TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: 2025

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Senin, 20 Oktober 2025

Sembilu, Ella, dan Pamor Musisi Malaysia

Sembilu, Ella, dan Pamor Musisi Malaysia

Ella saat konser beberapa waktu lalu
(Foto: ChannelNewsAsia)


CUACA di Indonesia, khususnya Jakarta memang anomali. Saat puncak kemarau pada Juli-Agustus, kerap turun hujan lebat. 

Bahkan, beberapa daerah sampai kebanjiran. Eh giliran Oktober ini yang sudah musim hujan, malah panasnya minta ampun.

Memang sih, sempat beberapa kali hujan sepanjang bulan ini. Namun, intensitasnya tergolong rendah.

Mayoritas rinai saja. Bahkan, malah bikin gerah.

Itu yang saya alami. Usai rinai pagi tadi, siangnya malah kembali terik.

Ditambah lagi macet yang kian parah akibat parkir liar, pak ogah, dan galian dimana-mana. Alhasil, saya pun berusaha meredakannya dengan banyak minum air putih.

Plus, air tebu murni yang dibeli di Pasar Tanah Abang. Langsung diperas dari penggilingan dengan dimasukkan ke gelas dan ditambah sedikit es batu.

Hmm... Yummi!

Ya, sekali-sekali memanjakan tenggorokan. Asal jangan keseringan, secara lagi musim batuk.

"Mas, ini ada yang mau ngojek."

Terdengar teriakan dari belakang saya dekat pertokoan. Saya pun menoleh.

Yang manggil, pria, masih muda yang bisa jadi warga setempat. Di sampingnya, masih muda juga, mungkin seperlima abad tipis-tipis dengan bawa beberapa bungkusan.

"Maaf mas, saya ojol (ojek online). Itu aja di depan ada opang (ojek pangkalan)," kata saya menolak halus.

Bukan maksud menolak rezeki. Faktanya, ga jauh dari lokasi kami berderet rekan opang.

Saya ga mau ambil rezeki orang lain. Secara, namanya ojol dapat orderan via aplikasi.

Kendati, sering juga saya dapat penumpang secara offline alias tanpa aplikasi. Namun, itu situasional. Alias, hanya berlaku saat aplikasi error, hujan lebat atau force majeur seperti ada demo. 

"Ambil aja bro. Ga apa-apa," ujar salah satu rekan opang berteriak sambil mengacungkan jempol.

Saya pun mengangguk karena sudah dipersilakan mereka. 

"Tadinya rekan saya mesan aplikasi, cuma udah 30 menit ga dapat-dapat. Minta ke opang katanya kejauhan. Ini ga apa-apa bawa gembolan ya?" pria itu menjelaskan.

"Kemana mas?"

"Serpong."

"Ebuset. Jauh bener mas."

"Iya, mau naik kereta ribet bawa gembolan. Pesan ojol dan taksol dicancel terus. Taksi konvensional ga ada yang lewat. Maklum, kawasan macet. Mau ya, nanti dilebihkan."

"Oke deh."

"Makasih ya mas. Pelan-pelan aja bawa rekan saya," katanya sambil menyelipkan sesuatu ke dashboard motor.

Pas saya lihat, masing-masing selembar merah dan biru. Wow...

Saya mau bilang kebanyakan dan ingin kembaliin, tapi dia memperlihatkan gestur menolak sambil berbincang dengan penumpang yang hendak naik.

Saya pun langsung semangat. Secara, jika dengan aplikasi, tarifnya ga sampai setengah.

"Misi ya, mas," tutur penumpang saya saat naik di jok dan menitipkan dua bungkusannya di cantelan depan motor.

"Oke. Kita otw. Helmnya tolong dikunci ya. Mohon jangan main hp, takut jambret," saya mengucapkan kalimat template yang sudah diulang hingga ribuan kali kepada penumpang.

Maklum, sebagai ojol yang bergerak di bidang jasa, saya harus ramah dan memastikan 3K kepada penumpang. Yaitu, keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.


*         *         *


SEBELUM berangkat, saya cek Google Maps jaraknya berkisar 30-an km. Ini mengingat ada tiga rute dengan kemacetan dan estimasi waktu tempuh yang hampir sama.

Yaitu, lewat Jalan Raya Daan Mogot, Joglo, atau Bintaro. Saya ambil opsi pertama karena masih siang, perkiraan lancar.

Beda cerita kalo sore atau jam pulang kerja, beuh Daan Mogot itu menguji nyali sejak Citraland hingga Kalideres. Bagi saya, macetnya itu sejajar dengan Simatupang, Cacing (Cakung-Cilincing), Kalimalang, dan Kapuk Raya.

Hingga Poris, Tangerang, suasana masih anteng. Saya fokus mengendarai motor dengan berbinar-binar karena sudah mengantungi "pek go".

Yeeei, manusia mana yang ga ijo lihat duit. Saya pun gitu, asal halal dan ga merugikan orang lain.


...


Sementara, penumpang di belakang saya turut bersenandung kecil dengan headset di telinganya. Ga apa-apalah, yang penting jangan dimainin hpnya, rawan jambret.

Sayup-sayup saya dengar lagu lawas dari penyanyi wanita asal Malaysia. Kayaknya, ini penumpang fasih bener nyanyinya.


"Tak dapat ku bayangkan

Tuturmu bagai sembilu

Mencakar hati ini

Tanpa simpati di hati..."


Ih... Keren, dalam hati saya. Cengkoknya khas melayu banget.

"Wow... Sembilu by Ella. Mantap betul," saya memuji. Meski suaranya pelan, tapi tetap terdengar karena jalanan siang itu cukup lenggang tanpa klakson dari kendaraan lain.

"Wah, terima kasih. Anda tahu juga kah ini yang lantunkan aslinya Ella?"

"Tahu dong. Ella kan Queen of Rock Malaysia," jawab saya.

"Nah, cakap itu. Betul," dia melanjutkan. "Berarti Anda paham lagu-lagu Malaysia?"

Mendengar pertanyaan itu, saya pun mengangguk. Maklum, Indonesia dan Malaysia kan tetangga dekat. 

Masih serumpun. Banyak lagu dari jiran, baik penyanyi solo wanita, pria, atau band yang digemari masyarakat Indonesia. 

Termasuk saya yang sejak pertengahan dekade 1990, kerap mendengarnya via kaset, CD, atau VCD.

Beberapa di antaranya pernah saya ulas 13 tahun silam, https://www.kompasiana.com/roelly87/5519b83a8133118b7a9de0c7/lima-musisi-legendaris-malaysia?page=all.

"Ella itu masih eksis hingga kini. Suaranya pun bagus kali saat konser kemarin," ucap penumpang itu.

"Ya, padahal usianya sudah kepala lima..." jawab saya.

"Hampir kepala enam. Tepatnya, 60 tahun pada 31 Juli mendatang," dia memotong.

"Iya."

"Selain Ella, Anda suka siapa saja dari musisi asal kami?"

"Kami?"

"Iya, maksudnya dari Malaysia."

"Oh... Anda dari Malaysia?"

"Iya, dari Perak, sebelahan dengan kampong halaman Ella di Penang."

"Maaf, kirain saya, Anda dari Indonesia."

"Ga apa-apa. Memang orang kita satu sama lain hampir mirip."

"Iya, saya pikir, Anda habis belanja di Pasar Tanah Abang."

"Ga. Ini oleh-oleh untuk keluarga. Namun dibawa via ekspedisi. Saya ke sini karena libur kuliah. Pekan depan balik ke KL (Kuala Lumpur)."

"Oh... Ok."

"Anda pernah ke Malaysia?"

"Sebentar, ya. KL dua kali dan Sarawak. Namun, aslinya di ibu kota kalian hanya transit di pesawat menuju Schiphol sebelum lanjut ke Heathrow..."

"Eh, Schiphol di Amsterdam, Belanda. Lalu, Heathrow di London, UK?" dia memotong lagi.

"Iya."

"Ih... Sedapnya!"

"Itu saat saya nonton final Liga Champions 2016/17 di Cardiff, Wales, Britania Raya. Ga sampe keluar bandara. Hanya transit sebentar. Namun, sempat menghirup udara jiran. He he he."

"Asyiknya." 

Ya, delapan tahun silam, saya berkesempatan nonton final Liga Champions antara Juventus versus Real Madrid yang berujung air mata. 

Bisa dipahami mengingat sudah jauh-jauh ke Negeri David Beckham, plus perjuangan menang lomba blog, eh sampe sana malah berujung getir. 

Maklum, klub favorit saya, Juventus harus takluk 1-4 dari Madrid. (Artikel terkait: https://www.roelly87.com/2017/06/saksi-juventus-di-final-liga-champions.html)

"Satu lagi, di Tebedu, Sarawak, saat saya bersama rekan-rekan bloger dan rombongan dari Kementerian Sekretariat Kabinet meninjau pos perbatasan. Kami sempat singgah sebentar di pasar kawasan Tebedu," saya menjelaskan.

(Artikel terkait: https://www.roelly87.com/2018/04/plbn-entikong-perbatasan-indonesia.html)

"Setkab yang sekarang viral, Letkol Teddy, ya?" 

"Bukan. Dulu masih Pramono (Anung). Sejak 2024 baru Letkol Teddy Wijaya."

"Oh."

"Pramono sekarang Gubernur Jakarta berpasangan dengan Rano Karno, sebagai wakilnya."

"Si Doel?"

"Yoi. Itu tahu."

"Di negeri kami, serial itu populer. Apalagi, di season awal ada Hans sebagai Adam Jagwani."

"Oh ya, adiknya Sarah itu kan asli Malaysia."

"Iya, dia dari Sarawak."


*         *         *


MEMASUKI Tangerang Selatan, jalanan mulai macet. Maklum, di kawasan ini ada beberapa perumahan elite yang jadi penyangga kota tersebut.

Jalannya pun cukup mulus berkat peran swasta. Beda jauh jika kita ke kawasan Ciputat atau Pamulang yang seperti anak tiri akibat pemerintahnya kurang tanggap.

"Sudah lama paham musik Malaysia?" tutur penumpang itu usai saya mengecek ban belakang yang kayak kempes atau bocor halus.

"Sejak kecil. Sekitar pertengahan 90-an."

"Wah, saya belum lahir. Udah lama kali."

"Dari dulu sampe sekarang, lagu-lagu pop atau rock Malaysia tetap diminati masyarakat Indonesia. Begitu pun sebaliknya. 

Untuk penyanyi wanita, saya suka dengar Ella, Siti Nurhaliza, dan Sheila Majid. Anita Sarawak juga bisa dimasukin meski lahir di Singapura tapi sekarang kan tinggal di KL.

Kalo band, ada Search, Exist, Sting, Iklim, Spoon, Wings, dan banyak lagi.

Jangan lupakan P. Ramlee, legenda termahsyur Malaysia. Di Indonesia, lagu-lagunya sering diputar. Termasuk, Madu Tiga yang dibawakan ulang Ahmad Dhani."


...

"Tak disangka, ternyata, masyarakat Indonesia banyak juga yang paham musisi asal negeri kami ya," ucap penumpang itu.

"Iya. Musik kan universal. Contoh, lagu Isabella..."

Bersambung...


*         *         *

- Jakarta, 20 Oktober 2025


*         *         *




*         *         *



*         *         *

Jumat, 17 Oktober 2025

Trade Expo Indonesia 2025

Trade Expo Indonesia 2025
(Foto: koleksi pribadi/ @roelly87)



SETAHUN ga terasa berlalu dengan cepat. Seperti baru kemarin menghadiri Trade Expo Indonesia (TEI) 2024 di Indonesia Convention Exhibition (ICE) Bumi Serpong Damai (BSD), Kabupaten Tangerang. 

Eh, udah hadir lagi pada event dan tempat yang sama. Tepatnya, dalam TEI 2025, Kamis (16/10).

Edisi ke-40 pameran ekspor terbesar di Asia Tenggara ini berlangsung lima hari pada 15-19 Oktober. Terdapat 1.600-an lebih pelaku usaha untuk meluaskan pasarnya ke penjuru dunia.

Berdasarkan data Kompas, ada 8.045 pembeli terdaftar dari 130 negara. Pameran ini menampilkan tiga zona utama, yaitu produk pangan dan pertanian, manufaktur, serta jasa dan gaya hidup. 

Target transaksi TEI 2025 sebesar 16,5 miliar dolar Amerika Serikat (AS) atau kalau dikurs hingga Rp273 triliun!

Jumlah yang fantastis...

Khususnya, bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

Beberapa di antaranya turut dibawa PT Astra International Tbk, dengan 23 UMKM yang tersebar di Hall 3A ICE BSD. Terdapat tiga kategori dengan komposisi 10 pelaku usaha yang dibina Yayasan Dharma Bhakti Astra (YDBA) dan 13 dari Desa Sejahtera Astra (DSA).

Jumlah tersebut meningkat dari tahun lalu, dengan 19 UMKM seperti yang sudah saya ulas dalam https://www.roelly87.com/2024/10/trade-expo-indonesia-2024-dan-momentum.html.

