TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: PT Aplikasi Karya Anak Bangsa

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label PT Aplikasi Karya Anak Bangsa. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PT Aplikasi Karya Anak Bangsa. Tampilkan semua postingan

Kamis, 05 November 2020

Berapa Modal Jadi Ojol?

 Berapa Modal Jadi Ojol?

Saya saat menjalankan suatu orderan ojol
(Foto: Dokumentasi pribadi/www.roelly87.com)



JADI ojek online (ojol) harus modal? Serius...? Eittts, di kolong langit ini tiada makan siang yang gratis. 

Namun, modal yang saya maksud bukan untuk melamar jadi ojol. Secara, pengalaman saya sebagai mitra driver di salah satu aplikasi ini gratis. Melainkan, modal untuk narik sehari-hari.

Yupz! Sepanjang pengalaman saya, rata-rata per hari harus mengeluarkan sekitar Rp 100 ribu. 

Itu belum termasuk dana cadangan di jok sebesar Rp 50 ribu. Gunanya, untuk jaga-jaga jika ban bocor, bensin habis, motor mogok, laper tingkat tinggi, hingga force majeur. Rp 50 ribu ini merupakan uang mati. Alias, hanya digunakan saat darurat.

Sementara, yang Rp 100 ribu terbagi dalam beberapa keperluan. Memang, setiap hari tidak harus sama. Namun, diambil rata-rata saja mengingat saya merupakan kalongers. Alias, ojok yang keluar sore hingga pagi.

Dana tersebut meliputi:

Rp 30 ribu: Bensin (2x isi)

Rp 30 ribu: Makan (malam/dini hari dan sarapan)

Rp 26 ribu: Rokok (Maaf, saya perokok aktif, tapi tidak melakukan ketika mengantar penumpang, makanan, atau saat kirim barang)

Rp 4 ribu: Kopi

Rp 10 ribu: Dana taktis (parkir, toilet SPBU, pengamen Lamer, dll)


Mungkin, banyak yang heran, mengapa pengeluaran saya setiap harinya sangat tinggi. Ya, mencapai Rp 100 ribu  Namun, itu wajar mengingat mayoritas aktivitas saya di jalanan. Alias, rumah hanya sekadar numpang tidur saja.

Pun demikian berdasarkan pengalanan rekan-rekan ojol lainnya. Bahkan, ada yang per hari mencapai Rp 200 ribu. 

Tak jarang, ada juga yang tidak lebih dari Rp 50 ribu. Ini bisa jadi, jika ojol tersebut bawa bekal dari rumah. Serta, tidak merokok yang bisa menghemat anggaran. 

Ya, rokok jadi kelemahan saya. Namun, begitulah.

Pertanyaan selanjutnya, jika pengeluaran setiap hari Rp 100 ribu, berapa pemasukan saya dari hasil ojol? Saya dan rekan-rekan ojol lainnya tentu punya jawaban berbeda tapi satu konklusi.

Sebab, sebagai ojol, penghasilan tidak tetap. Bisa hari ini Rp 100 ribu, besok Rp 300 ribu, lusa Rp 150 ribu, dan sebagainya. 

Namun, saya sendiri menargetkan, minimal bawa pulang uang Rp 100 ribu. Alias, pendapatan kotor Rp 200 ribu dikurang pengeluaran Rp 100 ribu.

Itu yang mayoritas saya hasilkan sejak pandemi ini. Beda cerita sebelum pertengahan April lalu. Dalam sehari rata-rata mencapai Rp 350 ribu (kotor). Bahkan, tak jarang tembus Rp 500 ribu. 

Maklum, ketika itu dari aplikator menyediakan bonus jika driver bisa mencapai poin tertentu. Misalnya, 30 poin maksimal bonus Rp 180 ribu.

Hanya, semua berubah sejak -negara api menyerang- pandemi. Jangankan Rp 500 ribu, per hari mencapai Rp 200 ribu pun sudah sangat alhamdulillah. Bisa dipahami mengingat pandemi ini membuat masyarakat mengurangi pengeluaran untuk bepergian naik ojol, pesan makan, atau kirim barang.

