TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Senin, 04 Agustus 2025

Merah Putih Itu Sakral, Ga Bisa Disandingkan dengan Bendera Apa pun

Merah Putih Itu Sakral, Ga Bisa Disandingkan dengan Bendera Apa punMerah Putih Itu Sakral, Ga Bisa Disandingkan dengan Bendera Apa pun

Ilustrasi bendera Merah Putih saat
perayaan Kemerdekaan Indonesia
(Foto: dokumentasi pribadi/@roelly87)


MEDIA sosial (medsos) merupakan wadah interaksi banyak pihak. Baik masyarakat biasa, kalangan elite, pelajar, mahasiswa, hingga para ahli.

Ingat Arab Spring? Berawal dari medsos yang menyebar luas di Asia Barat hingga Afrika Utara.

Di Tanah Air, beberapa medsos jadi rujukan utama bagi warganet. Itu meliputi Facebook (FB), Twitter/X, Instagram (IG), Threads, Youtube, Tiktok, dan sebagainya.

Ada segmentasi berbeda di antara mereka. Menurut pandangan saya, FB itu seperti pasar. Apa aja ada. Baik fanpage resmi pemerintah, klub sepak bola, akun ofisial band atau film, dan sebagainya. Juga aneka grup yang mulai dari serius hingga remeh, seperti PT. Mencari Cinta Sejati!

Lalu, ada IG, yang menyuguhkan beragam foto atau video dengan tampilan megah. Baik itu cuplikan pertandingan olahraga, konser, atau terkait fomo.

Threads? Tempat curhat yang lumayan seru. Meskipun, kadang ceritanya bikin geleng-geleng kepala. Namun, asyik aja.

Kebetulan, saya belum lama bikin akun Threads. Sementara, FB dari 2009 silam yang bertepatan dengan blog pribadi di blogspot dan Kompasiana (2010). Untuk Twitter sejak 2010 dan IG (2012).

Nah, FB, IG, dan Threads memang satu perusahaan. Sementara, Twitter -hingga kini saya lebih nyaman nyebut twitter atau ngetwit ketimbang X- dimiliki taipan teknologi lainnya.

Ya, Twitter beda sendiri. Bahkan, bisa dibilang sangat unik. 

Saya kalo mau cari info yang tidak tersedia di media konvensional, pasti langsung buka Twitter. 

Hanya, untuk medsos ini, kita harus kuat mental. Apalagi, jika berkaitan dengan pemerintah.

Ya, hampir setiap hari tiada info positif terkait kinerja Kabinet Merah Putih. Kalo ga hujatan untuk blunder menteri, wakil, BUMN, DPR, kepala daerah, atau kepolisian.

Namun, emang kinerja mereka memang sangat minor. Meski, sudah menyewa buzzer untuk memberikan citra positif. Hanya, di lapangan, tetap aja ancur.

He... He... He...

Teranyar, tentang pemasangan bendera selain Merah Putih yang kerap diperbincangkan warganet di medsos yang dulunya berlogo burung biru ini jelang HUT ke-70 Republik Indonesia.


*       *       *


MEMASUKI bulan kedelapan, cuaca di Tanah Air seperti kembali ke setelan pabrik. Alias, panas menyengat layaknya musim kemarau di negeri tropis.

Itu mengapa, saya langsung minta tambah es jeruk nipis yang sudah ludes di gelas. Sambil mencicipi roti bakar rasa keju dan cokelat.

Hmmm... Yummy!

Siang-siang gini minum es dan cemilan yang hangat sungguh melegakan. Itu setelah pada dua jam sebelumnya perut keroncongan ditambah dinginnya ac dalam bioskop.

Tepatnya, saat menyaksikan The Fantastic Four: First Steps di salah satu mal di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Ini film ke-14 yang saya tonton di bioskop sepanjang 2025 (tiga lokal dan 11 luar).

Kebetulan, F4 ini tayangnya tepat pada jam pembuka di hari kerja. Saya pilih yang awal saking penasaran kena spoiler di medsos, khususnya post credit.

Ini jadi kebiasaan saya saat menyaksikan berbagai film Marvel Cinematic Universe, DC Extended Universe, DC Universe James Gunn, Fast Saga, dan film bergenre action Hollywood lainnya.

Usai nonton, saya ga langsung menyalakan aplikasi ojek online (ojol). Maklum, masih siang, alias belum jadi jam saya biasa kerja pada sore hingga subuh.

Alhasil, saya pun singgah ke warung kopi (warkop) dekat mal. Sambil membuka hp untuk baca reaksi Rotten Tomatoes dan situs agregator rating film sejenis terkait F4 dan superhero lainnya.

Di seberang kursi panjang yang saya duduki, ada tiga pemuda sedang asyik diskusi. Entah, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang memang banyak terdapat di kawasan ini, pekerja kantoran, ASN, atau pelajar.

Saya kurang tahu. 

Obrolannya, terkait masa depan Indonesia yang masih gelap. Ini menarik bagi saya.

Tandanya, ketiga pria itu sangat idealis. Bagus, belum terkontaminasi buzzer alias para pendengung.

Sesekali mereka melirik saya. Mungkin minta pendapat. 

Terlihat dari bisik-bisiknya. Mungkin, ya. Secara tidak ada orang lain kecuali kami berempat.

Kebetulan saat itu saya tidak mengenakan atribut ojol, alias kemeja flanel sehari-hari yang menyerap panas, celana jin, dan sepatu sneaker. 

Saya pun bergeming. Ga mengiyakan, juga ga menolak.

Hingga, saat asyik menyeruput es jeruk nipis yang tandas, tv di pojokan warkop menayangkan berita pelarangan bendera One Piece. 

Perdebatan ketiga mahasiswa ini pun kian intens. Bak Aristoteles, Zhuge Liang, dan Al Biruni yang sedang melakukan diskusi imajiner terkait ilmu semesta.

Keren! 

Mereka saling serang dengan argumen masing-masing. Ga ada yang mau ngalah untuk saling serang tapi tetap hati-hati.

Total Football vs Catenaccio vs Jogo Bonito!

Secara, mereka punya kuncian sendiri. Ibarat Cao Cao yang siap menyerang Liu Bei tapi khawatir dibokong Sun Quan.

Begitu seterusnya hingga dunia tak bermentari. Satu yang kupinta, yakini... Btw, ini mah lagu Base Jam, atuh!

Lanjut.

Diskusi hangat ketiganya memantik rasa penasaran saya. Maklum, saya yang hanya lulusan sekolah menengah memang selalu tertarik dengan ide dan pemikiran mereka yang terlihat memiliki ilmu lebih tinggi.

"Ga bener itu. Mereka fomo!" kata pemuda berkumis tipis ala Pedro Pascal (PP).

"Ah, pemerintah bisanya cuma melarang hal sepele. Giliran koruptor diampuni," pria yang rambutnya bergelombang mirip David Corenswet (DC) ini menyanggah.

Saya tak sadar meletakkan hp di meja. Mengamati diskusi mereka yang sedang menuju klimaks.

Ternyata, rasa ingin tahu saya diamati rekan keduanya yang memakai topi layaknya Mahershala Ali (MA). Dia pun tersenyum kepada saya yang saya balas dengan anggukan.

"Coba minta pendapat om ini terkait bendera One Piece," kata MA menengahkan dua rekannya sambil melempar bola muntah kepada saya.

Saya pun jadi kaget. Apalagi dipanggil "om".

Anjir... Berasa tua banget dibanding ketiga pemuda ini.

"Ebuset, sejak kapan gw kawin sama tante lo, bro?" jawab saya guyon yang disambut ketiganya dengan tergelak.

"Abis, manggilnya apa, pakde?" ucap PP sambil tertawa.

"Paman aja. Atau engkong," DC menimpali.

"Abang aja ya? Kalo 'bro' takut ga sopan, kan Anda kayaknya lebih tua dari kami," MA menjawab dengan khidmat.

"Apa aja, bro juga enak. Kita sama kok usianya, paling beda tipis-tipis," saya menjelaskan.

"Siap. Lanjut bro, terkait bendera," kata MA.


*       *       *


...



*       *       *


SAYA pun langsung meminggirkan sendok, garpu, dan cangkir untuk ditumpuk di piring kecil agar meja jadi luas. Juga meletakkan hp dan men-silent supaya tidak mengganggu diskusi dadakan ini.

"Jadi gini ya, bro-bro sekalian. Gw ini ojol, kayaknya kurang nyambung diskusi dengan kalian yang ilmunya tinggi." Saya melakukan prolog di hadapan ketiganya.

"Namun, berhubung mas yang mirip Mahershala Ali ini mengundang, ya gw merasa terhormat untuk gabung. Btw, kita ngomongnya lo-gw aja ya ga usah kamu, Anda, atau sapaan formal lainnya, biar diskusi ini ga kaku.

Kalo kata gw terkait pemasangan bendera One Piece berdampingan dengan Merah Putih, ya sah-sah aja. Ga ada larangan spesifiknya di Undang Undang. Yang penting ga boleh lebih tinggi atau besar ukurannya dibanding Merah Putih. Simpel aja."

Saya menatap ketiganya yang serempak mengangguk. Anjir, saya udah kayak dosen yang sedang menjelaskan materi kepada mahasiswa.

Dalam hati mau ketawa ngakak. Namun, saya urungkan karena merasa ga sopan. Sebab, ini diskusi santai di warkop tapi harus disikapi dengan serius karena menyangkut lambang negara.

"Tuh kan, woles aja ya om. Eh, bro," kata DC kepada saya.

Yang mirip PP ingin memotong, tapi dikedipin MA karena melihat saya belum selesai bicara.

"Woles aja bro. Kita diskusi santai. Ini gw lanjut ya.

Meskipun ga ada larangan, tapi gw merasa lebih baik ga usah dipasang itu bendera One Piece. Secara, Merah Putih merupakan simbol negara. Dipasang pada 17 Agustus 1945 dengan keringat, darah, dan air mata para pejuang. 

Jadi, menurut gw, Merah Putih itu sakral. Ga bisa dibandingkan dengan bendera apa pun," saya menjelaskan dengan hati-hati. Takutnya ada informasi yang bikin interpretasi ketiganya keliru.

"Kecuali ya. Ada pengecualian," saya menambahkan. "Misal, ada event olahraga, seperti Asian Games 2018 lalu ketika Indonesia jadi tuan rumah. Wajar kalo Merah Putih dipasang sejajar dengan banyak bendera negara lain. 

Atau, saat Kepala Negara dan Perdana Menteri negara lain berkunjung ke Tanah Air. Pemasangan bendera mereka berdampingan dengan Merah Putih ya wajar saja. Yang penting, Merah Putih posisinya sejajar. Ga kalah besar atau tinggi tiangnya."

Situasi pun hening. Namun, DC yang memang pro pemasangan bendera One Piece berdampingan dengan Merah Putih langsung minta untuk komentar.

Saya pun mengangguk. Silakan aja, diskusi ini nonformal, ga ada yang lebih dituakan dari segi usia.

