TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Mei 2025

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Jumat, 30 Mei 2025

Hilang Motor akibat Parkir Liar, Salah Siapa?

Ilustrasi saya parkir sembarangan dengan 3 
gembok sekaligus. Tetap waswas hilang!
(Foto: dokumentasi pribadi/@roelly87)



SAGU rangi merupakan cemilan khas Betawi. Saat ini, sudah sulit ditemukan, kecuali di pasar tradisional atau pedagang depan sekolahan.

Dulu, pada pertengahan 90-an hingga awal milenium, saya sering mendapatkannya. Seporsi yang berisi loyang panjang sekitar Rp 300-1.000. 

Rasanya yang renyah di luar dan empuk di dalam sangat khas. Ditambah, topping gula merah yang menambah kenikmatan.

Itu yang saya rasakan saat menyantapnya di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Usai mengantarkan orderan di Rawa Belong, saya tak sengaja membeli sagu rangi yang kebetulan lewat.

Siang-siang di tengah cuaca tak menentu ini, memang paling mantap menikmati cemilan. Sambil membaca berita terhangat terkait macet total pada Rabu (28/5).

"Pak, titip motor bentar ya. Saya mau ke dalam, ga lama," ujar ibu muda yang memarkirkan kendaraanya di samping motor saya.

"Maaf ka, parkirnya di dalam aja. Di sini ga ada yang jagain."

"Ini banyak mas, motor ojol sama umum. Titip ya. Bentar aja."

"Maaf ka, sekali lagi. Mending parkir resmi aja. Takut hilang."

"Yaelah mas, baru jadi ojol aja sombong amat. Nitip sebentar ga boleh."

"Ka, ini saya lagi nunggu orderan masuk. Ga mungkin kalo dapat orderan saya cancel gara-gara harus nungguin motor Anda. Lagian kan bisa parkir resmi di dalam. Atau parkir liar bayar Rp 2.000 di ujung. Kalo di sini mau naroh motor bebas aja, tapi ga ada yang tanggung jawab kalo hilang..."

Belum selesai saya menjelaskan, orang tersebut langsung melengos. Menyalakan motornya dengan kencang tanpa mengucap sepatah kata.

Saya pun bergeming. Masa bodoh mau dibilang sombong atau apa.

Secara, saya ojol lagi nunggu orderan masuk. Alias, bukan pengawal pribadi yang jagain motor orang.


*        *        *


"MANUSIA aneh. Dikasih tahu baik-baik ga diterima..."

Demikian suara dari samping terdengar nyaring. Saya menoleh, yaitu sesama rekan ojol dengan jaket yang khas.

Ternyata, dia memerhatikan obrolan saya dengan pengendara tadi. 

"Iya, bro. Tinggal parkir resmi di dalam bayar Rp 2.000 aja susah banget. Kalo parkir liar di sini, rawan maling," kata saya mengangguk dan menolak dengan sopan tawaran kopi darinya.

"Diemin aja aturan bro. Biar dia kapok. Emangnya, kita ojol ini budak dia apa? Disuruh jagain motor."

"Yasutralah, males ladenin yang kayak gitu bro."

"Iya, dia belom tahu aja, di kawasan ini rawan maling. Apalagi ane pernah ngelihat langsung depan mata sendiri, ada orang kehilangan motornya."

"Di sini bro?"

"Bukan, di Kelapa Gading."

"Oo..."

"Jadi, tuh orang naro motornya di pinggir kali samping mal. Cuma dikunci stang aja. Pas ane balik, dia lagi teriak-teriak."

...

...

...

"Waduh..."

"Iya, sama security juga ga diladenin. Salah sendiri udah parkir sembarangan, motor ga dikunci ganda."

"Ojol juga bro?"

"Kayaknya bukan. Helmnya sih ojol. Mungkin orang biasa yang mampir ke mal atau kurir paket. Entahlah."

"Ya ampun, kasian amat. Moga ketemu dah."

...

...

...

"Padahal di sana tuh udah sering kehilangan motor. Baik itu umum, kurir paket, atau ojol. Tapi ya gitu, ga ada yang kapok. Sampe tadi siang, ane masih lihat banyak motor parkir sembarangan."

"Iya bro. Padahal tinggal parkir resmi aja bayar Rp 2.000, aman. Dibanding naro motor sembarangan, resiko hilang."

Tet...Tot...

"Bro, ane dapat orderan. Kakap nih. Cabut dulu ya."

