TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Januari 2025

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Senin, 27 Januari 2025

Insiden Membokongi Piza

(Catatan Harian Ojol 2025 #3)

Insiden Membokongi Piza

Ilustrasi saya mengantar
belanjaan customer saat pandemi.
(Foto: @roelly87)


"SORE pak/bu, untuk pesanan sudah sesuai aplikasi ya?"

"Iya mas. Jangan dibatalin ya. Saya sudah nunggu hampir dua jam di-cancel terus."

"Siap, pak/bu. Saya menuju resto. Mohin ditunggu."

Demikian percakapan saya dengan customer via chat di salah satu aplikasi ojek online (ojol), pertengahan posyamasa lalu. 

Tidak ada yang aneh. Normal saja.

Kendati, orderannya cukup banyak. Terdiri dari lima loyang piza berukuran besar dan dua sedang. 

Namun, berdasarkan kalkulasi, baik itu dari segi dimensi dan berat, ga terlalu. Ya, bawa piza tujuh tumpuk masih tergolong normal.

Secara, sebagai ojol, saya sering bawa orderan yang lebih besar. Bahkan, jumbo.

Baik makanan atau barang. Khususnya, saat pandemi Covid 19 lalu.

Saat itu, saya ga pantang untuk bawa kulkas dua pintu, tv 40+ inch, AC, guci, lilin raksasa, pot tanah liat, oven, sayur serta daging, dan sebagainya yang mungkin melebihi ketentuan ojol.

Berat? Pasti.

Ukurannya besar? Tentu.

Bisa dipahami mengingat ketika itu, pilihannya hanya dua:

1. Pulang bawa uang meski orderan antar barangnya besar-besar.

Atau:

2. Idealis, menolak orderan tersebut tapi pulang ke rumah dengan tangan hampa.

Maklum, pada pandemi lalu, perputaran ekonomi melemah akibat serangan virus yang merenggut banyak korban jiwa. Ditambah dengan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).

Semua pun kena imbas. Termasuk, ojol yang masuk dalam sektor jasa informal.

Terlebih, pada tiga bulan awal pandemi, ojol dilarang bawa penumpang. Pada saat yang sama, mayoritas resto dan mal tutup. 

Bahkan, beberapa harus gulung tikar akibat tidak ada pemasukan. Kecuali yang modal besar atau pinggir jalan dan rumahan.

Alhasil, saya dan ribuan ojol lainnya cuma bisa mengharapkan dari layanan antarbarang. Hanya, pasar atau pusat perbelanjaan pakaian, elektronik, listrik,  komputer, hp, dan sebagainya juga banyak yang tutup.

Misalnya, di kawasan Tanah Abang, Asemka, Asemreges, Glodok, Mangga Dua, Senen, hingga Kenari. Yang buka hanya toko-toko atau ruko independen di pinggir jalan.

Itu mengapa, setiap bunyi orderan, tanpa mikir lama, langsung saya cocol. Apa pun itu barangnya, baik berat, besar, hingga jumbo pun, tancap gas!


*       *       *


KECUALI, satu. Yaitu, kue ulang tahun.

Sumpah, sebutuh apa pun saya, sejauh ini masih memegang teguh mengabaikan orderan tersebut. Bukan bermaksud untuk menolak rezeki.

Hanya, saya enggan mengambil risiko. Pendapatan hanya Rp 8.000 hingga maksimal 50.000, tapi berisiko harus ganti rugi mencapai ratusan ribu. 

Sebab, bawanya susah, harus dipegang satu tangan. Kalo taruh di atas jok belakang riskan penyok. 

Saya berkaca pada pengalaman 2019 silam saat baru jadi ojol. Ada rekan driver yang mendapat orderan mengantar kue ulang tahun di toko kawasan Gambir.

Sampai di rumah customer, kue tersebut penyok dikit. Ya, sedikit. 

Alias secuil. Ujungnya. 

Mungkin kepentok. Atau kegeser-geser dalam perjalanan.

Customer itu enggan menerima. Sebab, kue ulang tahun harus sempurna.

Alhasil, rekan ojol itu harus ganti rugi. Nominalnya, sekitar Rp 500.000!

Doi udah lapor ke aplikasi. Namun, pihak aplikator lepas tangan karena sudah risiko ojol.

Akhirnya, driver itu ganti rugi ke customer. Membongkar celengan di rumah.

Harusnya untung malah buntung!

Konon, kue ulang tahunnya itu hingga saya ketemu lagi pertengahan 2024 lalu, katanya masih disimpan di para-para gentengnya.

Alias ga dimakan sama rekan ojol tersebut. Justru, dijadikan monumen baginya agar kapok bawa kue ulang tahun lagi. 

Duh... Saya turut simpati.

Itu mengapa, saya ogah bawa kue ulang tahun. Sejauh ini, masih idealis untuk menolak orderan seperti itu.


*       *       *


"BENTAR ya, pak/bu. Masih antre. Estimasi kata kasirnya 15-30 menitan lagi," ujar saya memberi info.

Tak lupa, saya foto situasi di resto piza ternama itu yang sangat ramai. Baik makan di tempat, bawa pulang, atau via orderan ojol.

"Ga apa-apa mas. Yang penting jangan di-cancel ya. Saya udah capek nunggu dari tadi dibatalin terus. Ada kali lima ojol mem-php."

"Siap, pak/bu. Untuk alamat udah sesuai ya? Komplek Planet Namek, No 18?"

"Iya, betul mas. Sesuai titik di aplikasi. Terima kasih."

Usai sepertanakan nasi, pesanan pun selesai. Lima piza besar dan dua sedang ditumpuk dengan diselimuti plastik yang saya minta dari kasirnya untuk jaga-jaga jika turun hujan. 

