SEBULAN lagi kita akan menyambut Hari Batik Nasional yang diperingati setiap 2 Oktober. Jujur saja, banyak di antara kita yang belum "ngeh" dengan adanya Hari Batik Nasional. Termasuk saya (ngaku).
Saya pribadi baru sadar bahwa batik sudah mendapat tempat di mata pemerintah Indonesia sejak 2012 lalu ketika menghadiri acara pemasangan batik raksasa sepanjang 150 meter. Sebelumnya, saya sama sekali tidak tahu adanya peringatan Hari Batik Nasional.
Ironis, mengingat sejak kecil saya termasuk sosok yang menyukai batik. Dalam berbagai kesempatan, saya kerap mengenakan batik. Baik itu kopdar dengan rekan-rekan blogger, mengikuti workshop, saat tugas ke negara tetangga, menghadiri undangan institusi seperti Badan Narkotika Nasional (BNN), hingga menyaksikan konser!
Konser? Ya, serius, konser atau pertunjukkan musik! Itu terjadi ketika saya menghadiri perayaan ulang tahun salah satu tv swasta. Bahkan, saya berkesempatan foto dengan beberapa musisi dengan memakai busana kebanggaan Indonesia.
Ya, batik merupakan busana yang bisa dikembangkan menjadi kain, baju, celana, kemeja, sampai yang terkini kostum sepak bola. Sejarahnya bahkan lebih panjang dari negeri ini. Tak heran bila batik diakui Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan (UNESCO) PBB sebagai Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity yang sejajar dengan Wayang, Keris, Angklung, Noken, dan Tari Saman.
Tak heran jika batik sangat dikenal luas di mancanegara. Termasuk di kalangan pemain sepak bola. Salah satunya, bek Juventus dan tim nasional Italia, Giorgio Chiellini. Saya ingat, ketika mewawancarai pemain kelahiran Pisa, 14 Agustus 1984 ini, memandang batik bercorak Juventus yang saya pakai.
Setelah beberapa detik menatap busana saya, Chiellini pun berseru, "Bagus batiknya." Sungguh, pujian itu tidak saya kira sebelumnya. Meski, bagi saya tidak aneh jika Chiellini mengetahui batik yang memang sudah mendunia. Selain itu, sosok yang sekilas sangar tapi baik hati dan murah senyum ini memiliki teman asal Indonesia yang sudah dianggapnya saudara, yaitu Ponco Pamungkas.
Sebenarnya, saya hendak menanyakan lebih lanjut mengenai ketertarikan Chiellini terhadap batik. Namun, karena sudah mendapat "kode" dari perwakilan promotor yang mendampingnya, agar wawancara segera dimulai, terpaksa saya urungkan. Bisa dipahami mengingat waktu Chiellini dan skuat Juventus saat tur di Indonesia tahun lalu itu sangat terbatas.
Kendati wawancara yang saya lakukan terhadapnya eksklusif, alias hanya ada saya dan Chiellini serta perwakilan promotor dalam kamar hotel berbintang lima di Selatan Jakarta itu, tetap saya tidak bisa mengorek informasi mengenai batik dan orangutan Kalimantan yang kerap dikagumi Chiellini. Terlebih, saya harus kembali ke kantor sebelum deadline.
Beberapa hari kemudian, komentar pemain berjulukan Gorilla itu mengenai batik saya ceritakan ke beberapa rekan. Mereka menyayangkan, kenapa saya tidak memberi batik yang saya pakai itu sebagai oleh-oleh untuk dibawa Chiellini ke Italia. Dipikir-pikir, perkataan rekan saya itu ada benarnya juga. Namun, selain saya tidak bawa pakaian ganti, saya juga merasa tidak enak memberi pemain bintang sekelas Chiellini pakaian bekas saya pakai.
Di sisi lain, saya pun sepertinya tidak ingin melepas batik ini kepada siapa pun. Maklum, batik ini merupakan pemberian dari sosok spesial di hari yang istimewa, yaitu ketika saya genap seperempat abad. Sudah tentu, batik ini akan saya simpan untuk menemani saya hingga kelak tahu kapan dilepas.
* * *
BERBICARA mengenai tempat berburu batik, untuk Jakarta, saya biasa mencarinya di Batik Keris yang memiliki harga premium sekaligus tempat saya mencari koleksi wayang. Sebagai alternatif, saya biasa mencarinya di Pasar Tanah Abang yang harganya murah meriah.
Begitu juga ketika saya sedang bertugas di luar kota, biasanya sebelum pulang, saya menyempatkan diri untuk belanja. Baik untuk diri sendiri atau oleh-oleh. Seingat saya beberapa kota yang pernah saya singgahi untuk berburu batik seperti Pasar Sentono di Pekalongan, Kampung Batik Kauman (Solo), Sentra Batik Giriloyo (Yogyakarta), Krisna (Denpasar), Pusat Grosir Makassar (Makassar), dan sebagainya.
Seringnya saya memakai batik juga yang membuat saya kadang dapat pertanyaan dari beberapa teman. Maklum, saya memakai batik tidak mengenal hari, alias kapan saja tergantung keinginan. Alasan saya jelas, karena kalau bukan kita yang melestarikan batik dengan memakainya, siapa lagi?
Jangan sampai, ketika kita tidak peduli, hingga warisan nenek moyang kita diakui negara lain, baru kita berkoar-koar dengan menggelorakan #savebatik yang sayangnya saat itu mungkin sudah terlambat.
* * *
Artikel Sebelumnya:
- Chiellini: Antara Suarez, Indonesia, dan Kedekatannya dengan Juventini
- Chiellini: Antara Suarez, Indonesia, dan Kedekatannya dengan Juventini
* * *
- Cikini, 31 Agustus 2015