"Siap, bro."

*        *        *


SAYA pun lanjut menyerok sisa-sisa sagu rangi. Menikmati gula merah hingga tetes terakhir.

Yummiii!

Terkait parkir sembarangan, memang dilematis juga. Sebagai ojol saya pun memahaminya.

Namun, sebisa mungkin saya parkir resmi. Itu mengapa, saya siapkan kartu pembayaran elektronik seperti Flazz dan E-Money atau dompet elektronik (Gopay, Shopeepay, dan Astrapay).

Bagi saya, parkir resmi lebih aman. Dibanding naruh motor sembarangan atau parkir liar.

Toh, parkir liar sama-sama bayar. Rugi banget.

Belum lagi kalo ada -instansi paling ga guna, beraninya sama rakjel- Dishub, rawan diangkut ke truk. Kang parkir liar mana peduli, mereka udah kabur duluan!

Bagi saya, kang parkir liar itu hama seperti pak ogah dan anggota ormas. Mereka wajib dibasmi!

Saya pribadi bukan makhluk suci. Beberapa kali pernah parkir sembarangan.

Misal, di kawasan Glodok, Mangga Dua, Kenari, Kuningan dan Sarinah. Alasannya beragam.

Salah satunya saldo kartu elektronik kehabisan saldo atau error ga bisa baca scan. Untuk beberapa mal, memang hanya menyediakan opsi bayar parkir lewat kartu elektronik tanpa kertas tiket. 

Alias, untuk dompet elektronik yang tinggal scan tiket, ga bisa. Contoh, Grand Indonesia, Plaza Indonesia, dan Lotte Ciputra World.

Yang menyediakan keduanya (kartu dan dompet elektronik) meliputi ITC Roxy Mas, LTC Glodok, dan Mal Mangga Dua.

Untuk mal yang gratis ojol, banyak. Selengkapnya di artikel tahun lalu, Daftar Mal Elite di Jakarta dan yang Gratiskan Parkir untuk Ojol (https://www.roelly87.com/2024/06/daftar-mal-elite-di-jakarta-dan-yang.html).

Khusus Sarinah, saya parkir sembarangan akibat slot motor udah penuh. Maklum, mal yang berdiri sejak 1962 ini memang tidak memiliki space luas untuk kendaraan, baik roda dua atau lebih.

Di seberangnya sih, samping Kedutaan Prancis ada kang parkir liar yang selalu menawarkan. Namun, saya ogah banget.

-btw, pemerintah ga malu apa? ga jauh dari kedutaan, ada praktik pungli. sama kayak di rasuna said yang berjejer kedutaan hingga kantor kementerian, tapi sepanjang jalan menjamur pak ogah di putaran balik-


Sumpah, saya berasa rugi memberi uang ke kang parkir liar. Kalo dikasih pilihan terburuk dari yang paling buruk antara:

1. Kasih uang Rp 2.000 ke kang parkir liar.

2. Makan babi hingga pindah agama.

Jujur, saya akan melakukan yang kedua.

*        *        *


BAGI mayoritas muslim di Indonesia, jelas makan babi haram. Namun, anehnya korupsi ga masalah, khususnya bagi pejabat dari level atas hingga keroco.

Makan babi haram. Ironisnya, pejabat pamer kemewahan di tengah rakyat yang sedang kesulitan itu lumrah.

Makan babi haram. Tapi, para pejabat, khususnya menteri aja korupsi. Bahkan, menteri agama udah beberapa kali, loh...

Makan babi haram. Pejabat justru bikin komentar yang menyinggung rakyat. Nirempati!

Makan babi haram. Tiap hari lewat jalan raya dikawal aparat dengan tet tot tet tot nguing nguing yang mengundang sumpah serapah masyarakat.

Makan babi haram... Isi sendiri dah. Hayati, lelah bang! 

Terkait pindah agama? Yang penting, saya tetap meyakini adanya Tuhan.

Tak lupa, untuk memanusiakan sesama manusia. Itu lebih mulia ketimbang rajin ibadah mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi mengabaikan perannya sebagai manusia kepada sesama.

Serius, itu opsi yang saya pilih ketimbang harus kasih Rp 2.000 ke kang parkir liar padahal udah jelas ada tulisan "Parkir Gratis". Yaitu, rombongan pemalas yang uangnya selalu dipakai buat nyabu, ngewe jablai, mabok, hingga nyelot zeus.