"Berarti ga salah kan, bro, kalo di rumah gw pasang bendera bajak laut itu?"

"Ga lah bro. Kan udah gw jelasin tadi. Ga ada larangan dalam Undang Undang. Bendera One Piece kan masuk kategori organisasi atau simbol non negara. Yang penting jangan posisinya lebih tinggi atau ukurannya lebih besar. Bisa..."

"Bisa didatengin isilop, lo cuy." PP yang dari tadi penasaran ingin bersuara, akhirnya menyodorkan bola tanggung nyaris offside kepada DC.

"Ogah dah gw berurusan dengan 'cokelat' apalagi kalo sampe 'ijo' turun gunung. Mending main aman," jawab DC, diplomatis.

Saya pun tersenyum mendengarnya. Sambil memerhatikan di luar warkop saat matahari doyong ke barat, menambahkan. 

"Sebenernya, asal lo perhatiin ukuran sama tinggi benderanya ga boleh melebihi Merah Putih, sih aman. Cuma, kalo mau lebih bijak, mending ga usah dipasang. 

Secara, pemasangan bendera Merah Putih ini kan untuk menyambut Hari Kemerdekaan. Ga bijak rasanya, Sang Saka Merah Putih disandingkan dengan lambang bajak laut."

MA yang daritadi jadi penengah antara DC dan PP pun kembali bersuara, "Btw, bro lo ngerti kartun One Piece juga ya?"

"Ga lah. Gw cuma sesekali lihat aja. Beda cerita kalo Dragon Ball. Gw khatam. Secara, anak 90-an pasti tahu, minimal pernah nonton kartunnya atau baca komik."

"Anjir, ga nyangka om-om gini Wibu."

"Rambut gondrong tapi penggemar Jin Kura-kura."

"Jangan-jangan kalo lagi bawa penumpang sesama Wibu, ongkosnya digratisin."

"Anjir. Kaga lah."

"Ha... Ha... Ha..."

Sahut-sahutan antara saya dan ketiga mahasiswa itu pun kian riuh. Sekali lagi, diskusi ini meski serius tapi tetap santai tanpa batasan usia dan tingginya ilmu.

"Serius bro, ga demen One Piece?"

"Kaga. One Piece dan Naruto, malah gw cuma tahu sekilas. Udah bukan era gw lagi soalnya. Kalo zaman gw dulu, selain Dragon Ball, yang digandrungi cowo itu Saint Seiya. Kalo universal, tentu Doraemon, Sailor Moon, Candy Candy, Ikkyu San, Crayon Shincah, Astro Boy, Remi, dan banyak lagi.

Gw juga masih punya komik Legenda Naga, Kungfu Boy, Return of the Condor Heroes-nya Tony Wong, seri wayang RA Kosasih, Petruk Tatang S, dan lain-lain."

"Legenda Naga itu yang Shiro Amachi terjebak di era Dinasti Han?"

"Yoi. Komik dari akhir 90-an sampe sekarang belom tamat."

"Bener bro. Papa gw punya dari masih pacaran sama mama gw terus gw udah bisa pacaran lagi, itu komik masih aja belom tamat. Lucu, lawannya 5 Dewa Harimau."

"Seru bro. Chungta musuhnya ga mati-mati. Gw aja dulu kalo ke Gramedia atau Gunung Agung, pasti rak komik itu yang gw tuju."

"Tapi bener bro, ga nyangka juga. Sumpah deh. Lo gondrong dan muka sangar tapi penggemar komik."

"Selera bro. Waktu gw seusia lo pada, gw lulus SMA langsung kerja. Boro-boro mikirin komik, yang ada bertahan hidup aja. Pas udah dewasa dan punya duit sendiri, baru deh hunting komik, majalah, buku, dan lainnya dengan sepuasnya. Hehehe."

Ya, hobi itu ga mandang usia. Meski usia saya udah sepertiga abad lebih, masih sering nonton kartun atau baca komik. Bahkan, kalo buka youtube itu ga jauh dari highlight sepak bola, WWE, Dragon Ball, dan sebagainya.


*       *       *


"KALO bendera Palestina, bro?" DC kembali bertanya.

"Maksudnya berdampingan dengan Merah Putih? Boleh aja. Apalagi kita punya hubungan yang kuat sejak dulu. Indonesia selalu mendukung kemerdekaan Palestina yang jadi amanat UUD," saya menjelaskan.

"Hanya, kalo bisa jangan satu tiang yang sama. Alias, berdampingan. Ada pasalnya, tapi gw lupa.

Nah, yang ga boleh itu memasang bendera Israel. Ini jelas ya. Ga perlu gw jelasin lagi, pasti kalian udah paham."

Mereka mengangguk serempak. Indonesia memang tidak memiliki hubungan resmi dengan Israel.

Kecuali dalam olahraga atau event tertentu. Misal, pada Indonesia Open 2015 dengan kehadiran pebulu tangkis Israel, Misha Zilberman.

Saya pribadi membenci zionis. Namun, untuk rakyat Israel, termasuk atlet, ya biasa aja. Ga bisa benci. Secara, mereka juga manusia. Sebaik-baiknya manusia, menurut saya, yang mampu memanusiakan manusia.

Itu mengapa, saya ogah untuk boikot resto di Tanah Air atau produk yang terafiliasi Israel. Secara, karyawannya yang bekerja merupakan rakyat Indonesia.

Nyari kerja lagi susah, eh ini malah berharap pemecatan massal. Logika terbalik! (Selengkapnya: https://www.roelly87.com/2024/06/niat-mulia-ajak-boikot-tapi-caranya.html)

Terkait Israel, ini menarik bagi saya jika dihubungkan dengan event akbar di Tanah Air. Misal, jika Indonesia mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2038 atau Olimpiade 2036.

Sudah pasti, jika lolos kualifikasi, Israel bakal datang. Ini tantangan bagi pemerintah agar insiden batalnya Piala Dunia U-20 2023 tidak terulang.

Andai pemerintah bisa mikir untuk event satu dekade ke depan. Tentu, harus disikapi dengan bijak dengan penyampaian secara mendalam kepada rakyat.

"Bro semua, gw cabut dulu ya," kata saya sambil menyalami ketiganya, satu persatu.

"Lah, baru bentar bro."

"Mau siap-siap ngojol. Udah sejam gw duduk. Sekarang waktunya cari cuan."

"Siap bro. Ttdj ya."

"Next kita diskusi lagi yang seru bareng kami."

"Sekalian pinjem komik lo bro. Hehehe.

"Aman. Cabut dulu ya."


*       *       *


*       *       *


- Jakarta, 4 Agustus 2025


*       *       *


Referensi: 


- https://megapolitan.kompas.com/read/2025/08/01/17504881/hati-hati-kibarkan-bendera-one-piece-di-hut-ri-ahli-ingatkan-sanksi


- https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3898699/bendera-merah-putih-dan-palestina-1-tiang-ini-tanggapan-ahli-hukum


- https://www.tempo.co/internasional/aturan-melarang-pengibaran-bendera-israel-di-indonesia-1865186


- https://bwfworldchampionships.bwfbadminton.com/news-single/2015/08/11/statement-regarding-misha-zilberman



*       *       *


*       *       *



Senin, 16 Juni 2025

Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2026, Gantikan AS yang Disanksi FIFA

Indonesia Jadi Tuan Rumah Piala Dunia 2026, Gantikan AS yang Disanksi FIFA


Ilustrasi drone saat hitung mundur
Asian Games 2018 (Foto: @roelly87)


STANDING Ovation membahana di Jakarta International Stadium (JIS), Sabtu (11/7) barusan. Tepatnya, saat tim nasional (timnas) Indonesia menghadapi Argentina, skor 0-1, pada perempat final Piala Dunia 2026.

Gol semata wayang Paulo Dybala pada injury time mengandaskan asa Indonesia menuju semifinal turnamen paling populer di kolong langit ini. Meski kalah, skuat asuhan Patrick Kluivert itu tidak perlu berkecil hati.

Sebab, lawannya merupakan juara bertahan Piala Dunia. Sementara, bagi Indonesia, ini merupakan partisipasi pertama sejak merdeka.

Merah-Putih kecolongan pada menit ke-90. Padahal, sepanjang laga, Indonesia mampu meladeni peringkat satu FIFA itu.

Apa daya, faktor pengalaman jadi penentu. Wajar, Argentina diperkuat pemain ternama yang mayoritas tampil saat juara di Qatar pada Piala Dunia 2022.

Kendati gagal ke semifinal, aplaus dari penonton terus menggema. Mereka sadar, Indonesia kalah dengan kepala tegak.

Lawannya pun, juara dunia tiga kali. Next, kita coba empat tahun lagi dengan skuat yang sudah matang, baik lokal maupun naturalisasi.

Indonesia... Bisa!


*        *        *


INDONESIA bisa dikatakan sukses sebagai tuan rumah. Setidaknya hingga perempat final ini. Baik di lapangan atau ketika menjamu 47 negara dan ratusan ribu suporter tamu.

Meski, penunjukkan sebagai host sangat mendadak. Alias, kurang dari sebulan jelang pembukaan Piala Dunia 2026 yang dimulai 11 Juni lalu.

Tepatnya, saat ditunjuk FIFA pada awal Mei 2026. Ketika itu, induk organisasi sepak bola dunia ini mencoret Amerika Serikat (AS) sebagai tuan rumah bersama Meksiko dan Kanada.

Alasannya, AS melarang suporter Iran untuk datang. Padahal, saat drawing pada Desember lalu, FIFA sudah sepakat dengan pemerintah Negeri Paman Sam itu untuk memperbolehkan warga Iran yang datang menonton.

Namun, eskalasi politik di Timur Tengah yang memanas akibat provokasi Israel terhadap Iran sejak awal tahun ini membuat semuanya berubah. Puncaknya, akhir April lalu, Presiden AS Donald Trump mengultimatum FIFA.

AS tidak sudi memberi visa masyarakat Iran yang ingin menonton. Kebetulan, Iran masuk grup yang tampil di salah satu stadion yang digelar di AS.

Presiden FIFA Gianni Infantino pun bereaksi keras. Sebab, penolakan Trump itu sama saja dengan mengkhianati sepak bola yang mengusung fair play. 

Efek dominonya tidak main-main. FIFA khawatir hal ini akan terulang lagi pada event lainnya.

Ada opsi, Iran dipindah ke grup yang tampil di Meksiko atau Kanada. Namun, penerintah Iran menolak keras. 

Bahkan, siap memboikot hingga mengajukan kasusnya ke Pengadilan Arbitrasi Olahraga.

Upaya Iran didukung mayoritas negara kuat Eropa dan Asia. Mereka ingin FIFA adil.

Alhasil, Infantino pun balik mengancam Trump:

Terima warga Iran yang datang untuk menonton timnasnya atau Piala Dunia 2026 batal digelar di AS.

Nah, di sini polemiknya.

Trump yang megalomania jelas enggan ditekan. Bahkan, melalui X/twitter resminya, dia resmi mencabut status AS sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026.

