TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Gudang Sarinah

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Gudang Sarinah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Gudang Sarinah. Tampilkan semua postingan

Jumat, 08 Januari 2016

Menikmati Sensasi Sop Durian buatan Annisa


Semangkuk Sop Durian buatan Annisa


SEJAK zaman dahulu kala, durian atau duren dikenal sebagai raja buah. Entah kenapa dijuluki seperti itu, mungkin karena bentuk fisiknya yang besar dan rasanya yang legit. Ditambah lagi dengan baunya yang khas yang menggugah selera. Lengkap sudah.

Kebetulan, sejak kecil saya memang menyukai buah berduri ini. Bahkan, waktu bertugas di pedalaman Sumatera Barat (Sumbar), nyaris setiap hari menyantap durian karena salah satu rekan memiliki banyak pohon durian dalam kebunnya. Jadi, kalau lagi iseng, tinggal manjat saja atau memetiknya dengan bambu.

Yang menarik, durian tidak hanya enak dimakan secara langsung. Melainkan juga kerap dijadikan sebagai tambahan untuk makanan atau minuman. Kebetulan, di rumah kami sering bikin Kinca Durian, yaitu semacam kolak yang dibuat dari durian dengan ditambahin roti sebagai pelengkap. Atau, dijadikan Ketan Durian khas Sumbar seperti yang sering saya cicipi di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan.

Teranyar, saya baru tahu kalau durian juga nikmat saat dibuat sop.

*       *       *
SUATU sore pada pertengahan November lalu, saya sempat tersasar di pedalaman ibu kota. Tepatnya, saat mencari lokasi pameran Jakarta Biennale 2015, yang terletak di Gudang Sarinah, Pancoran, Jakarta Selatan. Lantaran salah ambil rute berdasarkan petunjuk di GPS ponsel saya, masuk dari Jalan Pasar Minggu menuju Jalan Pancoran Timur Raya.

Padahal, seharusnya lewat Jalan Pancoran Timur II yang mengambil rute dari Jalan Gotot Subroto mengingat lokasinya tidak jauh dari Tugu Pancoran (Patung Dirgantara). Alhasil, saya harus muter-muter di lokasi tersebut nyaris satu jam karena terjebak macet dan jalan buntu.

Namun, betul kata pepatah, "pelangi yang indah hanya terbit setelah badai". Sebab, di tengah kelelahan akibat beberapa kali salah jalan, saya menemukan pemandangan menarik yang jadi pengalaman baru: Kedai Annisa yang menjual aneka menu dengan tagline Sensasi Durian di Jalan Pegadegan Utara, Pancoran.

Tanpa lama, akhirnya saya pun menepikan sepeda motor untuk singgah sejenak. Selain ingin istirahat sejenak saking pegalnya tangan menggenggam stang sepeda motor, juga penasaran dengan sansasi durian buatan Annisa.

Oh ya, kedainya bisa dibilang sederhana. Karena hanya memuat dua meja panjang dari kayu beserta beberapa kursi plastik. Tapi, bagi saya tak masalah, yang penting bisa bersandar sejenak dan menikmati angin sepoi-sepoi yang bertiup di luarnya.

Seusai mendapat sambutan yang ramah dari pemiliknya, kami diberi daftar menu yang bervariasi. Ada Sop Durian, Pan Cake, dan Sop Buah Segar. Tentu, saya memilih menu yang pertama karena penasaran ingin mencicipi Sop Durian untuk kali pertama.

Apalagi, dalam daftar menu terdapat aneka topping yang bisa dipilih sesuai selera. Mulai dari Sop Durian yang ditaburi Kismis, Almond, Oreo, Jelly, Roti,  Cho Chip, Keju, Ketan, Strawberi, Special Topping, Double Durian, hingga Sensasi Special.

Saat itu, pilihan saya jatuh pada Sensasi Special dengan aneka topping. Sayangnya, saya lupa memberi tahu pemiliknya, agar tidak ditaburi kismis -bukan kisah misteri-. Tapi berhubung sudah dihidangkan, ya mau ga mau Sop Durian Special Topping-nya terpaksa saya urek-urek untuk memilah kismisnya.