Apakah saya pelit? Benar. Pelit banget.

Intinya, seperti yang sudah rutin saya tulis pada beberapa artikel sebelumnya, saya benci kepada kang parkir liar. Titik.

Saya juga memiliki nazar. Jika kelak -semoga... Aamiin!- punya mobil, ga sekalipun memberi uang kepada pak ogah di tikungan balik, putaran, atau persimpangan.

Secara, mereka ini yang bikin macet jalanan! Demi uang Rp 1.000-2.000, tega memberhentikan kendaraan lain.

Untuk ormas, saya berharap mereka semua diberangus karena membuat rugi pedagang hingga investor. Kecuali ya, seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas agama lainnya yang memang bermanfaat.

Ya, intinya mereka itu bagi saya golongan pemakan bangkai: Kang parkir liar, pak ogah, dan anggota ormas


*        *        *


LANJUT terkait saya beberapa kali parkir sembarangan. Biasanya, saya mengantisipasi dengan keamanan berlapis. Yaitu, kunci stang kanan. Lalu, menambah tiga gembok. 

Itu meliputi gembok rantai di ban belakang. Untuk ban depan ada dua, yaitu gembok cakram bawaan pabrik dan yang alarm. Alias jika disentuh bunyi.

Apakah aman?

Belum tentu. Tetap ada perasaan waswas.

Degdegan, cyin... Takut hilang. 

Itu mengapa, parkir sembarangan sangat tidak disarankan.

Saya lebih baik keluar uang, misalnya Rp 2.000 untuk parkir di mal, Rp 3.000 di PD. Pasar Jaya, dan -REKOR PARKIR MOTOR TERMAHAL DI DUNIA!- Rp 4.000 di Polda Metro Jaya.

Sebagai makhluk logis, saya mending merogoh kocek pribadi saat mengambil orderan food atau kirim barang, ketimbang parkir sembarangan dengan resiko kehilangan motor.

Siapa yang mau ganti?***


*        *        *


- Jakarta, 30 Mei 2025


*        *        *


Artikel Terkait Gerombolan Pemakan Bangkai:


- https://www.roelly87.com/2024/08/psk-dan-gigolo-lebih-mulia-daripada.html


- https://www.roelly87.com/2025/05/pelajaran-dari-penumpang-tuna-netra.html


- https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html


- https://www.roelly87.com/2024/04/wabah-pak-ogah-merajalela-polisi-bisa.html


- https://www.roelly87.com/2024/06/polri-ultah-ke-78-maaf-mahkota-kalian.html


- https://www.roelly87.com/2023/07/manusia-lebih-anjing-daripada-anjing.html


- https://www.roelly87.com/2023/10/tentang-pedagang-asongan-di-simpang.html



...

Senin, 26 Mei 2025

Pelajaran dari Penumpang Tuna Netra

Pelajaran dari Penumpang Tuna Netra

Ilustrasi pedagang kerupuk tuna netra
(Foto: https://www.roelly87.com/2024/08/psk-dan-gigolo-lebih-mulia-daripada.html)


MEMASUKI bulan kelima dari tahun ini, seharusnya sudah kemarau. Namun, cuaca di Indonesia memang susah ditebak.

Adakalanya, saat musim hujan, dilanda kekeringan. Itu terjadi pada periode ber-ber-ber.

Alias, sejak Oktober, November, dan Desember. Dilanjut Januari hingga Maret.

Di sisi lain, ketika kemarau (April-September), justru kerap kebanjiran di beberapa tempat, termasuk Jakarta. Ya, seperti sekarang ini.

Itu yang saya perhatikan ketika sedang menyeruput kopi hideung nan panas di kawasan Muara Karang, Jakarta Utara. Saat mendongak ke atas sih, langit cukup cerah.

Namun, ketika melihat ke arah selatan, tampak kelabu. Alias, siap-siap hujan merambat ke bibir Jakarta.

Tet... Tot...

Demikian, bunyi orderan dari salah satu aplikasi ojek online (ojol). Menyadarkan saya dari asyiknya seruputan kopi sachet yang murah meriah.

"Halo.

"Saya di POM Bensin, otw pak," demikian chat saya dan template text dari aplikasi."

Saya bergegas untuk memasang kembali charger mengingat baterai hp sudah low. Tak lupa menonaktifkan aplikasi ojol lainnya.

Ya, saya memang punya lima aplikasi ojol maupun kurir sejak 2019 silam.