Nah, ke-23 UMKM ini merepresentasikan kekuatan dan keberagaman produk unggulan Indonesia. Untuk kategorinya berdasarkan data resmi dan hasil keliling di booth Astra di Hall 3A ICE BSD, meliputi:


1. Kategori Makanan dan Minuman Olahan (9 UMKM) diwakili UMKM produk siap saji dan olahan:

• CV AROMA SUKSES (Cirebon, Jawa Barat) memproduksi Bawang Goreng Premium dan telah mengekspor ke Australia, Taiwan, dan Amerika Serikat (AS).

• PT QISBELIAN SNACK INDONESIA (Bontang, Kalimantan Timur) dengan produk Amplang Kuku Macan yang telah menembus pasar Italia, Australia, dan California (AS).

• CV Khaira Buana Mas (Kulon Progo, Yogyakarta) memproduksi Jamur Crispy dan telah mengekspor ke Australia.

• Koperasi Rumah Biru Sejahtera (Sikka, Nusa Tenggara Timur) menawarkan produk olahan kakao seperti Cocoa Bean fermented, cocoa powder, hingga cashew nut berbagai varian rasa.

• CV Centerindo Kurnia Tritama (Kab. Bantul, Yogyakarta) yang menjual Teh eukaliptus, wedang uwuh, minuman instan jahe, permen, dan ginger cookies, serta telah mengekspor ke Malaysia, Kanada, Jerman, dan Jeddah (Arab Daudi).

• CV Ghani Wijaya Makmur (Sumedang, Jawa Barat) menghadirkan Snack Makaroni panggang dan Basreng (bakso goreng).

• PT BATTENBERG TIGA INDONESIA (Bandung, Jawa Barat) dengan produk andalan Biscuit Brownies Bites Glutenfree Dairyfree dan Cokelat Powder Drink, yang memiliki riwayat ekspor ke Malaysia, Kanada, Jerman, dan Jeddah (Arab Saudi).

• PT Imago Raw Honey (Bogor, Jawa Barat) memamerkan produk Madu dan Granola.

• Pawon Koe Mevrouw (Banyuwangi, Jawa Timur) yang produknya meliputi Salmon skin dan Keripik cumi, dengan riwayat ekspor ke Jepang dan Belanda.

***

2. Kategori Komoditas Pertanian (6 UMKM) fokus pada komoditas mentah maupun olahan awal:

• PT Syailendra Bumi Investama (Karanganyar, Jawa Tengah) menawarkan Minyak Atsiri dengan pasar ekspor yang luas meliputi Asia, Eropa, hingga Timur Tengah.

• PT SARI BHUWANA NUSAJAYA (Sidoarjo, Jawa Timur) menghadirkan rempah utuh, rempah bubuk, dan produk turunannya, dengan riwayat ekspor ke tujuh negara.

• CV Mekanira Nusantara (Banyumas, Jawa Tengah) menjual Gula Kelapa (Coconut Sugar) & Produk Turunan Kelapa lainnya, dengan riwayat ekspor ke Australia, Bulgaria, dan Singapura.

• CV TEMON AGRO LESTARI (Pacitan, Jawa Timur) dengan produk Gula Aren semut, cair, cetak, dan serbuk siap seduh jahe merah gula aren, yang telah diekspor ke Kanada, Jepang, dan Belanda.

• PT EFFA CIPTA SEJAHTERA (Kerinci, Jambi) fokus pada Cinnamon Stick dan Cinnamon Powder, dengan riwayat ekspor ke Nigeria.

• 1612 Coffee (Bandung, Jawa Barat) menampilkan Biji Kopi pilihan.

***

3. Kategori Craft Pendukung Fashion dan Home Décor (8 UMKM)  menampilkan produk kerajinan dan dekorasi rumah:

• CV Karya Winazar (Sukabumi, Jawa Barat) memproduksi berbagai alat dapur dan rumah tangga dari kayu seperti Cobek, Talenan, Sodet Sutil, hingga Rolling pin, dan diekspor ke Malaysia, Thailand, dan Brunei.

• PT Kain Ratu Utama (Jepara, Jawa Tengah) menjual Kain Tenun, Baju Tenun, Taplak Meja, Sarung Bantal Tenun, dan Tas Tenun, yang telah diekspor ke delapan negara termasuk Arab Saudi, Jepang, dan Singapura.

• WOOD MOOD (Jepara, Jawa Tengah) dengan Kerajinan kayu alat masak, alat makan, dekorasi, souvenir dan kado, diekspor ke Korea, Taiwan, Malaysia, India, Arab Saudi, Turki, dan lain-lain.

• PT Kreasi Dewe Indonesia / Ghawean Dewe (Jakarta Pusat) dengan boneka batik dan souvenir batik yang telah diekspor ke tujuh negara.

• CV Karya Wahana Sentosa (Bantul, Yogyakarta) menawarkan wooden kitchenware, wooden tableware, interior dan rumah kayu, dengan riwayat ekspor ke Jepang.

• UD Mitra Karya Sejahtera / Akaza (Jombang, Jawa Timur) yang menjual Kerajinan kayu alat rumah tangga dan alat dapur, diekspor ke Singapura dan Malaysia.

• PT PARJONO KERAMIK JAYA (Bantul, Yogyakarta) dengan Kerajinan Gerabah 

Kombinasi Serat Alam yang memiliki pasar ekspor luas termasuk Yunani, Prancis, 

Dubai, Belgia, Denmark, dan Amerika.

• Djohn Kreasi Batu Alam (Yogyakarta) yang memproduksi Accessories batu alam, dengan pasar ekspor ke India, Timur Tengah, dan Malaysia.


*        *        *


KOMITMEN Astra lewat berbagai yayasanya, termasuk YDBA dan DSA pada Trade Expo Indonesia 2025 ini hingga artikel ini ditulis Jumat (17/10) petang, telah melakukan enam Memorandum of 

Understanding (MoU) yang disepakati. Nilai transaksinya mencapai 4,2 juta dolar AS yang akan diekspor ke berbagai negara seperti Rusia, Bangladesh, Uni Emirat Arab, Malaysia, Kanada dan AS.

Selain penandatanganan MoU, sebanyak 25 UMKM binaan Yayasan Astra juga mengikuti pelatihan Strategi Ekspor yang merupakan kolaborasi antara Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dengan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ekspor dan Jasa Perdagangan (PPEJP) Kementerian Perdagangan Republik Indonesia. 

Tujuan dari pelatihan ini adalah agar peserta yang belum berkesempatan mengikuti TEI tahun ini, siap mengikuti pameran berikutnya.

Ya, seperti banyak tulisan saya dulu (www.roelly87.com/2024/09/astra-ydba-umkm-dan-kontribusi-untuk.html), Astra dan Yayasan Astra berkomitmen  terus mendukung UMKM Indonesia untuk 

tumbuh, berinovasi, dan berkontribusi pada peningkatan ekspor nasional, sejalan dengan semangat mewujudkan cita-cita "Sejahtera Bersama Bangsa".


*        *        *


"BAWANG goreng premium ini sudah diekspor ke mancanegara. Mulai dari Australia, Taiwan, Macau, Hongkong, hingga Amerika Serikat," kata Asinan, perwakilan CV Aroma Sukses (Wuenak) selaku produsen Bawang Goreng Premium merek Aroma.

Produk asal Cirebon itu juga jadi idaman si kapal-kapal mewah di Macau, Tiongkok. Juga disediakan di salah satu restoran di Sydney, Australia.

Di TEI 2025 yang berlangsung sejak Rabu (15/10), jadi momentum Asnina agar Wuenak lebih go international. Maklum, banyak buyer asal mancegara yang antusias mendatangi booth Astra yang lokasinya strategis depan pintu masuk Hall Nusantara ICE BSD.

"Kami mendapat LOI (Letter of Intent, atau Surat Pernyataan Niat/Minat) dari buyer India. Bertemu banyak pelanggan baru yang siap menghadirkan bawang goreng kami di restoran mereka," Asnina menuturkan.

"Kini, kami juga sedang menjajaki kerja sama dengan buyer asal Tiongkok. Semoga ini bisa memperluas pasar di tingkat global."

Ya, Trade Expo Indonesia ini merupakan event penting bagi pelaku usaha di Tanah Air, termasuk UMKM dalam melebarkan pasarnya. Tidak hanya untuk dalam negeri saja, melainkan juga mancanegara. 

Itu karena pameran yang berlangsung rutin setiap tahun -kecuali pandemi- sejak 1985 ini memang jadi tujuan utama pebisnis dalam dan luar negeri untuk mencari produk yang diminati, baik eksportir maupun importir.

"Trade Expo Indonesia 2025 jadi wujud nyata untuk memperkuat hilirisasi dan industrialisaai nasional. Sekaligus, memperluas peran dalan rantai pasok global menuju Indonesia Emas," tutur Menteri Perdagangan Budi Santoso.

Menurutnya, pameran ini turut menghadirkan serangkaian kegiatan pendukung bagi pelaku usaha. Seperti penjajakan kerja sama bisnis (business matching), konsultasi bisnis (business counseling), dan berbagai forum bisnis.

Pernyataan senada diungkapkan Ketua Pengurus YDBA Rahmat Samulo. Itu terkait partisipasi Astra bersama yayasannya dalam berbagai pameran yang melibatkan UMKM.

Bisa dipahami mengingat mereka memiliki ratusan mitra UMKM yang dibina untuk meluaskan pasarnya. Tidak hanya dalam negeri saja yang berkaitan untuk menyuplai ke Grup Astra, melainkan juga ekspansi ke mancanegara.

"Kami membawa 23 UMKM di TEI 2025 ini yang sudah melakukan pelatihan intensif ekspor sejak Mei lalu hingga Oktober," Rahmat, menerangkan.

Bahkan, demi memperkuat UMKM binaannya, Astra bersinergi dengan Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Indonesia dan Pusat Pengembangan Sumber Daya Manusia Ekspor dan Jasa Perdagangan (PPEJP) Kementerian Perdagangan untuk pelatihan strategi ekspor.

"Tujuan dari pelatihan ini agar peserta yang belum berkesempatan mengikuti TEI 2025, siap berpartisipasi pada tahun depan," ujar Rahmat terkait 25 UMKM yang diajak dalam pelatihan bertajuk Smart Export Strategy.

Bagi saya, apa yang dilakukan Astra sebagai pelaku usaha swasta untuk berkolaborasi dengan pemerintah, yaitu Kementerian Perdagangan dan KADIN, terkait pelatihan UMKM ini sangat menarik. Sebab, itu menegaskan, perusahaan yang berdiri sejak 1957 ini memang konsisten berperan dalam perputaran ekonomi Tanah Air.

"Kami tidak menilai pelatihan seperti ini layaknya kegiatan CSR (Corporate Social Responsibility) saja. Melainkan sebagai investasi (bagi mereka)," Rahmat, melanjutkan. "Jika memahami strategi, UMKM itu bisa naik kelas. Mereka dapat masuk ke rantai pasok global."

Ya, Trade Expo Indonesia jadi salah satu dari sekian banyak pameran di Tanah Air setiap tahunnya untuk mengenalkan produk UMKM kepada calon pembeli, baik dalam dan luar negeri. Ini jadi peluang bagi setiap UMKM binaan Astra yang mendapat pelatihan dari sinergisitas swasta dengan kementerian dan KADIN.

Respek bagi Astra sebagai swasta yang sudah menyediakan pelatihan bagi mitra UMKM binaannya, lewat yayasannya, YDBA dan DSA. Pelatihan ini sangat penting.

Ibarat mau bertanding sepak bola yang merupakan kerja sama tim, kalo para pemainnya ga latihan lebih dulu ya bisa kacau. Stamina kedodoran sepanjang 90 menit hingga demam panggung mau nendang bola ke arah gawang malah kepeleset.

Namun, ini bukan soal sepak bola.

***

Salah satu UMKM binaan Astra, PT Kreasi Dewe Indonesia/ Ghawean Dewe yang sudah ekspor ke tujuh negara pun aktif menghadiri berbagai pelatihan. Termasuk, jelang Trade Expo Indonesia 2025 melalui bootcamp yang diselenggarakan di markas Astra dan yayasannya.

"Kami gabung sebagai mitra UMKM Astra sejak 2018, sangat luar biasa support dan materi seminarnya. Mulai dari hal kecil, dulu kami dapat pelatihan membuat pola dan desain yang kami aplikasikan langsung untuk lebih variatif seperti kemasan yang unik," ucap perwakilan Ghawean Dewe saat diskusi dengan jurnalis dan bloger.

Saat melihat etalase Ghawean Dewe yang memproduksi souvenir dan boneka batik ini, saya pikir mereka sangat adaptif. Mereka selalu membuat produk yang punya ciri khas sesuai untuk dipasarkan.

"(Misalnya) di Thailand, kami membuat souvenir berbentuk gajah. Karena memang negara tersebut identik dengan gajah. Untuk Mongolia ada kuda hingga Prancis dengan ayam," ujarnya.





