TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: September 2015

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Jumat, 25 September 2015

Lebih Dekat dengan Jerman di Pameran Budaya Dunia - Jerman Fest 2015

Lebih Dekat dengan Jerman di Pameran Budaya Dunia - Jerman Fest 2015

Pameran Budaya Dunia - Jerman Fest 2015 di Tugu Kunstkring Paleis


OLIVER Bierhoff, Miroslav Klose, Bayern Muenchen, Piala Dunia, Michael Schumacher, Allianz, Bayer, dan BMW (Bayerische Motoren Werke). Itulah sebagian individu, klub, perusahaan, atau merek dagang yang berkaitan dengan Jerman. Sebagai blogger yang sehari-harinya berprofesi jurnalis di harian olahraga, tentu ingatan saya mengenai Jerman tidak jauh dari yang namanya olahraga, khususnya sepak bola.

Itu seperti, memori saya tentang Bierhoff sebagai "raja udara" tidak pernah hilang karena jadi salah satu pesepak bola idola saya sejak era 1990-an.

Untuk saat ini, Klose membuat saya kagum karena meski sudah uzur (37 tahun) tapi tetap piawai mencetak gol.

Muenchen? Klub ini merupakan raksasa sepak bola pada level klub Eropa yang sukses menyabet "Treble Winners" 2012/13.

Piala Dunia? Wow! Setahun lalu, tim nasional (timnas) Jerman merajai sepak bola di kolong langit ini usai menundukkan Argentina pada final yang diselenggarakan di Brasil.

Schumacher? Bagi saya, sosok yang sempat mengalami koma akibat jatuh saat bermain ski di pegunungan Alpen, Swiss, ini merupakan legenda hidup di dunia balap Formula 1.

Allianz? Identik dengan asuransi yang banyak memiliki koneksi melalui sepak bola. Bahkan, selain menjadi sponsor utama Muenchen, mereka juga kerap mencari bibit pesepak bola terbaik Indonesia untuk dikirim ke Jerman.

Bayer? Merupakan perusahaan farmasi ternama asal Jerman yang berbagai produknya selalu tersedia di kotak P3K rumah saya. Mulai dari obat flu dan batuk, multivitamin, suplemen, hingga untuk mengatasi jamur. Perusahaan ini juga merupakan sponsor dari klub raksasa Bundesliga Jerman, Bayer Leverkusen.

BMW? Perusahaan otomotif yang didirikan Franz Josef Popp pada 1916 ini identik dengan kendaraan premium berkualitas dan harganya selangit. Sayang, hingga kini saya belum pernah menggunakan apalagi memilikinya.

Namun, berbicara mengenai Jerman tidak cukup dengan beberapa individu atau perusahaan yang saya sebut di atas saja. Masih banyak yang saya tidak ketahui dari negara yang beribukota di Berlin ini.

Untuk mengetahui lebih jauh mengenai Jerman, biasanya saya membuka informasi di internet. Atau, melalui beberapa perwakilan mereka yang ada di Indonesia. Salah satunya, Goethe Institut yang kerap mengadakan acara nonton bareng (nobar) gratis seperti Looking for Eric pada 1 Desember 2012 dan Tanah Mama (13/5).

Memasuki bulan ini, saya jadi lebih "khatam" berkenalan dengan Jerman. Terutama setelah menghadiri acara Jerman Fest yang pembukaannya berlangsung di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada 5 September lalu.

Acara yang diselenggarakan berkat kerja sama antara Goethe-Institut Indonesien, Kedutaan Besar Jerman, dan EKONID ini berlangsung hingga Desember mendatang. Banyak tema yang diangkat untuk membina hubungan antarnegara Jerman dan Indonesia, seperti sosial, olahraga, hiburan, politik, hingga budaya, yang teranyar saya ikuti.

*      *      *

SIANG itu, ruang pameran bertajuk Dunia dan Budaya di Tugu Kunstkring Paleis, Jalan Teuku Umar 1, Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (23/9) masih sepi lantaran hanya diisi kurang dari 10 pengunjung. Kebetulan, karena saya dan rekan blogger datang beberapa menit sebelum acara berlangsung pukul 11.00 WIB.

Kehadiran kami ke gedung yang pertama kali dibuka untuk umum sudah lebih dari seabad lampau, tepatnya 17 April 1914 ini, tidak lain untuk kembali menghadiri salah satu dari rangkaian Jerman Fest. Yaitu, Pameran Dunia Budaya yang berlangsung sejak pembukaan pada 16 September hingga besok (26/9).

Kebetulan, karena Rabu lalu kami libur terkait tanggal merah Idul Adha. Jadi, kami bisa kembali menikmati salah satu acara Jerman Fest. Ya, sebagai penggemar segala sesuatu yang berkaitan dengan sejarah, bagi saya pribadi, Pameran Dunia Budaya memang tidak boleh dilewatkan.

Apalagi, acara yang merupakan bagian dari Program Pelestarian Kebudayaan dari Departemen Luar Negeri Jerman ini menghadirkan prototipe hingga 13 proyek. Seperti, restorasi Candi Borobodur dari negara kita, pelestarian naskah tulisan tangan kuno di Timbuktu -jadi ingat komik Donal Bebek saat dikejar Gerombolan Siberat- (Mali), restorasi bazaar kuno Erbil (Irak), dan banyak lagi.

Beberapa proyek itu memberikan gambaran warisan budaya yang tersebar di seluruh dunia yang sudah pasti wajib dilestarikan. Termasuk dari benua biru Eropa, khususnya Jerman, yang dikenal kaya akan budayanya. Seperti, film bisu monumental, Metropolis, musisi baik klasik misalnya, Ludwig van Beethoven, atau yang modern seperti Rammstein, Scorpions, dan Helloween yang 22 Oktober nanti bakal manggung di Senayan serta Yogyakarta (24/10).

