Saya dan anggota KPPS melakukan proses penghitungan dengan memastikan kotak suara kosong di hadapan panwas dan saksi (Foto: Anggota KPPS TPS 06) |
AKHIRNYA, 14 Februari pun tiba. Pesta demokrasi yang ditunggu rakyat Indonesia ini pun berlangsung sukses.
Yaitu, Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Yang berlangsung tiap lima tahunan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden diikuti calon legislatif (caleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Suatu kebanggaan bisa jadi bagian dari hajatan akbar ini sebagai anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Ya, saya dan enam orang lainnya bertugas di Tempat Pemungutan Suara (TPS) 06, Jakarta Barat.
Kami didampingi dua Pengamanan Langsung (Pamsung), satu Panitia Pengawas (Panwas), dan lima saksi.
Untuk saksi di setiap TPS berbeda. Tergantung tim calon presiden (capres), caleg, atau partai yang menunjuknya.
Di tempat saya ada lima yang bertugas untuk Pemilu 2024. Dua dari capres dan tiga caleg.
Nah, jadi bagian pesta demokrasi ini benar-benar hal baru untuk saya. Maklum, pada edisi sebelumnya memang tidak pernah.
Alhasil, pada Hari-H sempat diwarnai drama. Yah, namanya juga hidup.
Ibarat Sayur Asem yang jadi makanan favorit saya, kurang lengkap jika tanpa bumbu dan cabe. Pun demikian situasi sepanjang Rabu (14/2) hingga Kamis (15/2) dini hari WIB.
Mulai dari kurang tidur. Ya, saya hanya bisa tidur kurang dari dua jam jelang pencoblosan.
Maklum, saya termasuk golongan nokturnal yang berkebalikan dengan mayoritas individu lainnya. Ngojol (ngojek online) aja tiap hari sebagai kalong: Beroperasi dari sore hingga pagi.
Pun dengan menulis di blog. Saya lebih lancar saat menuangkan ide pada dini hari ketimbang siang atau sore.
Nah, pas bangun tidur, rumah saya kebanjiran. Waduh, pertanda apa ini?
Pun demikian ketika mengangkut kotak suara dan bilik dari kelurahan ke TPS. Hujan masih menggelayuti dengan ramah.
Kondisi TPS? Jangan tanya. Acak-acakan akibat diterpa angin kencang.
Beberapa informasi terkait pencoblosan yang ditempel basah semua. Duh...
Puncaknya, terjadi kekeliruan hitung suara. Tak heran, kami yang mulai pukul 05.00 WIB untuk bolak-balik TPS dari dan ke Kelurahan harus berakhir pukul 02.45 WIB!
Alias, nyaris 24 jam nongki-nongki di bawah tenda! Sumpah, benar-benar pengalaman baru...
Eit, kita sudahi mukadimahnya. Sekaligus, menyambung dua artikel sebelumnya yang masuk dalam Trilogi Catatan sebagai Anggota KPPS.
Untuk postingan pamungkas ini bakal lebih panjang. Anda bisa skip jika artikel ini terasa lama dibaca mengingat saya juga harus merekonstruksi kejadian lebih dari sepekan terakhir.
Saya cek, artikel ini memuat seribu lebih kata. Lumayan panjang.
Namun, masih jauh dari Catatan Harian Ojol: Semesta Ekalaya yang per artikelnya berkisar 2.000-4.000 kata.
* * *
SALAH satu syarat keberadaan TPS adalah dengan didirikannya tenda di pinggir jalan. Untuk apa?
Agar aman pas hujan. Baik pemilih yang akan mencoblos juga anggota KPPS dalam melakukan penghitungan suara.
Sumpah, baru kali ini saya ikhlas melihat tenda di pinggir jalan. Sebelumnya, selalu memaki hingga sumpah serapah jika ada yang melakukannya UNTUK HAJATAN!
Aneh aja, mereka yang nikah, tapi pengguna jalan yang direpotkan. Sebab, dengan adanya tenda kawinan itu membuat pengendara harus memutar lebih jauh.
Khusus untuk pemilu, wajar. Sebab, ini berlangsung lima tahun sekali.
Apalagi, sesuai rekomendasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), setiap TPS harus memiliki luas tertentu. Gunanya, demi menampung warga yang menggunakan hak pilih.
Malam sebelum pencoblosan, tenda di tempat saya sudah siap dibangun. Pun demikian dengan meja, kursi, triplek, alat peraga, dan sebagainya.