*        *        *


- Jakarta, 23 Oktober 2025



*        *        *


Video (Ga bisa ditautkan di artikel ini, error mungkin dashboard blogger.com atau hostingnya)


- https://vt.tiktok.com/ZSUVhYXJY/ (Bawang Goreng)


- https://youtube.com/shorts/mq3DlG45684?si=sqhLZ-GJdicxyZoS (Boneka Batik)


- https://youtu.be/2ty0LRunBt8?si=eG3ipNHjJw8uXlEO (Pelatihan UMKM)



*        *        *


Referensi:

- https://www.kompas.id/artikel/trade-expo-indonesia-jembatan-umkm-menuju-pasar-global

- https://kadin.id/kabar/kadin-kemendag-dan-astra-luncurkan-program-smart-export-strategy-di-tei-2025/


*        *        *

Boneka batiknya lucu-lucu, apalagi itu
Kanguru malah nyender di tembok



*        *        *

Sabtu, 06 September 2025

Sisi Lain Kerusuhan 28-31 Agustus: Demo Silakan, Anarkis Jangan!

Pedagang tahu dan kacang melewati
samping Polda Metro Jaya yang masih direnovasi usai diserbu pendemo
akhir Agustus lalu
(Foto: dokumentasi pribadi/ @roelly87)


INDONESIA kembali berduka. Tepatnya, saat demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah pada 28 hingga 31 Agustus lalu.

Aksi unjuk rasa itu memakan 10 korban jiwa. Mulai dari rekan ojek online (ojol), Affan Kurniawan, Kamis (28/8) malam, mahasiswa, pelajar, staf DPRD, hingga masyarakat umum.

Pada saat yang sama, beberapa rumah anggota DPR dan menteri pun turut dijarah.

Pun demikian dengan fasilitas umun (fasum), berbagai kantor kepolisian dan DPRD turut terbakar.

Sebagai bloger yang berprofesi ojol, saya berharap demo besar-besaran pekan lalu yang berujung anarkis ini merupakan yang terakhir. Sekaligus jadi pelajaran bagi banyak pihak, khususnya pemerintah di level eksekutif, legislatif, dan yudikatif, agar ucapan serta tindakan tidak melukai perasaan rakyat.

Juga untuk Aparat Penegak Hukum, terutama Kepolisian agar menangani unjuk rasa dengan tidak mudah terpancing hingga bertindak represif.

Proses anggota yang bersalah. Hukum seberat-beratnya hingga jadi efek jera.

Ya, luka perih pada 28-31 Agustus lalu, tidak perlu lagi lagi dibubuhi garam terkait infilstrasi asing. Itu harapan saya yang menyaksikan pemandangan mengenaskan di Jakarta pekan lalu.


*        *        *


"HARI ini, saya WFH, mas. Tapi, tadi ke kantor karena ada berkas yang mau digunakan klien, Senin," ujar penumpang salah satu aplikasi ojol yang saya jemput di kawasan Sudirman.

"Turut berduka cita untuk rekannya mas yang semalam meninggal. Semoga pelaku pelindasan ketangkap dan dan dihukum seberat-beratnya. Sebagai budak korporat, kami berharap pemerintah bisa segera mengatasi kerusuhan dari semalam. Jika tidak, bakal panjang hingga berpotensi guncangan ekonomi."

Pernyataan customer yang mengaku pegawai Big 4 ini beralasan. Sebab, sejak Kamis (28/8) malam, usai insiden rantis Brimob, di beberapa titik ibu kota ricuh.

Itu meliputi Pejompongan, Gatot Subroto, hingga Kwitang yang dekat markas Brimob.

Kebetulan saya baru aktif ngojol lagi pada Jumat (29/8) petang. Tepatnya, usai mendampingi ibu di Rumah Sakit untuk kateter jantung sejak beberapa hari sebelumnya.

Alhamdulillah, berdasarkan diagnosis hasilnya cukup baik. Ibu saya menurut dokter tidak perlu pasang ring. Cukup istirahat saja untuk proses pemulihan.

Itu mengapa, saya kurang mengikuti perkembangan informasi di luaran. Termasuk, baru tahu ada rekan ojol yang meninggal lewat medsos.

Sebelumnya, Senin (25/8) saya menyaksikan langsung adanya provokasi dan penyusup saat unjuk rasa di kawasan Slipi dengan melempar batu. Di sisi lain, saya juga melihat dengan mata kepala sendiri, betapa polisi gampang terpancing hingga berlaku represif kepada massa.

Bisa disimak dalam rekaman video yang saya unggah di tiktok (https://vt.tiktok.com/ZSAvXorX8/).



*        *        *


"TOKO tutup sementara. Barang-barang yang berharga sudah kami ungsikan sejak kemarin. Belum tahu kapan buka lagi. Masih nunggu perkembangan informasi."

Demikian komentar penumpang yang bekerja di salah satu toko branded di mal kawasan Senayan. Menurutnya, sang bos sudah melakukan langkah preventif sejak Kamis sore akibat rusuh depan DPR.

Koleksi mahal dagangannya sudah diungsikan ke tempat aman. Khawatir tokonya dijarah.

Menurutnya, antisipasi itu turut dilakukan hampir seluruh toko di berbagai mal di kawasan Senayan. Maklum, lokasinya dekat dengan DPR dan Pejompongan yang jadi titik meletusnya kerusuhan akibat rantis Brimob yang melindas ojol.

"Tolong deh, anggota DPR, congornya dijaga. Gara-gara kalian, semua kena getahnya," tutur penumpang yang sekilas mirip Shinichi Kudo itu sambil menghela napas.

Ya, imbas berbagai pernyataan tak peka dari anggota DPR jadi awal mula. Terlindasnya Affan oleh Brimob pun jadi momentum puncak kemarahan rakyat.

Saya pun menilai, pemerintah kurang responsif. Presiden Prabowo mengeluarkan statement terkesan normatif. Tidak menyelesaikan masalah. 

Alhasil, kerusuhan berlanjut hingga Sabtu dan Minggu yang berujung penjarahan rumah pejabat serta perusakan fasum.

Ini sangat miris. Hingga Kamis (4/9) pagi, halte Transjakarta di Jalan Sudirman dari Jembatan Semanggi hingga Bundaran Senayan tidak berfungsi. 

Alias, masih diperbaiki seperti terekam dalam video yang saya unggah, https://vt.tiktok.com/ZSAvqNHy1/.

Jujur, itu sangat merugikan warga. Apalagi, penyandang disabilitas yang aksesnya naik Transjakarta terganggu.

Saya pribadi sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, mempersilakan siapa pun untuk demo. Boleh dong. 

Hak asasi manusia. Kebebasan berpendapat dijamin dalam Undang Undang Dasar.

Justru kalo kita melarang demo, bakal aneh ini negara. Seperti negara komunis atau tirani.

Anda mau, Prabowo jadi diktator seperti Vladimir Putin, Xi Jinping, dan Kim Jong Un?

Saya sih ogah. Biarpun saya pemilih Prabowo pada tiga edisi pilpres beruntun, ga mau negara ini kembali ke masa orde baru.

Najis!

Di sisi lain, demo juga ada aturan. Harus izin APH dan waktunya ditentukan hingga petang. 

Yang terpenting, jangan anarkis! Saya mengetik artikel ini, Jumat (5/9) dini hari WIB, tepat di samping Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Metro Jaya. Tampak, puluhan pekerja sedang memperbaik halte Transjakarta dan pintu masuk MRT Istora yang rusak.


*        *        *


"YA Tuhan, sepi amat ini Jakarta. Karyawan pada WFH, UMKM makanan pinggir jalan ga buka takut rusuh, imbasnya Thamrin, Kuningan, Sudirman, SCBD, kayak kota mati  Mau sampai kapan gini terus?" kata rekan ojol saat nongki bareng di kawasan Tugu Selamat Datang, Senin (1/9) sore.

"Iya pak. Glodok dan Mangga Dua yang biasanya rame orderan barang aja, sepi. Ini, makanya saya ke tengah. Eh, sama aja."

"Padahal hari ini ga ada yang demo, tapi karyawan mayoritas WFH. Sekolah dan kampus libur. Toko tutup dan mal banyak yang belum buka."

"Masih nunggu situasi tenang, pak. Sejauh ini udah kondusif. Cuma ya, memang belum normal. Kendaraan aja di Thamrin-Sudirman yang lewat bisa diitung jari."

"Ente udah banyak orderan?"

"Belum penglaris."

"Keluar kapan?"

"Siang tadi pak. Dari Cengkareng ga bunyi, lanjut ke Glodok dan Mangga Dua, sama aja. Yaudah, ane ke sini, moga-moga dapat."

"Ane juga baru dua dari pagi. Itu juga satunya untung dapat orderan bagi-bagi makanan dari warga Asia Tenggara. Katanya mereka simpati dengan kondisi di Indonesia."

"Alhamdulillah, pak."

"Ane cabut dulu ya. Moga bunyi ya."

"Aamiin..."

Sebagai ojol sejak 2019, situasi sulit ini bukan yang pertama. Saya pernah mengalami yang lebih pelik saat pandemi.

Ketika itu keluar rumah seharian pernah hanya dapat Rp 8.000. Alias, satu orderan.

Itu pun non tunai. Alias, harus dicairkan di rekening yang ga bisa diambil. Sebab, minimal tarik tunai ATM Rp 50.000. 

Ya, momen pandemi jadi pelajaran berharga saya untuk menghadapi situasi sulit. Termasuk seperti sekarang yang sejak Senin, jangankan dapat Rp 100-200 ribu seperti hari normal, bisa bawa pulang 70 ribu aja udah alhamdulillah.

Itu mengapa ketika lagi ada orderan ojol, saya jarang nolak. Aplikasi bunyi, ya tancap gas.

Termasuk, saat puncak rusuh pada Jumat, Sabtu, dan Minggu (29-31 Agustus) lalu. Saya tetap ambil orderan kendati lokasinya rawan.

Misal, di SCBD yang bersebelahan dengan Polda Metro Jaya saat digeruduk massa. Atau, di GBK yang tidak jauh dari pecahnya polisi dan pendemo di DPR, Sabtu (30/8).

Saat itu, saya bolak-balik untuk mengantar penumpang menuju Stasiun Kebayoran atau Tanah Abang. Secara, saat itu Stasiun Palmerah ditutup, hingga penumpang KRL tujuan Rangkasbitung dialihkan.

"Maaf ya pak, agak jauh jemputnya. Soalnya, saya udah hampir satu jam sulit dapat ojol. Ada yang nawarin ga pake aplikasi, tapi ditembaknya kemahalan," tutur penumpang berpakaian serba hitam yang saya jemput di Indonesia Arena, GBK, Jakarta Pusat, Sabtu (30/8) malam.

Customer itu baru selesai menyaksikan Pandji Pragiwaksono dalam Stand Up Comedy Mens Rea, bersama ribuan penonton lainnya. Dia ga nyangka situasi berlanjut ricuh di DPR hingga Jalan Gerbang Pemuda ditutup.

Bahkan, GBK saja hanya memberlakukan dua pintu untuk akses. Masuk dari Pintu 5 depan Kementerian Pendidikan, dan keluar di Pintu 11 seberang Hotel Mulia. 

Sementara, akses utama di Pintu 10, depan TVRI ditutup untuk antisipasi keamanan. Di sisi lain, saya dapat orderannya di Stasiun Karet, alias jaraknya 4 km lebih. 

Namun, tetap saya ambil dengan rute ke GBK via Bendhil, alias ga lewat Gatot Subroto yang sudah dipenuhi massa.

Jauh? jelas.

Namun, seperti kata Amado Carrillo Fuentes "El Señor de los Cielos" dalam Narcos: Mexico, bahwa krisis adalah peluang, alhasil saya tidak menyia-nyiakan setiap orderan. 

Bolak-balik GBK ke Stasiun Kebayoran, Stasiun Sudirman, kawasan Setiabudi, hingga utara Jakarta pun, saya jabanin. Intinya, menghasilkan uang.

Yang penting, jangan melewati kerumunan demo, khawatir kena gas air mata bahkan peluru nyasar.

Untuk rekaman videonya di DPR saya unggah di https://vt.tiktok.com/ZSAvWJPqo/.

"Ga nyangka juga, masih kayak gini situasinya. Kirain pagi tadi pas pidato presiden bisa segera ditangani. Semoga segera normal, agar ekonomi pulih. Apalagi, pekan depan banyak event musik yang melibatkan artis luar negeri. Jika masih rusuh bakal mencoreng citra Indonesia di mata dunia," ucap dara itu lagi.

"Steve Vai udah konfirm konser bareng Dewa 19 di GBK. Pestapora di Kemayoran," saya menimpali.

"Iya, bang. Cepet pulih Indonesiaku. Berbagai event itu turut melibatkan UMKM hingga ekonomi kita berputar. Sayang, kalo harus batal, efeknya ke masyarakat juga."

Ya, mari jadikan meninggalnya 10 warga pada 28-31 Agustus ini sebagai momentum perbaikan para pejabat. 

Termasuk, tidak menormalisasi tet tot tet tot, nguing nguing di jalanan. Secara, strobo dan sirine yang digunakan kalian dibeli dari pajak kami, para rakyat Indonesia.