"Kami tidak pernah tunduk pada tekanan asing. AS adalah negara besar!"

Terdengar familiar? 

Yoi...

Bahkan, terdengar rumor Infantino bakal di-Sepp Blatter-kan. Kabar angin...

FIFA pun resmi mencabut AS sebagai tuan rumah. Bahkan, memberi sanksi larangan 10 tahun untuk partisipasi Paman Sam dalam peta sepak bola dunia. 

Baik level klub, negara, atau wanita, termasuk keikutsertaan di Olimpiade.

Reaksi Trump? 

Oke gas. Oke gas...

Menurutnya, rakyat AS lebih kenal dengan basket, bisbol, American Football, Nascar, hoki es, hingga gulat.

"Football? Apa itu!" cuit Trump di X. "Kami tahunya American Football."

"Persetan dengan soccer. Kami bangsa besar ga terpengaruh dengan asing. Selama saya jadi presiden, akan terus menggaungkan 'Make America Great Again'. Camkan itu wahai antek asing!" 

Nah, bagaimana dengan kans Meksiko dan Kanada sebagai tuan rumah untuk duet menggantikan AS?

Ternyata, mereka keberatan jika edisi ke-23 turnamen terelite di kolong langit ini hanya digelar di dua negara. Bisa dipahami mengingat infrastruktur Meksiko dan Kanada memang tertinggal jauh dari AS yang pernah jadi tuan rumah Piala Dunia 1994.

Kendati, Meksiko justru sudah dua kali jadi host pada 1970 dan 1986. Namun, mereka keberatan untuk menggelar edisi sekarang karena faktor ekonomi.

Ya, jadi tuan rumah Piala Dunia bukan sekadar gengsi semata. Alias, ada sisi bisnis yang perlu dipertimbangkan.

FIFA pun melempar tawaran ke berbagai negara di Eropa, Asia, dan Afrika sebagai tuan rumah tunggal.

Senyap. 

Setidaknya hingga beberapa hari tidak ada yang mengajukan.

Mayoritas negara Eropa berhitung untung dan rugi. Sebab, perhelatan kurang dari sebulan.

Mereka harus mencari sponsor swasta agar tidak membebani keuangan negara. 

Apalagi, mengingat Piala Dunia 2030 berlangsung di Portugal, Spanyol, dan Maroko (Afrika).

Arab Saudi yang sejak Desember 2024 terpilih jadi tuan rumah Piala Dunia 2034 turut mengajukan. Namun, FIFA menolaknya karena akan ada satu negara yang jadi tuan rumah dalam delapan tahun terakhir.

Pun dengan Qatar yang uangnya tak berseri siap menggantikan AS. Namun, FIFA menolak dengan alasan sudah menggelar Piala Dunia 2022. 

Ketika masih buntu, Jepang dan Korea Selatan (Korsel) berebut jadi tuan rumah seperti yang dilakukan pada Piala Dunia 2002. FIFA pun membuka diri pada dua raksasa Asia Timur tersebut.

Bahkan, Jepang dan Korsel siap jadi tuan rumah tunggal! Ini yang disambut FIFA dengan tangan terbuka.

Namun, mayoritas negara kuat Eropa dan Amerika Selatan, justru menolaknya. Alasan formal karena beda jam tayang antara waktu mereka dengan di Asia Timur.

Padahal, aslinya mereka enggan kedua negara itu bak Harimau diberi sayap. Ya, baik Jepang dan Korsel merupakan ancaman bagi negara tradisional Piala Dunia seperti Brasil, Jerman, Italia, Argentina, Prancis, hingga Spanyol.

Keduanya memiliki tim terbaik saat ini yang bisa mengimbangi negara kuat Eropa dan Amerika Selatan.

Jika salah satu Jepang atau Korsel jadi tuan rumah, banyak yang khawatir akan merusak hegemoni Eropa dan Amerika Selatan. Yaitu, salah satu dari Jepang atau Korsel juara!

Itu yang ditakutkan negara Eropa dan Amerika Selatan. Pengalaman pada Piala Dunia 2002 saat Korsel ke semifinal dengan mempermalukan Italia di 16 besar dan Spanyol (perempat final) masih membekas.

Siapa yang menjamin jika Korsel atau Jepang jadi tuan rumah, pencapaian pada 24 tahun silam terulang lagi?

Negara-negara Eropa dan Amerika Selatan pun ga sanggup melihatnya andai ada wakil Asia yang juara.

Deadlock.

FIFA kepusingan.

Infantino kalang kabut karena sudah dikejar sponsor terkait jadi atau tidaknya Piala Dunia 2026 berlangsung tepat waktu.


*        *        *


ADAGIUM mengatakan, "Dalam krisis, ada peluang". Demikian terjadi dengan Indonesia.

Karena mentok akibat dikejar deadline penyelenggaraan, Infantino pun iseng menelepon Presiden Indonesia Prabowo Subianto. Niatnya, basa-basi khas Italia.

Dari lolosnya Indonesia ke Piala Dunia 2026 lewat kualifikasi ronde 4 zona Asia. Hingga terkait pengembangan sepak bola usia dini.

Ketika pembicaraan kian intens, tiba-tiba Infantino melemparkan pertanyaan, apakah Indonesia sanggup jadi tuan rumah Piala Dunia 2026? Ga pake hitungan detik, dengan antusias Prabowo pun menjawab:

"Sanggup!"

Infantino pun melengak. Pria asal Swiss ini pun mengulangi pertanyaannya untuk memastikan kesediaan Indonesia.

Terutama dari segi keamanan. Maklum, yang datang itu 47 negara dengan satu tim sekitar 40 orang. Baik pemain, pelatih, staf, dan lainnya.

Juga ratusan ribu warga negara dari lima benua yang tampil di Piala Dunia yang akan membanjiri Indonesia.

Ini tidak mudah terkait akomodasi, hotel, transportasi, sarana dan prasarana, hingga stadion.

Prabowo dengan tegas, mengatakan, "Indonesia siap jadi tuan rumah Piala Dunia 2026. Kami akan menyambut dengan hangat seluruh peserta dan suporter yang datang. Keselamatan, keamanan, dan kenyamanan tamu akan saya garansi."

Infantino pun lega mendengarnya. Memang sosok yang 23 Maret lalu genap 56 tahun ini memiliki kedekatan dengan Indonesia.

Bahkan, pada 2023 lalu FIFA resmi membuka kantornya -hub Asia Tenggara- di kawasan Sudirman. 

Hubungannya dengan Prabowo, Presiden Indonesia ke-7 Joko Widodo, hingga Ketua PSSI sebelumnya, Mochamad "Iwan Bule" Iriawan, pun sangat bagus.

Di sisi lain, bagi Prabowo, ditunjuknya Indonesia sebagai tuan rumah jadi legacy besae. Sekaligus, modal untuk kampanye Pilpres 2029.

Ya, namanya juga politikus. Apa pun itu peluangnya, wajib diambil.

Masalah datang kemudian, ntar aja dipikirin.

Yang penting, Indonesia sukses menyelenggarakan Piala Dunia 2026. Urusan lain, carut marut ekonomi, ga dibahas. 

Intinya, Indonesia sukses gantikan AS sebagai tuan rumah.

Yes, Make Indonesia Great Again!

Again!

Again!

Again.

Agak... Lain sih!


*        *        *


PRABOWO jadi presiden ketiga sejak era pemilihan langsung yang menyelenggarakan event akbar. Dimulai dari Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dengan Piala Asia 2007.

Saat itu, Indonesia jadi tuan rumah bersama tiga negara Asia Tenggara, yaitu Malaysia, Thailand, dan Vietnam. Finalnya, di Stadion Utama Gelora Bung Karno yang juga venue pamungkas Piala Dunia 2026 pada Minggu (19/7).

11 tahun berselang, Indonesia dipercaya sebagai tuan rumah Asian Games 2018 di bawah kepemimpinan Jokowi. Yang menarik, saat itu, Indonesia pun jadi host karena menggantikan Vietnam yang dilanda krisis finansial.

Antara era Jokowi dan Prabowo, identik. Indonesia sama-sama jadi tuan rumah pengganti.

Hebatnya, kedua event berlangsung sukses. Setidaknya, hingga perempat final pada Piala Dunia 2026 ini.

Sejak pembukaan pada 11 Juni lalu, tiada noktah yang berarti. Alias, ada kesalahan  tapi kecil.

Misalnya, warga nonton di GBK tapi parkir liar sepanjang depan Kemenpora dan TVRI. Motornya hilang. 

Tukang parkir liarnya yang mau terima duit tapi ga mau tanggung jawab cuma bilang, "Maaf, saya orang miskin. Hidup susah. Ini aja bela-belain jaga parkir."

Padahal, setiap motor dikenakan tarif Rp 20 ribu. Bahkan, mobil hingga Rp 100 ribu.

Duitnya? Katanya harus setoran ke oknum anggota.

Sisanya? Biasa. Kalo ga dipake nyabu, ngewe jablai, mabok, atau nyelot zeus. 

Apa yang mau diharapkan dari orang-orang pemalas ini?


*        *        *


HINGGA babak delapan besar, persaingan antarnegara menuju juara kian sengit. Selain Argentina, ada Brasil dan Jerman yang sudah memastikan tempat di semifinal. 

Satu slot lagi diperebutkan antara Italia kontra Portugal yang berlangsung malam nanti di Stadion Gelora Bandung Lautan Api.

Ya, salah satu masalah Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia 2026 terkait stadion. Maklum, jarang ada stadion di Indonesia yang berkapasitas besar sesuai FIFA’s Stadium Guidelines.

Yaitu, minimal punya 40 ribu kursi. Untuk perempat final dan semifinal hingga 60 ribh kursi. Sementara, pembukaan dan final wajib 80 ribu kursi.

Nah, berhubung Indonesia ditunjuk sebagai host pengganti, jadi FIFA coba "tutup mata" terkait mayoritas stadion di Tanah Air yang kapasitasnya kurang. Alias, hanya ada GBK, JIS, atau GBLA.

"Woles bro. Kalian bersedia jadi tuan rumah pun, kami sudah bersyukur banget," kata Infantino, semringah saat diwawancarai media.

Ya, simbiosis mutualis. FIFA membolehkan beberapa stadion berukuran kecil untuk menggelar pertandingan.

Sebab, waktunya sejak ditunjuk hingga Piala Dunia 2026 berlangsung, kurang dari sebulan. Tentu, pemerintah tidak bisa menyulap secara tiba-tiba.

Itu yang dimaklumi Infantino, FIFA, 47 negara peserta, puluhan ribu suporter, hingga media.

Surat kabar olahraga ternama Italia, Barzini and Tattaglia Sport, menuliskan pujian secara besar-besaran. Mengakui Prabowo sebagai pemimpin yang peduli olahraga.

"Presiden Subianto berhasil menyulap Piala Dunia 2026 hingga terselenggara dengan baik. Awal kejayaan Indonesia!"

Wow... Menyulap?

Frasa berhasil menyulap kok, terdengar familiar. Btw, sebagai penggemar Prabowo, saya tahu 08 itu bukan pesulap.