Dimulai dari Gojek, Shopeefood, Lalamove, TravelokaEats (sudah tutup), Maxim, dan Indriver. Prinsipnya, simpel.

Dari sekian aplikasi yang saya nyalakan, jika satu masuk orderan, yang lainnya langsung saya off. Ya, biar ga pusing juga kalo semua bunyi.

Secara, saya bukan amuba, yang bisa membelah diri. Ha... Ha... Ha...

Btw, alasan saya banyak aplikasi itu, ya karena sebagai ojol bukanlah karyawan. Alias, statusnya mitra. Tidak ada gaji.

Itu mengapa, saya menerapkan adagium, "Jangan menaruh telur dalam satu keranjang yang sama".

Yuhuuu!

Tak lama berselang, penumpang membalas pesan saya.

"Oke, saya menunggu di depan restoran ikan bakar nanti lihat saja saya lagi berdiri saya tuna netra yang bawa tongkat kalau sudah sampai panggil aja."

Saya yang membacanya pun kaget. Seumur-umur baru kali ini mendapat penumpang tuna netra.

Saya ikutin petunjuknya di lokasi yang dipilih. Ga lama pun sampai.

Pria berusia paruh baya. Ya, sekitar 60-70an dengan tongkat yang bisa dilipat.

Sendirian di pinggir jalan.

Dengan khidmat saya mencoba membantunya saat hendak duduk. Namun, penumpang yang membawa bungkusan kerupuk itu mengatakan, aman.

Alias, sudah biasa. Oke.

"Ke Stasiun Angke, ya mas," ujarnya.

"Siap pak."

Jujur, ini kali perdana saya dapat penumpang tuna netra sejak jadi ojol. Saya kagum dengan semangatnya yang membuktikan keterbatasan bukan halangan untuk mencari nafkah.

Salut!

"Pak, maaf mau tanya, tadi yang mesenin orderan teman bapak atau siapa?" demikian tanya saya.

Ya, sebagai ojol yang bergerak di bidang pelayanan dan jasa, saya berusaha untuk ramah kepada customer. Termasuk, berbincang di perjalanan.

Kecuali, jika macet yang tidak memungkinkan untuk ngobrol.

Atau, ketika mood lagi ga bagud. Biasanya, ya cukup mengingatkan dengan sopan untuk pakai helm, simpan hp, dan tidak merokok.

"Saya sendiri, mas."

"Oh, kirain ada yang pesenin, pak."

"Ga, mas. Saya sendiri. Ini udah biasa."

"Pake aplikasi yang ada huruf braille?"

"Ga. Manual aja. Pake voice note. Jadi, saya buka hp lewat suara. Nanti masuk aplikasi misalnya ojol, maps, dan sebagainya."

"Oh, bisa ya pak. Maaf saya baru tahu."

"Zaman sekarang mah kian gampang. Dulu, sebelum Android, saya kalo perlu apa-apa pakai Nokia batangan yang ada tombolnya. Bisa. Yang penting dipelajari."

"Siap pak."

Di jalan, obrolan pun berlajut. Sumpah, saya kagum dengan semangat customer ini.

Beliau mengungkapkan sudah tidak bisa melihat sejak kecil. Namun, tanpa salah satu indera tersebut, enggan membuatnya lemah.

"Ya, mau gimana lagi. Ini kan udah takdirnya. Yang penting, saya tetap harus berusaha. Apa pun caranya. Asal halal untuk keluarga," ujar penumpang yang tinggal di Bekasi ini. "

"Baik (dapat penghasilan) banyak, dikit, atau sama sekali ga bawa uang, bukan masalah. Secara, saya udah jalanin. Disyukurin aja rezeki dari Tuhan."

Mendengar jawaban itu, seketika saya seperti kepala ini diguyur air es yang dingin di tengah siang bolong. Sebab, saya yang normal ini, kadang suka ngeluh.

Misalnya, pendapatan sebagai ojol yang adakalanya ga tentu. Namun, bapak penumpang yang tuna netra itu justru tetap semangat mencari nafkah di tengah keterbatasannya.

"Dari kecil, saya udah usaha apa aja mas. Dagang keliling pakai tongkat sebagai alat bantu. Itu bukan masalah bagi saya. Saya kan jualan, misalnya ini kerupuk. Bukan minta dikasihanin orang lain," lanjutnya.