Bangkit, negeriku!***


*        *        *


- Jakarta, 6 September 2025



*        *        *


Artikel Terkait: 


Senin, 04 Agustus 2025

Merah Putih Itu Sakral, Ga Bisa Disandingkan dengan Bendera Apa pun

Merah Putih Itu Sakral, Ga Bisa Disandingkan dengan Bendera Apa punMerah Putih Itu Sakral, Ga Bisa Disandingkan dengan Bendera Apa pun

Ilustrasi bendera Merah Putih saat
perayaan Kemerdekaan Indonesia
(Foto: dokumentasi pribadi/@roelly87)


MEDIA sosial (medsos) merupakan wadah interaksi banyak pihak. Baik masyarakat biasa, kalangan elite, pelajar, mahasiswa, hingga para ahli.

Ingat Arab Spring? Berawal dari medsos yang menyebar luas di Asia Barat hingga Afrika Utara.

Di Tanah Air, beberapa medsos jadi rujukan utama bagi warganet. Itu meliputi Facebook (FB), Twitter/X, Instagram (IG), Threads, Youtube, Tiktok, dan sebagainya.

Ada segmentasi berbeda di antara mereka. Menurut pandangan saya, FB itu seperti pasar. Apa aja ada. Baik fanpage resmi pemerintah, klub sepak bola, akun ofisial band atau film, dan sebagainya. Juga aneka grup yang mulai dari serius hingga remeh, seperti PT. Mencari Cinta Sejati!

Lalu, ada IG, yang menyuguhkan beragam foto atau video dengan tampilan megah. Baik itu cuplikan pertandingan olahraga, konser, atau terkait fomo.

Threads? Tempat curhat yang lumayan seru. Meskipun, kadang ceritanya bikin geleng-geleng kepala. Namun, asyik aja.

Kebetulan, saya belum lama bikin akun Threads. Sementara, FB dari 2009 silam yang bertepatan dengan blog pribadi di blogspot dan Kompasiana (2010). Untuk Twitter sejak 2010 dan IG (2012).

Nah, FB, IG, dan Threads memang satu perusahaan. Sementara, Twitter -hingga kini saya lebih nyaman nyebut twitter atau ngetwit ketimbang X- dimiliki taipan teknologi lainnya.

Ya, Twitter beda sendiri. Bahkan, bisa dibilang sangat unik. 

Saya kalo mau cari info yang tidak tersedia di media konvensional, pasti langsung buka Twitter. 

Hanya, untuk medsos ini, kita harus kuat mental. Apalagi, jika berkaitan dengan pemerintah.

Ya, hampir setiap hari tiada info positif terkait kinerja Kabinet Merah Putih. Kalo ga hujatan untuk blunder menteri, wakil, BUMN, DPR, kepala daerah, atau kepolisian.

Namun, emang kinerja mereka memang sangat minor. Meski, sudah menyewa buzzer untuk memberikan citra positif. Hanya, di lapangan, tetap aja ancur.

He... He... He...

Teranyar, tentang pemasangan bendera selain Merah Putih yang kerap diperbincangkan warganet di medsos yang dulunya berlogo burung biru ini jelang HUT ke-70 Republik Indonesia.


*       *       *


MEMASUKI bulan kedelapan, cuaca di Tanah Air seperti kembali ke setelan pabrik. Alias, panas menyengat layaknya musim kemarau di negeri tropis.

Itu mengapa, saya langsung minta tambah es jeruk nipis yang sudah ludes di gelas. Sambil mencicipi roti bakar rasa keju dan cokelat.

Hmmm... Yummy!

Siang-siang gini minum es dan cemilan yang hangat sungguh melegakan. Itu setelah pada dua jam sebelumnya perut keroncongan ditambah dinginnya ac dalam bioskop.

Tepatnya, saat menyaksikan The Fantastic Four: First Steps di salah satu mal di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Ini film ke-14 yang saya tonton di bioskop sepanjang 2025 (tiga lokal dan 11 luar).

Kebetulan, F4 ini tayangnya tepat pada jam pembuka di hari kerja. Saya pilih yang awal saking penasaran kena spoiler di medsos, khususnya post credit.

Ini jadi kebiasaan saya saat menyaksikan berbagai film Marvel Cinematic Universe, DC Extended Universe, DC Universe James Gunn, Fast Saga, dan film bergenre action Hollywood lainnya.

Usai nonton, saya ga langsung menyalakan aplikasi ojek online (ojol). Maklum, masih siang, alias belum jadi jam saya biasa kerja pada sore hingga subuh.

Alhasil, saya pun singgah ke warung kopi (warkop) dekat mal. Sambil membuka hp untuk baca reaksi Rotten Tomatoes dan situs agregator rating film sejenis terkait F4 dan superhero lainnya.

Di seberang kursi panjang yang saya duduki, ada tiga pemuda sedang asyik diskusi. Entah, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang memang banyak terdapat di kawasan ini, pekerja kantoran, ASN, atau pelajar.

Saya kurang tahu. 

Obrolannya, terkait masa depan Indonesia yang masih gelap. Ini menarik bagi saya.

Tandanya, ketiga pria itu sangat idealis. Bagus, belum terkontaminasi buzzer alias para pendengung.

Sesekali mereka melirik saya. Mungkin minta pendapat. 

Terlihat dari bisik-bisiknya. Mungkin, ya. Secara tidak ada orang lain kecuali kami berempat.

Kebetulan saat itu saya tidak mengenakan atribut ojol, alias kemeja flanel sehari-hari yang menyerap panas, celana jin, dan sepatu sneaker. 

Saya pun bergeming. Ga mengiyakan, juga ga menolak.

Hingga, saat asyik menyeruput es jeruk nipis yang tandas, tv di pojokan warkop menayangkan berita pelarangan bendera One Piece. 

Perdebatan ketiga mahasiswa ini pun kian intens. Bak Aristoteles, Zhuge Liang, dan Al Biruni yang sedang melakukan diskusi imajiner terkait ilmu semesta.

Keren! 

Mereka saling serang dengan argumen masing-masing. Ga ada yang mau ngalah untuk saling serang tapi tetap hati-hati.

Total Football vs Catenaccio vs Jogo Bonito!

Secara, mereka punya kuncian sendiri. Ibarat Cao Cao yang siap menyerang Liu Bei tapi khawatir dibokong Sun Quan.

Begitu seterusnya hingga dunia tak bermentari. Satu yang kupinta, yakini... Btw, ini mah lagu Base Jam, atuh!

Lanjut.

Diskusi hangat ketiganya memantik rasa penasaran saya. Maklum, saya yang hanya lulusan sekolah menengah memang selalu tertarik dengan ide dan pemikiran mereka yang terlihat memiliki ilmu lebih tinggi.

"Ga bener itu. Mereka fomo!" kata pemuda berkumis tipis ala Pedro Pascal (PP).

"Ah, pemerintah bisanya cuma melarang hal sepele. Giliran koruptor diampuni," pria yang rambutnya bergelombang mirip David Corenswet (DC) ini menyanggah.

Saya tak sadar meletakkan hp di meja. Mengamati diskusi mereka yang sedang menuju klimaks.

Ternyata, rasa ingin tahu saya diamati rekan keduanya yang memakai topi layaknya Mahershala Ali (MA). Dia pun tersenyum kepada saya yang saya balas dengan anggukan.

"Coba minta pendapat om ini terkait bendera One Piece," kata MA menengahkan dua rekannya sambil melempar bola muntah kepada saya.

Saya pun jadi kaget. Apalagi dipanggil "om".

Anjir... Berasa tua banget dibanding ketiga pemuda ini.

"Ebuset, sejak kapan gw kawin sama tante lo, bro?" jawab saya guyon yang disambut ketiganya dengan tergelak.

"Abis, manggilnya apa, pakde?" ucap PP sambil tertawa.

"Paman aja. Atau engkong," DC menimpali.

"Abang aja ya? Kalo 'bro' takut ga sopan, kan Anda kayaknya lebih tua dari kami," MA menjawab dengan khidmat.

"Apa aja, bro juga enak. Kita sama kok usianya, paling beda tipis-tipis," saya menjelaskan.

"Siap. Lanjut bro, terkait bendera," kata MA.


*       *       *


...



*       *       *


SAYA pun langsung meminggirkan sendok, garpu, dan cangkir untuk ditumpuk di piring kecil agar meja jadi luas. Juga meletakkan hp dan men-silent supaya tidak mengganggu diskusi dadakan ini.

"Jadi gini ya, bro-bro sekalian. Gw ini ojol, kayaknya kurang nyambung diskusi dengan kalian yang ilmunya tinggi." Saya melakukan prolog di hadapan ketiganya.

"Namun, berhubung mas yang mirip Mahershala Ali ini mengundang, ya gw merasa terhormat untuk gabung. Btw, kita ngomongnya lo-gw aja ya ga usah kamu, Anda, atau sapaan formal lainnya, biar diskusi ini ga kaku.

Kalo kata gw terkait pemasangan bendera One Piece berdampingan dengan Merah Putih, ya sah-sah aja. Ga ada larangan spesifiknya di Undang Undang. Yang penting ga boleh lebih tinggi atau besar ukurannya dibanding Merah Putih. Simpel aja."

Saya menatap ketiganya yang serempak mengangguk. Anjir, saya udah kayak dosen yang sedang menjelaskan materi kepada mahasiswa.

Dalam hati mau ketawa ngakak. Namun, saya urungkan karena merasa ga sopan. Sebab, ini diskusi santai di warkop tapi harus disikapi dengan serius karena menyangkut lambang negara.

"Tuh kan, woles aja ya om. Eh, bro," kata DC kepada saya.

Yang mirip PP ingin memotong, tapi dikedipin MA karena melihat saya belum selesai bicara.

"Woles aja bro. Kita diskusi santai. Ini gw lanjut ya.

Meskipun ga ada larangan, tapi gw merasa lebih baik ga usah dipasang itu bendera One Piece. Secara, Merah Putih merupakan simbol negara. Dipasang pada 17 Agustus 1945 dengan keringat, darah, dan air mata para pejuang. 

Jadi, menurut gw, Merah Putih itu sakral. Ga bisa dibandingkan dengan bendera apa pun," saya menjelaskan dengan hati-hati. Takutnya ada informasi yang bikin interpretasi ketiganya keliru.

"Kecuali ya. Ada pengecualian," saya menambahkan. "Misal, ada event olahraga, seperti Asian Games 2018 lalu ketika Indonesia jadi tuan rumah. Wajar kalo Merah Putih dipasang sejajar dengan banyak bendera negara lain. 

Atau, saat Kepala Negara dan Perdana Menteri negara lain berkunjung ke Tanah Air. Pemasangan bendera mereka berdampingan dengan Merah Putih ya wajar saja. Yang penting, Merah Putih posisinya sejajar. Ga kalah besar atau tinggi tiangnya."

Situasi pun hening. Namun, DC yang memang pro pemasangan bendera One Piece berdampingan dengan Merah Putih langsung minta untuk komentar.

Saya pun mengangguk. Silakan aja, diskusi ini nonformal, ga ada yang lebih dituakan dari segi usia.

"Berarti ga salah kan, bro, kalo di rumah gw pasang bendera bajak laut itu?"

"Ga lah bro. Kan udah gw jelasin tadi. Ga ada larangan dalam Undang Undang. Bendera One Piece kan masuk kategori organisasi atau simbol non negara. Yang penting jangan posisinya lebih tinggi atau ukurannya lebih besar. Bisa..."

"Bisa didatengin isilop, lo cuy." PP yang dari tadi penasaran ingin bersuara, akhirnya menyodorkan bola tanggung nyaris offside kepada DC.

"Ogah dah gw berurusan dengan 'cokelat' apalagi kalo sampe 'ijo' turun gunung. Mending main aman," jawab DC, diplomatis.

Saya pun tersenyum mendengarnya. Sambil memerhatikan di luar warkop saat matahari doyong ke barat, menambahkan. 

"Sebenernya, asal lo perhatiin ukuran sama tinggi benderanya ga boleh melebihi Merah Putih, sih aman. Cuma, kalo mau lebih bijak, mending ga usah dipasang. 

Secara, pemasangan bendera Merah Putih ini kan untuk menyambut Hari Kemerdekaan. Ga bijak rasanya, Sang Saka Merah Putih disandingkan dengan lambang bajak laut."

MA yang daritadi jadi penengah antara DC dan PP pun kembali bersuara, "Btw, bro lo ngerti kartun One Piece juga ya?"

"Ga lah. Gw cuma sesekali lihat aja. Beda cerita kalo Dragon Ball. Gw khatam. Secara, anak 90-an pasti tahu, minimal pernah nonton kartunnya atau baca komik."

"Anjir, ga nyangka om-om gini Wibu."

"Rambut gondrong tapi penggemar Jin Kura-kura."

"Jangan-jangan kalo lagi bawa penumpang sesama Wibu, ongkosnya digratisin."

"Anjir. Kaga lah."

"Ha... Ha... Ha..."

Sahut-sahutan antara saya dan ketiga mahasiswa itu pun kian riuh. Sekali lagi, diskusi ini meski serius tapi tetap santai tanpa batasan usia dan tingginya ilmu.

