TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Ceritera dari SPBU Kosong

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Sabtu, 10 April 2021

Ceritera dari SPBU Kosong

 Ceritera dari SPBU Kosong

Ilustrasi wayang (Foto: www.roelly87.com)



MENJELANG pergantian hari, cuaca di perbatasan ibu kota dengan salah satu kawasan penyangga, kian temaram. Sesekali kilatan menyambar di atas langit disertai gemuruh tajam. 

Sambil menjalankan sepeda motor dengan kecepatan konstan, gw pun berniat mencari tempat berteduh untuk memakai jas hujan. Tepatnya, antisipasi jika Batara Indra sudah menunaikan tugasnya.

Sekeliling mata memandang, jalanan tampak sepi. Maklum, daerah ini merupakan Jakarta Coret. Tepatnya, kawasan di perbatasan ibu kota. Padahal jika pagi hingga petang, ini merupakan jalur padat merayap. 

Dari seberang tembok perumahan mewah yang menjulang tinggi terlihat cahaya terang. Tampak plang warna-warni yang menandakan tempat tersebut merupakan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU).

Gw pun mengarahkan motor ke pom bensin asal luar negeri yang dikelola swasta ini. Tampak lenggang. Hanya ada dua petugas yang berdiri tanpa ada satu pun kendaraan yang sedang mengisi bahan bakar.

Gw memang jarang lewat daerah sini. Jadi, kurang tahu dengan kondisi SPBU ini. Tadi pun ke kota penyangga Jakarta karena tergiur ongkos antar penumpang yang lebih dari selembar warna biru. Bagi gw sebagai ojek online (ojol), itu merupakan argo kakap. 

Tanpa ragu, gw cocol. Kendati, jaraknya hampir 30km. Namun, sebagai ojol petualang yang sering ngalong alias aktif dari sore hingga pagi, justru itu yang gw tunggu. Semakin jauh jaraknya, ongkos pun kian besar. 

Apalagi, mengingat malam cenderung lancar dan tidak macet. Meski, risikonya pun lumayan, mulai dari begal hingga hal di luar nalar.

"Bang, di toilet wanita saja. Kalo pria, sudah ada yang nunggu," kata mbak penjaga toilet saat gw hendak masuk ke toilet pria. Terdapat dua kamar kecil dengan ditujukan masing-masing untuk pria dan wanita.

"Lah, ogah mbak. Ntar gw digedor-gedor lagi kalo ada cewe yang mau ke toilet," gw menjawab sambil memperhatikan sang penjaga yang sedang menghitung lembaran uang berwarna hijau dengan gambar Orangutan dan biru, lompat batu di pulau nias

"Tenang, ga bakal ada orang. Percaya sama gw. Kalo toilet pria, jangan coba-coba. Udah ada yang pake," ujar si mbak dengan tersenyum. 

Gw yang enggan berdebat hal tidak penting pun menurut meski sempat merasa aneh. Toh ke toilet cuma cuci muka dan pakai jas hujan saja tidak lebih dari 5 menit.

Sambil lewat, gw melirik si mbak yang masih menghitung uang dengan di sebelah kotak untuk bayar toilet terdapat telepon seluler (ponsel) candybar berlayar monokrom. Gw masih inget, pernah punya hp itu saat masih berseragam abu-abu, alias awal 2000-an. Mungkin mbak ini penganut gaya retro atau juga kolektor barang antik mulai dari uang kertas jadul hingga hp.

Saat mau pakai jas hujan, ponsel gw bunyi. Ada chat dari Irawan, rekan ojol menanyakan kabar gw belom balik basecamp usai nganter penumpang tadi.

"Gw masih di SPBU White District. Seberang perumahan Giri Anyar. Kenape, ngab?"

"Serius lo, Ka? Udah hampir subuh, masih ngalong," balas kawan gw yang merupakan Milanisti Garis Lembut ini.

"Baru orderan tadi doang. Ini mau balik ke basecamp."

"Btw, lo tadi bilang di SPBU White District?"

"Iye, ini lagi pake jas hujan sekalian isi bensin."