Sejak Selasa (13/2) sore, kami bersembilan anggota KPPS dan Pamsung kerja bakti. Memasang berbagai instrumen di TPS hingga lewat tengah malam.
Saat itu, cuaca masih bersahabat. Kami pun pulang ke rumah masing-masing untuk istirahat.
Sebab, pukul 04.30 WIB, dijadwalkan sudah harus kumpul di TPS. Sebagian ke kelurahan untuk ambil kotak suara dan bilik coblos.
Sisanya, memasang perangkat seperti printer, speaker, laptop, dan sebagainya. Rencananya, seperti itu.
Namun, adakalanya ekspekstasi tak sesuai dengan kenyataan. Sebab, pukul 03.00 WIB, ibu kota diguyur hujan lebat!
* * *
SAYA bangun pukul 04.15 WIB saat alarm di hp bergema. Mata masih 5 watt akibat tidur kurang dari dua jam.
Namun, kantuk langsung hilang ketika keluar kamar, kaki menginjak genangan. Wow... Banjir!
Buka pintu, hujan terdengar deras. Air pun mengalir kencang.
Di depan gang tampak genangan di mana-mana. Padahal, halaman rumah sudah dibuat tanggul dari semen untuk mengatasi banjir terdahulu.
Ternyata, rembes. Duh...
Mata pun langsung segar. Sebab, harus olahraga membuang air di rumah dengan gayung dan ember.
Kerja bakti sebelum bertugas di TPS. Wkwkwkwk...
Setelah berpeluh keringat hampir sejam, saya pun menemui sesama anggota KPPS dan pamsung, yang sudah bersiap di tenda. Kami pergi ke kelurahan untuk ambil empat kotak suara, yaitu presiden, DPR, DPD, dan DPRD, juga empat bilik pencoblosan.
Di kelurahan, ternyata sudah ramai. Kami pun antre untuk bergiliran ambil.
Skip...
Skip...
Pukul 06.30 WIB, kami tiba di TPS dengan basah kuyup akibat kehujanan di jalan. Beruntung, kotak suara dan bilik aman karena ditutup plastik.
Langsung, kami bersembilan sat-set. Bagi tugas masing-masing.
Panwas dan saksi turut berdatangan.
Ada yang pasang ulang lembar informasi pemilihan Ada yang menyiapkan sarapan, khususnya kopi.
Dan lain-lain.
Waktu sudah mepet.
Namun, wajar mengingat ini force majeur.
Pukul 07.15 WIB, kami melakukan sumpah janji anggota KPPS dan Pamsung. Dilanjutkan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Di luar tenda, sudah ramai. Masyarakat antre sambil membawa payung untuk memberikan haknya sebagai warga negara pada Pemilu 2024.
Kami pun bongkar kotak suara disaksikan panwas, saksi, dan warga. Yang pertama, kotak suara presiden, lalu urutannya DPR, DPD, dan DPRD.
Selesai.
Ini akhir dari awal. Saatnya memulai tugas sebagai anggota KPPS pada Pemilu 2024.
* * *
Skip
* * *
ALHAMDULILLAH, pelaksanaan Pemilu 2024 di TPS kami berlangsung sukses. Ini berkat kerja sama semua pihak.
Mulai dari kami seluruh anggota KPPS, Pamsung, Panwas, Saksi, warga, Pengurus RT, RW, hingga perwakilan Kelurahan yang ikut berpartisipasi.
Terima kasih untuk semua pihak...
Pemungutan suara untuk warga yang menggunakan hak pilih Daftar Pemilih Tetap (DPT), Daftar Pemilih Tambahan (DPTb), dan Daftar Pemilih Khusus (DPK) sejak pukul 07.30 WIB hingga 13.00 WIB berlangsung sesuai rencana.
Kendati, untuk penghitungan diwarnai drama. Pasalnya, dimulai usai kami makan pukul 13.30 WIB hingga baru rampung pukul 02.45 WIB!
Alias, 22 jam nongki-nongki di bawah tenda. Pantat pegal akibat kebanyakan duduk.
Mata sepat karena harus teliti memelototi ribuan lembar kertas. Tangan keriting akibat bolak-balik halaman.
Termasuk, saya sebagai ketua harus mengisi lebih dari 200 lembar surat suara dengan pulpen disertai tanda tangan. Masing-masing dikali empat tipe surat suara untuk presiden, DPR, DPD, dan DPRD.
Puji Tuhan, semua terbayar lunas. Tidak ada kesalahan fatal.
Yupiii...