Saya sering melihat pedagang keliling yang tuna netra dengan membawa kerupuk atau makanan lainnya. Namun, baru kali ini mendapat penumpang tuna netra.

Apalagi, mendengar kalimat enggan dikasihanin. Jujur, saya salut dengan beliau.

Jiwa bloger saya pun langsung bergeliat. Saya berusaha untuk nanya lebih lanjut kepada penumpang.

Apalagi, mengetahui respons beliau yang terbuka. Jadi, saya punya pikiran untuk membuatkan artikel di blog.

Hanya, tulisan ini bukan untuk meromantisasi sulitnya cari nafkah di Tanah Air. Melainkan, sebagai motivasi bagi saya pribadi dan mungkin untuk para pembaca.

"Pak, maaf saya mau tanya. Penghasilan per hari berapa ya?" ucap saya pelan-pelan demi tidak menyinggung perasaannya.

Maklum, pertanyaan terkait penghasilan atau gaji itu masih sensitif bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Saya berusaha untuk ga melewati garis batas tersebut.

Namun, justru respons penumpang sangat cair. Saya pun lega.

"Ga tentu mas. Namanya dagang keliling. Saya berangkat dari rumah di Bekasi sebelum subuh. Muter-muter Jakarta. Ini lagi di Pluit. Pulang sore."

"Bikin sendiri pak?"

"Saya ambil dari orang. Alhamdulillah, untungnya lumayan. Dari hasil menjajakan kerupuk ini, dua anak saya sudah sekolah."

"Berapa anaknya, pak?"

"Tiga. Satu lagi masih kecil."

"Alhamdulillah, pak. Lancar selalu."

"Ya, ga terus-terusan lancar mas. Namanya juga orang dagang, kadang ramai, adakalanya sepi. Yang pasti, saya ga mau dikasihanin orang. Saya murni jualan. Bukan mengharap belas kasihan."

"Iya, pak..."

Obrolan terhenti karena macet di Jalan Jembatan Dua Raya menuju arah timur, Jalan Pangeran Tubagus Angke. Saya harus bermanuver, karena jalanan dipenuhi kendaraan besar.

Belum lagi galian abadi yang tiada henti. Mulai Jembatan Gambang hingga fly over Angke.

Sumpah, kalo sore jam pulang kerja, saya berusaha untuk ga lewatin kawasan ini. Secara, jalanan normal aja udah macet parah, ditambah galian ga jelas yang tak kunjung selesai.

Macetnya Tubagus Angke masuk 10 besar jalanan paling menguji kesabaran di Jakarta versi saya. Ya, sejajar dengan Daan Mogot, Ciledug Raya, Simatupang, Satrio, Tipar, dan sebagainya.

"Pak, mau tanya nih. Maaf ya," ucap saya melanjutkan obrolan ketika sudah di seberang Kampung Bebek. "Pernah ngalamin yang ga enak saat jualan?"

"Sering mas. Udah biasa itu mah. Yang penting ikhlas aja."

"Maksudnya, pak?"

"Ya, kena tipu pembeli. Salah satunya di Mangga Besar. Saat itu ada pembeli pake mobil bilang mau borong dagangan saya," katanya dengan suara berat.

"Namun, pas dagangan udah dimasukin mobil, eh pergi gitu aja. Belum ngasih uang sama sekali. Padahal janjinya borong."

SS Twitter @roelly87


Saya refleks berteriak.

"Hah? Tega amat tuh orang. Dajjal juga sungkem sama manusia kayak gitu."

"Terus, ada tukang parkir yang nyeletuk. 'Pak, orangnya (pembeli) kabur. Ga diteriakin?' Saya jawab dong, 'Kamu yang bisa lihat aja diam. Apalagi saya yang kayak gini, mana tahu."

Huff... Sumpah, saya ga bisa berkata-kata mendengar cerita sang penumpang.

Ada aja orang ga punya nurani. Udah tahu penjualnya punya keterbatasan fisik, ini malah tega kabur ga bayar.

"Tapi, ya seperti saya bilang. Ikhlasin aja. Rezeki ga kemana, asal kita mau cari," si bapak menambahkan. "Awalnya kesal, cuma mau gimana lagi. Kita serahkan pada Tuhan aja. Bisa jadi orang itu lupa buat bayar. Atau, mau makan ga ada uang. Ya sudah."

Di langit, petir menggelegar. Bersahutan sangat keras hingga membuat suara kendaraan yang sedang macet jadi ga terasa.