"Serius bro, ga demen One Piece?"

"Kaga. One Piece dan Naruto, malah gw cuma tahu sekilas. Udah bukan era gw lagi soalnya. Kalo zaman gw dulu, selain Dragon Ball, yang digandrungi cowo itu Saint Seiya. Kalo universal, tentu Doraemon, Sailor Moon, Candy Candy, Ikkyu San, Crayon Shincah, Astro Boy, Remi, dan banyak lagi.

Gw juga masih punya komik Legenda Naga, Kungfu Boy, Return of the Condor Heroes-nya Tony Wong, seri wayang RA Kosasih, Petruk Tatang S, dan lain-lain."

"Legenda Naga itu yang Shiro Amachi terjebak di era Dinasti Han?"

"Yoi. Komik dari akhir 90-an sampe sekarang belom tamat."

"Bener bro. Papa gw punya dari masih pacaran sama mama gw terus gw udah bisa pacaran lagi, itu komik masih aja belom tamat. Lucu, lawannya 5 Dewa Harimau."

"Seru bro. Chungta musuhnya ga mati-mati. Gw aja dulu kalo ke Gramedia atau Gunung Agung, pasti rak komik itu yang gw tuju."

"Tapi bener bro, ga nyangka juga. Sumpah deh. Lo gondrong dan muka sangar tapi penggemar komik."

"Selera bro. Waktu gw seusia lo pada, gw lulus SMA langsung kerja. Boro-boro mikirin komik, yang ada bertahan hidup aja. Pas udah dewasa dan punya duit sendiri, baru deh hunting komik, majalah, buku, dan lainnya dengan sepuasnya. Hehehe."

Ya, hobi itu ga mandang usia. Meski usia saya udah sepertiga abad lebih, masih sering nonton kartun atau baca komik. Bahkan, kalo buka youtube itu ga jauh dari highlight sepak bola, WWE, Dragon Ball, dan sebagainya.


*       *       *


"KALO bendera Palestina, bro?" DC kembali bertanya.

"Maksudnya berdampingan dengan Merah Putih? Boleh aja. Apalagi kita punya hubungan yang kuat sejak dulu. Indonesia selalu mendukung kemerdekaan Palestina yang jadi amanat UUD," saya menjelaskan.

"Hanya, kalo bisa jangan satu tiang yang sama. Alias, berdampingan. Ada pasalnya, tapi gw lupa.

Nah, yang ga boleh itu memasang bendera Israel. Ini jelas ya. Ga perlu gw jelasin lagi, pasti kalian udah paham."

Mereka mengangguk serempak. Indonesia memang tidak memiliki hubungan resmi dengan Israel.

Kecuali dalam olahraga atau event tertentu. Misal, pada Indonesia Open 2015 dengan kehadiran pebulu tangkis Israel, Misha Zilberman.

Saya pribadi membenci zionis. Namun, untuk rakyat Israel, termasuk atlet, ya biasa aja. Ga bisa benci. Secara, mereka juga manusia. Sebaik-baiknya manusia, menurut saya, yang mampu memanusiakan manusia.

Itu mengapa, saya ogah untuk boikot resto di Tanah Air atau produk yang terafiliasi Israel. Secara, karyawannya yang bekerja merupakan rakyat Indonesia.

Nyari kerja lagi susah, eh ini malah berharap pemecatan massal. Logika terbalik! (Selengkapnya: https://www.roelly87.com/2024/06/niat-mulia-ajak-boikot-tapi-caranya.html)

Terkait Israel, ini menarik bagi saya jika dihubungkan dengan event akbar di Tanah Air. Misal, jika Indonesia mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2038 atau Olimpiade 2036.

Sudah pasti, jika lolos kualifikasi, Israel bakal datang. Ini tantangan bagi pemerintah agar insiden batalnya Piala Dunia U-20 2023 tidak terulang.

Andai pemerintah bisa mikir untuk event satu dekade ke depan. Tentu, harus disikapi dengan bijak dengan penyampaian secara mendalam kepada rakyat.

"Bro semua, gw cabut dulu ya," kata saya sambil menyalami ketiganya, satu persatu.

"Lah, baru bentar bro."

"Mau siap-siap ngojol. Udah sejam gw duduk. Sekarang waktunya cari cuan."

"Siap bro. Ttdj ya."

"Next kita diskusi lagi yang seru bareng kami."

"Sekalian pinjem komik lo bro. Hehehe.

"Aman. Cabut dulu ya."


*       *       *


*       *       *


- Jakarta, 4 Agustus 2025


*       *       *


Referensi: 


- https://megapolitan.kompas.com/read/2025/08/01/17504881/hati-hati-kibarkan-bendera-one-piece-di-hut-ri-ahli-ingatkan-sanksi


- https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3898699/bendera-merah-putih-dan-palestina-1-tiang-ini-tanggapan-ahli-hukum


- https://www.tempo.co/internasional/aturan-melarang-pengibaran-bendera-israel-di-indonesia-1865186


- https://bwfworldchampionships.bwfbadminton.com/news-single/2015/08/11/statement-regarding-misha-zilberman



*       *       *


*       *       *



Senin, 16 Juni 2025

Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2026, Gantikan AS yang Disanksi FIFA

Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2026, Gantikan AS yang Disanksi FIFA


Ilustrasi drone saat hitung mundur
Asian Games 2018 (Foto: @roelly87)


STANDING Ovation membahana di Jakarta International Stadium (JIS), Sabtu (11/7) barusan. Tepatnya, saat tim nasional (timnas) Indonesia menghadapi Argentina, skor 0-1, pada perempat final Piala Dunia 2026.

Gol semata wayang Paulo Dybala pada injury time mengandaskan asa Indonesia menuju semifinal turnamen paling populer di kolong langit ini. Meski kalah, skuat asuhan Patrick Kluivert itu tidak perlu berkecil hati.

Sebab, lawannya merupakan juara bertahan Piala Dunia. Sementara, bagi Indonesia, ini merupakan partisipasi pertama sejak merdeka.

Merah-Putih kecolongan pada menit ke-90. Padahal, sepanjang laga, Indonesia mampu meladeni peringkat satu FIFA itu.

Apa daya, faktor pengalaman jadi penentu. Wajar, Argentina diperkuat pemain ternama yang mayoritas tampil saat juara di Qatar pada Piala Dunia 2022.

Kendati gagal ke semifinal, aplaus dari penonton terus menggema. Mereka sadar, Indonesia kalah dengan kepala tegak.

Lawannya pun, juara dunia tiga kali. Next, kita coba empat tahun lagi dengan skuat yang sudah matang, baik lokal maupun naturalisasi.

Indonesia... Bisa!


*        *        *


INDONESIA bisa dikatakan sukses sebagai tuan rumah. Setidaknya hingga perempat final ini. Baik di lapangan atau ketika menjamu 47 negara dan ratusan ribu suporter tamu.

Meski, penunjukkan sebagai host sangat mendadak. Alias, kurang dari sebulan jelang pembukaan Piala Dunia 2026 yang dimulai 11 Juni lalu.

Tepatnya, saat ditunjuk FIFA pada awal Mei 2026. Ketika itu, induk organisasi sepak bola dunia ini mencoret Amerika Serikat (AS) sebagai tuan rumah bersama Meksiko dan Kanada.

Alasannya, AS melarang suporter Iran untuk datang. Padahal, saat drawing pada Desember lalu, FIFA sudah sepakat dengan pemerintah Negeri Paman Sam itu untuk memperbolehkan warga Iran yang datang menonton.

Namun, eskalasi politik di Timur Tengah yang memanas akibat provokasi Israel terhadap Iran sejak awal tahun ini membuat semuanya berubah. Puncaknya, akhir April lalu, Presiden AS Donald Trump mengultimatum FIFA.

AS tidak sudi memberi visa masyarakat Iran yang ingin menonton. Kebetulan, Iran masuk grup yang tampil di salah satu stadion yang digelar di AS.

Presiden FIFA Gianni Infantino pun bereaksi keras. Sebab, penolakan Trump itu sama saja dengan mengkhianati sepak bola yang mengusung fair play. 

Efek dominonya tidak main-main. FIFA khawatir hal ini akan terulang lagi pada event lainnya.

Ada opsi, Iran dipindah ke grup yang tampil di Meksiko atau Kanada. Namun, penerintah Iran menolak keras. 

Bahkan, siap memboikot hingga mengajukan kasusnya ke Pengadilan Arbitrasi Olahraga.

Upaya Iran didukung mayoritas negara kuat Eropa dan Asia. Mereka ingin FIFA adil.

Alhasil, Infantino pun balik mengancam Trump:

Terima warga Iran yang datang untuk menonton timnasnya atau Piala Dunia 2026 batal digelar di AS.

Nah, di sini polemiknya.

Trump yang megalomania jelas enggan ditekan. Bahkan, melalui X/twitter resminya, dia resmi mencabut status AS sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026.

"Kami tidak pernah tunduk pada tekanan asing. AS adalah negara besar!"

Terdengar familiar? 

Yoi...

Bahkan, terdengar rumor Infantino bakal di-Sepp Blatter-kan. Kabar angin...

FIFA pun resmi mencabut AS sebagai tuan rumah. Bahkan, memberi sanksi larangan 10 tahun untuk partisipasi Paman Sam dalam peta sepak bola dunia. 

Baik level klub, negara, atau wanita, termasuk keikutsertaan di Olimpiade.

Reaksi Trump? 

Oke gas. Oke gas...

Menurutnya, rakyat AS lebih kenal dengan basket, bisbol, American Football, Nascar, hoki es, hingga gulat.

"Football? Apa itu!" cuit Trump di X. "Kami tahunya American Football."

"Persetan dengan soccer. Kami bangsa besar ga terpengaruh dengan asing. Selama saya jadi presiden, akan terus menggaungkan 'Make America Great Again'. Camkan itu wahai antek asing!" 

Nah, bagaimana dengan kans Meksiko dan Kanada sebagai tuan rumah untuk duet menggantikan AS?

Ternyata, mereka keberatan jika edisi ke-23 turnamen terelite di kolong langit ini hanya digelar di dua negara. Bisa dipahami mengingat infrastruktur Meksiko dan Kanada memang tertinggal jauh dari AS yang pernah jadi tuan rumah Piala Dunia 1994.

Kendati, Meksiko justru sudah dua kali jadi host pada 1970 dan 1986. Namun, mereka keberatan untuk menggelar edisi sekarang karena faktor ekonomi.

Ya, jadi tuan rumah Piala Dunia bukan sekadar gengsi semata. Alias, ada sisi bisnis yang perlu dipertimbangkan.

FIFA pun melempar tawaran ke berbagai negara di Eropa, Asia, dan Afrika sebagai tuan rumah tunggal.

Senyap. 

Setidaknya hingga beberapa hari tidak ada yang mengajukan.

Mayoritas negara Eropa berhitung untung dan rugi. Sebab, perhelatan kurang dari sebulan.

Mereka harus mencari sponsor swasta agar tidak membebani keuangan negara. 

Apalagi, mengingat Piala Dunia 2030 berlangsung di Portugal, Spanyol, dan Maroko (Afrika).

Arab Saudi yang sejak Desember 2024 terpilih jadi tuan rumah Piala Dunia 2034 turut mengajukan. Namun, FIFA menolaknya karena akan ada satu negara yang jadi tuan rumah dalam delapan tahun terakhir.

Pun dengan Qatar yang uangnya tak berseri siap menggantikan AS. Namun, FIFA menolak dengan alasan sudah menggelar Piala Dunia 2022. 

Ketika masih buntu, Jepang dan Korea Selatan (Korsel) berebut jadi tuan rumah seperti yang dilakukan pada Piala Dunia 2002. FIFA pun membuka diri pada dua raksasa Asia Timur tersebut.

Bahkan, Jepang dan Korsel siap jadi tuan rumah tunggal! Ini yang disambut FIFA dengan tangan terbuka.

Namun, mayoritas negara kuat Eropa dan Amerika Selatan, justru menolaknya. Alasan formal karena beda jam tayang antara waktu mereka dengan di Asia Timur.

Padahal, aslinya mereka enggan kedua negara itu bak Harimau diberi sayap. Ya, baik Jepang dan Korsel merupakan ancaman bagi negara tradisional Piala Dunia seperti Brasil, Jerman, Italia, Argentina, Prancis, hingga Spanyol.

Keduanya memiliki tim terbaik saat ini yang bisa mengimbangi negara kuat Eropa dan Amerika Selatan.

Jika salah satu Jepang atau Korsel jadi tuan rumah, banyak yang khawatir akan merusak hegemoni Eropa dan Amerika Selatan. Yaitu, salah satu dari Jepang atau Korsel juara!

Itu yang ditakutkan negara Eropa dan Amerika Selatan. Pengalaman pada Piala Dunia 2002 saat Korsel ke semifinal dengan mempermalukan Italia di 16 besar dan Spanyol (perempat final) masih membekas.

Siapa yang menjamin jika Korsel atau Jepang jadi tuan rumah, pencapaian pada 24 tahun silam terulang lagi?

Negara-negara Eropa dan Amerika Selatan pun ga sanggup melihatnya andai ada wakil Asia yang juara.

