Menteri Kesehatan Nila Moeloek membuka Dialog Nasional, Rabu (27/7) |
"ANAK mewakili segmen masyarakat yang paling rentan dibandingkan dewasa. Baik dari risiko penyakit maupun kematian. Peningkatan kualitas kesehatan anak merupakan ukuran kemajuan suatu masyarakat atau bangsa sebagai bentuk kontribusi pada pengurangan beban penyakit global. Oleh karena itu, kesehatan anak jadi tanggung jawab bersama dengan selalu memberi perhatian dan komitmen nyata."
Demikian, pernyataan Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dalam sambutannya pada Dialog Nasional Kurang Gizi Terselubung Menuai Generasi Hilang, di Kantor Kemenkes, Rabu (27/7). Acara ini merupakan rangkaian dari peringatan Hari Anak Nasional yang diperingati setiap 23 Juli.
Seminar yang diinisiasi Kemenkes dan Gerakan Makan Sehat Anak Sekolah (Gemass) ini melibatkan undangan dari berbagai elemen masyarakat, seperti instansi pemerintah, guru, dokter, hingga blogger.
Salah satunya, saya yang turut menyimak diskusi di Auditorium Prof. Dr. Siswabessy, Gedung Prof Sujudi, Kemenkes, Kuningan, Jakarta Selatan. Sejatinya, bagi saya pribadi, diskusi ini lumayan berat untuk dicerna. Terutama karena saya belum berumah tangga yang tentu belum memiliki anak. Apalagi, tema acaranya tentang asupan gizi yang boro-boro saya ngerti.
Namun, justru itulah yang jadi tujuan saya mendatangi diskusi yang mayoritas diisi kaum hawa. Sebab, bagaimanapun saya bakal jadi calon kepala keluarga, yang tentu harus memerhatikan asupan gizi untuk anak-anak kelak.
* * *
MESKI awalnya sempat merasa asing ketika tiba di lokasi, pada akhirnya saya jadi lebih terbiasa. Terutama karena seminar yang dimoderasi Ayu Diah Pasha dan Junaidi Lesmana ini bisa memberikan pelajaran dan pengalaman saya saat jadi ayah untuk lebih memerhatikan asupan gizi. Khususnya, mengenai dampak memakan gorengan yang ternyata memiliki efek negatif dalam perkembangan anak.
Itu diungkapkan Dr. dr. Saptawari Bardosono, M.Sc. yang jadi salah satu pembicara. Kebetulan, saya pribadi menggemari makanan atau cemilan yang digoreng seperti bala-bala (bakwan), tempe, tahu, dan sebagainya.
Menurut Saptawati, jika dikonsumsi secara normal, gorengan tidak memiliki dampak panjang. Namun, sebaliknya jika dimakan terus-menerus, misalnya, setiap hari. Apalagi, jika itu terjadi pada bayi yang bisa sangat berbahaya bagi perkembangan gizi ke depannya.
"Misalnya, bayi yang lahir dengan berat badan lebih atau kurang. Kalau kurang, orang tuanya tentu akan mengejar supaya jadi gemuk. Nah, kalau lahir sudah besar atau giant baby itu akan terus gemuk hingga dewasa jika faktor lingkungan tidak dijaga," Saptawati, mengungkapkan.
Pernyataan dari Departemen Ilmu Gizi FK UI RSCM itu beralasan. Banyak kasus seperti itu yang terjadi di Tanah Air. Untuk itu, wanita yang akrab disapa Tati ini memberi solusi kepada kami yang hadir, terutama bagi yang memiliki bayi. Agar, setiap hari konsumsi kamanan yang mengandung minyak tidak lebih dari lima sendok makan.
Selain Saptawati, dialog nasional itu juga menampilkan tiga pembicara yang kompeten di bidangnya masing-masing:
Prof. Dr. Ratna Djuwita
(Prodi Epidemiologi FKM-UI)
Kandungan Omega-3 pada anak-anak Indonesia dan pengaruh kekurangan Omega-3 pada tumbuh kembang anak (Brain Development)
Dr. dr. Rini Sekartini, SP.A (K)
(Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK UI RSCM)
Perkembangan dan perilaku anak: Peran nutrisi dan stimulasi
Prof. Dr. dr. Endang L. Anchadi
(Prodi Gizi FKM UI)
Peran Food Education di sekolah dan rumah dalam mewujudkan generasi unggul.
* * *
Ibu kenapa ku dilahirkan
Ayah kenapa ku dibesarkan
Teman kenapa ku dikucilkan
Teman kenapa ku diabaikan
Ingatlah aku, aku… Juga ciptaan Nya
Lihat aku tunjukkan
Lihat aku buktikan
Dan lihatlah aku, aku…. Anak istimewa
Tanpa mata ku dapat melihat
Tanpa kaki ku dapat berlari
Tanpa suara ku dapat bernyanyi,
Percayalah, aku.... Anak istimewa
SEKETIKA, tangan saya menjadi kaku. Begitu juga dengan kaki yang seperti dipantek sesuatu. Lebih dari lima menit saya bergeming di sisi kursi tanpa mampu memencet tombol shutter kamera untuk merekam. Saat itu, sukar dilukiskan dengan kata-kata saat menyaksikan paduan suara dari adik-adik Yayasan Pembina Anak Cacat (YPAC) Jakarta di sela-sela diskusi nasional.
Tentang, bagaimana mereka yang berkebutuhan khusus juga mampu berprestasi. Apa yang dilakukan adik-adik dari YPAC Jakarta itu seperti memberi sindiran kepada kami saat itu. Bahwa, mereka mampu mengubah kekurangan jadi kelebihan.
* * *
Gedung Prof. Dr. Sujudi, Kemenkes |
* * *
Kampanye cuci tangan di bus milik Kemenkes |
* * *
Banner anjuran dari Kemenkes |
* * *
* * *
* * *
Undangan Diskusi Nasional |
* * *
Reshuffle penting, tapi kelangsungan generasi mendatang juga penting |
* * *
Rekan blogger Novita Maria, sarapan jelang dimulainya acara |
* * *
Menu sarapan sehat: Serba direbus |
* * *
Empat rekan blogger antusias men-share diskusi nasional via twitter |
* * *
Nita: Kesehatan anak, tanggung jawab bersama |
* * *
Paduan suara dari adik-adik YPAC yang bikin terharu |
* * *
* * *
* * *
* * *
Rekan blogger Agung Han mendapat doorprize dari Veronica Tan, istri Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaya Purnama |
* * *
* * *
- Diskusi tentang Perempuan dan Anak Bersama Serempak.or.id dan KPPPA
- Ngobrol Bareng Christie Damayanti: Ngeblog sebagai Terapi Otak
- Christie Damayanti, Ubah Keterbatasan Jadi Kelebihan
- Malu Itu Tidak Ada dalam Hidupnya...
- 50 Tahun Gugurnya Ade Irma Suryani dalam Kenangan Kakak Tercinta
- Malu Itu Tidak Ada dalam Hidupnya...
- 50 Tahun Gugurnya Ade Irma Suryani dalam Kenangan Kakak Tercinta
* * *
- Jakarta, 30 Juli 2016