Yang menarik, Pameran Budaya Dunia ini tidak hanya diselenggarakan di Jakarta saja. Melainkan juga di dua kota lainnya. Yaitu, Yogyakarta di Borobudur Park, pada 12 Oktober-1 November, dan Surabaya di Perpustakaan Bank Indonesia, 9-27 November 2015. Sekadar informasi, seluruh acara ini tidak mengenakan tiket masuk bagi pengunjung. Alias gratis!

*      *      *
"BOROBUDUR berasal dari abad kesembilan dan telah melalui sejarah yagn sangat penting. Saat ini, Borobudur merupakan karya nyata yang dibangun (nenek moyang) bangsa Indonesia. Untuk itu, bangunan ini harus dilestarikan sebagai warisan negara yang bisa menarik jutaan pengunjung dari seluruh dunia," kata Duta Besar Jerman Dr. Georg Witschel dalam sambutannya pada pembukaan Pameran Budaya Dunia yang saya kutip dari situs resmi Kedutaan Besar Jerman untuk Indonesia.

Pria kelahiran Neumunster, 10 Mei 1954 ini melanjutkan, "Ancaman Borobudur saat ini bukan dari perang, tapi dalam bentuk Merapi, gunung berapi. Untuk itu, kami, bersama UNESCO dan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia, berupaya memulihkan kembali Borobudur. Untuk itulah Jerman Fest ini diselenggarakan. Kami ingin, dengan acara ini membuat hubungan kedua negara (Jerman dan Indonesia) lebih berkembang."

Apa yang dikatakan Witschel ini menarik perhatian saya. Sebab, kehadiran saya ke Pameran Dunia dan Budaya itu tidak hanya bisa mengenal Jerman lebih dekat saja. Melainkan juga, menambah wawasan tentang Indonesia yang memiliki banyak warisan budaya selain Borobudur. Dan, informasi itu bisa saya dapatkan secara gratis dalam rangkaian acara Jerman Fest 2015.

*Artikel ini berkolaborasi dengan Chia Varisha


*      *      *
Salah satu properti patung kepala Budha

*      *      *
Tentang Indonesia di Jerman Fest

*      *      *
Salah satu pengunjung menyimak informasi tentang Pameran Budaya Dunia 

*      *      *
Bangunan yang sudah berusia lebih dari seabad

*      *      *
Salah satu ruangan di Tugu Kunstkring Paleis

*      *      *
Properti film jadul Tiga Dara yang dibuat pada 1956 di salah satu ruangan Tugu Kunstkring Paleis

*      *      *
Gedung ini terletak di Jalan Teuku Umar 1 Jakarta Pusat

*      *      *

Referensi:
- Website resmi Jerman Fest (www.jermanfest.com)
- Website resmi Goethe Institute (www.goethe.de)
- Website resmi Kedutaan Besar Jerman (www.jakarta.diplo.de)
- Website resmi Tugu Kunstkring Paleis (www.tuguhotels.com)
- Website resmi Helloween tur ke Indonesia 2015 (www.helloween.org)

*      *      *
Artikel tentang Jerman lainnya:

Tipe-X
Afgan
Keterangan: Seluruh foto merupakan dokumentasi pribadi (www.roelly87.com)
- Cikini, 25 September 2015

Selasa, 22 September 2015

Advan Barca Hifi M6: "Kolaborasi" Advan-Barcelona untuk Penikmat Musik

Advan Barca Hifi M6: Kolaborasi Advan-Barcelona untuk Penikmat Musik

Advan Barca Hifi M6

BARCELONA merupakan raksasa sepak bola dunia saat ini. Siapa sih, di kolong langit ini yang tidak mengenal Lionel Messi dan kawan-kawan? Sebagai blogger serta jurnalis olahraga yang sehari-hari mengulas sepak bola, saya tidak bosan berbicara tentang tim asal Spanyol tersebut. Teranyar, pada 6 Juni lalu, Barcelona sukses menjuarai Liga Champions 2014/15.

Di sisi lain, Advan merupakan salah satu perusahaan teknologi dan komunikasi asli Indonesia yang tengah melebarkan sayapnya ke penjuru dunia. Termasuk melakukan kerja sama dengan FC Barcelona sejak Agustus tahun lalu. Kolaborasi antarpenguasa di bidangnya masing-masing tentu sangat menarik disimak. Barcelona yang merajai sepak bola di dunia dengan Advan sebagai pemimpin pasar penjualan gadget di Indonesia

Saya sendiri kebetulan sudah mengetes ketangguhan salah satu produk Advan saat peluncuran resminya (3/8). Yaitu, tablet Vandroid X7 yang diperkuat prosesor Intel Atom X3. Saat itu, saya bersama puluhan blogger lainnya takjub dengan teknologi dari perusahaan yang sudah berdiri nyaris dua dekade silam. Tepatnya sejak 1998 yang kini berkembang pesat dengan mendominasi pasar domestik industri teknologi dan telekomunikasi.

*      *      *
KOLABORASI Advan-Barcelona kembali terwujud dengan produk teranyar pada bulan lalu: Advan Barca Hifi M6. Smartphone ini ditujukan untuk kawula muda yang dinamis dan penikmat musik. Ya, M6 itu bisa dibaca menjadi musik (M + six). Nah, apa saja sih kelebihan Advan Barca Hifi M6 ini? Sebagai blogger, saya akan menguliknya secara plus dan minus.

Pertama, kelebihan Advan jelas pada layanan purna jual yang tersebar di seluruh Tanah Air. Bagi saya, ini faktor utama jika ingin membeli gadget. Bersama Advan, saya tidak khawatir jika ingin melakukan servis atau membeli aksesoris resmi. Termasuk, Advan Barca Hifi M6 ini.

