![]() |
Ilustrasi saya parkir sembarangan dengan 3 gembok sekaligus. Tetap waswas hilang! (Foto: dokumentasi pribadi/@roelly87) |
SAGU rangi merupakan cemilan khas Betawi. Saat ini, sudah sulit ditemukan, kecuali di pasar tradisional atau pedagang depan sekolahan.
Dulu, pada pertengahan 90-an hingga awal milenium, saya sering mendapatkannya. Seporsi yang berisi loyang panjang sekitar Rp 300-1.000.
Rasanya yang renyah di luar dan empuk di dalam sangat khas. Ditambah, topping gula merah yang menambah kenikmatan.
Itu yang saya rasakan saat menyantapnya di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Usai mengantarkan orderan di Rawa Belong, saya tak sengaja membeli sagu rangi yang kebetulan lewat.
Siang-siang di tengah cuaca tak menentu ini, memang paling mantap menikmati cemilan. Sambil membaca berita terhangat terkait macet total pada Rabu (28/5).
"Pak, titip motor bentar ya. Saya mau ke dalam, ga lama," ujar ibu muda yang memarkirkan kendaraanya di samping motor saya.
"Maaf ka, parkirnya di dalam aja. Di sini ga ada yang jagain."
"Ini banyak mas, motor ojol sama umum. Titip ya. Bentar aja."
"Maaf ka, sekali lagi. Mending parkir resmi aja. Takut hilang."
"Yaelah mas, baru jadi ojol aja sombong amat. Nitip sebentar ga boleh."
"Ka, ini saya lagi nunggu orderan masuk. Ga mungkin kalo dapat orderan saya cancel gara-gara harus nungguin motor Anda. Lagian kan bisa parkir resmi di dalam. Atau parkir liar bayar Rp 2.000 di ujung. Kalo di sini mau naroh motor bebas aja, tapi ga ada yang tanggung jawab kalo hilang..."
Belum selesai saya menjelaskan, orang tersebut langsung melengos. Menyalakan motornya dengan kencang tanpa mengucap sepatah kata.
Saya pun bergeming. Masa bodoh mau dibilang sombong atau apa.
Secara, saya ojol lagi nunggu orderan masuk. Alias, bukan pengawal pribadi yang jagain motor orang.
* * *
"MANUSIA aneh. Dikasih tahu baik-baik ga diterima..."
Demikian suara dari samping terdengar nyaring. Saya menoleh, yaitu sesama rekan ojol dengan jaket yang khas.
Ternyata, dia memerhatikan obrolan saya dengan pengendara tadi.
"Iya, bro. Tinggal parkir resmi di dalam bayar Rp 2.000 aja susah banget. Kalo parkir liar di sini, rawan maling," kata saya mengangguk dan menolak dengan sopan tawaran kopi darinya.
"Diemin aja aturan bro. Biar dia kapok. Emangnya, kita ojol ini budak dia apa? Disuruh jagain motor."
"Yasutralah, males ladenin yang kayak gitu bro."
"Iya, dia belom tahu aja, di kawasan ini rawan maling. Apalagi ane pernah ngelihat langsung depan mata sendiri, ada orang kehilangan motornya."
"Di sini bro?"
"Bukan, di Kelapa Gading."
"Oo..."
"Jadi, tuh orang naro motornya di pinggir kali samping mal. Cuma dikunci stang aja. Pas ane balik, dia lagi teriak-teriak."
...
...
...
"Waduh..."
"Iya, sama security juga ga diladenin. Salah sendiri udah parkir sembarangan, motor ga dikunci ganda."
"Ojol juga bro?"
"Kayaknya bukan. Helmnya sih ojol. Mungkin orang biasa yang mampir ke mal atau kurir paket. Entahlah."
"Ya ampun, kasian amat. Moga ketemu dah."
...
...
...
"Padahal di sana tuh udah sering kehilangan motor. Baik itu umum, kurir paket, atau ojol. Tapi ya gitu, ga ada yang kapok. Sampe tadi siang, ane masih lihat banyak motor parkir sembarangan."
"Iya bro. Padahal tinggal parkir resmi aja bayar Rp 2.000, aman. Dibanding naro motor sembarangan, resiko hilang."
Tet...Tot...
"Bro, ane dapat orderan. Kakap nih. Cabut dulu ya."
"Siap, bro."
* * *
SAYA pun lanjut menyerok sisa-sisa sagu rangi. Menikmati gula merah hingga tetes terakhir.
Yummiii!
Terkait parkir sembarangan, memang dilematis juga. Sebagai ojol saya pun memahaminya.
Namun, sebisa mungkin saya parkir resmi. Itu mengapa, saya siapkan kartu pembayaran elektronik seperti Flazz dan E-Money atau dompet elektronik (Gopay, Shopeepay, dan Astrapay).
Bagi saya, parkir resmi lebih aman. Dibanding naruh motor sembarangan atau parkir liar.
Toh, parkir liar sama-sama bayar. Rugi banget.
Belum lagi kalo ada -instansi paling ga guna, beraninya sama rakjel- Dishub, rawan diangkut ke truk. Kang parkir liar mana peduli, mereka udah kabur duluan!
Bagi saya, kang parkir liar itu hama seperti pak ogah dan anggota ormas. Mereka wajib dibasmi!
Saya pribadi bukan makhluk suci. Beberapa kali pernah parkir sembarangan.
Misal, di kawasan Glodok, Mangga Dua, Kenari, Kuningan dan Sarinah. Alasannya beragam.
Salah satunya saldo kartu elektronik kehabisan saldo atau error ga bisa baca scan. Untuk beberapa mal, memang hanya menyediakan opsi bayar parkir lewat kartu elektronik tanpa kertas tiket.