Penculik iya. Itu fakta dan Prabowo mengakuinya saat menyulap aktivis jelang reformasi.


Selengkapnya:

- Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit (https://www.roelly87.com/2023/09/prabowo-sang-penculik-yang-berharap.html)

- Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah (https://www.roelly87.com/2023/12/prabowo-gemoy-tapi-tangannya-berlumuran.html)

- Saya Ga Menyesal Pilih Prabowo, Memang Kemampuannya B Aja (https://www.roelly87.com/2025/04/saya-ga-menyesal-pilih-prabowo-memang.html)

Koran Meksiko, El SeƱor de Los Cielos turut mengapresiasi. Menurutnya, Indonesia tidak hanya menyelamatkan wajah FIFA saja, melainkan Meksiko dan Kanada yang memang tidak sanggup jadi host Piala Dunia 2026 usai AS batal.

"Terima kasih Indonesia. Kami, rakyat Meksiko sangat mendukung kinerja kalian."

Beberapa media lain, hingga perempat final ini menuliskan:

El Padrino (portal asal Medellin, Kolombia): Andai kami mampu melakukannya seperti Indonesia (jadi tuan rumah Piala Dunia) pada 1980-an dan 1990-an saat ditopang perdagangan haram, mungkin saat ini sudah jadi negara makmur. Kolombia harus belajar dari Indonesia.

Megumi Shimbun (koran Jepang): Ini bukan Piala Dunia terbaik. Namun, Indonesia bisa dikatakan sukses sebagai penyelenggara.

Suez Streets (majalah Mesir): Indonesia menawarkan keunikan untuk menyambut seluruh tamu. Keindahan alam, budaya, keramahan, hingga keamanan yang sangat terjamin.

Ya, mayoritas mengapresiasi kinerja pemerintah. Baik pusat maupun daerah. Mereka di bawah satu komando, yaitu Prabowo. 

Itu mengapa, nyaris tidak ada berita yang mengancam keamanan sepanjang Piala Dunia 2026 berlangsung. Sebab, semuanya sudah dilokalisir aparat berwenang.

Misal, menugaskan kepolisian untuk mengamankan stadion 24 jam. Mereka berpakaian biasa. Tidak mencolok perhatian. 

Polisi termasuk intel juga memerintahkan preman setempat dan ormas untuk memberi rasa aman dan nyaman bagi tim yang bertanding serta suporter. 

Tentu, ada sih, yang membangkang dengan main dua kaki. Ikut mengamankan iya, tapi memeras suporter negara lain juga iya. 

Akibatnya, Prabowo langsung menginstruksikan aparat untuk menghilangkan preman serta ormas itu dan pentolannya serta ribuan anggota. 

Maksud menghilangkan ya, benar-benar hilang dari muka bumi. Begitulah cara kerja Prabowo sebagai pesulap yang senyap.

Mungkin, preman dan ormas itu ga paham bahwa Prabowo punya tiga wajah. Wajah pertama, ramah terhadap tamu, termasuk negara luar.

Kedua, simpatik terhadap bawahan atau kenalan yang setia. Contohnya, di kabinet aja yang ya...

Wajah ketiga: Telengas terhadap pihak yang mengkhianatinya. Baginya, titah yang sudah dikeluarkan ga bisa ditawar apalagi dibantah. Selesai sudah nasib preman dan ormas tolol itu.

Bagi masyarakat, itu bagus. Secara memastikan suasana tetap kondusif sepanjang Piala Dunia 2026 berlangsung. Sekaligus, memanjakan tamu yang hadir.

Ya, itu inisiatif Prabowo. Kapan harus berlaku ramah kepada tamu dan kapan harus brutal dengan menghilangkan nyawa orang tanpa berkedip. 

Pengalamannya sebagai orang nomor satu di Kopassus dan Kostrad serta memimpin Tim Mawar jadi barometer. 

Bagaimana dengan anak buahnya, yaitu menteri di Kabinet Indonesia Merah Putih. Sumpah, ga berguna. 

Anak buahnya, termasuk menteri, wakil, DPR, DPD, DPRD, dan di partai, merupakan penjilat. Tipe ABS: Asal Bowo Senang.

Bahkan, beberapa orang terdekatnya yang jadi pejabat tinggi bikin malu. Yaitu, maksa nerobos kamar ganti pemain saat jeda pertandingan untuk foto bersama hingga mengajak anaknya.

Asu!

Jancok!

Yaitulah kalo pemimpin dikelilingi Hyena. Hewan pemakan bangkai. 

Prabowo sudah berusaha yang terbaik, eh para pembantunya berkelakuan minus hingga mencoreng reputasi Indonesia. Mungkin, dajjal aja sungkem sama penjilat di sekitar Ring 1 Prabowo.

Terkait keamanan nonteknis, misal kelompok separatis, Prabowo pun sudah melakukan mitigasi.

Pertama, menugaskan pejabat tinggi di kabinet bersama jenderal bintang tiga untuk dialog di Papua. Tujuannya, demi meredam gejolak mengingat ada 12 pertandingan di fase grup yang diselenggarakan di Bumi Cendrawasih tersebut.

Hasilnya? 

Sangat manjur.

Entah "gimana caranya", tapi berbagai pertandingan itu berlangsung dengan lancar. Tanpa ada gangguan sedikit pun.


*        *        *


SEPERTI agenda awal Piala Dunia 2026 diselenggarakan di 16 stadion. Sebelum batal, AS menyediakan porsi terbanyak dengan 11 stadion diikuti Meksiko (tiga) dan Kanada (dua).

Indonesia pun menyiapkan 16 stadion di enam kawasan berbeda sejak fase grup hingga final. Dalam arti, semua pulau besar harus kebagian. Maksud Prabowo baik, agar tidak Jawa-sentris. 

Yaitu, Jawa dengan lima stadion, Sumatera (tiga), Kalimantan (dua), Sulawesi (tiga), Papua (dua), dan Bali-Nusa Tenggara (satu).

"Stadion di Indonesia kecil-kecil. Mayoritas hanya menampung 30 ribuan kursi di bawah standar FIFA Namun, pemerintah mereka pintar memaksimalkannya. Terbukti, stadion selalu full. Penonton senang dengan apresiasi masyarakat."

Demikian ulasan dari media asal Argentina, Tango Futbol.

Bagaimana dengan reaksi pemain?

Mayoritas positif.

Mereka merasakan suasana berbeda saat tampil di Indonesia. Terutama, pemain asal Eropa yang awalnya sempat khawatir dengan iklim tropis. 

Namun, ketika sudah menginjak rumput stadion, dukungan suporter tuan rumah jadi motivasi bagi mereka.

"Panas dan lembab. Namun, di lapangan tidak terasa. Usai pertandingan saya suka jalan-jalan. Sambutan masyarakat sangat luar biasa. Melebihi di Eropa," ujar bomber Jerman yang tampil bagus bersama klubnya di Bundesliga musim lalu.

"Ini saya dikasih seblak. Rasanya? Wow... 'enak bingit'. Nanti saya mau borong buat keluarga."

Begitu juga dengan peraih capocannoniere Serie A 2025/26. Bintang asal Italia yang diminati banyak klub raksasa Eropa itu terkesan setelah merasakan tampil di Papua.

"Saya ingin ke Raja Ampat. Itu surga kecil yang tersisa di muka bumi ini. Serius. Saya sudah minta ke manajer saya untuk memasukkan klausul liburan pramusim di Raja Ampat jika ada klub Eropa yang menginginkan saya pindah."

Ya, Raja Ampat memang jadi primadona. Padahal, tahun lalu sempat terancam punah akibat penambangan tak terkendali di kepulauan eksotis itu.

Namun, Indonesia tidak hanya Raja Ampat saja. Banyak kawasan wisata lain yang diminati para pemain di Piala Dunia 2026. Misalnya, Danau Toba, Kawah Ijen, Bromo, Nusa Penida, Bunaken, hingga Baduy yang masih asri.

Ga heran, banyak tim yang sudah tersingkir di fase grup, tidak langsung kembali ke negaranya. Mereka menikmati keindahan alam, budaya, dan keramahan dari masyarakat Indonesia.

Itu jadi nilai lebih penunjukkan Indonesia sebagai tuan rumah. 

Infantino girang. 

Prabowo kembali joget gemoy. 

Ya, semua senang dan semua menang.

Di dalam negeri pun demikian. Prabowo melibatkan banyak elemen masyarakat, termasuk politikus. 

Baik itu dari simpatisan 01, 02, dan 03. Mereka bahu-membahu mensukseskan Piala Dunia 2026.

Sejak pembukaan, Prabowo selalu mengundang presiden sebelumnya, seperti Jokowi, SBY, dan Megawati Soekarnoputri untuk sama-sama duduk di tribune VVIP. 

Serta keluarga presiden yang sudah meninggal turut hadir. Dari keluarga besar Soekarno, Soeharto, Habibie, dan Gusdur.

Beberapa mantan pelatih timnas pun turut diundang. Termasuk, dari luar yaitu, Luis Milla dan Shin Tae-yong.

"Alhamdulillah, hingga perempat final ini, penyelenggaraan Piala Dunia 2026 berjalan lancar. Itu membuktikan, Indonesia sebagai negara besar yang sanggup menggelar event akbar. Kita pun optimistis, next bakal jadi host Olimpiade," kata Prabowo, tersenyum saat doorstop dengan media.

Ya, di tengah absurdnya rezim Prabowo dengan para pembantu yang konyol dan ga bisa kerja, ternyata ada juga yang bisa dibanggakan. Setidaknya, dalam sebulan terakhir ini.

Terkait adanya inflasi dan resesi yang mengancam usai Piala Dunia 2026, itu soal lain. Pemerintah mana pernah mikir jauh.

Yang pasti, sebagai masyarakat, kita senang bisa jadi tuan rumah Piala Dunia 2026. 

Kapan lagi bisa melihat langsung dari dekat kehadiran Cristiano Ronaldo, Lionel Messi, Dybala, Vinicius Junior, Harry Kane, Kylian Mbappe, dan sebagainya. 

Apalagi, ini disebut jadi edisi pamungkas Ronaldo dan Messi di Piala Dunia. 

Bisa dipahami mengingat mereka telah cukup berumur, alias jauh melewati masa keemasan. Ronaldo sudah 41 tahun dan Messi pada 24 Juni lalu genap 39 tahun.

Beruntungnya, jadi warga Indonesia bisa menikmati The Last Dance ala Ronaldo dan Messi di Piala Dunia 2026.


*        *        *


"BRO, bangun. Mau ke GBK ga?" ujar salah satu ojol menepuk pundak saya yang sedang tertidur di motor.

Saya pun kaget. Perasaan tadi lagi streaming Indonesia versus Jepang pada matchday terakhir Kualifikasi Piala Dunia 2026 zona Asia Ronde Ketiga Grup C.

Namun, jelang turun minum saya ketiduran akibat Indonesia tertinggal 0-2. Apalagi, tidak ada shot on goal yang dilakukan ke gawang Jepang.