Kedua, faktor harga. Menurut saya, M6 itu bisa jadi akronim dari Murah harganya, Meriah (fiturnya), Merakyat (produk asli Indonesia yang dibuat di Semarang), Mewah (tampilannya premium), Mantap (layanan purna jualnya), dan Musik (ditujukan untuk penggemar musik). Ya, dengan banderol resmi yang hanya berkisar sekitar Rp 1,6 juta, kita bisa dapat semuanya!

Ketiga, Advan Barca Hifi M6 ini sudah diperkuat prosesor octa-core 1,3GHz dengan layar HD 5 inci (1.280 x 720 piksel). Selain itu, bagi pengguna yang selalu ingin update bakal terpuaskan karena smartphone ini didukung sistem operasi (OS) Android KitKat 4.4.2 dengan User Interface (UI) khusus). Spesifikasi lainnya, RAM 2GB, kamera utama 8 megapiksel (MP), kamera depan 5MP -ini yang menggoda saya!-, memori internal 16 GB yang bisa ditambahkan dengan Micro SD hingga 64 GB. Jangan lupa, ada fitur letter gesture, yang membuat kita cukup menggoreskan huruf dengan jari ketika layar dalam keadaan mati untuk langsung masuk menuju aplikasi favorit.

Keempat, fitur audio yang nendang banget. Advan Barca Hifi M6 sudah dipersenjatai dual speaker stereo di body depan. Itu membuat smartphone ini menjamin kualitas musik yang jernih dan kencang yang disertai treble dan bass. Apalagi, faktor speaker depan ini sangat berarti jika kita melakukan panggilan video (video call). Jadi, meski di sekitar kita sedang berisik karena di tengah keramaian, tetap tidak terpengaruh lantaran suara akan langsung ke telinga kita yang membuat terdengar lebih jelas.

Kelima, dalam paket penjualannya, Advan Barca Hifi M6 sudah disertakan earphone stylish yang berkualitas. Yaitu, Metallic Music Earphone yang membantu pengguna jika ingin mendengarkan musik lebih syahdu dan mengobrol sambil mengetik di depan komputer.

Keenam, sesuai namanya, smartphone ini merupakan "kolaborasi istimewa" antara Advan dengan Barcelona. Sudah pasti, di dalamnya terdapat beberapa konten atau aplikasi mengenai tim berjulukan "El Blaugrana" tersebut yang dibenamkan melalui Android KitKat. Nah, bagi penggemar Barcelona, jelas bakal jadi kebanggaan tersendiri. Maklum, di Indonesia, Advan merupakan sponsor utama dari tim asuhan Luis Enrique. Jadi, jika suatu saat Barcelona datang ke Tanah Air, sudah pasti pengguna Advan Barca Hifi M6 bakal mendapat prioritas untuk menyaksikan langsung.

*      *      *

TIADA gading yang tak retak. Demikian adagium lawas yang masih berlaku hingga kini. Dengan sederet keunggulan Advan Barca Hifi M6 itu, tentu saya mencatat beberapa "kekurangannya". Ya, bagaimanapun, sebagai blogger yang memahami asas jurnalistik, saya harus bisa melihat sesuatu dalam dua sisi. Alias secara cover both side (seimbang).

Pertama, belum dilengkapi teknologi teranyar, 4G LTE.

Kedua, Advan Barca Hifi M6 ini bisa untuk dual SIM. Namun, bagi sebagian kalangan, termasuk saya, keberadaan sim card ganda ini berpengaruh ke sinyal antarprovider dan membuat baterai jadi lebih boros.

Ketiga, prosesornya masih mengusung 32 bit, yang kalah dibanding rata-rata seri lainnya (64 bit).

Keempat, tidak adanya antigores pada layar hingga membuat pengguna jadi rentan jika menaruh di saku celana.

Kelima, OS-nya masih KitKat padahal saat ini mayoritas smartphone anyar menggunakan Lollipop.

Keenam, tidak ada logo Barcelona di balik body belakang. Ini jadi kelemahan lantaran pengguna -khususnya penggemar Barcelona- tidak bisa merasakan prestige dari smartphone ini dibanding seri sebelumnya pada Barca 5" dan Barca Tab 7".

*      *      *
Advan Barca Hifi M6

*      *      *
Advan Barca Hifi M6

*      *      *
Keterangan: Seluruh foto dalam artikel ini diambil dari situs resmi www.advandigital.com, facebook, dan twitter.

*      *      *
Artikel sebelumnya:

*      *      *
- Cikini, 22 September 2015

Jumat, 18 September 2015

PraktisPrint.com bikin Kartu Nama Jadi Lebih Mudah



PraktisPrint.com bikin kartu nama jadi lebih mudah

SAAT ini, blogger sudah tidak lagi dipandang sebelah mata. Bahkan, banyak perusahaan, brand, atau instansi pemerintah, yang giat kampanye lewat blogger ketimbang di media mainstream. Wajar saja, itu mengingat di antara blogger terdapat saling keterikatan hingga bisa memberi pengaruh pembaca secara signifikan.

Terlebih, apa yang ditulis di blog, merupakan pengalaman pribadi dari blogger yang bersangkutan yang isinya tanpa tedeng aling-aling. Berbeda dengan media yang cenderung mengandalkan press release. Tak heran jika kampanye, iklan, atau launching produk melalui blogger, sekarang jauh lebih efektif.

Saya sendiri kerap menghadiri undangan dari berbagai perusahaan, brand, atau instansi pemerintah. Hanya, dalam beberapa kesempatan itu, saya merasa seperti ada yang kurang. Lantaran, setiap ada perwakilan perusahaan yang ingin mengundang saya lagi di suatu event atau peluncuran produk, mereka kerap meminta kartu nama.