Itu mengapa saya sangat bersyukur setiap hari rata-rata bisa mendapat Rp 200 ribu. Pasalnya, banyak rekan ojol lainnya yang bahkan tidsk bisa mendapat Rp 100 ribu. Kendati, ada juga yang tetap meraup minimal Rp 500 ribu.

Serius? Ya. Banyak yang seperti itu. Biasanya, mereka ini merupakan ojol senior atau riwayatnya bagus karena tidak pilih-pilih orderan. 

Namun, untuk mendapat Ro 500 ribu per hari tidak semudah membalikkan bala-bala di penggorengan. Sebab, mereka juga sangat bekerja dengan keras dan cerdas. 

Salah satunya, dengan riwayat aktif kirim barang yang rutenya lintas provinsi alias di atas 30 km hingga sekali orderan mencapai lebih dari Rp 100 ribu. 

Kebetulan, saya pernah menyaksikan rekan yang setiap harinya ngojol dari pukul 05.00 hingga 23.59 WIB. Mereka bisa dibilang ojol rasa ekspedisi. Sebab, sejak matahari masih malu-malu hingga terbenam, sudah keliling Jabodetabek. Ya, Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. 

Apakah semua ojol bisa seperti itu? Tentu saja. Seperti yang diungkapkan Baron Zemo pada Captain America: Civil War, "Asal punya kesabaran dan pengalaman".


***Bersambung


Artikel Selanjutnya:

- Berapa Penghasilan Ojol per Bulan?

- Apakah Ojol Bisa Dapat Rp 500 Ribu Sehari?


- Jakarta, 4 November 2020

Ilustrasi pendapatan saya
pada 1 November lalu



*         *         *


Artikel Terkait Catatan Harian Ojol (#CHO):
Vermuk? 70% Gojekers Setuju, tapi...
Jadi Agen GoPay, Rahasia di Balik Gacor Ngebid Saat PSBB
Kamaratih

Tidak Ada Polisi 40%, Ini Alasan Penumpang Enggan Pakai Helm
Punya 2 Paspor, untuk Apa?
Kisah Wanita dengan Blazer Hitam I
PI, PP, dan TA, Ini Daftar Mal yang Kurang Bersahabat dengan Ojol
Setelah 6 Bulan Jadi Ojol
Narik Go-Jek Pakai Suzuki GSX R-150
Pengalaman Daftar Driver Go-Ride Gojek

Jumat, 15 Mei 2020

Vermuk? 70% Gojekers Setuju, tapi...


Wefie alias foto bersama saya dengan kru Gojek pada suatu event di ibu kota
pertengahan tahun lalu 


VERIFIKASI muka (vermuk) akhirnya akan diberlakukan di Jabodetabek. Demikian pesan dari Gojek pada aplikasi mitra driver, Selasa (12/5).

Pro dan kontra pun merebak jelang peluncurannya dengan terlebih dulu uji coba pada 13 Mei hingga 15 Juni mendatang. Meski, saya dan mayoritas Gojekers (julukan driver Gojek) sudah menduganya sejak bulan lalu. Terutama, setelah beredar info di Batam telah diberlakukan uji coba vermuk.

Bak dua sisi mata pedang, ada yang setuju dan tentu saja menolak. Itu yang saya simpulkan di lapangan dari obrolan sesama driver.

Tepatnya, ketika sharing dengan 10 Gojekers secara random di berbagai wilayah ibu kota, baik saat menunggu orderan atau nongkrong bareng. Mayoritas di antara mereka, tujuh orang, setuju.

Alasannya, kompak. Vermuk bisa meminimalkan penyalahgunaan akun. Bisa dipahami mengingat banyak modus kejahatan yang melibatkan oknum Gojekers yang menimbulkan keresahan masyarakat, khususnya customer. Itu karena penjualan atau penyewaan akun beredar luas.

Tak heran jika dalam keterangan resminya, Gojek langsung menjemput bola.

"Selama ini kami menerima masukan dari Mitra tentang perlunya fitur untuk meningkatkan keamanan akun Anda. Terutama di masa pandemi ini, banyak pihak yang mengambil kesempatan untuk melakukan pembajakan akun."

Di sisi lain, 30% Gojekers yang menolak, menilai, tidak semua akun kedua disalahgunakan.