Namun, suara penumpang di belakang yang lirih dan perlahan, bagi saya sangat kencang. Rezeki ga kemana.***


- Jakarta, 26 Mei 2025

Rabu, 07 Mei 2025

Selamat untuk Inter, Salam dari Juventini

Selamat untuk Inter, Salam dari Juventini


Simone Inzaghi, Lautaro Martinez, dan 
skuat Inter lainnya saat merayakan kemenangan atas Barcelona 4-3 di semifinal Liga Champions 2024/25
(Foto: Inter.it)


SELAMAT untuk FC Internazionale Milano. Sebagai Juventini -julukan fan Juventus-, saya sangat bangga dengan perjuangan klub asuhan Simone Inzaghi tersebut.

Berstatus tidak diunggulkan di Liga Champions 2024/25, ternyata Inter sukses melaju ke final. Bahkan, dini hari WIB tadi mampu meruntuhkan hegemoni Barcelona di semifinal, skor 4-3, agregat 7-6.

I Nerazzurri pun melangkah ke babak puncak kompetisi antarklub terelite di dunia ini. Sekaligus, yang kedua dalam tiga tahun terakhir setelah 2022/23.

Eh bentar...

Saya merupakan Juventini.

Penggemar La Vecchia Signora sejak 1994. 

Terus, ngapain harus ngucapin selamat kepada Inter? Secara, dua klub ini merupakan rival.

Bahkan, skala permusuhanya jauh lebih besar bagi Inter, ketimbang meladeni tetangganya, AC Milan. Pun demikian, Juve ga terlalu menganggap FC Torino, sebagai saingannya.

Derby d'Italia jadi julukan panasnya rivalitas Juve dan Inter. Khususnya, sejak skandal calciopoli pada 2006 silam.

Maklum, sebelumnya kedua tim sama-sama tidak pernah degradasi. Namun, usai Piala Dunia di Jerman, situasi berbalik.

Juve harus turun ke Serie B akibat sanksi. Sementara, Inter merajai Italia hingga puncaknya treble winners 2009/10 di bawah nakhoda Jose Mourinho.


*        *        *


JUJUR aja, secara pribadi, saya ga punya ekspektasi apa-apa terhadap Liga Champions musim ini. Sebab, Juve udah tersingkir di fase play-off.

Bagi saya, ya sudah. Saya pun kurang antusias melihat perkembangan lanjutan kasta tertinggi kompetisi antarklub di Eropa ini.

Namun, sebagai penggemar sepak bola, saya iseng mengintip persaingan di UEFA Champions League (UCL) sejak perempat final. Ternyata, masih ada wakil Italia yang melaju.

Yaitu, Inter yang bergabung dengan Barcelona, Arsenal, dan Paris Saint Germain di babak empat besar.

Jelas, saya sangat mendukung Inter. Bagaimanapun, itu klub dari Italia.

Sebagaimana saya mendukung AS Roma di final Europa League dua musim lalu dan AFC Fiorentina (Conference League).

Bisa dipahami mengingat sejak kecil saya selalu menyaksikan perkembangan sepak bola Italia. Baik di level klub maupun tim nasional (timnas).

Itu mengapa, meski Juventini, saya selalu antusias menonton wakil Italia lainnya jika berkiprah di Eropa. Entah itu Inter, Milan, Roma, Napoli, Fiorentina, Atalanta, dan sebagainya.

Intinya, di Serie A, rivalitas Juve dengan klub lainnya memang sengit. Namun, di Eropa, jelas sesama wakil Italia harus didukung.

Sama halnya di dalam negeri. Saya penggemar Persija Jakarta dan Persib Bandung. Namun, jika ada wakil Indonesia bermain di kompetisi Asia, seperti Persebaya Surabaya, Bali United, Sriwijaya FC, PSM Makassar, Persipura Jayapura, dan sebagainya, hukumnya wajib didukung.

Pun demikian di level timnas. Siapa pun pemain dan asal klubnya, baik lokal maupun keturunan, jika sudah mengenakan jersey Merah-Putih, harus didukung.

Moga Indonesia lolos ke Piala Dunia 2026... Aamiin!


*        *        *


KENAPA harus mendukung Inter?

Simpel aja, selain sesama wakil Serie A, juga terkait koefisien antarklub Eropa. Agar, ranking Italia naik hingga memberikan tiket lebih untuk wakilnya di Liga Champions.