Ironisnya, hingga kini, saya belum memiliki kartu nama untuk menunjukkan identitas saya sebagai blogger. Tentu, itu jadi kekurangan saya untuk menjalin koneksi dengan mereka dalam jangka panjang.  Meski, bisa saja, di antara kami saling bertukar kontak, baik itu dengan menyebutkan nomor telepon atau email masing-masing. Hanya, saya sendiri merasa cara itu kurang elegan. Sampai akhirnya, saya berpikir untuk memiliki kartu nama pribadi.

Namun, hingga beberapa waktu, rencana itu lewat begitu saja. Sebab, saya jarang ada waktu luang untuk pergi ke toko yang menyediakan kartu nama. Di samping itu, saya tidak bisa melakukan desain sendiri karena kurang mengenal aplikasi semacam photoshop, corel draw, indesign, dan sebagainya.

Beruntung, saya memiliki jaringan yang banyak di antara sesama blogger. Salah satunya, Ani Berta, yang mengenalkan saya dengan perusahaan pembuat kartu nama secara online, PraktisPrint.com. Setelah membuka situsnya yang beralamat di www.praktisprint.com ini dan mempelajari lebih lanjut, akhirnya saya tertarik untuk membuat kartu nama.

*       *       *

"MENCARI sampai sepatu pecah, ketika diketemukan begitu saja." Demikian adagium lawas yang berlaku bagi saya. Sebab, awalnya saya mengira membikin kartu nama itu ribet, bertele-tele, makan waktu, mahal, dan sebagainya. Namun, kekhawatiran itu sirna ketika membuatnya di PraktisPrint.com.

Ya, ternyata membuat kartu nama di PraktisPrint.com itu mudah. Pasalnya, saya tidak perlu mendatangi toko atau cabangnya. Melainkan, cukup duduk manis di depan layar komputer untuk registrasi terlebih dulu. Setelah itu, saya tinggal memilih desain yang tersedia. Mulai dari Artistic, Floral, General, Nature, dan sebagainya.

Berdasarkan database-nya, terdapat 351 template yang terbagi dalam 13 kategori. Karena saya suka keindahan alami dan kesederhanaan, maka saya memilih kategori Nature. Usai menyeleksi 51 template berbeda, saya terpikat pada desain Kartu Nama 19.4 yang didominasi warna hijau yang terdapat delapan helai daun. Ya, sebagai penggemar hijau, bagi saya warna itu identik dengan teduh, polos, dan sejuk dipandang mata.

Setelah pemilihan desain dan template beres, saya pun coba berkreasi. Lagi-lagi, ternyata untuk mengeditnya sangat mudah. Ya, mirip-mirip aplikasi standar di Microsoft Office Picture Manager dan PowerPoint. Apalagi, jika saya kesulitan, PraktisPrint.com menyediakan tutorialnya yang bisa disimak di laman FAQ dan video.

Harganya? Menurut saya pribadi, sangat terjangkau. Untuk 100 lembar kartu nama, saya cukup mengeluarkan kocek Rp 25.000 untuk kertas ArtCarton 260 gram. Atau, jika ingin kualitas kartu nama yang kita pesan lebih baik lagi, tinggal menambah Rp 10.000 untuk kertas BW250 gram dan Linen seperti yang saya pilih. Dua hari kemudian, pesanan saya pun tiba.

Ya, bersama PraktisPrint.com, membuat kartu nama itu benar-benar mudah, murah meriah, dan tentu praktis seperti namanya. Oh ya, selain kartu nama, PraktisPrint juga menerima pembuatan brosur, banner, x-banner, kipas plastik, tas promosi, kop surat, stiker, dan lain-lain. Berdasarkan pengalaman mudahnya membuat kartu nama, tentu jika suatu saat saya bikin acara, untuk brosur dan lainnya sudah pasti PraktisPrint.com jadi pilihan utama.

*       *       *
Berbagai kategori template dan desain yang tersedia

*       *       *
Kesulitan mengedit? Tenang, ada tutorial dan videonya

*       *       *
Kartu nama yang saya buat

*       *       *
Harga yang bervariasi di PraktisPrint.com

*       *       *
Kartu nama saya sudah jadi

*       *       *

Tutorial bikin kartu nama di PraktisPrint.com 
*       *       *

- Cikini, 18 September 2015

Selasa, 15 September 2015

Ingin Beli Gadget Secara Online? Berikut Ciri-ciri Toko Gadget Online yang Terpercaya!


Tampilan situs MatahariMall dengan beragam gadget yang tersedia


SAAT ini, banyak toko online yang menjual gadget dengan harga begitu menarik. Tentu saja, ini sangat menggiurkan bagi konsumen. Di sisi lain, sekaligus jadi kekhawatiran. Itu karena calon pembeli pun jadi ragu untuk memilih toko online mana yang akan dituju.

Terlebih, untuk kaum perempuan yang pernah mengalami kasus seperti penipuan, tentu hal ini kian membuat keraguan. Kondisi seperti ini jelas akan merugikan kedua belah pihak. Baik konsumen maupun penjual yang jujur.

Jika saat ini, Anda masih kebingungan memilih toko online mana yang benar-benar terpercaya, MatahariMall, merupakan andalannya. Salah satu kelebihan dari toko online yang beralamat di https://www.mataharimall.com ini karena didukung perusahaan ritel multi-format terbesar di Indonesia. Yaitu, Grup Lippo yang juga mengelola Matahari Department Store dan Hypermart.

Hayo, siapa sih penduduk di negeri ini yang tidak kenal Matahari Depstore? Saya termasuk pelanggannya untuk membeli keperluan busana seperti yang terakhir menjelang Idul Fitri lalu. Untuk Hypermart, beberapa kali pernah mengantar keluarga untuk belanja elektronik dan perlengkapannya

*      *      *

Sekarang, MatahariMall memiliki terobosan baru dengan berbagai macam fasilitas yang memuaskan untuk konsumen. Bila secara offline kita dapat menemukan banyak macam fashion terkini, untuk online, tersedia berbagai jenis gadget dan produk lainnya.