Beruntung, rekan ojol itu membangunkan. Sekaligus, mengingatkan saya untuk tidak naruh hp sembarangan.

Secara, saya memang lagi istirahat di kolong fly over Fatmawati-Simatupang yang ramai. Saya cek dompet dan hp, alhamdulillah aman.

"GBK ngapain pak," jawab saya sambil membasuh wajah dengan air mineral agar segar.

"Bubaran timnas bentar lagi. Ini udah menit ke-81, timnas ketinggalan enam gol," jawab rekan ojol itu sambil memakai helm.

Saya yang baru terbangun usai mimpi indah Indonesia jadi tuan rumah Piala Dunia 2026 pun kaget. Sembari mencubit pipi, apakah mimpi tadi nyata atau cuma khayalan.

"Pak, mainnya di Osaka, Jepang. Bukan di GBK."

"Lho, bukannya sama kayak lawan Tiongkok, Kamis lalu di GBK?"

"Kagak pak. Gantian. Kan sistemnya kandang-tandang. Kita udah pernah menjamu Jepang di GBK pada 15 November lalu. Kalah 0-4."

"Oh gitu ya? Kirain main di GBK lagi."

"Ya ampun, saya yang ketiduran, eh malah si bapak yang halu."

"Iya ya. Ga jadi deh. Makasih bro udah diingetin. Soalnya, kalo main di GBK lumayan. Pas lawan Tiongkok, saya dapat orderan ojol kakap ke Sukabumi."

"Ebuset, itu mah bukan kakap lagi, tapi paus, jaraknya 100 km lebih. Ga sekalian pulang kampung pak? He he he."

"Iya deh bro. Yaudah saya ga jadi ke GBK. Makasih infonya bro," ucap rekan ojol itu tersipu.

"Siap pak. Makasih juga udah dibangunin. Saya ketiduran tadi. Enak anginnya sepoi-sepoi," kata saya, menjura.

Ya, ternyata tadi hanya mimpi. Kirain nyata. 

Secara, ini aja baru tahun 2025. Alias, masih setahun lagi menuju Piala Dunia 2026.

Namun, banyak kesuksesan berasal dari mimpi. Siapa tahu, Indonesia sebagai tuan rumah Piala Dunia jadi kenyataan dalam beberapa tahun mendatang.

Yang terdekat, semoga Indonesia bisa lolos dari ronde 4 kualifikasi zona Asia untuk tampil di Piala Dunia 2026.

Aamiin...


*        *        *


- Jakarta, 16 Juni 2025


*        *        *

 Artikel Terkait Timnas dan Multi Event yang Diselenggarakan di Indonesia


- (SEA GAMES 2011) Antusias Masyarakat Menyaksikan Timnas Indonesia Mengalahkan Malaysia (https://www.kompasiana.com/roelly87/55098b928133117375b1e230/antusias-masyarakat-menyaksikan-timnas-indonesia-mengalahkan-malaysia)


- Bangga Jadi Orang Indonesia (https://www.kompasiana.com/roelly87/552df94a6ea834190a8b45f2/bangga-jadi-orang-indonesia)


- Mereka yang Turut Mensukseskan Pertandingan di SEA Games 2011 (https://www.kompasiana.com/roelly87/55099d1ea33311653d2e3a23/mereka-yang-turut-mensukseskan-pertandingan-di-sea-games-2011)


- Dampak Sosial dari Pagelaran SEA Games 2011 (https://www.kompasiana.com/roelly87/5509e595a33311356c2e3960/dampak-sosial-dari-pagelaran-sea-games-2011)


- (Esai Foto) Sisi Lain Kemenangan Indonesia atas Thailand di Stadion Pakansari (https://www.roelly87.com/2016/12/sisi-lain-kemenangan-indonesia-atas.html)


- GBK Bersolek Sambut Asian Games 2018 (https://www.roelly87.com/2017/03/gbk-bersolek-sambut-asian-games-2018.html)


- Asian Para Games 2018 Bukan sekadar Menang atau Kalah, tapi... (https://www.roelly87.com/2018/10/asian-para-games-2018-bukan-sekadar.html)


- (Galeri Foto) Meriahnya Count Down Asian Games 2018 di Monas (https://www.roelly87.com/2017/08/count-down-asian-games-2018.html)


- Antara Presiden Jokowi, Asian Games 2018, Blogger, dan Tantangan Menghadapi Revolusi Industri 4.0 (https://www.roelly87.com/2018/05/antara-presiden-jokowi-asian-games-2018.html)










-




Selasa, 10 Juni 2025

Doa Tulus dari Pekerja Hiburan Malam

Doa Tulus dari Pekerja Hiburan Malam

Ilustrasi saya mengantar penumpang naik
getek di Muara Karang 
(Foto: @roelly87)


TEMBOK rumah sakit saksi doa paling tulus antara hambanya dengan Sang Pencipta melebihi rumah ibadah.

Demikian adagium yang saya lihat berseliweran di media sosial (medsos). Itu membuktikan permohonan untuk sembuh, kembali sedia kala, atau dilapangkan kesabaran anggota keluarganya kepada Tuhan sangat berarti.


Baik itu:

- Anak kepada Orangtua dan sebaliknya

- Istri kepada suami dan sebaliknya

- Cucu kepada kakek atau nenek dan sebaliknya

- Antarkeluarga, kawan, kerabat, relasi, hingga kenalan


Sebagai makhluk yang logis, saya sangat percaya dengan kekuatan doa. Baik itu di rumah sakit, rumah ibadah, rumah duka, stasiun, pelabuhan, bandara, terminal, sekolah, dan sebagainya.

Apa pun itu permohonannya, Tuhan tidak pernah tidur.


*        *        *


ALUNAN musik dangdut terdengar meriah di berbagai kafe di kawasan pinggir ibu kota. Ya, modelnya bukan bangunan permanen yang megah seperti di Sudirman, Thamrin, Satrio, dan sebagainya.

Melainkan, terbuat dari triplek berataskan seng yang kalau hujan bunyinya sangat merdu. Namun, sudah cukup memenuhi syarat untuk disebut kafe.

Saat melewatinya, tiba-tiba ada yang melambaikan tangan. Perempuan. Usia muda. Mungkin 20 hingga 25 tipis-tipis.

"Bang ojek dong..." ujarnya mendekati.

"Saya ga ada orderan ka. Salah ojol kali."

"Ih, maksudnya gw mau ngojek ga pake aplikasi ke Barat Daya. Offline, boleh kan?"

"Bentar... Buat siapa?"

"Gw lah bang. Hp Android gw 'lagi disekolahin'. Ini pake hp Nokia jadul. Ga bisa download aplikasi, WA, dll, cuma sms doang sama teleponan."

"Siap."

Sebagai ojek online (ojol), saya sering mendapat tawaran offline atau tanpa aplikasi. Namun, mayoritas saya tolak.

Secara, kalo tanpa aplikasi itu berisiko. Entah itu terjadi insiden di jalan seperti kecelakaan -semoga tidak ya Tuhan... Aamiin!-, begal, atau dihipnotis penumpang.

Beda jika penumpang menggunakan aplikasi. Data-datanya serta rute yang dilewati akan terekam dalam server aplikator.

Jika terjadi insiden pun, bakal terlacak. Sekaligus, memudahkan untuk laporan ke pihak berwajib.

Namun, bukan berarti saya anti tanpa aplikasi. Beberapa kali saya ambil. 

Sebab, ini bukan soal benar atau salah. Secara, se-idealis apa pun saya sebagai manusia, tetap urusan dapur nomor satu.  (selengkapnya: https://www.roelly87.com/2021/03/kompromi-dengan-keadaan.html)

Termasuk, pekan lalu saat tim nasional (timnas) main di GBK dan Indonesia Open 2025 di Istora. 

Hanya, offline khusus yang dekat aja mengingat situasi ramai akibat penumpang sulit order sementara ojol jemputnya kejauhan. Misal, ke Stasiun Palmerah, atau tempat makan di kawasan Senayan. 

Jika tujuan jauh, jelas saya tolak. Risiko kenapa-kenapa.

Itu pun, offline saya ambil penumpang perempuan. Berdua alias bonceng tiga, ga masalah.

Kalo penumpang pria? Ga... 

Terima kasih dah!

Saya takut orang itu begal, hipnotis, atau menyelipkan barang terlarang.

(Baca artikel terkait https://www.roelly87.com/2021/04/ada-rawarontek-di-balik-keberingasan.html).

"Berapa bang?" kata wanita itu.

"Kalo tanpa aplikasi ga tahu. Terserah lo kasih harga aja."

"Sekian *** ya."

"Oke. All, gw balik duluan ya. Jangan pulang sebelum mabok sampe tepar. Ha... Ha... Ha..." jawabnya sambil melambaikan tangan kepada beberapa rekannya yang duduk rapi.

Saya pun melajukan sepeda motor ke lokasi yang dituju. Jaraknya lumayan dekat, kurang dari lima kilo.

Namun, rutenya sangat menantang. Secara, melewati jalanan yang rusak.

Bergelombang, lobang, hingga polisi tidur yang tak beraturan.

Apalagi, setiap pengendara harus ekstrawaspada. Sebab, ini merupakan jalur Transformers.

Alias, rutin dilewati kendaraan besar seperti dump truck, kontainer, trailer, tronton, trintin, trinton, molen, dan banyak lagi.

"Na... Na... Na..." 

Terdengar lirih bisikan dari senandung penumpang di belakang saya. Sejak naik hingga hampir pertengahan jalan.

"Bagus! Nyanyi terus..."

"He... He... He..."

"Sad But True... Keren! Anak metal lo ya?"

"Kaga bang. Bosen kalo di kafe mah dangdut terus. Sekali-kali di jalan Metallica, Guns N' Roses, Nirvana, atau Toto..."

"Gokil, cewe tapi lagunya cadas..."

"Cadas Pangeran? Kampung gw dong."

"Lo asli Sumedang?"

"He..."

"Btw, suara lo merdu. Coba nyanyi Patience GNR, pas banget."

"Nadanya rendah, bang. Ga kuat."

"Kenape menyenandungkan Sad But True?"

"Galau aja bang."

"Asmara? Cintrong? Atau lo diduain?"

"Ih... Amit-amit dah. Bukan itu."

"Biasanya, cewe kalo galau alasannya itu."

"Gw galau karena bokek. Pemasukan seret udah beberapa bulan terakhir 'sampe hp masih disekolahin' belom ditebus nih. Hari ini aja dapat ga nyampe cepe..."

"Sama dong. Berarti alam semesta emang sedang ga baik-baik aja. Di dunia perojolan juga gitu."

"Serius bang?"

"Yongkru. Namanya hidup. Banyak yang sulit dapat orderan. Jadi ya, sama-sama nyender."

"Gw kira cuma gw doang bang."

"Lah, malam minggu bukannya kafe rame?"

"Rame yang nongkrong doang. Jajan mah kagak. Boro-boro beli bir 1 kerat, ini malah bawa air mineral dari luar. Dikira kita penjaga stan pasar malam, kali ya?"