Nah, bagaimana dengan rasanya? Ini sih relatif ya. Menurut saya pribadi, Sop Durian buatan Annisa sangat pas. Maksudnya, rasanya pas, toppingnya, porsinya, hingga harganya. Ya, untuk semangkuk penuh Sop Durian yang diberi berbagai taburan Strawberi, Roti, Keju, Almond, hingga Oreo, bisa dikatakan murah meriah.

Kebetulan, saya menyantapnya sore hari yang didukung sejuknya udara setelah sejam sebelumnya harus berpeluh keringat mencari alamat. Jadi, saya benar-benar menikmati Sop Durian bikinan Annisa ini hingga tetes terakhir! Alias, sampai mangkuknya bersih tak tersisa.

Sayangnya, selain tiga menu itu, kedai ini tidak memiliki aneka minuman. Adanya hanya air mineral dalam ukuran gelas yang tentu kurang pas. Maklum, biasanya setelah menyantap sesuatu yang berbau durian, saya selalu meminum teh manis hangat untuk menetralisir rasanya yang menyengat.

"Kami masih baru mas. Belum lama buka, sekitar Juni lalu," kata empunya kedai menjawab pertanyaan saya. Menurutnya, durian yang dijadikan aneka menunya ini didatangkan langsung dari Medan, Sumatera Utara. Itu mengapa rasanya sangat khas yang membuat kami tergoda lagi untuk mencicipinya di lain waktu.

*       *       *
Bertabur topping yang menggoda, termasuk Oreo

*       *       *
Duriannya didatangkan langsung dari Medan

*       *       *
Aneka rasa dalam daftar menu

*       *       *
Mereka menerima pesanan juga

*       *       *
Kedai Annisa dari pinggir jalan

*       *       *
*       *       *

- Jakarta, 8 Januari 2016

Senin, 16 November 2015

Yuk, Kunjungi Jakarta Biennale 2015



Jakarta Biennale 2015: Maju Kena, Mundur Kena: Bertindak Sekarang!


JAKARTA Biennale 2015 kembali digelar. Kali ini, perhelatan seni rupa dua tahunan itu diselenggarakan selama dua bulan, sejak kemarin, Minggu (15/11) hingga 17 Januari mendatang. Pembukaannya, sudah berlangsung pada Sabtu (14/11) di Gudang Sarinah, Pancoran, Jakarta Selatan.

Jakarta Biennale ini merupakan edisi ke-16 sejak diselenggarakan perdana pada 1974. Saat itu, masih bernama Pameran Besar Seni Lukis Indonesia I di Taman Ismail Marzuki (TIM). Namun, sekarang, skalanya lebih luas dibanding 41 tahun silam.

Yaitu, dengan melibatkan tujuh kurator dan 70 seniman sekaligus baik individu atau kelompok. Mereka terbagi dengan  42 di antaranya berasal dari seluruh wilayah Indonesia dan 28 lainnya luar negeri.

*      *      *

SEJARAH mencatat Sarinah merupakan nama pengasuh Soekarno saat kecil yang diabadikan sebagai pusat perbelanjaan modern pertama di Jalan Thamrin, Jakarta Pusat. Saat ini, meski kondisinya sudah tertinggal dari beberapa mal dan plaza yang ada di kawasan sekitarnya, Sarinah masih tegak berdiri.

Mereka memiliki gudang yang terletak di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Tepatnya, di Jalan Pancoran Timur II yang memiliki luas 3.000 meter persegi tersebut. Gudang itulah yang dalam dua bulan mendatang dipenuhi pengunjung untuk acara Jakarta Biennale 2015.

Saya beruntung bisa menghadiri acara pembukaannya pada akhir pekan lalu. Itu setelah membaca artikel rekan blogger Sari Novita berjudul "Temukan Pengalaman Baru di Jakarta Biennale 2015". Kebetulan, untuk acaranya yang memang berbau seni, saya tidak asing lagi. Lantaran, bulan lalu, saya sempat mendapat infonya saat menghadiri Pameran Seni Lukis Jakarta 2015: Rendering Regime di TIM (24/10).