Mulai dari gadget yang berkelas premium hingga menengah ke bawah. Salah satu keuntungan lain dari berbelanja di MatahariMall yaitu program diskon besar-besaran. Kita, sebagai pembeli, bisa membandingkan harga dengan toko online lain, marketplace, online retail, atau yang dikelola secara fisik. Berdasarkan pengalaman saya pribadi, MatahariMall ini yang paling unggul.

Apalagi, MatahariMall menerima berbagai sistem pembayaran yang memudahkan konsumen. Mulai dari transfer antarbank, kartu kredit, hingga bayar di tempat atau biasa disebut COD (Cash on Delivery).

Yang menariknya lagi, kita bisa melirik gadget yang berada dalam website MatahariMall, kemudian melakukan transaksi pembelian. Setelah transaksi selesai, jika menginginkan mengambil barang secara langsung, kita bisa mengambilnya di cabang MatahariMall yang berada di sekitar kota tempat kita tinggal. Tentu ada syaratnya. Yaitu, transaksi tidak boleh melebihi waktu 24 jam.

Sebagai pembeli, tentu kita harus kritis. Terutama, saya sebagai blogger yang tentu harus teliti. Bagaimana, jika gadget yang kita pesan tidak sesuai dengan kondisi saat kita terima? Sudah pasti, kita harus mengembalikannya.

Nah, kebetulan, mereka pun sangat responsif. Dengan arti, kita bisa melakukan pengembalian dengan membawa barang dan bukti transaksi ke cabang MatahariMall terdekat. Setelah itu, mereka akan memproses gadget yang kita pesan.

Pengembalian ini tentu lebih mudah. Karena kita tidak harus mengirimkannya kembali serta mengeluarkan uang untuk biaya pengiriman. Jadi, kita cukup datang ke cabang terdekat untuk melakukan konfirmasi ke admin. Dengan waktu yang sangat singkat, barang kita pun akan ditukar dengan gadget yang sesuai keinginan.

*      *      *
- Cikini, 15 September 2015

Sabtu, 12 September 2015

Nostalgia 20 Tahun Bon Jovi Konser di Jakarta


Konser Bon Jovi Tour Asia 2015 di GBK


20 TAHUN merupakan satu generasi. Dalam periode itu, zaman tentu sudah berubah. Namun, dalam blantika musik, ada rumus pasti untuk bisa bertahan selama dua dekade: Konsistensi. Fakta itu pula yang menjadi latar belakang kesuksesan Bon Jovi.

Band yang berdiri sejak 1983 ini tak lekang di makan zaman. Meski bukan idola saya, namun Bon Jovi merupakan satu di antara sedikit band (Big Six) era 1980-an yang paling saya ingat. Tentu, setelah Guns N' Roses (GNR), Nirvana, Red Hot Chili Peppers (RHCP), Metallica, dan U2.

Konser Bon Jovi ini merupakan yang kedua kalinya di Indonesia setelah 1995 yang tentu saat itu tidak bisa saya ikuti karena masih bocah. Catatan tersebut menyamai Metallica yang juga dua kali ke Jakarta pada 1993 dan 2013. Kendati usia personilnya sudah gaek (baca: uzur) tapi semangat mereka tetap tinggi untuk mengajak sekitar 70 ribu penggemarnya bernostalgia sejenak.

*        *        *
LAGU That's What The Water Made Me mengawali konser bertajuk Bon Jovi Tour Asia 2015. Ya, Jakarta mendapat  kehormatan untuk membuka tur mereka di 10 negara Asia (Tiongkok batal) yang bertempat di Stadion Gelora Bung Karno (GBK) semalam (11/9). Setelah lagu tersebut, Bon Jovi tak hentinya mengajak penggemarnya untuk bernostalgia dengan beberapa hits-nya.

Hanya, berhubung saya bukan penggemarnya, jadi kurang tahu berapa jumlah lagu yang dibawakan. Apalagi, di antara hit Bon Jovi, cuma sediki yang saya hafal, berbeda jika bicara Guns N' Roses yang mungkin saya kuat bercerita dari A sampai Z.

Beberapa lagu dari band yang beranggotakan Jon Bon Jovi, David Bryan, dan Tico Torres, ini sukses menghibur kami. Namun, bagi penggemar berat harus kecewa lantaran Richie Sambora tidak ikut. Absennya gitaris sekaligus salah satu pencipta lagu terbaik Bon Jovi itu sangat disayangkan. Mungkin, bagi penggemar GNR seperti saya, sama saja Axl Rose kehilangan Slash.

Ok, lupakan GNR yang akan saya buat postingan pada lain kesempatan. Kali ini fokus mengenai Bon Jovi saja. Berdasarkan beberapa lagu yang saya ingat dan berhasil "menggoyang" 70 ribu -perkiraan saya terkait pengalaman seringnya nonton sepak bola- penonton di GBK. Yang lagunya hits seperti You Give Love a Bad Name, It's My Life, Wanted Dead or Alive, dan Livin on a Prayer sebagai penutup.

Hanya, beberapa penggemarnya yang duduk di samping saya pada kecewa. Itu karena Bon Jovi tidak membawakan beberapa lagu hit-nya seperti Bed of Roses, Always, dan Never Say Goodbye. Saya pribadi kurang terlalu peduli dengan absennya tiga lagu itu karena, cukup terpuaskan dengan Give Love a Bad Name yang berhasil saya rekam dan Livin on a Prayer.

*        *        *
SAAT ini, usia personil Bon Jovi rata-rata di atas 50 tahun. Jon saja -menurut situs resminya- pada 2 Maret lalu sudah 53 tahun. Pantas jika banyak pihak yang bilang konser di Jakarta kali ini bagi Bon Jovi hanya untuk mendulang rupiah dari penggemarnya di Tanah Air.