Deadlock.

FIFA kepusingan.

Infantino kalang kabut karena sudah dikejar sponsor terkait jadi atau tidaknya Piala Dunia 2026 berlangsung tepat waktu.


*        *        *


ADAGIUM mengatakan, "Dalam krisis, ada peluang". Demikian terjadi dengan Indonesia.

Karena mentok akibat dikejar deadline penyelenggaraan, Infantino pun iseng menelepon Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Niatnya, basa-basi khas Italia.

Dari lolosnya Indonesia ke Piala Dunia 2026 lewat kualifikasi ronde 4 zona Asia. Hingga terkait pengembangan sepak bola usia dini.

Ketika pembicaraan kian intens, tiba-tiba Infantino melemparkan pertanyaan, apakah Indonesia sanggup jadi tuan rumah Piala Dunia 2026? Ga pake hitungan detik, dengan antusias Prabowo pun menjawab:

"Sanggup!"

Infantino pun melengak. Pria asal Swiss ini pun mengulangi pertanyaannya untuk memastikan kesediaan Indonesia.

Terutama dari segi keamanan. Maklum, yang datang itu 47 negara dengan satu tim sekitar 40 orang. Baik pemain, pelatih, staf, dan lainnya.

Juga ratusan ribu warga negara dari lima benua yang tampil di Piala Dunia yang akan membanjiri Indonesia.

Ini tidak mudah terkait akomodasi, hotel, transportasi, sarana dan prasarana, hingga stadion.

Prabowo dengan tegas, mengatakan, "Indonesia siap jadi tuan rumah Piala Dunia 2026. Kami akan menyambut dengan hangat seluruh peserta dan suporter yang datang. Keselamatan, keamanan, dan kenyamanan tamu akan saya garansi."

Infantino pun lega mendengarnya. Memang sosok yang 23 Maret lalu genap 56 tahun ini memiliki kedekatan dengan Indonesia.

Bahkan, pada 2023 lalu FIFA resmi membuka kantornya -hub Asia Tenggara- di kawasan Sudirman. 

Hubungannya dengan Prabowo, Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo, hingga Ketua PSSI sebelumnya, Mochamad "Iwan Bule" Iriawan, pun sangat bagus.

Di sisi lain, bagi Prabowo, ditunjuknya Indonesia sebagai tuan rumah jadi legacy besae. Sekaligus, modal untuk kampanye Pilpres 2029.

Ya, namanya juga politikus. Apa pun itu peluangnya, wajib diambil.

Masalah datang kemudian, ntar aja dipikirin.

Yang penting, Indonesia sukses menyelenggarakan Piala Dunia 2026. Urusan lain, carut marut ekonomi, ga dibahas. 

Intinya, Indonesia sukses gantikan AS sebagai tuan rumah.

Yes, Make Indonesia Great Again!

Again!

Again!

Again.

Agak... Lain sih!


*        *        *


PRABOWO jadi presiden ketiga sejak era pemilihan langsung yang menyelenggarakan event akbar. Dimulai dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Piala Asia 2007.

Saat itu, Indonesia jadi tuan rumah bersama tiga negara Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Finalnya, di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang juga venue pamungkas Piala Dunia 2026 pada Minggu (19/7).

11 tahun berselang, Indonesia dipercaya sebagai tuan rumah Asian Games 2018 di bawah kepemimpinan Jokowi. Yang menarik, saat itu, Indonesia pun jadi host karena menggantikan Vietnam yang dilanda krisis finansial.

Antara era Jokowi dan Prabowo, identik. Indonesia sama-sama jadi tuan rumah pengganti.

Hebatnya, kedua event berlangsung sukses. Setidaknya, hingga perempat final pada Piala Dunia 2026 ini.

Sejak pembukaan pada 11 Juni lalu, tiada noktah yang berarti. Alias, ada kesalahan  tapi kecil.

Misalnya, warga nonton di GBK tapi parkir liar sepanjang depan Kemenpora dan TVRI. Motornya hilang. 

Tukang parkir liarnya yang mau terima duit tapi ga mau tanggung jawab cuma bilang, "Maaf, saya orang miskin. Hidup susah. Ini aja bela-belain jaga parkir."

Padahal, setiap motor dikenakan tarif Rp 20 ribu. Bahkan, mobil hingga Rp 100 ribu.

Duitnya? Katanya harus setoran ke oknum anggota.

Sisanya? Biasa. Kalo ga dipake nyabu, ngewe jablai, mabok, atau nyelot zeus. 

Apa yang mau diharapkan dari orang-orang pemalas ini?


*        *        *


HINGGA babak delapan besar, persaingan antarnegara menuju juara kian sengit. Selain Argentina, ada Brasil dan Jerman yang sudah memastikan tempat di semifinal. 

Satu slot lagi diperebutkan antara Italia kontra Portugal yang berlangsung malam nanti di Stadion Gelora Bandung Lautan Api.

Ya, salah satu masalah Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026 terkait stadion. Maklum, jarang ada stadion di Indonesia yang berkapasitas besar sesuai FIFA’s Stadium Guidelines.

Yaitu, minimal punya 40 ribu kursi. Untuk perempat final dan semifinal hingga 60 ribh kursi. Sementara, pembukaan dan final wajib 80 ribu kursi.

Nah, berhubung Indonesia ditunjuk sebagai host pengganti, jadi FIFA coba "tutup mata" terkait mayoritas stadion di Tanah Air yang kapasitasnya kurang. Alias, hanya ada GBK, JIS, atau GBLA.

"Woles bro. Kalian bersedia jadi tuan rumah pun, kami sudah bersyukur banget," kata Infantino, semringah saat diwawancarai media.

Ya, simbiosis mutualis. FIFA membolehkan beberapa stadion berukuran kecil untuk menggelar pertandingan.

Sebab, waktunya sejak ditunjuk hingga Piala Dunia 2026 berlangsung, kurang dari sebulan. Tentu, pemerintah tidak bisa menyulap secara tiba-tiba.

Itu yang dimaklumi Infantino, FIFA, 47 negara peserta, puluhan ribu suporter, hingga media.

Surat kabar olahraga ternama Italia, Barzini and Tattaglia Sport, menuliskan pujian secara besar-besaran. Mengakui Prabowo sebagai pemimpin yang peduli olahraga.

"Presiden Subianto berhasil menyulap Piala Dunia 2026 hingga terselenggara dengan baik. Awal kejayaan Indonesia!"

Wow... Menyulap?

Frasa berhasil menyulap kok, terdengar familiar. Btw, sebagai penggemar Prabowo, saya tahu 08 itu bukan pesulap.

Penculik iya. Itu fakta dan Prabowo mengakuinya saat menyulap aktivis jelang reformasi.


Selengkapnya:

- Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit (https://www.roelly87.com/2023/09/prabowo-sang-penculik-yang-berharap.html)

- Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah (https://www.roelly87.com/2023/12/prabowo-gemoy-tapi-tangannya-berlumuran.html)

- Saya Ga Menyesal Pilih Prabowo, Memang Kemampuannya B Aja (https://www.roelly87.com/2025/04/saya-ga-menyesal-pilih-prabowo-memang.html)

Koran Meksiko, El Señor de Los Cielos turut mengapresiasi. Menurutnya, Indonesia tidak hanya menyelamatkan wajah FIFA saja, melainkan Meksiko dan Kanada yang memang tidak sanggup jadi host Piala Dunia 2026 usai AS batal.

"Terima kasih Indonesia. Kami, rakyat Meksiko sangat mendukung kinerja kalian."

Beberapa media lain, hingga perempat final ini menuliskan:

El Padrino (portal asal Medellin, Kolombia): Andai kami mampu melakukannya seperti Indonesia (jadi tuan rumah Piala Dunia) pada 1980-an dan 1990-an saat ditopang perdagangan haram, mungkin saat ini sudah jadi negara makmur. Kolombia harus belajar dari Indonesia.

Megumi Shimbun (koran Jepang): Ini bukan Piala Dunia terbaik. Namun, Indonesia bisa dikatakan sukses sebagai penyelenggara.

Suez Streets (majalah Mesir): Indonesia menawarkan keunikan untuk menyambut seluruh tamu. Keindahan alam, budaya, keramahan, hingga keamanan yang sangat terjamin.

Ya, mayoritas mengapresiasi kinerja pemerintah. Baik pusat maupun daerah. Mereka di bawah satu komando, yaitu Prabowo. 

Itu mengapa, nyaris tidak ada berita yang mengancam keamanan sepanjang Piala Dunia 2026 berlangsung. Sebab, semuanya sudah dilokalisir aparat berwenang.

Misal, menugaskan kepolisian untuk mengamankan stadion 24 jam. Mereka berpakaian biasa. Tidak mencolok perhatian. 

Polisi termasuk intel juga memerintahkan preman setempat dan ormas untuk memberi rasa aman dan nyaman bagi tim yang bertanding serta suporter. 

Tentu, ada sih, yang membangkang dengan main dua kaki. Ikut mengamankan iya, tapi memeras suporter negara lain juga iya. 

Akibatnya, Prabowo langsung menginstruksikan aparat untuk menghilangkan preman serta ormas itu dan pentolannya serta ribuan anggota. 

Maksud menghilangkan ya, benar-benar hilang dari muka bumi. Begitulah cara kerja Prabowo sebagai pesulap yang senyap.

Mungkin, preman dan ormas itu ga paham bahwa Prabowo punya tiga wajah. Wajah pertama, ramah terhadap tamu, termasuk negara luar.

Kedua, simpatik terhadap bawahan atau kenalan yang setia. Contohnya, di kabinet aja yang ya...

Wajah ketiga: Telengas terhadap pihak yang mengkhianatinya. Baginya, titah yang sudah dikeluarkan ga bisa ditawar apalagi dibantah. Selesai sudah nasib preman dan ormas tolol itu.

Bagi masyarakat, itu bagus. Secara memastikan suasana tetap kondusif sepanjang Piala Dunia 2026 berlangsung. Sekaligus, memanjakan tamu yang hadir.

Ya, itu inisiatif Prabowo. Kapan harus berlaku ramah kepada tamu dan kapan harus brutal dengan menghilangkan nyawa orang tanpa berkedip. 

Pengalamannya sebagai orang nomor satu di Kopassus dan Kostrad serta memimpin Tim Mawar jadi barometer. 

Bagaimana dengan anak buahnya, yaitu menteri di Kabinet Indonesia Merah Putih. Sumpah, ga berguna. 

Anak buahnya, termasuk menteri, wakil, DPR, DPD, DPRD, dan di partai, merupakan penjilat. Tipe ABS: Asal Bowo Senang.

Bahkan, beberapa orang terdekatnya yang jadi pejabat tinggi bikin malu. Yaitu, maksa nerobos kamar ganti pemain saat jeda pertandingan untuk foto bersama hingga mengajak anaknya.

Asu!

Jancok!

Yaitulah kalo pemimpin dikelilingi Hyena. Hewan pemakan bangkai. 

Prabowo sudah berusaha yang terbaik, eh para pembantunya berkelakuan minus hingga mencoreng reputasi Indonesia. Mungkin, dajjal aja sungkem sama penjilat di sekitar Ring 1 Prabowo.

Terkait keamanan nonteknis, misal kelompok separatis, Prabowo pun sudah melakukan mitigasi.

Pertama, menugaskan pejabat tinggi di kabinet bersama jenderal bintang tiga untuk dialog di Papua. Tujuannya, demi meredam gejolak mengingat ada 12 pertandingan di fase grup yang diselenggarakan di Bumi Cendrawasih tersebut.

Hasilnya? 

Sangat manjur.

Entah "gimana caranya", tapi berbagai pertandingan itu berlangsung dengan lancar. Tanpa ada gangguan sedikit pun.


*        *        *


SEPERTI agenda awal Piala Dunia 2026 diselenggarakan di 16 stadion. Sebelum batal, AS menyediakan porsi terbanyak dengan 11 stadion diikuti Meksiko (tiga) dan Kanada (dua).

Indonesia pun menyiapkan 16 stadion di enam kawasan berbeda sejak fase grup hingga final. Dalam arti, semua pulau besar harus kebagian. Maksud Prabowo baik, agar tidak Jawa-sentris. 

Yaitu, Jawa dengan lima stadion, Sumatera (tiga), Kalimantan (dua), Sulawesi (tiga), Papua (dua), dan Bali-Nusa Tenggara (satu).

"Stadion di Indonesia kecil-kecil. Mayoritas hanya menampung 30 ribuan kursi di bawah standar FIFA Namun, pemerintah mereka pintar memaksimalkannya. Terbukti, stadion selalu full. Penonton senang dengan apresiasi masyarakat."

Demikian ulasan dari media asal Argentina, Tango Futbol.

Bagaimana dengan reaksi pemain?

Mayoritas positif.

Mereka merasakan suasana berbeda saat tampil di Indonesia. Terutama, pemain asal Eropa yang awalnya sempat khawatir dengan iklim tropis. 

Namun, ketika sudah menginjak rumput stadion, dukungan suporter tuan rumah jadi motivasi bagi mereka.