"Serius?" Irawan menulis chat dengan capslock jebol alias huruf besar semua.

"Yeee, goblok. Ngapain gw boong. Emang kenape?"

"Bro, balik sekarang. Di basecamp ada  kejadian penting. Sekarang ya, ditunggu anak-anak. Lo offline dulu, jangan ambil orderan!"

"Siap! 86. Otw..."

Baca chat dari Irawan, membuat gw langsung bergegas. Tak lupa, memasukkan selembar rp 2.000 ke kotak bayar toilet.

"Terima kasih, bang," ujar si mbak yang kini tertunduk. 

Suasana malam itu kian segar usai keluar dari SPBU. Semilir angin seperti menepuk manja kedua pipi ini. Gw pun melajukan sepeda motor di atas 60km per jam. Bukan karena ingin ngebut, melainkan demi menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Sebab, jika pelan, rawan dikejar begal.

*       *       *

SEPANJANG jalan, gw jadi teringat keganjilan dari pesan wa Irawan. Ga biasanya, sohib dari zaman Lucinta Luna masih kencing berdiri ini sekaget itu. Ya, gw kenal Irawan sejak masih berseragam putih abu-abu pada awal milenium yang ironisnya sebagai rival.

Menariknya, kami dari sekolah berbeda meski satu angkatan. SMA gw di kawasan Gambir, Jakarta Pusat. Sementara, Irawan di STM yang berlokasi di area Pasar Baru, dengan tenar disebut Boedoet.

Sejatinya, sekolahan kami tidak bermusuhan. Apalagi, gw di SMA yang mayoritas kaum hawa. Namun, faktor sejarah dari senior dan gengsi sebagai anak sekolah yang masih berjiwa panas membuat gw dan kawan-kawan SMA turut nyebur ke arena tawuran.

Maklum, kami mengekor pada pelajar STM di kawasan Kampung Jawa, Jakarta Barat, yang dikenal dengan julukan Camp Java, yang justru jadi musuh besar sekolah Irawan. Alhasil, kalau pecah tawuran, gw dan anak-anak SMA gw sering membantu STM itu untuk menghadapi sekolah Irawan. Begitu juga sebaliknya, jika sekolah kami dikepung, ada STM asal Kampung Jawa yang membantu.

Ya, berbagai kawasan ibu kota hingga perbatasan Tangerang jadi saksi kenakalan kami saat tawuran. Meliputi Kota, Harmoni, Gajah Mada, Senen, Sawah Besar, Cideng, Roxy, Tomang, Pesing, Kalideres, hingga Poris.

Beberapa kali, gw berjibaku dengan Irawan untuk duel. Baik itu dengan batu, gesper, pedang, celurit, hingga kelewang. Yang parah di Harmoni, sore jelang leg kedua semifinal Liga Champions 2002/03. Irawan dan teman-temannya dibantai kering oleh STM yang berlokasi di Mangga Besar hingga menyebabkan macet parah dua jam sebelum dibubarkan aparat gabungan Polisi dan TNI.

Kebetulan, STM yang dikenal sebagai 1 DKI itu ada sepupu gw, Abimanyu yang jadi pentolan. Irawan kaget pas tahu gw ikutan. Sebab, bukan rahasia umum lagi jika ketiga STM itu, 1 DKI, Kampung Jawa, dan Pasar Baru saling bermusuhan layaknya  Roman Kisah Tiga Negara yang melibatkan Shu-Wei-Wu. 

Namun, selain kedekatan gw sama anak STM Kampung Jawa, keberadaan sepupu gw itu juga sangat membantu. Terutama, jika ada anak STM di Poncol dan Pluit sok-sokan ngolekin anak-anak sekolah gw yang mayoritas elite.

Rivalitas gw dan Irawan berakhir usai sama-sama lulus. Bahkan, kian dekat ketika kami tak sengaja bareng mendaki Gunung Semeru, pada pertengahan 2005. Hingga, dua tahun lalu, kian intens setelah gw jadi ojol yang nongkrong di basecamp-nya, di PIK Coret, alias Kapuk. Kebetulan, rumah kami sama-sama masih satu kawasan.