Alias, untuk dompet elektronik yang tinggal scan tiket, ga bisa. Contoh, Grand Indonesia, Plaza Indonesia, dan Lotte Ciputra World.
Yang menyediakan keduanya (kartu dan dompet elektronik) meliputi ITC Roxy Mas, LTC Glodok, dan Mal Mangga Dua.
Untuk mal yang gratis ojol, banyak. Selengkapnya di artikel tahun lalu, Daftar Mal Elite di Jakarta dan yang Gratiskan Parkir untuk Ojol (https://www.roelly87.com/2024/06/daftar-mal-elite-di-jakarta-dan-yang.html).
Khusus Sarinah, saya parkir sembarangan akibat slot motor udah penuh. Maklum, mal yang berdiri sejak 1962 ini memang tidak memiliki space luas untuk kendaraan, baik roda dua atau lebih.
Di seberangnya sih, samping Kedutaan Prancis ada kang parkir liar yang selalu menawarkan. Namun, saya ogah banget.
-btw, pemerintah ga malu apa? ga jauh dari kedutaan, ada praktik pungli. sama kayak di rasuna said yang berjejer kedutaan hingga kantor kementerian, tapi sepanjang jalan menjamur pak ogah di putaran balik-
Sumpah, saya berasa rugi memberi uang ke kang parkir liar. Kalo dikasih pilihan terburuk dari yang paling buruk antara:
1. Kasih uang Rp 2.000 ke kang parkir liar.
2. Makan babi hingga pindah agama.
Jujur, saya akan melakukan yang kedua.
* * *
BAGI mayoritas muslim di Indonesia, jelas makan babi haram. Namun, anehnya korupsi ga masalah, khususnya bagi pejabat dari level atas hingga keroco.
Makan babi haram. Ironisnya, pejabat pamer kemewahan di tengah rakyat yang sedang kesulitan itu lumrah.
Makan babi haram. Tapi, para pejabat, khususnya menteri aja korupsi. Bahkan, menteri agama udah beberapa kali, loh...
Makan babi haram. Pejabat justru bikin komentar yang menyinggung rakyat. Nirempati!
Makan babi haram. Tiap hari lewat jalan raya dikawal aparat dengan tet tot tet tot nguing nguing yang mengundang sumpah serapah masyarakat.
Makan babi haram... Isi sendiri dah. Hayati, lelah bang!
Terkait pindah agama? Yang penting, saya tetap meyakini adanya Tuhan.
Tak lupa, untuk memanusiakan sesama manusia. Itu lebih mulia ketimbang rajin ibadah mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi mengabaikan perannya sebagai manusia kepada sesama.
Serius, itu opsi yang saya pilih ketimbang harus kasih Rp 2.000 ke kang parkir liar padahal udah jelas ada tulisan "Parkir Gratis". Yaitu, rombongan pemalas yang uangnya selalu dipakai buat nyabu, ngewe jablai, mabok, hingga nyelot zeus.
Apakah saya pelit? Benar. Pelit banget.
Intinya, seperti yang sudah rutin saya tulis pada beberapa artikel sebelumnya, saya benci kepada kang parkir liar. Titik.
Saya juga memiliki nazar. Jika kelak -semoga... Aamiin!- punya mobil, ga sekalipun memberi uang kepada pak ogah di tikungan balik, putaran, atau persimpangan.
Secara, mereka ini yang bikin macet jalanan! Demi uang Rp 1.000-2.000, tega memberhentikan kendaraan lain.
Untuk ormas, saya berharap mereka semua diberangus karena membuat rugi pedagang hingga investor. Kecuali ya, seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas agama lainnya yang memang bermanfaat.
Ya, intinya mereka itu bagi saya golongan pemakan bangkai: Kang parkir liar, pak ogah, dan anggota ormas
* * *
LANJUT terkait saya beberapa kali parkir sembarangan. Biasanya, saya mengantisipasi dengan keamanan berlapis. Yaitu, kunci stang kanan. Lalu, menambah tiga gembok.
Itu meliputi gembok rantai di ban belakang. Untuk ban depan ada dua, yaitu gembok cakram bawaan pabrik dan yang alarm. Alias jika disentuh bunyi.
Apakah aman?
Belum tentu. Tetap ada perasaan waswas.
Degdegan, cyin... Takut hilang.
Itu mengapa, parkir sembarangan sangat tidak disarankan.
Saya lebih baik keluar uang, misalnya Rp 2.000 untuk parkir di mal, Rp 3.000 di PD. Pasar Jaya, dan -REKOR PARKIR MOTOR TERMAHAL DI DUNIA!- Rp 4.000 di Polda Metro Jaya.
Sebagai makhluk logis, saya mending merogoh kocek pribadi saat mengambil orderan food atau kirim barang, ketimbang parkir sembarangan dengan resiko kehilangan motor.
Siapa yang mau ganti?***
* * *
- Jakarta, 30 Mei 2025
* * *
Artikel Terkait Gerombolan Pemakan Bangkai:
- https://www.roelly87.com/2024/08/psk-dan-gigolo-lebih-mulia-daripada.html
- https://www.roelly87.com/2025/05/pelajaran-dari-penumpang-tuna-netra.html
- https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html
- https://www.roelly87.com/2024/04/wabah-pak-ogah-merajalela-polisi-bisa.html
- https://www.roelly87.com/2024/06/polri-ultah-ke-78-maaf-mahkota-kalian.html
- https://www.roelly87.com/2023/07/manusia-lebih-anjing-daripada-anjing.html
- https://www.roelly87.com/2023/10/tentang-pedagang-asongan-di-simpang.html
...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.
Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...
Terima kasih :)