"Lah, kok bisa. Tempat lo kan kafe?"

"Iya, kafe. Tapi, kafe 'ya gitu' deh."

"Ooh...


*        *        *


PENUMPANG itu cerita, meski namanya kafe, tapi tempat kerjanya multifungsi. Bisa jadi karaoke, pijat, salon, sampe "ruang curhat".

Ya, tergantung kemauan tamu. Ibaratnya, palugada, "Apa lo mau, gw ada".

Namun, setiap malam minggu, sudah tradisi berderet kafe di kawasan itu minim pemasukan. Beda dengan hari biasa.

Ini jadi dilema bagi para pekerja. Datang cuma cukup buat ongkos doang, ga hadir tapi di rumah bokek akibat ga ada pemasukan.

"Kalo malming, yang berduit jarang dateng. Pada dokem di rumah sama bininya masing-masing," ujarnya sambil berteriak karena suaranya ga terdengar akibat di sebelah ada rombongan sirkus lagi memainkan knalpot.

Emang hama ini para komunitas motor celeng. Mending, kalo motornya bagus, lah ini cuma 100-an cc.

Masih kalah sama motor ojol yang banyak 150 cc lebih. Udah gitu, rombongan sirkus ini kalo konvoi pada nutupin jalan.

Motor bagus? Ga!

Muka rupawan? Burik!

Ya, kalo mereka motornya moge kayak Renegade atau yang dipake Antonio Banderas dalam Desperado, sih, bisa dipertimbangkan.

Atau, kalo parasnya lelananging jagad ala Leonardo Di Caprio serta manis seperti Brigitte Lin Ching-hsia dalam Swordsman III, ya bisa dibicarakan baik-baik. (https://www.roelly87.com/2023/12/brigitte-lin-ching-hsia-yang-memesona.html)

Lah ini tanpa bermaksud menghina, udah motor bobrok, muka buruk rupa, eh kelakuan kayak dajal. Bikin esmosi pengendara aja!


*        *        *


"KITA mah mending tamu yang udah berumur. Royal. Ga itungan kalo 'jajan'," penumpang itu melanjutkan. "Ketimbang anak muda. Menang ganteng doang. Beli minuman aja patungan. Boro-boro kasih tip."

"Yah, gw ga ngerti gituan dah."

"Iye, maksudnya cuma sekilas info bang."

"Siap, tuan ratu."

"Ratu apaan? Ratu dunia hitam kayak di film. Ha ha ha!"

"Yah, intinya lo punya duit, lo punya kuasa."

"Njir, itu kalimat rayuan gw tuh kalo tamunya royal. Asyik. Keluarin duit ga dipirit lagi."

"Nah, itu Rohaye... Ada masanya tamu lo royal. Kadang ada yang pait. Ya, namanya juga hidup."

"Ho oh, bang. Sama kayak ojol ya. Gw dengar pada sepi?"

"Mayoritas iya. Harus disyukuri aja. Banyak atau dikit, yang penting udah usaha."

"Tjakep, bang. Gw juga kalo udah *** bakal pensi. Gw pengen hidup normal dan ***."

"Silakan. Itu pilihan, lo mau kerja apa aja bebas. Yang penting bisa buat anak atau keluarga."

"Kadang kalo bipolar gw kambuh, gw malu juga sama tetangga. Apalagi, kerja beginian pulang sering pagi. Jadi bahan omongan."

"Lah, emang tetangga lo yang kasih makan lo? Ga, kan?"

"Ya, ga sih."

"Ngapain harus malu? Hidup lo, ya lo yang atur sendiri. Mau lo kerja apa kek, urusan lo. Lo ga usah peduliin tetangga," saya menjelaskan. "Kecuali, lo dikasih makan sama tetangga lo tiap hari, kalo mereka nyinyir, ya pantes. Ini kan, ga?

"Ya begitulah," ujarnya sambil menarik napas.

"Ini ada cagak, belok kanan atau kiri?"

"..."

"Woi... Rohaye, die malah ngelamun."

"Anjir... Maap bang. Wkwkwkkw. Iye, kanan."

"Siap. Yang ada tugu?"

"Iya bang."

"Oke sampe."

Saya pun menepikan sepeda motor. Memberi ruang gerak pengendara lain yang ingin lewat mengingat jalannya cukup sempit."

"Ini bang."

"Ebuset, gw kaga ada kembaliannya."

"Serius?"

"Lah, pan dibilang orderan ojol lagi sepi. Mungkin, efek libur panjang."

"Oke bang. Gw tuker ke warung dulu ya."

Penumpang itu pun membawa balik selembar merah untuk ditukar ke warung. Ongkosnya, sekitar 1USD lebih dikit.

Jelas, saya ga punya kembalian. Secara, di dompet aja cuma ada selembar biru dan beberapa ribuan. 

"Bang, ini air mineral buat lo. Bentar ya gw lagi nunggu kembalian," penumpang itu menghampiri dengan botol air mineral berukuran sedang.

"Selow aja. Sorry ngerepotin. Soalnya emang ga ada kembalian. Duit lo kegedean."

"Anjir... Saae lo bang, ni aja selembar-lembarnya," katanya dengan tersenyum renyah.

Sambil menunggu pembayaran tunai, saya pun membuka bagasi motor untuk mengeluarkan jas hujan. Maklum, langit pada dini hari udah merah.

Takutnya, tiba-tiba hujan lebat. Jadi, ya, kata pepatah, sedia jas hujan sebelum deras.

"Ini bang, ga usah kembali."

"Yee, banyak amat," jawab saya usai menerima selembar hijau dan 1 ringgit lebih.

"Ga apa-apa, buat lo bang. Makasih ya. Gw doain moga lo juga lancar rezekinya juga sehat biar kuat cari nafkah. Aamiin..."

"Aamiin. Makasih banyak, Rohaye."

Saya pun menaruh uang di tas selempang. Karena penumpang udah ngasih lebih, ya saya terima.

Yang penting, bukan saya yang minta. Secara, pantang minta-minta ke orang. 

Sejeleknya saya, masih punya harga diri. Kecuali jika itu masuk layanan ojol, seperti nganternya lebih jauh, beberapa kali berhenti, atau masuk lokasi yang kena parkir.

"Rezeki bro, ambil aja," ucap pemilik warung sambil mengeluarkan beberapa galon kosong.

"Iya, pak. Rezeki. Penumpangnya baik."

"Orangnya emang baik. Sering jajanin atau kasih tip ojol yang nganter."

"Iya pak. Duluan ya."

"Sip, ttdj bro."

Saya pun melanjutkan perjalanan di tengah gemuruh kilat layaknya kehadiran Thor Odinson. Meski tubuh ini bergerak, tapi pikiran masih berada di depan warung tadi.

Khususnya, doa yang bikin merinding dari penumpang yang lupa saya tanya namanya. 

Ya, di tengah kekurangan mencari nafkah yang mungkin dianggap negatif di masyarakat, penumpang itu membuktikan bahwa hidup ga sekadar hitam atau putih. Doi yang bekerja di dunia malam, dalam keterbatasannya benar-benar mengaplikasikan prinsip memanusiakan manusia.

Salut dengan sikapnya.

Apalagi doanya yang tulus bagi saya terdengar sangat menyentuh hati dibandingkan pujian kepada Tuhan yang dilakukan banyak ahli ibadah yang hipokrit.

Terima kasih, wahai penumpang tanpa nama.


*        *        *


- Jakarta, 10 Juni 2025


*        *        *


Artikel Terkait Dunia Malam:


- https://www.roelly87.com/2024/08/psk-dan-gigolo-lebih-mulia-daripada.html

- https://www.kompasiana.com/roelly87/5500985ba33311e7725115a1/ironi-seorang-kupu-kupu-malam

- https://www.kompasiana.com/roelly87/551079a5a33311c037ba83f5/kupu-kupu-malam-dalam-sebuah-kisah?page=all

- https://www.kompasiana.com/roelly87/54f44b677455139d2b6c8860/riwayat-panjang-lagu-kupu-kupu-malam

- https://www.roelly87.com/2021/10/mangga-besar-punya-cerita.html



Artikel Terkait Customer Ojol:


- Pelajaran dari Penumpang Tuna Netra (https://www.roelly87.com/2025/05/pelajaran-dari-penumpang-tuna-netra.html)


- Lirikan Maut Penjaga Kedai 2 (https://www.roelly87.com/2025/03/lirikan-maut-penjaga-kedai-2.html)


- Lirikan Maut Penjaga Kedai (https://www.roelly87.com/2025/03/lirikan-maut-penjaga-kedai.html)


- Insiden Membokongi Piza (https://www.roelly87.com/2025/01/insiden-membokongi-piza.html)


- Dan Terjadi Lagi... Pelecehan Seksual terhadap Ojol (https://www.roelly87.com/2024/08/dan-terjadi-lagi-pelecehan-seksual.html)


- Tidak Ada Toleransi untuk Perokok (https://www.roelly87.com/2024/05/tidak-ada-toleransi-untuk-perokok.html)


- Penumpang Kecebur Got dan Motor Hampir Mogok: Drama Banjir 22 Maret (https://www.roelly87.com/2024/03/penumpang-kecebur-got-dan-motor-hampir.html)


- Terima Kasih, Orang Baik (3) (https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html)


- Tidak Ada Polisi 40%, Ini Alasan Penumpang Enggan Pakai Helm (https://www.roelly87.com/2020/03/tidak-ada-polisi-40-ini-alasan.html)


- Anak Perwira Dijambret di Samping Polda Metro Jaya (https://www.roelly87.com/2024/03/anak-perwira-dijambret-di-samping-polda.html)


- Sisi Lain Konser Coldplay: Mistik, Sedih, Haru, dan Bahagia (https://www.roelly87.com/2023/11/sisi-lain-konser-coldplay-mistik-sedih.html)


- Menara Kadin yang Memanusiakan Manusia (https://www.roelly87.com/2023/11/menara-kadin-yang-memanusiakan-manusia.html)


- Ditolak Ojol: Bertepuk Sebelah Tangan (https://www.roelly87.com/2023/05/ditolak-ojol-bertepuk-sebelah-tangan.html)


- BlackPink di Mata Ojol (https://www.roelly87.com/2023/03/blackpink-di-mata-ojol.html)


- Risiko Ojol Antar Makanan pada Dini Hari (https://www.roelly87.com/2023/02/risiko-ojol-antar-makanan-pada-dini-hari.html)


- Karena Customer adalah Raja (https://www.roelly87.com/2022/01/karena-customer-adalah-raja.html)


- Di Suatu Desa dengan Penumpang Random (https://www.roelly87.com/2021/10/di-suatu-desa-dengan-penumpang-random.html)


- Sebuah Kisah Klasik yang Tak Berujung (https://www.roelly87.com/2021/06/sebuah-kisah-klasik-yang-tak-berujung.html)


- Kompromi dengan Keadaan (https://www.roelly87.com/2021/03/kompromi-dengan-keadaan.html)


- Orderan pada Malam yang Ganjil (https://www.roelly87.com/2020/11/orderan-pada-malam-yang-ganjil.html)










Jumat, 30 Mei 2025

Hilang Motor akibat Parkir Liar, Salah Siapa?