"Ga semua rekan kita yang beli, pinjam, atau sewa akun itu menyalahgunakan. Paling satu atau dua dari sekian banyak," kata salah satu Gojekers yang saya temui ketika sedang ngalong di suatu sentra kuliner ibu kota.

Tentu saja, dari 10 Gojekers yang saya temui itu, saya tidak menanyakan lebih lanjut apakah mereka pemilik akun pribadi atau tangan kedua. Secara, itu sudah masuk ranah pribadi. Alias, di luar kewenangan saya sebagai blogger yang merangkap ojek online (ojol).

Saya pribadi tentu mendukung diberlakukan Vermuk. Itu karena posisi saya sebagai mitra PT Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek).

Simpelnya, apa yang ada di aplikasi saya jalankan. Jika keberatan, tentu saya punya hak untuk mengabaikan, mengingat status saya hanya mitra dan bukan karyawan.

Tidak hanya soal vermuk saja, melainkan juga orderan. Jika ada orderan yang "tidak masuk akal" dan mendapat customer yang nakal dengan menjurus fiktif (opik), tentu saya menolak.

Pada saat yang sama, tentu saya tidak boleh mengabaikan kemanusiaan. Alias,  wajib berempati kepada Gojekers yang akunnya beli, pinjam, atau sewa. Secara, kami sama-sama cari nafkah demi keluarga. Hanya, jalannya saja yang beda.

Mungkin, Gojekers itu belum berkesempatan untuk buat akun resmi. Sebab, Gojek memang belum membuka pendaftaran bagi driver baru, Goride (sepeda motor). Apalagi, di masa pandemi ini, kantor Gojek atau DSU jam operasionalnya terbatas.

Alhasil, saran saya terkait vermuk ini, win-win solution. Ada baiknya jika buka pendaftaran Goride kembali usai Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), Gojek memprioritaskan lowongan untuk driver yang selama ini beli, pinjam, atau sewa akun dibanding calon driver baru.

Agar, mereka bisa kembali mencari nafkah demi keluarga tanpa khawatir dengan selfie saat mengambil orderan. Namun, prioritas ini hanya untuk pendaftaran saja.

Terkait orderan, tentu sesuai sistem yang berlaku dengan kemungkinan harus siap untuk adu sigap dengan sesama Gojekers lainnya agar sama-sama gacor. Setelah itu, baru terlihat seleksi alam yang sesungguhnya.*

Responden: 10
Status: Driver Goride
Durasi: 12-14 Maret 2020
Periode: 15.00-07.00 WIB (tentatif)
Gender: Pria
Usia: 25-55 (perkiraan)
Area: Jakarta Barat, Pusat, Utara, dan Selatan

*         *         *

Artikel Terkait Catatan Harian Ojol (#CHO):
Jadi Agen GoPay, Rahasia di Balik Gacor Ngebid Saat PSBB
Kamaratih
Tidak Ada Polisi 40%, Ini Alasan Penumpang Enggan Pakai Helm
Punya 2 Paspor, untuk Apa?
Kisah Wanita dengan Blazer Hitam I
PI, PP, dan TA, Ini Daftar Mal yang Kurang Bersahabat dengan Ojol
Setelah 6 Bulan Jadi Ojol
Narik Go-Jek Pakai Suzuki GSX R-150
Pengalaman Daftar Driver Go-Ride Gojek


Suasana Safety Riding yang diselenggarakan Gojek bekerja sama dengan
Rifat Drive Labs di kawasan timur ibu kota pada 2019


*         *         *
Disclaimer: Artikel ini dibuat berdasarkan pengalaman pribadi yang dipadukan dengan sharing rekan-rekan sesama ojol di lapangan yang khusus ditujukan di blog www.roelly87.com dan bukan dimaksud sebagai survei publik.

- Jakarta, 15 Mei 2014

Minggu, 10 Mei 2020

Jadi Agen GoPay, Rahasia di Balik Gacor Ngebid Saat PSBB






PEMBATASAN Sosial Berskala Besar (PSBB) membuat sendi-sendi perekonomian di Tanah Air jadi menurun. Baik itu pengusaha, pedagang, wiraswasta, hingga ojek online (ojol).