Hal itu tidak salah memang. Namun, -saya netral, bukan penggemarnya- sedikit keliru. Faktanya, mayoritas penonton justru anak muda. Ada sih yang berusia 50-60 tahunan yang mungkin, bagi mereka bernostalgia mengenang masa-masa percintaan era 1980-an dan 1990-an. Tapi, musik itu meski tidak abadi, tetap dapat dikenang sampai kapan pun. Saya saja hingga kini masih menggemari November Rain, Don't Cry, Sweet Child o Mine, dan lagu-lagu lawas GNR lainnya.

Apalagi, Jon, sebagai vokalis sekaligus pentolan Bon Jovi sangat responsif. Dalam artian, sosok yang semasa mudanya jadi tukang sapu studio ini tak segan berdialog dengan penonton. Misalnya, yang saya ingat seperti dalam sambutannya memberi sapaan, "Kalian baik-baik saja?" yang merujuk pada konser keduanya di Jakarta setelah 20 tahun berselang. Atau, saat Jon berteriak, "Kalian ingin jadi koboi?" sebelum menggebrak GBK lewat Wanted Dead or Alive.

Ya, meski bukan penggemarnya, namun saya sangat puas menyaksikan penampilan Bon Jovi selama dua jam ini. Pengorbanan menunggu di area GBK sejak pukul 14.00 WIB hingga pintu dibuka pada 17.00 WIB dan baru selesai 23.00, terbayarkan lunas.

Bagaimanapun, Bon Jovi merupakan legenda hidup di dunia musik yang sukses mengajak kami sedikit melupakan kepenatan akibat dolar naik dan situasi politik yang memanas dengan bernostalgia bersama lagu-lagu mereka.

*        *        *
Pukul 14.00 WIB penonton masih menunggu di luar are GBK

*        *        *
Papan penunjuk elektronik untuk pemegang tiket

*        *        *
Panitia bersantai sejenak sebelum diserbu penonton

*        *        *
Demi Bon Jovi sekitar 70 ribuan penonton rela ngedeprok

*        *        *
Penjagaan yang ketat untuk masuk

*        *        *
Area GBK yang bagusnya lapangan sudah ditutupi alas hingga tidak merusak rumput

*        *        *
Bon Jovi dari kejauhan...

*        *        *
Panggung yang lumayan megah untuk standar band sekelas Bon Jovi

*        *        *

*        *        *
*        *        *


Video You Give Love A Bad Name

*        *        *

Video It's My Life 
*        *        *


Video That's What The Water Made Me
*        *        *

Catatan Musik Lainnya:
Tipe-X
Slank
Afgan
Reggae
Ariel
Noah
Kotak
*        *        *
Keterangan: Seluruh foto dan video merupakan dokumentasi pribadi/www.roelly87.com

*        *        *
- Cikini, 12 September 2015

Rabu, 09 September 2015

HUT Polantas ke-60: Dengarlah Aspirasi Masyarakat untuk Bersama Mengurai Kemacetan

HUT Polantas ke-60: Dengarlah Aspirasi Masyarakat untuk Bersama Mengurai Kemacetan

Panas-panasan? Untuk Polantas sudah jadi santapan sehari-hari

TERIK matahari tidak menghalangi tugasnya mengatur lalu lintas. Bermodalkan helm untuk melindungi kepala dari sengatan sang surya serta masker sebagai penyaring debu, pria berpakaian dinas itu terus mengatur lalu lintas di kawasan termacet di ibu kota. 

Di seberangnya, terdapat beberapa pengendara, khususnya sepeda motor, seperti tidak sabar menanti lampu hijau. Itu dilakukan mereka dengan berhenti di zebra cross yang seharusnya ditujukan untuk pejalan kaki. Sosok berjaket hijau dan helm warna putih biru itu menghampiri mereka untuk meminta mundur agar berhenti di belakang garis. 

Apa daya, imbauan itu hanya tinggal imbauan. Lantaran, lampu lalu lintas sudah berganti hijau yang artinya, mereka -pengendara- langsung melajukan kendaraannya tanpa menoleh sedikit pun. Saat itu, sosok tersebut langsung menarik nafas panjang. 

Bukan hanya karena imbauannya tidak didengar diindahkan sama sekali oleh pengendara. Melainkan karena pelanggaran yang dianggap "sepele" bagi masyarakat ini selalu terulang setiap saat. 

Ya, apa lagi yang bisa dilakukan polisi lalu lintas (Polantas) tersebut. Ingin menilang? Ah, itu sama saja mencari penyakit. Konon, masyarakat saat ini sudah lebih pintar, meski kebanyakan keblinger. 

Sekali saja Polantas itu berniat menegur, apalagi tilang, fotonya sudah ramai beredar di media sosial. Sumpah serapah dan caci maki pun keluar dengan menyebut polantas itu sewenang-wenang lah, hanya berani kepada masyarakat umum dan bukan pejabat, pilih kasih lah, serta lainnya.

Padahal, kalau mau jujur-jujuran, jika mereka ingin merenungi perbuatan sepele seperti berhenti melewati garis lalu lintas itu memang salah yang secara tidak langsung menyebabkan kemacetan. Tapi, stigma negatif masyarakat terhadap aparat kepolisian, khususnya Polantas, memang sulit dihilangkan.

*        *        *

"UBI Societas, ibi ius". Di mana ada masyarakat, di situlah terdapat hukum. Fakta ini yang dilupakan masyarakat, termasuk saya pribadi. Kami seperti terdoktrin bahwa, polisi, khususnya polantas selalu salah. Padahal, kami juga menyadari, bahwa yang salah itu hanya oknum. Alias, masih banyak Polantas yang bekerja sungguh-sungguh di jalan.