Ilustrasi saya parkir sembarangan dengan 3 
gembok sekaligus. Tetap waswas hilang!
(Foto: dokumentasi pribadi/@roelly87)



SAGU rangi merupakan cemilan khas Betawi. Saat ini, sudah sulit ditemukan, kecuali di pasar tradisional atau pedagang depan sekolahan.

Dulu, pada pertengahan 90-an hingga awal milenium, saya sering mendapatkannya. Seporsi yang berisi loyang panjang sekitar Rp 300-1.000. 

Rasanya yang renyah di luar dan empuk di dalam sangat khas. Ditambah, topping gula merah yang menambah kenikmatan.

Itu yang saya rasakan saat menyantapnya di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Usai mengantarkan orderan di Rawa Belong, saya tak sengaja membeli sagu rangi yang kebetulan lewat.

Siang-siang di tengah cuaca tak menentu ini, memang paling mantap menikmati cemilan. Sambil membaca berita terhangat terkait macet total pada Rabu (28/5).

"Pak, titip motor bentar ya. Saya mau ke dalam, ga lama," ujar ibu muda yang memarkirkan kendaraanya di samping motor saya.

"Maaf ka, parkirnya di dalam aja. Di sini ga ada yang jagain."

"Ini banyak mas, motor ojol sama umum. Titip ya. Bentar aja."

"Maaf ka, sekali lagi. Mending parkir resmi aja. Takut hilang."

"Yaelah mas, baru jadi ojol aja sombong amat. Nitip sebentar ga boleh."

"Ka, ini saya lagi nunggu orderan masuk. Ga mungkin kalo dapat orderan saya cancel gara-gara harus nungguin motor Anda. Lagian kan bisa parkir resmi di dalam. Atau parkir liar bayar Rp 2.000 di ujung. Kalo di sini mau naroh motor bebas aja, tapi ga ada yang tanggung jawab kalo hilang..."

Belum selesai saya menjelaskan, orang tersebut langsung melengos. Menyalakan motornya dengan kencang tanpa mengucap sepatah kata.

Saya pun bergeming. Masa bodoh mau dibilang sombong atau apa.

Secara, saya ojol lagi nunggu orderan masuk. Alias, bukan pengawal pribadi yang jagain motor orang.


*        *        *


"MANUSIA aneh. Dikasih tahu baik-baik ga diterima..."

Demikian suara dari samping terdengar nyaring. Saya menoleh, yaitu sesama rekan ojol dengan jaket yang khas.

Ternyata, dia memerhatikan obrolan saya dengan pengendara tadi. 

"Iya, bro. Tinggal parkir resmi di dalam bayar Rp 2.000 aja susah banget. Kalo parkir liar di sini, rawan maling," kata saya mengangguk dan menolak dengan sopan tawaran kopi darinya.

"Diemin aja aturan bro. Biar dia kapok. Emangnya, kita ojol ini budak dia apa? Disuruh jagain motor."

"Yasutralah, males ladenin yang kayak gitu bro."

"Iya, dia belom tahu aja, di kawasan ini rawan maling. Apalagi ane pernah ngelihat langsung depan mata sendiri, ada orang kehilangan motornya."

"Di sini bro?"

"Bukan, di Kelapa Gading."

"Oo..."

"Jadi, tuh orang naro motornya di pinggir kali samping mal. Cuma dikunci stang aja. Pas ane balik, dia lagi teriak-teriak."

...

...

...

"Waduh..."

"Iya, sama security juga ga diladenin. Salah sendiri udah parkir sembarangan, motor ga dikunci ganda."

"Ojol juga bro?"

"Kayaknya bukan. Helmnya sih ojol. Mungkin orang biasa yang mampir ke mal atau kurir paket. Entahlah."

"Ya ampun, kasian amat. Moga ketemu dah."

...

...

...

"Padahal di sana tuh udah sering kehilangan motor. Baik itu umum, kurir paket, atau ojol. Tapi ya gitu, ga ada yang kapok. Sampe tadi siang, ane masih lihat banyak motor parkir sembarangan."

"Iya bro. Padahal tinggal parkir resmi aja bayar Rp 2.000, aman. Dibanding naro motor sembarangan, resiko hilang."

Tet...Tot...

"Bro, ane dapat orderan. Kakap nih. Cabut dulu ya."

"Siap, bro."

*        *        *


SAYA pun lanjut menyerok sisa-sisa sagu rangi. Menikmati gula merah hingga tetes terakhir.

Yummiii!

Terkait parkir sembarangan, memang dilematis juga. Sebagai ojol saya pun memahaminya.

Namun, sebisa mungkin saya parkir resmi. Itu mengapa, saya siapkan kartu pembayaran elektronik seperti Flazz dan E-Money atau dompet elektronik (Gopay, Shopeepay, dan Astrapay).

Bagi saya, parkir resmi lebih aman. Dibanding naruh motor sembarangan atau parkir liar.

Toh, parkir liar sama-sama bayar. Rugi banget.

Belum lagi kalo ada -instansi paling ga guna, beraninya sama rakjel- Dishub, rawan diangkut ke truk. Kang parkir liar mana peduli, mereka udah kabur duluan!

Bagi saya, kang parkir liar itu hama seperti pak ogah dan anggota ormas. Mereka wajib dibasmi!

Saya pribadi bukan makhluk suci. Beberapa kali pernah parkir sembarangan.

Misal, di kawasan Glodok, Mangga Dua, Kenari, Kuningan dan Sarinah. Alasannya beragam.

Salah satunya saldo kartu elektronik kehabisan saldo atau error ga bisa baca scan. Untuk beberapa mal, memang hanya menyediakan opsi bayar parkir lewat kartu elektronik tanpa kertas tiket. 

Alias, untuk dompet elektronik yang tinggal scan tiket, ga bisa. Contoh, Grand Indonesia, Plaza Indonesia, dan Lotte Ciputra World.

Yang menyediakan keduanya (kartu dan dompet elektronik) meliputi ITC Roxy Mas, LTC Glodok, dan Mal Mangga Dua.

Untuk mal yang gratis ojol, banyak. Selengkapnya di artikel tahun lalu, Daftar Mal Elite di Jakarta dan yang Gratiskan Parkir untuk Ojol (https://www.roelly87.com/2024/06/daftar-mal-elite-di-jakarta-dan-yang.html).

Khusus Sarinah, saya parkir sembarangan akibat slot motor udah penuh. Maklum, mal yang berdiri sejak 1962 ini memang tidak memiliki space luas untuk kendaraan, baik roda dua atau lebih.

Di seberangnya sih, samping Kedutaan Prancis ada kang parkir liar yang selalu menawarkan. Namun, saya ogah banget.

-btw, pemerintah ga malu apa? ga jauh dari kedutaan, ada praktik pungli. sama kayak di rasuna said yang berjejer kedutaan hingga kantor kementerian, tapi sepanjang jalan menjamur pak ogah di putaran balik-


Sumpah, saya berasa rugi memberi uang ke kang parkir liar. Kalo dikasih pilihan terburuk dari yang paling buruk antara:

1. Kasih uang Rp 2.000 ke kang parkir liar.

2. Makan babi hingga pindah agama.

Jujur, saya akan melakukan yang kedua.

*        *        *


BAGI mayoritas muslim di Indonesia, jelas makan babi haram. Namun, anehnya korupsi ga masalah, khususnya bagi pejabat dari level atas hingga keroco.

Makan babi haram. Ironisnya, pejabat pamer kemewahan di tengah rakyat yang sedang kesulitan itu lumrah.

Makan babi haram. Tapi, para pejabat, khususnya menteri aja korupsi. Bahkan, menteri agama udah beberapa kali, loh...

Makan babi haram. Pejabat justru bikin komentar yang menyinggung rakyat. Nirempati!

Makan babi haram. Tiap hari lewat jalan raya dikawal aparat dengan tet tot tet tot nguing nguing yang mengundang sumpah serapah masyarakat.

Makan babi haram... Isi sendiri dah. Hayati, lelah bang! 

Terkait pindah agama? Yang penting, saya tetap meyakini adanya Tuhan.

Tak lupa, untuk memanusiakan sesama manusia. Itu lebih mulia ketimbang rajin ibadah mendekatkan diri kepada Tuhan, tapi mengabaikan perannya sebagai manusia kepada sesama.

Serius, itu opsi yang saya pilih ketimbang harus kasih Rp 2.000 ke kang parkir liar padahal udah jelas ada tulisan "Parkir Gratis". Yaitu, rombongan pemalas yang uangnya selalu dipakai buat nyabu, ngewe jablai, mabok, hingga nyelot zeus.

Apakah saya pelit? Benar. Pelit banget.

Intinya, seperti yang sudah rutin saya tulis pada beberapa artikel sebelumnya, saya benci kepada kang parkir liar. Titik.

Saya juga memiliki nazar. Jika kelak -semoga... Aamiin!- punya mobil, ga sekalipun memberi uang kepada pak ogah di tikungan balik, putaran, atau persimpangan.

Secara, mereka ini yang bikin macet jalanan! Demi uang Rp 1.000-2.000, tega memberhentikan kendaraan lain.

Untuk ormas, saya berharap mereka semua diberangus karena membuat rugi pedagang hingga investor. Kecuali ya, seperti MUI, NU, Muhammadiyah, dan ormas agama lainnya yang memang bermanfaat.

Ya, intinya mereka itu bagi saya golongan pemakan bangkai: Kang parkir liar, pak ogah, dan anggota ormas


*        *        *


LANJUT terkait saya beberapa kali parkir sembarangan. Biasanya, saya mengantisipasi dengan keamanan berlapis. Yaitu, kunci stang kanan. Lalu, menambah tiga gembok. 

Itu meliputi gembok rantai di ban belakang. Untuk ban depan ada dua, yaitu gembok cakram bawaan pabrik dan yang alarm. Alias jika disentuh bunyi.

Apakah aman?

Belum tentu. Tetap ada perasaan waswas.

Degdegan, cyin... Takut hilang. 

Itu mengapa, parkir sembarangan sangat tidak disarankan.

Saya lebih baik keluar uang, misalnya Rp 2.000 untuk parkir di mal, Rp 3.000 di PD. Pasar Jaya, dan -REKOR PARKIR MOTOR TERMAHAL DI DUNIA!- Rp 4.000 di Polda Metro Jaya.

Sebagai makhluk logis, saya mending merogoh kocek pribadi saat mengambil orderan food atau kirim barang, ketimbang parkir sembarangan dengan resiko kehilangan motor.

