuk menempatkan Andrea Pirlo dan kawan-kawan sebagai calon kuat meraih gelar ketiga beruntun musim ini. Materi pemain, konsistensi permainan, strategi jitu pelatih Antonio Conte, dan stabilitas manajamen dalam mengelola tim menjadi faktor utama. 

Milan ada di posisi kedua sebagai penantang serius yang dapat membendung Juventus. Kembalinya Ricardo Kaka membuat lini depan “I Rossoneri” kian berbahaya untuk melengkapi duet Mario Balotelli-Stephan El Shaarawy. Begitu juga dengan rival sekota, Inter, yang kini diarsiteki pelatih bertangan dingin: Walter Mazzarri.

Ketiga tim itu diprediksi akan bergantian merajai puncak klasemen Seri A 2013/14. Juaranya? Lagi-lagi ditentukan faktor konsistensi dalam setiap pekan hingga pengujung musim.

Namun, berbeda dengan film yang meski penuh konflik dan drama, tetap saja mengedepankan unsur hiburan hingga acap berujung pada situasi happy-ending. Sepak bola justru olahraga yang sangat penuh dengan unsur kejutan dan tak pernah bisa diduga. 

Ibaratnya, 90 menit pertandingan di lapangan sama sekali tidak menghasilkan gol. Tapi, selang beberapa detik tambahan waktu, bisa berujung pada hujan gol. Khususnya di Italia ketika sepak bola sudah menjadi “agama” kedua.

Itu dapat dilihat pada akhir pekan ketika pagi hari masyarakatnya khusyuk beribadah. Tapi, sore harinya malah saling bentrok antara fan satu tim dengan tim lain, khususnya yang melibatkan laga derby.

Roma Memimpin

Menariknya, hingga pekan kelima Seri A 2013/14, bukan tim tradisional seperti Juve, Milan, dan Inter yang memimpin klasemen. Melainkan tim dari ibu kota yang musim lalu justru terpuruk, Roma. Tanpa pembelian besar-besaran yang dilakukan klub berjuluk “I Giallorossi” itu nyatanya mampu mengangkangi hegemoni tim yang jorjoran di bursa transfer lalu. 

Urutan di enam besar klasemen melibatkan enam dari tujuh tim berjuluk “Il Sette Magnifico” yaitu, Roma, Inter, Napoli, Juve, Fiorentina, dan Lazio. Sementara, Milan yang terdampar di posisi ke-12 seperti memiliki sindrom selalu kesulitan di awal musim, namun ngebut di akhir kompetisi.

Lalu, apakah urutan klasemen saat ini akan berlanjut hingga pekan terakhir pada19 Mei 2014. Sulit untuk menjawabnya. Selain kompetisi masih berlangsung lama, tepatnya 33 pekan lagi. Juga masih banyak kemungkinan terjadinya perubahan di tangga klasemen. 

Satu hal yang sudah pasti, sebagaimana di “The Magnificent Seven”  hanya tersisa tiga koboi di akhir film. Begitu juga dengan di Seri A yang hanya meninggalkan tiga tim terbaik untuk mewakili Italia di pentas Eropa. Dan, perburuan itu tentu dimulai dari sekarang.***

Artikel ini dimuat di Harian TopSkor edisi 210 Vol 09 (Sabtu-Minggu, 28-29 September 2013)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)