Sebagai penikmat seni, sudah pasti saya "haram" melewatkan Jakarta Biennale 2015 meski harus tersasar hingga jalan buntu akibat GPS di ponsel salah posisi saat mencari rute. Selain memberikan warna tersendiri dalam blantika seni Tanah Air, acara yang bertajuk "Maju Kena Mundur Kena: Bertindak Sekarang!" ini diperkaya puluhan seniman. Plus, dua pertunjukkan musik dari White Shoes and the Couples Company dan Sentimental Moods.

"Kenapa air, sejarah, dan gender? Karena semua orang punya ketiga hal tersebut," kata kurator asal Skotlandia, Charles Esche dalam sambutannya pada pembukaan. "Apalagi, 99 persen tubuh manusia terdiri dari cairan (air). Juga karena Indonesia merupakan negara kepulauan. Sudah pasti, rakyatnya selalu bersentuhan dengan air. Untuk sejarah dan gender, kita pasti bersentuhan dengan keduanya."

Pernyataan kurator asing pertama di Jakarta Biennale ini diiyakan rekannya sesama kurator, Irma Chantily. Menurut wanita 30 tahun ini, tema tersebut sudah dicetuskan sejak Januari. Tepatnya, saat terjadi isu penggusuran warga di bantaran air.

"Ketika kami berdiskusi Januari lalu, tema air yang pertama kali muncul. Yaitu, tentang banjir, persediaan air minum, hingga penggusuran warga (di bantaran sungai). Seiring berjalannya waktu, kami menemukan banyak isu lain yang perlu diberi wadah. Semua, terhubung lewat isu sejarah dan gender," Irma yang menyukai fotografi ini menambahkan.

Ya, apa yang dikatakan dua dari tujuh kurator itu dapat kita simak dalam rangkaian Jakarta Biennale 2015. Yang menarik, semua itu dapat dinikmati secara gratis. Itu mengapa saya dan rekan blogger yang mendatangi Gudang Sarinah, harus antre panjang saat menuju pintu masuk.

*      *      *

TAMPAK, antusiasme menjalar di wajah pengunjung yang mayoritas anak muda, khususnya mahasiswa. Apalagi, panitia menyediakan makanan dan minuman gratis sepanjang acara. Termasuk, jamu beras kencur yang kami nikmati selagi hangat.

Timbul pertanyaan, dengan berbagai fasilitas, seperti sewa gudang, bayar musisi, sewa petugas keamanan, konsumsi, hingga lain-lain. Bagaimana dengan dananya? Menurut salah satu panitia yang enggan disebut namanya, ternyata itu berkat dukungan sponsor.

Yupz, mereka yang membantu tim kerja dari Yayasan Jakarta Biennale demi terselenggaranya acara. Itu meliputi relawan dan sponsor. Sementara, dari pemerintah ada Dinas Pariwisata Jakarta. Selanjutnya, Sarinah Depertment Store, Dewan Kesenian Jakarta, Goethe Institut, Erasmus Huis, dan banyak lagi.
*      *      *
Antrea panjang untuk registrasi

*      *      *
Isi daftar hadir dengan identitas Blogger

*      *      *
Booth Sarinah

*      *      *

*      *      *
Jamu beras kencur yang rasanya pas banget

*      *      *
WNA pun tertarik menyambangi menu gratisan

*      *      *

*      *      *

*      *      *
Upz, vulgar euy :)

*      *      *

*      *      *

*      *      *

*      *      *
Lompatlah daku, kau kutangkap

*      *      *

*      *      *

*      *      *
Ada yang aneh dengan foto ini?

*      *      *

*      *      *

*      *      *

*      *      *


*      *      *
Artikel terkait Seni dan Budaya
- ?
- 100 Tahun Ismail Marzuki 24 Mei 2014

*      *      *

- Jakarta, 16 November 2015