Siapa yang mau ganti?***


*        *        *


- Jakarta, 30 Mei 2025


*        *        *


Artikel Terkait Gerombolan Pemakan Bangkai:


- https://www.roelly87.com/2024/08/psk-dan-gigolo-lebih-mulia-daripada.html


- https://www.roelly87.com/2025/05/pelajaran-dari-penumpang-tuna-netra.html


- https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html


- https://www.roelly87.com/2024/04/wabah-pak-ogah-merajalela-polisi-bisa.html


- https://www.roelly87.com/2024/06/polri-ultah-ke-78-maaf-mahkota-kalian.html


- https://www.roelly87.com/2023/07/manusia-lebih-anjing-daripada-anjing.html


- https://www.roelly87.com/2023/10/tentang-pedagang-asongan-di-simpang.html



...

Senin, 26 Mei 2025

Pelajaran dari Penumpang Tuna Netra

Pelajaran dari Penumpang Tuna Netra

Ilustrasi pedagang kerupuk tuna netra
(Foto: https://www.roelly87.com/2024/08/psk-dan-gigolo-lebih-mulia-daripada.html)


MEMASUKI bulan kelima dari tahun ini, seharusnya sudah kemarau. Namun, cuaca di Indonesia memang susah ditebak.

Adakalanya, saat musim hujan, dilanda kekeringan. Itu terjadi pada periode ber-ber-ber.

Alias, sejak Oktober, November, dan Desember. Dilanjut Januari hingga Maret.

Di sisi lain, ketika kemarau (April-September), justru kerap kebanjiran di beberapa tempat, termasuk Jakarta. Ya, seperti sekarang ini.

Itu yang saya perhatikan ketika sedang menyeruput kopi hideung nan panas di kawasan Muara Karang, Jakarta Utara. Saat mendongak ke atas sih, langit cukup cerah.

Namun, ketika melihat ke arah selatan, tampak kelabu. Alias, siap-siap hujan merambat ke bibir Jakarta.

Tet... Tot...

Demikian, bunyi orderan dari salah satu aplikasi ojek online (ojol). Menyadarkan saya dari asyiknya seruputan kopi sachet yang murah meriah.

"Halo.

"Saya di POM Bensin, otw pak," demikian chat saya dan template text dari aplikasi."

Saya bergegas untuk memasang kembali charger mengingat baterai hp sudah low. Tak lupa menonaktifkan aplikasi ojol lainnya.

Ya, saya memang punya lima aplikasi ojol maupun kurir sejak 2019 silam.

Dimulai dari Gojek, Shopeefood, Lalamove, TravelokaEats (sudah tutup), Maxim, dan Indriver. Prinsipnya, simpel.

Dari sekian aplikasi yang saya nyalakan, jika satu masuk orderan, yang lainnya langsung saya off. Ya, biar ga pusing juga kalo semua bunyi.

Secara, saya bukan amuba, yang bisa membelah diri. Ha... Ha... Ha...

Btw, alasan saya banyak aplikasi itu, ya karena sebagai ojol bukanlah karyawan. Alias, statusnya mitra. Tidak ada gaji.

Itu mengapa, saya menerapkan adagium, "Jangan menaruh telur dalam satu keranjang yang sama".

Yuhuuu!

Tak lama berselang, penumpang membalas pesan saya.

"Oke, saya menunggu di depan restoran ikan bakar nanti lihat saja saya lagi berdiri saya tuna netra yang bawa tongkat kalau sudah sampai panggil aja."

Saya yang membacanya pun kaget. Seumur-umur baru kali ini mendapat penumpang tuna netra.

Saya ikutin petunjuknya di lokasi yang dipilih. Ga lama pun sampai.

Pria berusia paruh baya. Ya, sekitar 60-70an dengan tongkat yang bisa dilipat.

Sendirian di pinggir jalan.

Dengan khidmat saya mencoba membantunya saat hendak duduk. Namun, penumpang yang membawa bungkusan kerupuk itu mengatakan, aman.

Alias, sudah biasa. Oke.

"Ke Stasiun Angke, ya mas," ujarnya.

"Siap pak."

Jujur, ini kali perdana saya dapat penumpang tuna netra sejak jadi ojol. Saya kagum dengan semangatnya yang membuktikan keterbatasan bukan halangan untuk mencari nafkah.

Salut!

"Pak, maaf mau tanya, tadi yang mesenin orderan teman bapak atau siapa?" demikian tanya saya.

Ya, sebagai ojol yang bergerak di bidang pelayanan dan jasa, saya berusaha untuk ramah kepada customer. Termasuk, berbincang di perjalanan.

Kecuali, jika macet yang tidak memungkinkan untuk ngobrol.

Atau, ketika mood lagi ga bagud. Biasanya, ya cukup mengingatkan dengan sopan untuk pakai helm, simpan hp, dan tidak merokok.

"Saya sendiri, mas."

"Oh, kirain ada yang pesenin, pak."

"Ga, mas. Saya sendiri. Ini udah biasa."

"Pake aplikasi yang ada huruf braille?"

"Ga. Manual aja. Pake voice note. Jadi, saya buka hp lewat suara. Nanti masuk aplikasi misalnya ojol, maps, dan sebagainya."

"Oh, bisa ya pak. Maaf saya baru tahu."

"Zaman sekarang mah kian gampang. Dulu, sebelum Android, saya kalo perlu apa-apa pakai Nokia batangan yang ada tombolnya. Bisa. Yang penting dipelajari."

"Siap pak."

Di jalan, obrolan pun berlajut. Sumpah, saya kagum dengan semangat customer ini.

Beliau mengungkapkan sudah tidak bisa melihat sejak kecil. Namun, tanpa salah satu indera tersebut, enggan membuatnya lemah.

"Ya, mau gimana lagi. Ini kan udah takdirnya. Yang penting, saya tetap harus berusaha. Apa pun caranya. Asal halal untuk keluarga," ujar penumpang yang tinggal di Bekasi ini. "

"Baik (dapat penghasilan) banyak, dikit, atau sama sekali ga bawa uang, bukan masalah. Secara, saya udah jalanin. Disyukurin aja rezeki dari Tuhan."

Mendengar jawaban itu, seketika saya seperti kepala ini diguyur air es yang dingin di tengah siang bolong. Sebab, saya yang normal ini, kadang suka ngeluh.

Misalnya, pendapatan sebagai ojol yang adakalanya ga tentu. Namun, bapak penumpang yang tuna netra itu justru tetap semangat mencari nafkah di tengah keterbatasannya.

"Dari kecil, saya udah usaha apa aja mas. Dagang keliling pakai tongkat sebagai alat bantu. Itu bukan masalah bagi saya. Saya kan jualan, misalnya ini kerupuk. Bukan minta dikasihanin orang lain," lanjutnya.

Saya sering melihat pedagang keliling yang tuna netra dengan membawa kerupuk atau makanan lainnya. Namun, baru kali ini mendapat penumpang tuna netra.

Apalagi, mendengar kalimat enggan dikasihanin. Jujur, saya salut dengan beliau.

Jiwa bloger saya pun langsung bergeliat. Saya berusaha untuk nanya lebih lanjut kepada penumpang.

Apalagi, mengetahui respons beliau yang terbuka. Jadi, saya punya pikiran untuk membuatkan artikel di blog.

Hanya, tulisan ini bukan untuk meromantisasi sulitnya cari nafkah di Tanah Air. Melainkan, sebagai motivasi bagi saya pribadi dan mungkin untuk para pembaca.

"Pak, maaf saya mau tanya. Penghasilan per hari berapa ya?" ucap saya pelan-pelan demi tidak menyinggung perasaannya.

Maklum, pertanyaan terkait penghasilan atau gaji itu masih sensitif bagi mayoritas masyarakat Indonesia. Saya berusaha untuk ga melewati garis batas tersebut.

Namun, justru respons penumpang sangat cair. Saya pun lega.

"Ga tentu mas. Namanya dagang keliling. Saya berangkat dari rumah di Bekasi sebelum subuh. Muter-muter Jakarta. Ini lagi di Pluit. Pulang sore."

"Bikin sendiri pak?"

"Saya ambil dari orang. Alhamdulillah, untungnya lumayan. Dari hasil menjajakan kerupuk ini, dua anak saya sudah sekolah."

"Berapa anaknya, pak?"

"Tiga. Satu lagi masih kecil."

"Alhamdulillah, pak. Lancar selalu."

"Ya, ga terus-terusan lancar mas. Namanya juga orang dagang, kadang ramai, adakalanya sepi. Yang pasti, saya ga mau dikasihanin orang. Saya murni jualan. Bukan mengharap belas kasihan."

"Iya, pak..."

Obrolan terhenti karena macet di Jalan Jembatan Dua Raya menuju arah timur, Jalan Pangeran Tubagus Angke. Saya harus bermanuver, karena jalanan dipenuhi kendaraan besar.

Belum lagi galian abadi yang tiada henti. Mulai Jembatan Gambang hingga fly over Angke.

Sumpah, kalo sore jam pulang kerja, saya berusaha untuk ga lewatin kawasan ini. Secara, jalanan normal aja udah macet parah, ditambah galian ga jelas yang tak kunjung selesai.

Macetnya Tubagus Angke masuk 10 besar jalanan paling menguji kesabaran di Jakarta versi saya. Ya, sejajar dengan Daan Mogot, Ciledug Raya, Simatupang, Satrio, Tipar, dan sebagainya.

"Pak, mau tanya nih. Maaf ya," ucap saya melanjutkan obrolan ketika sudah di seberang Kampung Bebek. "Pernah ngalamin yang ga enak saat jualan?"

"Sering mas. Udah biasa itu mah. Yang penting ikhlas aja."

"Maksudnya, pak?"

"Ya, kena tipu pembeli. Salah satunya di Mangga Besar. Saat itu ada pembeli pake mobil bilang mau borong dagangan saya," katanya dengan suara berat.

"Namun, pas dagangan udah dimasukin mobil, eh pergi gitu aja. Belum ngasih uang sama sekali. Padahal janjinya borong."

SS Twitter @roelly87


Saya refleks berteriak.

"Hah? Tega amat tuh orang. Dajjal juga sungkem sama manusia kayak gitu."

"Terus, ada tukang parkir yang nyeletuk. 'Pak, orangnya (pembeli) kabur. Ga diteriakin?' Saya jawab dong, 'Kamu yang bisa lihat aja diam. Apalagi saya yang kayak gini, mana tahu."

Huff... Sumpah, saya ga bisa berkata-kata mendengar cerita sang penumpang.

Ada aja orang ga punya nurani. Udah tahu penjualnya punya keterbatasan fisik, ini malah tega kabur ga bayar.

"Tapi, ya seperti saya bilang. Ikhlasin aja. Rezeki ga kemana, asal kita mau cari," si bapak menambahkan. "Awalnya kesal, cuma mau gimana lagi. Kita serahkan pada Tuhan aja. Bisa jadi orang itu lupa buat bayar. Atau, mau makan ga ada uang. Ya sudah."

Di langit, petir menggelegar. Bersahutan sangat keras hingga membuat suara kendaraan yang sedang macet jadi ga terasa.

Namun, suara penumpang di belakang yang lirih dan perlahan, bagi saya sangat kencang. Rezeki ga kemana.***


- Jakarta, 26 Mei 2025