"Panas dan lembab. Namun, di lapangan tidak terasa. Usai pertandingan saya suka jalan-jalan. Sambutan masyarakat sangat luar biasa. Melebihi di Eropa," ujar bomber Jerman yang tampil bagus bersama klubnya di Bundesliga musim lalu.

"Ini saya dikasih seblak. Rasanya? Wow... 'enak bingit'. Nanti saya mau borong buat keluarga."

Begitu juga dengan peraih capocannoniere Serie A 2025/26. Bintang asal Italia yang diminati banyak klub raksasa Eropa itu terkesan setelah merasakan tampil di Papua.

"Saya ingin ke Raja Ampat. Itu surga kecil yang tersisa di muka bumi ini. Serius. Saya sudah minta ke manajer saya untuk memasukkan klausul liburan pramusim di Raja Ampat jika ada klub Eropa yang menginginkan saya pindah."

Ya, Raja Ampat memang jadi primadona. Padahal, tahun lalu sempat terancam punah akibat penambangan tak terkendali di kepulauan eksotis itu.

Namun, Indonesia tidak hanya Raja Ampat saja. Banyak kawasan wisata lain yang diminati para pemain di Piala Dunia 2026. Misalnya, Danau Toba, Kawah Ijen, Bromo, Nusa Penida, Bunaken, hingga Baduy yang masih asri.

Ga heran, banyak tim yang sudah tersingkir di fase grup, tidak langsung kembali ke negaranya. Mereka menikmati keindahan alam, budaya, dan keramahan dari masyarakat Indonesia.

Itu jadi nilai lebih penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah. 

Infantino girang. 

Prabowo kembali joget gemoy. 

Ya, semua senang dan semua menang.

Di dalam negeri pun demikian. Prabowo melibatkan banyak elemen masyarakat, termasuk politikus. 

Baik itu dari simpatisan 01, 02, dan 03. Mereka bahu-membahu mensukseskan Piala Dunia 2026.

Sejak pembukaan, Prabowo selalu mengundang presiden sebelumnya, seperti Jokowi, SBY, dan Megawati Soekarnoputri untuk sama-sama duduk di tribune VVIP. 

Serta keluarga presiden yang sudah meninggal turut hadir. Dari keluarga besar Soekarno, Soeharto, Habibie, dan Gusdur.

Beberapa mantan pelatih timnas pun turut diundang. Termasuk, dari luar yaitu, Luis Milla dan Shin Tae-yong.

"Alhamdulillah, hingga perempat final ini, penyelenggaraan Piala Dunia 2026 berjalan lancar. Itu membuktikan, Indonesia sebagai negara besar yang sanggup menggelar event akbar. Kita pun optimistis, next bakal jadi host Olimpiade," kata Prabowo, tersenyum saat doorstop dengan media.

Ya, di tengah absurdnya rezim Prabowo dengan para pembantu yang konyol dan ga bisa kerja, ternyata ada juga yang bisa dibanggakan. Setidaknya, dalam sebulan terakhir ini.

Terkait adanya inflasi dan resesi yang mengancam usai Piala Dunia 2026, itu soal lain. Pemerintah mana pernah mikir jauh.

Yang pasti, sebagai masyarakat, kita senang bisa jadi tuan rumah Piala Dunia 2026. 

Kapan lagi bisa melihat langsung dari dekat kehadiran Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Dybala, Vinicius Junior, Harry Kane, Kylian Mbappe, dan sebagainya. 

Apalagi, ini disebut jadi edisi pamungkas Ronaldo dan Messi di Piala Dunia. 

Bisa dipahami mengingat mereka telah cukup berumur, alias jauh melewati masa keemasan. Ronaldo sudah 41 tahun dan Messi pada 24 Juni lalu genap 39 tahun.

Beruntungnya, jadi warga Indonesia bisa menikmati The Last Dance ala Ronaldo dan Messi di Piala Dunia 2026.


*        *        *


"BRO, bangun. Mau ke GBK ga?" ujar salah satu ojol menepuk pundak saya yang sedang tertidur di motor.

Saya pun kaget. Perasaan tadi lagi streaming Indonesia versus Jepang pada matchday terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia Ronde Ketiga Grup C.

Namun, jelang turun minum saya ketiduran akibat Indonesia tertinggal 0-2. Apalagi, tidak ada shot on goal yang dilakukan ke gawang Jepang.

Beruntung, rekan ojol itu membangunkan. Sekaligus, mengingatkan saya untuk tidak naruh hp sembarangan.

Secara, saya memang lagi istirahat di kolong fly over Fatmawati-Simatupang yang ramai. Saya cek dompet dan hp, alhamdulillah aman.

"GBK ngapain pak," jawab saya sambil membasuh wajah dengan air mineral agar segar.

"Bubaran timnas bentar lagi. Ini udah menit ke-81, timnas ketinggalan enam gol," jawab rekan ojol itu sambil memakai helm.

Saya yang baru terbangun usai mimpi indah Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia 2026 pun kaget. Sembari mencubit pipi, apakah mimpi tadi nyata atau cuma khayalan.

"Pak, mainnya di Osaka, Jepang. Bukan di GBK."

"Lho, bukannya sama kayak lawan Tiongkok, Kamis lalu di GBK?"

"Kagak pak. Gantian. Kan sistemnya kandang-tandang. Kita udah pernah menjamu Jepang di GBK pada 15 November lalu. Kalah 0-4."

"Oh gitu ya? Kirain main di GBK lagi."

"Ya ampun, saya yang ketiduran, eh malah si bapak yang halu."

"Iya ya. Ga jadi deh. Makasih bro udah diingetin. Soalnya, kalo main di GBK lumayan. Pas lawan Tiongkok, saya dapat orderan ojol kakap ke Sukabumi."

"Ebuset, itu mah bukan kakap lagi, tapi paus, jaraknya 100 km lebih. Ga sekalian pulang kampung pak? He he he."

"Iya deh bro. Yaudah saya ga jadi ke GBK. Makasih infonya bro," ucap rekan ojol itu tersipu.

"Siap pak. Makasih juga udah dibangunin. Saya ketiduran tadi. Enak anginnya sepoi-sepoi," kata saya, menjura.

Ya, ternyata tadi hanya mimpi. Kirain nyata. 

Secara, ini aja baru tahun 2025. Alias, masih setahun lagi menuju Piala Dunia 2026.

Namun, banyak kesuksesan berasal dari mimpi. Siapa tahu, Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia jadi kenyataan dalam beberapa tahun mendatang.

Yang terdekat, semoga Indonesia bisa lolos dari ronde 4 kualifikasi zona Asia untuk tampil di Piala Dunia 2026.

Aamiin...


*        *        *


- Jakarta, 16 Juni 2025


*        *        *

 Artikel Terkait Timnas dan Multi Event yang Diselenggarakan di Indonesia


- (SEA GAMES 2011) Antusias Masyarakat Menyaksikan Timnas Indonesia Mengalahkan Malaysia (https://www.kompasiana.com/roelly87/55098b928133117375b1e230/antusias-masyarakat-menyaksikan-timnas-indonesia-mengalahkan-malaysia)


- Bangga Jadi Orang Indonesia (https://www.kompasiana.com/roelly87/552df94a6ea834190a8b45f2/bangga-jadi-orang-indonesia)


- Mereka yang Turut Mensukseskan Pertandingan di SEA Games 2011 (https://www.kompasiana.com/roelly87/55099d1ea33311653d2e3a23/mereka-yang-turut-mensukseskan-pertandingan-di-sea-games-2011)


- Dampak Sosial dari Pagelaran SEA Games 2011 (https://www.kompasiana.com/roelly87/5509e595a33311356c2e3960/dampak-sosial-dari-pagelaran-sea-games-2011)


- (Esai Foto) Sisi Lain Kemenangan Indonesia atas Thailand di Stadion Pakansari (https://www.roelly87.com/2016/12/sisi-lain-kemenangan-indonesia-atas.html)


- GBK Bersolek Sambut Asian Games 2018 (https://www.roelly87.com/2017/03/gbk-bersolek-sambut-asian-games-2018.html)


- Asian Para Games 2018 Bukan sekadar Menang atau Kalah, tapi... (https://www.roelly87.com/2018/10/asian-para-games-2018-bukan-sekadar.html)


- (Galeri Foto) Meriahnya Count Down Asian Games 2018 di Monas (https://www.roelly87.com/2017/08/count-down-asian-games-2018.html)


- Antara Presiden Jokowi, Asian Games 2018, Blogger, dan Tantangan Menghadapi Revolusi Industri 4.0 (https://www.roelly87.com/2018/05/antara-presiden-jokowi-asian-games-2018.html)










-




Selasa, 10 Juni 2025

Doa Tulus dari Pekerja Hiburan Malam

Doa Tulus dari Pekerja Hiburan Malam

Ilustrasi saya mengantar penumpang naik
getek di Muara Karang 
(Foto: @roelly87)


TEMBOK rumah sakit saksi doa paling tulus antara hambanya dengan Sang Pencipta melebihi rumah ibadah.

Demikian adagium yang saya lihat berseliweran di media sosial (medsos). Itu membuktikan permohonan untuk sembuh, kembali sedia kala, atau dilapangkan kesabaran anggota keluarganya kepada Tuhan sangat berarti.


Baik itu:

- Anak kepada Orangtua dan sebaliknya

- Istri kepada suami dan sebaliknya

- Cucu kepada kakek atau nenek dan sebaliknya

- Antarkeluarga, kawan, kerabat, relasi, hingga kenalan


Sebagai makhluk yang logis, saya sangat percaya dengan kekuatan doa. Baik itu di rumah sakit, rumah ibadah, rumah duka, stasiun, pelabuhan, bandara, terminal, sekolah, dan sebagainya.

Apa pun itu permohonannya, Tuhan tidak pernah tidur.


*        *        *


ALUNAN musik dangdut terdengar meriah di berbagai kafe di kawasan pinggir ibu kota. Ya, modelnya bukan bangunan permanen yang megah seperti di Sudirman, Thamrin, Satrio, dan sebagainya.

Melainkan, terbuat dari triplek berataskan seng yang kalau hujan bunyinya sangat merdu. Namun, sudah cukup memenuhi syarat untuk disebut kafe.

Saat melewatinya, tiba-tiba ada yang melambaikan tangan. Perempuan. Usia muda. Mungkin 20 hingga 25 tipis-tipis.

"Bang ojek dong..." ujarnya mendekati.

"Saya ga ada orderan ka. Salah ojol kali."

"Ih, maksudnya gw mau ngojek ga pake aplikasi ke Barat Daya. Offline, boleh kan?"

"Bentar... Buat siapa?"

"Gw lah bang. Hp Android gw 'lagi disekolahin'. Ini pake hp Nokia jadul. Ga bisa download aplikasi, WA, dll, cuma sms doang sama teleponan."

"Siap."

Sebagai ojek online (ojol), saya sering mendapat tawaran offline atau tanpa aplikasi. Namun, mayoritas saya tolak.

Secara, kalo tanpa aplikasi itu berisiko. Entah itu terjadi insiden di jalan seperti kecelakaan -semoga tidak ya Tuhan... Aamiin!-, begal, atau dihipnotis penumpang.

Beda jika penumpang menggunakan aplikasi. Data-datanya serta rute yang dilewati akan terekam dalam server aplikator.

Jika terjadi insiden pun, bakal terlacak. Sekaligus, memudahkan untuk laporan ke pihak berwajib.

Namun, bukan berarti saya anti tanpa aplikasi. Beberapa kali saya ambil. 

Sebab, ini bukan soal benar atau salah. Secara, se-idealis apa pun saya sebagai manusia, tetap urusan dapur nomor satu.  (selengkapnya: https://www.roelly87.com/2021/03/kompromi-dengan-keadaan.html)

Termasuk, pekan lalu saat tim nasional (timnas) main di GBK dan Indonesia Open 2025 di Istora. 

Hanya, offline khusus yang dekat aja mengingat situasi ramai akibat penumpang sulit order sementara ojol jemputnya kejauhan. Misal, ke Stasiun Palmerah, atau tempat makan di kawasan Senayan. 

Jika tujuan jauh, jelas saya tolak. Risiko kenapa-kenapa.

Itu pun, offline saya ambil penumpang perempuan. Berdua alias bonceng tiga, ga masalah.

Kalo penumpang pria? Ga... 

Terima kasih dah!

Saya takut orang itu begal, hipnotis, atau menyelipkan barang terlarang.

(Baca artikel terkait https://www.roelly87.com/2021/04/ada-rawarontek-di-balik-keberingasan.html).

"Berapa bang?" kata wanita itu.

"Kalo tanpa aplikasi ga tahu. Terserah lo kasih harga aja."

"Sekian *** ya."

"Oke. All, gw balik duluan ya. Jangan pulang sebelum mabok sampe tepar. Ha... Ha... Ha..." jawabnya sambil melambaikan tangan kepada beberapa rekannya yang duduk rapi.

Saya pun melajukan sepeda motor ke lokasi yang dituju. Jaraknya lumayan dekat, kurang dari lima kilo.

Namun, rutenya sangat menantang. Secara, melewati jalanan yang rusak.