Ya, termasuk saya yang merupakan ojol mitra Gojek (PT Aplikasi Karya Anak Bangsa). dan mulai full time sejak Januari lalu. Dalam dua bulan pertama pada 2020, saya benar-benar merasakan nikmatnya sebagai ojekers -julukan ojol Gojek-.

Bisa dipahami mengingat per hari sejak pagi hingga lepas petang, minimal saya mendapat Rp 200 ribu. Itu bersih. Alias, sudah dipotong bensin, makan, air mineral, kopi, rokok sebungkus (maaf, saya perokok), cemilan gorengan, dan lain-lain. Kalau dihitung, bisa Rp 300-400 ribu.

Hanya, kemesraan itu tidak berlangsung lama. Sebab, pada 10 April, diberlakukan PSBB di Jakarta yang beberapa hari berselang diikuti kota-kota penyangga lainnya. Pembatasan ini berlanjut pada 24 April hingga 21 Mei mendatang. Bahkan, ada kemungkinan bertambah melintasi Juni. Tentu, kita berharap, PSBB cukup hingga bulan ini saja.

Kendati, tujuan pembatasan ini sangat baik. Tepatnya, untuk menekan peningkatan Covid 19 atau Corona.

Namun, harus diakui ada harga mahal yang harus ditebus. Salah satunya dari segi ekonomi yang membuat mayoritas masyarakat tidak bisa beraktivitas dalam mencari nafkah. Tentu, tidak hanya ojol saja. Melainkan juga profesi lainnya, seperti ASN, pedagang, pengusaha, industri, hingga pariwisata.

Nah, sebagai blogger yang sehari-harinya merangkap gojekers, tentu yang ingin saya bahas dalam artikel ini terkait ojol. Bohong jika selama PSBB ini pendapatan di dunia per-ojolan tidak turun, apalagi naik. Namun, seperti kata pepatah, selalu ada jalan menuju Roma.

Hingga awal April, rata-rata saya per hari mendapat Rp 200 ribu bersih. Ketika PSBB, menyusut drastis. Bahkan, pernah hanya puluhan ribu dalam sehari! Itu yang saya alami pada awal-awal PSBB mengingat saya akun pantat, alias histori di Gojek, terbiasa mengangkut penumpang (GoRide).

Beruntung, seiring waktu berjalan, saya mulai "terapi". Yaitu, membiasakan untuk lebih sering membeli makanan (GoFood), antar barang (GoSend), belanja (GoShop), dan layanan lainnya dari Gojek. Alhasil, sejak akhir April hingga kini, pendapatan saya sudah lumayan membaik. Memang, belum bisa setara ketika masih normal. Namun, untuk ukuran saat pandemi ini, per hari dapat Rp 150-200 ribu, bersih, itu sudah lumayan.

Tentu saja, itu diraih tidak semudah membalikkan telapak tangan. Melainkan, harus terapi, sabar, dan rajin. Yupz, saya pernah nongkrong bareng rekan-rekan di salah satu pusat perbelanjaan di jantung ibu kota. Ketika itu, mereka bolak-balik beli makanan atau antar barang. Sementara, saya? Cukup jadi penonton. Nah, setelah terapi, saya dan mereka, sama-sama mendapat orderan yang bisa dibilang lumayan.

Ada banyak cara agar bisa gampang cari orderan alias Gacor. Beberapa di antaranya, berdasarkan pengalaman pribadi dan sharing dari rekan-rekan di lapangan, meliputi:

- Tidak pilih-pilih orderan. Baik itu GoFood, GoSend, GoShop, GoMed, hingga GoMart, ambil terus!

- Kurangi kapasitas memori di smartphone. Alias, uninstal aplikasi yang tidak perlu. Misalnya, di telepon seluler (ponsel) saya yang utama dipertahankan adalah Gojek Driver, Gojek, Google Maps, WhatsApp, Facebook, Twitter, dan Instagram. Secara tidak langsung, ini berpengaruh pada kinerja smartphone yang berkolerasi dengan aplikasi Gojek Driver dan Maps.