Pertanyaannya, bagaimana agar kami bisa kembali percaya kepada kinerja Polantas? Sebab, seperti yang kita ketahui, memulihkan kepercayaan yang hilang itu jauh lebih sulit dibanding saat membangunnya pertama kali. Butuh waktu lama agar percaya penuh kepada kinerja aparat kepolisian dan Polantas seperti era 1990-an ketika Gerakan Disiplin Nasioinal (GDN) berkumandang.

Sebagai blogger, saya berharap aparat kepolisian, khususnya Polantas, lebih reaktif lagi mendengar keluhan masyarakat. Salah satunya dalam menyusun peraturan. Contoh nyata terjadi pada aksi pesepeda yang menghentikan iring-iringan motor gede (moge) pertengahan Agustus lalu.

Saat itu, polantas -yang mengawal- merasa sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku dalam pasal 134. Di lain pihak, masyarakat mempertanyakan ayat G yang berarti “kepentingan tertentu”. Nah, beda tafsir antara pihak kepolisian dan masyarakat inilah yang membuat permasalahan melebar ke mana-mana, hingga menjadi stigma negatif.

Ada baiknya, aparat kepolisian dan pihak berwenang, sebelum membuat peraturan, lebih dulu mengkajinya dengan meminta masukan dari masyarakat, baik di dunia nyata atau via media sosial. Jika itu terjadi, saya yakin, aparat kepolisian, termasuk Polantas secara perlahan kian dicintai masyarakat.

Menurut saya pribadi, itu semua berawal dari pemberlakuan aturan yang konsisten mengenai pengendara yang berhenti di belakang garis lalu lintas. Bagaimana dengan yang lainnya seperti mengendarai sepeda motor dengan tiga orang lebih, knalpot racing, tidak memasang kaca spion yang standar, dan sebagainya. Jawabannya, tentu bakal mengikuti proses secara perlahan. Bukankah, untuk mencapai 60 selalu diawali angka satu?


Yuk, ah, aparat kepolisian dan Polantas, lebih sering-sering mendengar aspirasi kami, masyarakat umum untuk mengurai kemacetan secara bersama. Terutama, blogger yang kini bisa jadi penyeimbang di tengah gencarnya berita negatif di berbagai media.

Selamat hari jadi Polisi Lalu Lintas ke-60 pada 22 September mendatang. Teruslah berkarya untuk negeri dan masyarakat.

*        *        *
Yang nakal itu oknum, lihatlah pak Polantas ini yang bekerja dengan sungguh-sungguh

*        *        *
Polantas saat bertugas mengurai kemacetan di Senayan

*        *        *
Polantas mengawal kendaraan salah satu klub sepak bola

*        *        *
Dua Polwan unjuk kebolehan di depan Markas Polda Metro Jaya

*        *        *
Polisi juga manusia. Tentu bisa bernyanyi dan tidak selalu berwajah galak

*        *        *
Keterangan: Seluruh foto merupakan dokumentasi pribadi/ www.roelly87.com
*        *        *
Artikel terkait:

*        *        *
- Cikini, 9 September 2015

Senin, 07 September 2015

Yuk, Kunjungi Jerman Fest 2015 di Sembilan Kota di Indonesia

Yuk, Kunjungi Jerman Fest 2015 di Sembilan Kota di Indonesia

Pemutaran film Metropolis di TIM pada pembukaan Jerman Fest 2015

HUBUNGAN Indonesia dan Jerman telah terjalin sejak lama. Baik itu rakyatnya atau di pihak pemerintahan yang meliputi sosial, budaya, politik, olahraga, hiburan, hingga pertukaran pelajar. Yang saya ingat jelas ialah Bacharudin Jusuf Habibie. Mantan presiden Indonesia ketiga itu merupakan salah satu putra bangsa yang banyak memperoleh kemajaun saat "belajar" di Jerman pada era 1950-an.

Berselang puluhan tahun, kerja sama kedua negara kian erat. Bahkan, tahun ini, ditandai dengan adanya Jerman Fest 2015. Yaitu, acara yang berlangsung September-Desember ini yang ditujukan untuk mendorong pertukaran informasi yang bermanfaat antara Indonesia dan Jerman.

"Indonesia jadi negara di Asia Tenggara pertama yang menyelenggarakan Jerman Fest," kata Duta Besar Jerman Dr. Georg Witschel, dalam sambutannya. "Acara ini merupakan inisiatif dari Kementerian Luar Negeri Jerman dan diadakan berkat kerja sama antara Goethe-Institut Indonesien, Kedutaan Besar Jerman, dan EKONID."

*      *      *

JERMAN Fest 2015 dibuka dengan pemutaran film Metropolis di Teater Jakarta dan Atrium Taman Ismail Marzuki (TIM), Sabtu (5/9). Saya beruntung dapat undangan istimewa untuk jadi saksi dari film monumental yang menurut Internet Movie Database (IMDb) disebut sebagai film bisu klasik yang sangat monumental di zamannya.

Metropolis disutradarai Fritz Lang yang disebut sebagai film dengan biaya termahal saat itu. Versi Box Office Mojo -belum dihitung inflasi-, Metropolis meraup 1,2 juta dolar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 16 miliar.

Awalnya, menyaksikan film klasik berdurasi 148 menit (2 jam 28 menit) ini membuat saya bingung. Itu karena Metropolis merupakan film tanpa suara, alias bisu. Alhasil, hingga setengah jam pertama, saya lebih banyak menguap dan berupaya menahan kantuk. Padahal, di sekitar kursi yang saya duduki, banyak yang antusias menyimak adegan demi adegan.

Kebetulan, meski film ini tanpa suara, namun didukung penuh lebih dari 60 musisi dari Deuches Filmorchester Babelsberg (Orkes Film Jerman Babelsberg). Hingga, sambil mengunyah permen karet untuk melawan kantuk, akhirnya saya bisa menyaksikan Metropolis hingga selesai.