Apalagi, sejak 2010, tidak ada klub Italia yang menggenggam si Kuping Lebar. Juve dua kali ke final pada 2014/15 dan 2016/17.

Namun, langkah si Nyonya Besar selalu jadi runner-up. Pada edisi terakhir paling menyakitkan, saya yang udah jauh-jauh nonton di Millennium Stadium, Cardiff, Wales, tak kuasa menahan kesedihan akibat Juve dipermalukan Real Madrid 1-4.

Duh...!

Dua tahun lalu, Inter pun takluk 0-1 dari Manchester City. Saya pun berharap, musim ini giliran Lautaro Martinez dan kawan-kawan yang mengangkat trofi UCL.

Jika terwujud, itu bakal jadi hadiah bagi penggemar sepak bola Italia yang wakilnya puasa gelar dalam 15 tahun terakhir.

Sekaligus, jadi kado terindah bagi teman-teman Interisti di kolong langit. Maklum, impian mereka untuk menyaksikan treble sudah pupus.

Secara, Inter sudah tersisih di semifinal Coppa Italia akibat takluk dari Milan, agregat 1-4.

Sejatinya, peluang La Beneamata di Serie A masih terbuka mengingat sekarang masih pekan ke-35. Alias, menyisakan tiga pertandingan lagi dengan maksimal sembilan poin.

Masalahnya, saat ini Inter hanya berada di posisi kedua dengan 74 poin di bawah Napoli (77). Situasi ini sangat pelik bagi mereka.

Maklum, Napoli sangat tangguh sejak ditangani Antonio Conte. Aktor kebangkitan Juve pada 2011-2014 dan Inter (2019-2021).

He... He... He...

Untuk meraih scudetto, Inter harus menyapu bersih kemenangan dan berharap Napoli terpeleset.

Ya, terserahlah, siapa pun yang memenangkan Serie A musim ini. Saya ga terlalu peduli.

Saya hanya berharap Juve mampu mengakhiri Serie A musim ini di urutan keempat demi main di Liga Champions 2025/26.

Sekali lagi, selamat untuk Inter yang melaju ke final Liga Champions 2024/25. Semoga Lautaro kembali gacor hingga merebut Ballon d'Or!


*        *        *


- Jakarta, 7 Mei 2025


*        *        *


Artikel terkait: 


- Tanpa Mourinho, AS Roma Tak Lagi Sama (https://www.roelly87.com/2024/01/tanpa-mourinho-as-roma-tak-lagi-sama.html)

- (Galeri Foto) Jadi Saksi Kekalahan Juventus dari Madrid di Final Liga Champions 2016/17 (https://www.roelly87.com/2017/06/saksi-juventus-di-final-liga-champions.html)

- Abu-abu dalam Derby della Madonnina (https://www.roelly87.com/2017/10/abu-abu-dalam-derby-della-madonnina.html)

- Pria Sejati Tidak Akan Pernah Tinggalkan Kekasihnya (https://www.roelly87.com/2021/03/pria-sejati-tidak-tinggalkan-kekasihnya.html)

- Juve yang Sekarang Bukan Juve yang Dulu (https://www.roelly87.com/2021/05/juve-yang-sekarang-bukan-juve-yang-dulu.html)

- Wawancara Eksklusif Andrea Pirlo (https://www.roelly87.com/2014/09/wawancara-eksklusif-andrea-pirlo.html)

- Wawancara Eksklusif Giorgio Chiellini (https://www.roelly87.com/2014/09/wawancara-eksklusif-giorgio-chiellini.html)

- Wawancara Eksklusif Claudio Marchisio (https://www.roelly87.com/2014/10/wawancara-eksklusif-claudio-marchisio.html)

-

- (Kilas Balik) Juventus Tur di Indonesia 2014 (https://www.roelly87.com/2017/04/kilas-balik-juventus-tur-di-indonesia.html)

- Trofi Liga Champions yang Dekat di Mata tapi Jauh di Hati (https://www.roelly87.com/2017/04/trofi-liga-champions-yang-dekat-di-mata.html)

- Akhir Tragis dari Strategi Memunggungi Sungai ala Han Xin (Bei Shui Yi Zhan) (http://www.roelly87.com/2016/03/akhir-tragis-dari-strategi-memunggungi.html)

- Diego Milito dan Angka 22 (http://www.roelly87.com/2014/11/diego-milito-dan-angka-22.html)


....