*       *       *

LEBIH dari seperminuman teh, akhirnya gw sampe di basecamp. Tampak, Irawan menatap cemas diiringi beberapa rekan seprofesi ojol lainnya. 

"Ekalaya, duduk dulu sini," ujar Jayadrata, salah satu sesepuh di basecamp yang langsung menyambut gw.

"Nyet, lo lama amat," Irawan, menimpali. "Tapi lo minum air putih dulu gih. Rokok gw ada nih. Lo jangan balik atau nyari orderan dulu, kita di sini aja ya sampe pagi."

"Njir, kenape nih. Kok muke-muke lo pada tegang," gw menjawab sambil menyeruput kopi hitam panas disertai sebatang rokok kretek punya Drestajumena, ojol senior yang juga salah satu pentolan ormas di situ.

"Lo tadi serius ke SPBU? Hampir enam jam dari pertama lo nganter customer. Lo ga apa-apa kan?" Irawan terus nyerocos.

"Waduh, gw kira baru jam satuan, ini udah mau subuh. Perasaan, dari Teluk Gong ke perbatasan Jakarta kalo malem cuma 40menit. Pulang pergi mentok 1,5 jam. Lah, ini lama amat gw, ya."

"Nah itu bro, kite takut lo kenapa-napa. Apalagi, perbatasan kan kalo jam 20 ke atas udah sepi," tutur Drestajumena, menatap tajam.

"Kata Irawan, lo tadi ke SPBU di perbatasan yang dekat perumahan mewah?" Jayadrata, bertanya.

"Iya bang. Emang kenape?"

"Si goblok. Itu SPBU kan ga ada. Aslinya lahan kosong sisa pembangunan rumah mewah yang ga diterusin," Irawan, menjawab.

"Iye bro, makanya gw minta Irawan agar lo cepet balik. Soalnya, udah sering pengendara motor dan mobil, termasuk ojol yang 'dikerjai' penunggunya," Drestajumena, menjelaskan.

"Untung lo balik ke sini ga kurang satu apa pun. Sumpah, gw takut lo ada yang ngikutin," lanjut Irawan.

"Maksudnya?"

"Maklum bro, dekat area itu sering terjadi pembuangan korban pembunuhan. Sempat ada perusahaan luar yang bangun SPBU di tempat itu akibat angker yang membuat usahanya sepi akhirnya ditutup. Sekarang, terbengkalai, bangunannya tak berbentuk, jadi ga ada orang sama sekali" tutur Jayadrata, panjang lebar.

"Njir, merinding gw..."

"Makanya, tadi gw langsung minta lo segera balik pas baca wa lo ada di SPBU itu. Dah, sekarang lo offline aplikasi dulu. Pagi baru narik atau ngalong sore jangan diterima kalo ada orderan ke sana lagi," kata Irawan.

Neng... Neng... Nong... Neng... HP Irawan berbunyi pertanda ada pesan masuk di aplikasi WA-nya.

"Ir, gw udah di Jalan Panjang nih. Otw ke basecamp." Ekalaya, 03.47.

Seketika, Irawan terbelalak sambil melirik Drestajumena dan Jayadrata. Keduanya pun mengangguk karena sama-sama tanggap.

"Ka, gw cabut dulu nih. Ada orderan ke Kalideres," ucap Irawan loncat dari bale yang jadi tempat nyender di basecamp.

"Gw laper Ka, mau nyari sarapan dulu," Drestajumena menuju sepeda motornya.

"Gw juga deh, mau cari angin," giliran Jayadrata, turut loncat.

"Ternyata, kalian sudah tahu ya... Hi hi hi..."

*       *       *

Serial Catatan Harian Ojol
- Part II: Ada Rawarontek di Balik Keberingasan Begal
- Part III: Penumpang Rasa Pacar
- Part IV: Orderan Kakap

Prekuel
Kamaratih

Spin-Off
Kisah Wanita dengan Blazer Hitam I

*       *       *

Artikel Terkait Catatan Harian Ojol (#CHO):


*       *       *

*Inspired by True Event
- Jakarta, 9 April 2021



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)