- Setel pengeluaran, harga maksimal orderan ke Semua. Jangan Rp 50, 100, atau 200 ribu. Secara, semakin besar setelan Anda, orderan pun kian gampang. Pengalaman pribadi, dalam sehari, saya rutin mendapat order di atas Rp 200 ribu. Bahkan, rekor tertinggi, nyaris sejuta! Tepatnya, Rp 937.800.

- Sisakan saldo Gopay di atas Rp 200 ribu. Ini berkolerasi dengan poin di atas. Bahkan, saldo saya selalu di atas Rp 500 ribu.

- Perhatikan rating kepada penumpang. Saya jarang memberi penilaian bintang empat ke bawah meski seburuk apa pun perlakuan customer. Bisa jadi, ini yang diperhatikan sistem Gojek. Sebab, jika kita kerap memberi rating buruk kepada penumpang, nanti algoritma mesin menyangka kita sebagai driver yang baperan! Yupz, biasakan kasih rating 5. Kecuali, jika cust itu memang parah. Mau tidak mau, yang apa adanya.

- Jadi agen GoPay. What? Yupz, saya kerap mengisikan GoPay kepada penumpang. Baik itu menawarkannya atau customer itu sendiri yang meminta. Nominalnya mulai dari Rp 25 hingga 500 ribu. Asumsi saya, ini cukup penting yang kemungkinan terbaca sistem, bahwa "akun kita cukup baik". Namun, harus diingat. Kita mengisikan GoPay jika sudah bertemu langsung dengan customer. Andai cust meminta cepat dan terburu-buru saat kita menunggu orderan GoFood atau GoShop, tentu lebih baik ditolak. Sebab, itu rentan penipuan. Oh ya, saya juga sering mendapat orderan GoFood dan GoShop di atas Rp 500 ribu dari penumpang yang belum memiliki rating. Untuk itu, saya biasakan menelepon Customer Service (CS) Gojek lebih dulu. Saya tanya riwayat calon customer tersebut. Jika operator CS menyebut, cust selalu menyelesaikan orderan, tentu saya akan lanjut. Sebaliknya, andai CS mengatakan cust baru sekali atau bahkan belum pernah order, sudah pasti saya cancel. Meski tarifnya besar, tapi mencegah lebih baik daripada mengobati.

Oke, cukup sekian sharing saya pada artikel ini. Nantikan, terkait orderan lainnya pada tulisan selanjutnya!

Salam satu aspal.

*         *         *
Isi GoPay ke customer Rp 500 ribu

*         *         *
Isi GoPay ke cust secara beruntun

*         *         *
Rekor orderan terbesar, Rp 937.800

*         *         *
GoFood dan GoShop yang aduhai

*         *         *
Cust belum ada rating tapi memiliki
riwayat baik dalam menyelesaikan
orderan setelah saya berkomunikasi
dengan CS Gojek

*         *         *
Awalnya deg-degan jika ada cust yang
bayar cash di atas Rp 500 ribu, tapi
seiring waktu jadi sudah terbiasa

*         *         *
Tip yang lumayan dari cust, dengan
rekor tertinggi saya dapat Rp 260 ribu
saat melaksanakan orderan GoShop di
kawasan Kemang

*         *         *
Sabar dan rajin kunci gacor?
Saya sih, yes!

*         *         *


Artikel Terkait Catatan Harian Ojol (#CHO):
Kamaratih
Tidak Ada Polisi 40%, Ini Alasan Penumpang Enggan Pakai Helm
Punya 2 Paspor, untuk Apa?
Kisah Wanita dengan Blazer Hitam I
PI, PP, dan TA, Ini Daftar Mal yang Kurang Bersahabat dengan Ojol
Setelah 6 Bulan Jadi Ojol
Narik Go-Jek Pakai Suzuki GSX R-150
Pengalaman Daftar Driver Go-Ride Gojek

*         *         *
Disclaimer: Artikel ini dibuat berdasarkan pengalaman pribadi yang dipadukan dengan sharing rekan-rekan sesama ojol di lapangan. Hasil setiap individu bisa berbeda tergantung situasi, waktu, dan lokasi. Jika Anda punya pengalaman serupa atau sebaliknya, bisa ikut berbagi pada kolom komentar.

- Jakarta, 10 Mei 2020