Bergelombang, lobang, hingga polisi tidur yang tak beraturan.

Apalagi, setiap pengendara harus ekstrawaspada. Sebab, ini merupakan jalur Transformers.

Alias, rutin dilewati kendaraan besar seperti dump truck, kontainer, trailer, tronton, trintin, trinton, molen, dan banyak lagi.

"Na... Na... Na..." 

Terdengar lirih bisikan dari senandung penumpang di belakang saya. Sejak naik hingga hampir pertengahan jalan.

"Bagus! Nyanyi terus..."

"He... He... He..."

"Sad But True... Keren! Anak metal lo ya?"

"Kaga bang. Bosen kalo di kafe mah dangdut terus. Sekali-kali di jalan Metallica, Guns N' Roses, Nirvana, atau Toto..."

"Gokil, cewe tapi lagunya cadas..."

"Cadas Pangeran? Kampung gw dong."

"Lo asli Sumedang?"

"He..."

"Btw, suara lo merdu. Coba nyanyi Patience GNR, pas banget."

"Nadanya rendah, bang. Ga kuat."

"Kenape menyenandungkan Sad But True?"

"Galau aja bang."

"Asmara? Cintrong? Atau lo diduain?"

"Ih... Amit-amit dah. Bukan itu."

"Biasanya, cewe kalo galau alasannya itu."

"Gw galau karena bokek. Pemasukan seret udah beberapa bulan terakhir 'sampe hp masih disekolahin' belom ditebus nih. Hari ini aja dapat ga nyampe cepe..."

"Sama dong. Berarti alam semesta emang sedang ga baik-baik aja. Di dunia perojolan juga gitu."

"Serius bang?"

"Yongkru. Namanya hidup. Banyak yang sulit dapat orderan. Jadi ya, sama-sama nyender."

"Gw kira cuma gw doang bang."

"Lah, malam minggu bukannya kafe rame?"

"Rame yang nongkrong doang. Jajan mah kagak. Boro-boro beli bir 1 kerat, ini malah bawa air mineral dari luar. Dikira kita penjaga stan pasar malam, kali ya?"

"Lah, kok bisa. Tempat lo kan kafe?"

"Iya, kafe. Tapi, kafe 'ya gitu' deh."

"Ooh...


*        *        *


PENUMPANG itu cerita, meski namanya kafe, tapi tempat kerjanya multifungsi. Bisa jadi karaoke, pijat, salon, sampe "ruang curhat".

Ya, tergantung kemauan tamu. Ibaratnya, palugada, "Apa lo mau, gw ada".

Namun, setiap malam minggu, sudah tradisi berderet kafe di kawasan itu minim pemasukan. Beda dengan hari biasa.

Ini jadi dilema bagi para pekerja. Datang cuma cukup buat ongkos doang, ga hadir tapi di rumah bokek akibat ga ada pemasukan.

"Kalo malming, yang berduit jarang dateng. Pada dokem di rumah sama bininya masing-masing," ujarnya sambil berteriak karena suaranya ga terdengar akibat di sebelah ada rombongan sirkus lagi memainkan knalpot.

Emang hama ini para komunitas motor celeng. Mending, kalo motornya bagus, lah ini cuma 100-an cc.

Masih kalah sama motor ojol yang banyak 150 cc lebih. Udah gitu, rombongan sirkus ini kalo konvoi pada nutupin jalan.

Motor bagus? Ga!

Muka rupawan? Burik!

Ya, kalo mereka motornya moge kayak Renegade atau yang dipake Antonio Banderas dalam Desperado, sih, bisa dipertimbangkan.

Atau, kalo parasnya lelananging jagad ala Leonardo Di Caprio serta manis seperti Brigitte Lin Ching-hsia dalam Swordsman III, ya bisa dibicarakan baik-baik. (https://www.roelly87.com/2023/12/brigitte-lin-ching-hsia-yang-memesona.html)

Lah ini tanpa bermaksud menghina, udah motor bobrok, muka buruk rupa, eh kelakuan kayak dajal. Bikin esmosi pengendara aja!


*        *        *


"KITA mah mending tamu yang udah berumur. Royal. Ga itungan kalo 'jajan'," penumpang itu melanjutkan. "Ketimbang anak muda. Menang ganteng doang. Beli minuman aja patungan. Boro-boro kasih tip."

"Yah, gw ga ngerti gituan dah."

"Iye, maksudnya cuma sekilas info bang."

"Siap, tuan ratu."

"Ratu apaan? Ratu dunia hitam kayak di film. Ha ha ha!"

"Yah, intinya lo punya duit, lo punya kuasa."

"Njir, itu kalimat rayuan gw tuh kalo tamunya royal. Asyik. Keluarin duit ga dipirit lagi."

"Nah, itu Rohaye... Ada masanya tamu lo royal. Kadang ada yang pait. Ya, namanya juga hidup."

"Ho oh, bang. Sama kayak ojol ya. Gw dengar pada sepi?"

"Mayoritas iya. Harus disyukuri aja. Banyak atau dikit, yang penting udah usaha."

"Tjakep, bang. Gw juga kalo udah *** bakal pensi. Gw pengen hidup normal dan ***."

"Silakan. Itu pilihan, lo mau kerja apa aja bebas. Yang penting bisa buat anak atau keluarga."

"Kadang kalo bipolar gw kambuh, gw malu juga sama tetangga. Apalagi, kerja beginian pulang sering pagi. Jadi bahan omongan."

"Lah, emang tetangga lo yang kasih makan lo? Ga, kan?"

"Ya, ga sih."

"Ngapain harus malu? Hidup lo, ya lo yang atur sendiri. Mau lo kerja apa kek, urusan lo. Lo ga usah peduliin tetangga," saya menjelaskan. "Kecuali, lo dikasih makan sama tetangga lo tiap hari, kalo mereka nyinyir, ya pantes. Ini kan, ga?

"Ya begitulah," ujarnya sambil menarik napas.

"Ini ada cagak, belok kanan atau kiri?"

"..."

"Woi... Rohaye, die malah ngelamun."

"Anjir... Maap bang. Wkwkwkkw. Iye, kanan."

"Siap. Yang ada tugu?"

"Iya bang."

"Oke sampe."

Saya pun menepikan sepeda motor. Memberi ruang gerak pengendara lain yang ingin lewat mengingat jalannya cukup sempit."

"Ini bang."

"Ebuset, gw kaga ada kembaliannya."

"Serius?"

"Lah, pan dibilang orderan ojol lagi sepi. Mungkin, efek libur panjang."

"Oke bang. Gw tuker ke warung dulu ya."

Penumpang itu pun membawa balik selembar merah untuk ditukar ke warung. Ongkosnya, sekitar 1USD lebih dikit.

Jelas, saya ga punya kembalian. Secara, di dompet aja cuma ada selembar biru dan beberapa ribuan. 

"Bang, ini air mineral buat lo. Bentar ya gw lagi nunggu kembalian," penumpang itu menghampiri dengan botol air mineral berukuran sedang.

"Selow aja. Sorry ngerepotin. Soalnya emang ga ada kembalian. Duit lo kegedean."

"Anjir... Saae lo bang, ni aja selembar-lembarnya," katanya dengan tersenyum renyah.

Sambil menunggu pembayaran tunai, saya pun membuka bagasi motor untuk mengeluarkan jas hujan. Maklum, langit pada dini hari udah merah.

Takutnya, tiba-tiba hujan lebat. Jadi, ya, kata pepatah, sedia jas hujan sebelum deras.

"Ini bang, ga usah kembali."

"Yee, banyak amat," jawab saya usai menerima selembar hijau dan 1 ringgit lebih.

"Ga apa-apa, buat lo bang. Makasih ya. Gw doain moga lo juga lancar rezekinya juga sehat biar kuat cari nafkah. Aamiin..."

"Aamiin. Makasih banyak, Rohaye."

Saya pun menaruh uang di tas selempang. Karena penumpang udah ngasih lebih, ya saya terima.

Yang penting, bukan saya yang minta. Secara, pantang minta-minta ke orang. 

Sejeleknya saya, masih punya harga diri. Kecuali jika itu masuk layanan ojol, seperti nganternya lebih jauh, beberapa kali berhenti, atau masuk lokasi yang kena parkir.

"Rezeki bro, ambil aja," ucap pemilik warung sambil mengeluarkan beberapa galon kosong.

"Iya, pak. Rezeki. Penumpangnya baik."

"Orangnya emang baik. Sering jajanin atau kasih tip ojol yang nganter."

"Iya pak. Duluan ya."

"Sip, ttdj bro."

Saya pun melanjutkan perjalanan di tengah gemuruh kilat layaknya kehadiran Thor Odinson. Meski tubuh ini bergerak, tapi pikiran masih berada di depan warung tadi.

Khususnya, doa yang bikin merinding dari penumpang yang lupa saya tanya namanya. 

Ya, di tengah kekurangan mencari nafkah yang mungkin dianggap negatif di masyarakat, penumpang itu membuktikan bahwa hidup ga sekadar hitam atau putih. Doi yang bekerja di dunia malam, dalam keterbatasannya benar-benar mengaplikasikan prinsip memanusiakan manusia.

Salut dengan sikapnya.

Apalagi doanya yang tulus bagi saya terdengar sangat menyentuh hati dibandingkan pujian kepada Tuhan yang dilakukan banyak ahli ibadah yang hipokrit.

Terima kasih, wahai penumpang tanpa nama.


*        *        *


- Jakarta, 10 Juni 2025


*        *        *


Artikel Terkait Dunia Malam:


- https://www.roelly87.com/2024/08/psk-dan-gigolo-lebih-mulia-daripada.html

- https://www.kompasiana.com/roelly87/5500985ba33311e7725115a1/ironi-seorang-kupu-kupu-malam

- https://www.kompasiana.com/roelly87/551079a5a33311c037ba83f5/kupu-kupu-malam-dalam-sebuah-kisah?page=all

- https://www.kompasiana.com/roelly87/54f44b677455139d2b6c8860/riwayat-panjang-lagu-kupu-kupu-malam

- https://www.roelly87.com/2021/10/mangga-besar-punya-cerita.html



Artikel Terkait Customer Ojol:


- Pelajaran dari Penumpang Tuna Netra (https://www.roelly87.com/2025/05/pelajaran-dari-penumpang-tuna-netra.html)


- Lirikan Maut Penjaga Kedai 2 (https://www.roelly87.com/2025/03/lirikan-maut-penjaga-kedai-2.html)


- Lirikan Maut Penjaga Kedai (https://www.roelly87.com/2025/03/lirikan-maut-penjaga-kedai.html)


- Insiden Membokongi Piza (https://www.roelly87.com/2025/01/insiden-membokongi-piza.html)


- Dan Terjadi Lagi... Pelecehan Seksual terhadap Ojol (https://www.roelly87.com/2024/08/dan-terjadi-lagi-pelecehan-seksual.html)


- Tidak Ada Toleransi untuk Perokok (https://www.roelly87.com/2024/05/tidak-ada-toleransi-untuk-perokok.html)


- Penumpang Kecebur Got dan Motor Hampir Mogok: Drama Banjir 22 Maret (https://www.roelly87.com/2024/03/penumpang-kecebur-got-dan-motor-hampir.html)


- Terima Kasih, Orang Baik (3) (https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html)


- Tidak Ada Polisi 40%, Ini Alasan Penumpang Enggan Pakai Helm (https://www.roelly87.com/2020/03/tidak-ada-polisi-40-ini-alasan.html)


- Anak Perwira Dijambret di Samping Polda Metro Jaya (https://www.roelly87.com/2024/03/anak-perwira-dijambret-di-samping-polda.html)


- Sisi Lain Konser Coldplay: Mistik, Sedih, Haru, dan Bahagia (https://www.roelly87.com/2023/11/sisi-lain-konser-coldplay-mistik-sedih.html)


- Menara Kadin yang Memanusiakan Manusia (https://www.roelly87.com/2023/11/menara-kadin-yang-memanusiakan-manusia.html)


- Ditolak Ojol: Bertepuk Sebelah Tangan (https://www.roelly87.com/2023/05/ditolak-ojol-bertepuk-sebelah-tangan.html)


- BlackPink di Mata Ojol (https://www.roelly87.com/2023/03/blackpink-di-mata-ojol.html)


- Risiko Ojol Antar Makanan pada Dini Hari (https://www.roelly87.com/2023/02/risiko-ojol-antar-makanan-pada-dini-hari.html)


- Karena Customer adalah Raja (https://www.roelly87.com/2022/01/karena-customer-adalah-raja.html)


- Di Suatu Desa dengan Penumpang Random (https://www.roelly87.com/2021/10/di-suatu-desa-dengan-penumpang-random.html)


- Sebuah Kisah Klasik yang Tak Berujung (https://www.roelly87.com/2021/06/sebuah-kisah-klasik-yang-tak-berujung.html)


- Kompromi dengan Keadaan (https://www.roelly87.com/2021/03/kompromi-dengan-keadaan.html)


- Orderan pada Malam yang Ganjil (https://www.roelly87.com/2020/11/orderan-pada-malam-yang-ganjil.html)