Oh ya, Metropolis, bercerita mengenai kota masa depan yang bagi masyarakat saat itu (dekade 1920-an) kesannya sangat futuristik. Selain di TIM, film yang menuai pujian dari kritikus dan mendapat apresiasi banyak musisi seperti Madonna, Queen, hingga Lady Gaga ini, juga diputar di dua kota lainnya: Surabaya di Ciputra Hall pada sore ini (7/9) dan Bandung di aula barat ITB (9/9).

Jakarta, Surabaya, dan Bandung, jadi kota pembuka rangkaian Jerman Fest 2015. Setelah itu, masih ada enam kota lainnya di Tanah Air yang menyelenggarakannya. Mulai dari Banda Aceh, Medan, Yogyakarta, Denpasar, Balikpapan, dan Makassar, dengan tema dan acara yang tentu berbeda. Sebelum di Indonesia, Jerman Fest juga pernah diselenggarakan di Brasil, Tiongkok, dan India.

Ya, Jerman Fest 2015 tidak melulu mengenai film. Melainkan juga aspek lainnya. Yaitu, musik, seni, sains, olahraga, eknomi, sosialisasi, literatur, teater, tari, game, konferensi agama, dan sebagainya yang berlangsung hingga 6 Desember. Bagi rekan-rekan yang berdomisili di Jakarta, saya sudah buat daftar acaranya di bawah.

*      *      *

DALAM periode itu, juga terdapat acara untuk memperingati 25 tahun penyatuan Jerman pada 1 Oktober mendatang di Hotel Indonesia Kempinski. Yang menarik, bagi saya pribadi dan juga penggemar sepak bola, pada salah satu rangkaian Jerman Fest 2015 ini akan ada kunjungan pesepak bola Jerman yang akan menyapa penggemarnya di Tanah Air.

Sepanjang pengetahuan saya dengan mengambil referensi resmi dari FIFA.com, Indonesia sudah lima kali menghadapi klub dan timnas Jerman. Dimulai saat dua kali menghadapi timnas Jerman yang masih terpecah dan bernama Jerman Timur pada 20 September 1956 skor 1-3 dan 11 Februari 1959 (2-2). Selanjutnya versus klub Bundesliga, Werder Bremen pada 19 Juni 1965 (5-6), Borussia Dortmund (19 Desember 2007, 0-1), dan Bayern Muenchen (21 Mei 2008, 1-5).

Berdasarkan fakta tersebut, dengan adanya Jerman Fest ini, tentu, bisa dipetik pelajaran bagi kita semua. Khususnya, pemangku kepentingan, seperti Persatuan Sepak Bola Seluruh Indonesia (PSSI). Itu seperti diungkapkan Witschel, "Melalui kegiatan ini (Jerman Fest 2015), diharapkan Jerman dan Indonesia dapat melangkah lebih maju ke depannya dalam berbagai bidang."

Semoga saja, itu termasuk sepak bola Indonesia. Meski tidak harus menyamai prestasi Jerman yang sudah empat kali menjuarai Piala Dunia, setidaknya "Tim Garuda" mampu berbicara di Asia.

*      *      *

Agenda Jerman Fest 2015 di Jakarta

5/9 - Pembukaan. Pemutaran film Metropolis di Teater Jakarta di Taman Ismail Marzuki (TIM)
11/9 - German Cinema Film Festival di Studio XXI Epicentrum Walk
12/9 - German Cinema Film Festival di GoetheHaus, Menteng
20/9 - Penutupan German Cinema Film Festival di Studio XXI Epicentrum Walk
16-25/9 - Pameran Dunia Budaya di Tugu Kunstkring Paleis
1/10 - Perayaan Hari Penyatuan Jerman di Hotel Indonesia Kempinski
4/10 - Teater Boneka Kontemporer Indonesia di Teater Salihara
5-15/10 - Pameran Sains di Museum Nasional
6-7/10 - Pemutaran Film Arthouse Cinema di GoetheHaus
21/10 - Konser Paduan Suara Interaktif "Rundfunkchor Berlin" di Aula Simfonia
23/10 - Kolaborasi Tari (Frankfurt, Salihara, Plesungan) di Teater Salihara
2/11 - Konferensi: Agama, Negara, dan Masyarakat di Abad 21 di Goethe Institut
2/11 - Kunjungan studio Game Mixer bagi pengembang games di Goethe Institut
3,4,6/11 - Workshop Game Mixer di Goethe Institut
5/11 - Diskusi antarpengembang Game Mixer di Goethe Institut
6-27/11 - Pameran Jerman, Negeri Penemuan di Deutsche Schule Jakarta
10/11 - Pasar Seni Festival di Pasar Tebet Timur dan Barat
25/11 - Konferensi: Radikalisasi/ Deradikalisasi di Morissey
26/11 - Festival Tari Sebastian Matthias: Volution/Groove Space di Komunitas Salihara
1/12 - Green City: Kompetisi konsep masa depan di Universitas Katolik Indonesia - Atma Jaya
2/12 - Ensemble Modern Ruang Suara di Komunitas Salihara

Keterangan: 
- Seluruh foto merupakan dokumentasi pribadi (www.roelly87.com)
- Referensi artikel berdasarkan penuturan langsung Duta Besar Jerman Dr. Georg Witschel, panitia Jerman Fest Nindia Satiman, dan Koordinator Humas Goethe-Institut Indonesia Katrin Figge (via email)

*      *      *
"Layar tancap" di atrium Teater Jakarta - TIM

*      *      *
Narsis sejenak sebelum menyaksikan pembukaan Jerman Fest 2015

*      *      *
Bertambah lagi kartu pos khas Eropa setelah sebelumnya dari Italia, Portugal, dan Turki  

*      *      *

*      *      *
Tipe-X
Afgan

*      *      *
- Cikini, 7 September 2015