* * *
KAMI tidak sempurna. Apalagi, saya dan anggota KPPS lainnya masih baru kali ini berpartisipasi dalam pemilu.
Jadi, meski tidak ada kesalahan fatal, tetap memiliki kekeliruan. Minor sih.
Namun, dampaknya bikin waktu selesai jadi molor. Saya sebagai ketua, udah komitmen penghitungan suara rampung sebelum pukul 22.00 WIB.
Apa daya, harus molor empat jam!
Maaf ya, kepada semua pihak. Khususnya, panwas dan saksi yang harus lama menanti kami selesai.
Kami harus menghitung ulang pada surat suara DPR. Sebab, ada hasil partai yang tidak sinkron dengan calon legislatif (caleg).
Contoh penjabarannya gini, Partai Anime dapat 40 suara di TPS kami. Untuk caleg:
1. Son Goku = 19 suara
2. Nobita = 11 suara
3. Ninja Hattori = 8 suara
4. Tuxedo Bertopeng = 8 suara
5. Pegasus Seiya = 5 suara
Nah, jika dijumlahkan lima caleg itu berjumlah 41 suara. Lebih euy.
Harusnya, kelimanya dapat 40 suara seperti total Partai Anime.
Gimana solusinya?
Ya, harus hitung ulang. Tidak mungkin kami asal tebak seperti cenayang, mana yang lebih atau kurang.
Alhasil, hitung ulang memakan waktu.
Capek...
Tentu.
Harus bongkar kotak suara lagi. Meneliti lembar demi lembar.
Dan, yang penting harus izin panwas serta saksi. Sebab, mereka memegang peranan penting.
Agar, tidak ada dugaan manipulasi. Kami memang salah, tapi ga mau sampe difitnah menggelembungkan suara.
Ketika panwas dan saksi setuju, hitung ulang pun dimulai. Tetesan keringat sebesar biji jagung terlihat di salah satu anggota.
Maaf ya...
Sebagai ketua KPPS, saya yang bertanggung jawab penuh di TPS 06. Termasuk, jika ada kesalahan.
Namun, bagaimanapun hitung ulang harus dilakukan agar hasilnya sesuai. Secapek apa pun itu.
Apalagi, seperti yang saya tegaskan pada artikel pertama dari trilogi ini, bahwa kami supertim. Bukan superman yang one man show.
Salah satu, ya salah semua. Jika sukses, juga sukses semua.
* * *
TERNYATA, satu suara nyelip di Hattori. Harusnya, caleg itu dapat 7 suara.
Namun, saat penghitungan lebih satu. Ya, manusiawi mengingat kami sudah cukup lelah.
Yang pasti, ketika penyakit itu sudah diketemukan, selanjutnya selesai. Hitungan cocok seluruhnya dengan Partai Anime tetap dapat 40 suara.
Yang berubah hanya komposisi caleg. Huff, lega...
Selesai?
Tentu saja, belum. Sebab, Aplikasi Sirekap error terus.
Memang, sejak pertama kali Bimbingan Teknologi (Bimtek) sudah diwanti-wanti untuk antisipasi. Itu mengapa, setiap TPS ada dua anggota KPPS tugasnya berkaitan dengan laporan di Sirekap.
Yaitu, anggota 3 (tiga) yang utama pegang aplikasi dan 5 (lima) sebagai back-up. Apa daya, sejak H-14 aplikasi tersebut kerap error.
Grup WA Ketua KPPS di kelurahan pun kerap heboh. Puncaknya, pas Hari-H.
Sejak sore, aplikasi Sirekap masih error. Itu barakibat kami kesulitan untuk mengirim laporan.
Maklum, pada Pemilu 2024 ini, memang hasilnya bisa langsung dilihat siapa saja di TPS. Baik itu saksi, wartawan, perwakilan tim survei, hingga warga pun berhak mengabadikan hasilnya, entah lewat foto maupun rekaman video.
Bebas.
Lalu, bagaimana saat pencoblosan? Apakah warga boleh untuk foto dan merekam ketika sedang menusuk kertas suara dengan paku?
Tidak!
Sesuai regulasi KPU, dilarang merekam di bilik suara. Kami pun mengikuti arahan tersebut.
Meski, ada saja yang secara diam-diam mencoba. Namun, ada anggota kami yang memberi tahu secara sopan.
Alhamdulillah, tidak ada masalah. Mereka mengerti dan langsung menyimpannya di saku.
