DALAM dunia
olahraga, selain pelaku utama, baik tim maupun individu tidak lepas dari dukungan
pihak lainnya. Terutama yang berasal dari kaum hawa sebagai faktor pemanis yang
terkadang bisa sebagai pelepas bosan bagi penonton saat menyaksikan
pertandingan.
Itu
terjadi di sepak bola ketika sekumpulan penggemar perempuan, terutama kekasih
atau istri. Mereka dikenal sebagai Wives
and Girlfriends (WAGS) yang selalu mendukung pemain atau tim pujaannya
berlaga.
Hal
sama berlaku di arena tinju, ketika gadis-gadis cantik membawakan papan ronde
yang bisa melepas suasana emosional akibat panasnya pertarungan. Juga peran caddy yang sangat membantu seorang
pemain di lapangan golf.
Sementara,
di arena balap juga terdapat istilah Umbrella
Girls atau gadis yang memayungi pembalap sebelum start. Inti dari profesi
mereka sama, sebagai penunjang kepopuleran suatu cabang olahraga. Selain itu, keberadaannya
juga tidak hanya sekadar pelengkap atau pemanis belaka, melainkan untuk menyegarkan
suasana agar tidak kaku di lintasan balap.
Hanya,
adakalanya, peran Umbrella Girls kerap
mendapat pandangan yang kurang baik. Maklum, busana yang mereka kenakan
terkadang sangat minim. Itu membuat sebagian pihak kerap memandang profesi
mereka dengan stigma negatif. Namun, tidak semua Umbrella Girls di arena balap seperti yang ditudingkan tersebut.
Itu
diungkapkan Cindy Maulida yang sejak 2009 berprofesi sebagai pembawa payung di
lintasan balap. Menurut dara manis penggemar bulutangkis ini, pekerjaan yang
dijalaninya itu sebenarnya sama dengan profesi lainnya. Namun, mahasiswi
semester delapan di sebuah perguruan tinggi swasta di Jakarta ini mengakui
masih ada stigma negatif dari sebagian pihak mengenai Umbrella Girls.
“Anggapan
itu pasti ada, tapi tergantung persepsi orang juga,” kata Cindy, 24 tahun.
“Yang pasti, selama ini saya belum pernah mengalami hal yang aneh-aneh. Memang
sih, saya sering mendengar ada teman yang kerap digoda bos-bos nakal. Hanya,
sekali lagi itu tergantung dari reaksi orang itu sendiri. Yang pasti, saya
menjalani ini dengan niat baik.”
Dinamika
Hidup
Apa
yang dituturkan Cindy tidak jauh berbeda dengan rekannya, Finny, yang ditemui TopSkor di ajang Indoprix 2013, Sirkuit
Sentul, Minggu (22/5). Mahasiswi jurusan Public
Relations ini menganggap wajar dengan stigma negatif tersebut.
“Pastinya,
profesi yang saya jalani atas izin keluarga dan tidak sampai menyinggung
khalayak ramai. Mengenai pro dan kontra keberadaan Umbrella Girls, itu merupakan dinamika dalam hidup,” ujar pengagum
berat rider tim Yamaha Factory Racing
di MotoGP, Jorge Lorenzo.
Ketika
disinggung mengenai bayaran yang diterima dari sebuah ajang balap. Baik Cindy
maupun Finny serempak menyebut nominal di kisaran Rp 250 ribu hingga Rp 500
ribu, tergantung kualitas event tersebut.
Di sisi lain, keduanya selalu bersikap profesional terhadap pembalap yang
dipayungi maupun pihak promotor.
“Kami
hanya sebatas menjalin hubungan pekerjaan, termasuk sekadar tukaran nomor
ponsel. Tidak lebih,” tutur Cindy. “Tujuan saya mendukung pembalap dan tim
sebelum balapan dimulai. Selepas acara, saya kembali menjadi mahasiswi yang
harus fokus untuk belajar,” Finny, menambahkan.*
- Jakarta, 28 Oktober 2014 (Artikel ini dimuat di Harian TopSkor 27 Oktober 2014)
- Jakarta, 28 Oktober 2014 (Artikel ini dimuat di Harian TopSkor 27 Oktober 2014)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.
Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...
Terima kasih :)