Prosesi pencoblosan selama 5,5 jam pun berlangsung kondusif. Khususnya, pagi saat masih rinai.
Mereka antre dan duduk sesuai undangan surat memilih yang dibagikan pada h-3 sebelumnya. Kendati, di lapangan kami sepakat untuk memprioritaskan tiga tipe pemilih, yaitu:
1. Penyandang disabilitas
2. Ibu hamil
3. Lansia
Kebetulan, di TPS kami tingkat partisipasi warga cukup tinggi. Nyaris 200 pemilih yang hadir untuk menyalurkan suaranya.
Termasuk tiga di antaranya DPTb dan satu DPK.
Bagaimana dengan yang sudah hadir tidak bawa surat undangan?
Tidak masalah.
Ada lebih dari 20 orang.
Selama NIK tercantum di DPT Online dan bawa KTP asli atau fotokopinya, silakan. Setiap warga negara punya hak untuk memilih dan kami sebagai petugas, wajib melayaninya.
Bahkan, kami bangga karena beberapa pemilih ada yang jauh-jauh datang dari luar kota. Mereka masih 1 KK yang sedang tugas atau kuliah di luar kota tapi menyempatkan diri untuk hadir di DPT terdaftar.
Ya, satu suara sangat berharga demi menentukan arah negara ini dalam lima tahun ke depan. Salut dengan partisipasi warga!
* * *
SEBELAS hari setelah pencoblosan, akhirnya tugas saya dan anggota KPPS lainnya selesai. Tepatnya, setelah Minggu (25/2) grup antarketua diinfokan clear.
Alias, di kelurahan kami yang terdapat lebih dari 50 TPS sudah dilakukan penghitungan berjenjang di kecamatan. Hasilnya pun bisa diketahui di web resmi KPU.
Btw, penghitungan hasil coblosan untuk Presiden, DPR, DPD, dan DPRD memang bertingkat secara manual. Itu mengapa, KPU baru mengumumkan hasil resminya pada 20 Maret mendatang.
Bagi saya, sebagai warga negara, siapa pun presidennya, berharap mampu membawa Indonesia lebih baik ke depannya. Begitu juga dengan anggota legislatif (Aleg) terpilih di DPR, DPD, dan DPRD, semoga bisa menyuarakan aspirasi rakyat.
Akhir kata, Pemilu 2024 sudah selesai. Namun, jangan lupa masih ada satu lagi pada akhir tahun.
Yaitu, Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlangsung 27 November mendatang. Termasuk, di DKI Jakarta yang dalam dua tahun terakhir dipimpin PJ Gubernur.
Saya berharap, pilkada nanti juga berlangsung damai. Secara pribadi, saya belum berencana untuk ikut serta lagi sebagai anggota KPPS.
Maklum, masih cukup lama. Sekarang, fokus mencari nafkah untuk menyambut Bulan Suci Ramadan.
Sampai jumpa!
* * *
Pemasangan tenda sehari sebelum pencoblosan (Foto: Anggota KPPS TPS 06) |
* * *
Foto bersama seluruh anggota KPPS dan Pamsung sebelum memulai pencoblosan (Foto: Anggota KPPS TPS 06) |
* * *
Antrean warga untuk memilih dengan sebelumnya menyimak informasi pencoblosan Pemilu 2024 di depan TPS (Foto: Anggota KPPS TPS 06) |
* * *
Penyandang disabilitas, Lansia, dan Ibu Hamil mendapat prioritas lebih awal dalam pencoblosan pukul 07.30 WIb (Foto: Anggota KPPS TPS 06) |
* * *
Proses penghitungan suara yang berlangsung hingga tengah malam (Foto: Anggota KPPS 06 TPS) |
* * *
Laporan ke grup WA KPPS bahwa kotak suara, bilik, dan perlengkapan pencoblosan selesai dikembalikan ke kelurahan (Foto/SS: @roelly87 |
* * *
Alhamdulillah, perhitungan suara di tingkat kelurahan rampung |
* * *
* * *
banjir euy
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
- Jakarta, 27 Februari 2024
* * *
Artikel Trilogi sebagai Anggota KPPS
- Jadi Ketua dan Menerapkan Demokrasi Versi Mikro (II)
* * *
Artikel Terkait:
- https://www.roelly87.com/2014/10/sosialisasi-pemilu-melalui-sepak-bola.html
- https://www.kompasiana.com/roelly87/54f7134aa3331146228b4759/pesan-ketua-kpu-untuk-dua-kandidat-calon-presiden?page=all#sectionall
...