Memasuki bulan berakhiran Ber-Ber-Ber memang rawan hujan. Bahkan, bisa tiba-tiba. 

Pagi cerah, siang terik, sore mendung, malam hujan. Kadang drastis, dengan siang yang panas banget, ga lama langsung air mengucur deras. 

Sebagai ojol, tentu saya harus adaptif. Secara, di Indonesia hanya ada dua musim. 

Kalo ga kemarau ya hujan. Itu mengapa, saya selalu membawa peralatan tempur. 

Masing-masing dua helm dan jas hujan untuk saya serta penumpang. Tidak ketinggalan satu dus hair cap untuk customer yang kerap menolak helm dengan alasan bekas dipakai orang lain.


*       *       *


"PERMISI, saya mau antar makanan untuk pak/ibu X," ucap saya di depan pagar rumah bernuansa Mediterania usai memencet bel.

Dari luar tampak megah. Namun, sangat teduh dengan dikelilingi pohon yang rindang.

Duh, dalam hati jadi semangat ingin ngumpulin uang biar bisa kebeli rumah seperti itu. Meski tampak mustahil, mengingat di kawasan elite jantung ibu kota itu, harga rumahnya mencapai puluhan M.

Ya, puluhan milyar!

Mungkin, mayoritas penghuninya old money. Entah itu pengusaha, pejabat aktif, pensiunan jenderal, hingga calon penguasa...

Kawasan itu masuk kategori hot berdampingan dengan Menteng, Pondok Indah, Kemang, Kebayoran Baru, Pantai Mutiara, PIK, hingga Kelapa Gading. 

"Oh iya, pak. Ini tip dari ibu. Beliau titip dan mengucapkan terima kasih," jawab ibu-ibu yang menyapu di halaman memberi sesuatu saat saya sedang membuka ikatan piza di jok motor.

"Semua bu? Banyak banget. Ga salah?"

"Iya, dari ibu X. Katanya buat ganti udah nunggu lama pesanan piza."

"Terima kasih ya bu."

Saya merasa terbang ke langit ketujuh. Wow!

Maklum, tipnya dua lembar merah. Alias, 10 kali lipat ongkos di aplikasi.

Sebagai ojol, tentu saya girang. Banget malah. 

Di kolong langit ini, siapa sih yang ga demen duit? 

He... He... He...

Hanya, saat sedang melepas tali terakhir yang mengikat piza, tiba-tiba dari dalam muncul wanita yang memandang saya. Tatapannya tampak ganjil.

"Mas, ini pizanya ditaruh belakang ya?"

"Iya, ka."

"Kenapa taruh belakang?"

"Memang seperti ini biasanya, ka..."

Entah kenapa, jawaban yang terlontar ini, saya merasa aneh. Padahal, memang kalo bawa piza taruhnya di jok belakang.

Namun, kali ini beda. Saya pun bingung mencerna ucapan dari customer ini.

"Saya X yang pesan piza ini. Harusnya jangan ditaruh belakang dong. Ini kan makanan? Tidak pantas ditaruh di belakang bokong."

Sontak, bulir-bulir keringat sebesar biji jagung pun berebutan meluncur deras dari dahi saya. Sumpah, saat itu saya berasa jadi terdakwa yang mendapat vonis berat di hadapan hakim tanpa tahu salahnya apa.

"Maaf, ka. Biasanya kami, para ojol membawa piza memang ditaruh di jok belakang," jawab saya dengan gamang.

"Jangan dibiasain ya mas. Ini makanan. Ga pantas dipantatin."

"I... Iya, ka. Maaf ya," lanjut saya masih keheranan di depan wanita sekitar 30-40 tahunan ini. 

Serius, saat itu saya bingung. Jawab apa pun pasti salah. 

Padahal, saya dan ribuan ojol lainnya, kalo bawa piza memang taruh belakang jok. Ga mungkin ditenteng pakai tangan kiri sambil menjalankan motor. 

Kan bahaya. Apalagi kalo orderannya banyak seperti yang saya alami dengan lima loyang besar dan dua sedang.

Beda cerita jika memesan langsung via resto. Alias, bukan lewat aplikasi ojol.

Mayoritas resto piza atau fastfood punya motor sendiri yang dibelakang jok diberi box berukuran besar. 

Sementara, kalo ojol ya seperti itu. Diikat dengan tali di jok belakang.

Ga mungkin kami, para ojol turut menyematkan box besar di motor. Secara, selain makanan dan barang, saya juga biasa membawa penumpang.

Bisa-bisa ntar mau duduk di mana penumpangnya?


*       *       *


CUSTOMER itu menarik napas panjang. Lalu, masuk ke dalam.

Sementara, saya dan ibu yang selesai menyapu itu pun terdiam. Kami sama-sama jadi patung.

Mungkin, ibu itu udah tahu kalo ojol bawa piza memang taruh di belakang jok. Sementara, customer menyangka ojol seperti kurir dari resto piza yang motornya ada box besar.

Ya, ga salah sih. Meski aneh.

Usai memberikan piza kepada ibu tersebut yang entah itu keluarga atau siapa, saya pun pamit. Tak lupa, mengucapkan terima kasih atas tip dari customer yang sangat besar dan minta maaf atas insiden itu.

Di jalan, saya benar-benar ga konsentrasi. Saya langsung non aktifkan aplikasi. 

Cari tempat neduh di emperan ruko kosong. Nyender sejenak untuk menenangkan pikiran.

Saya merekonstruksi percakapan dengan customer tadi. Masih mikir apa yang salah.

Hanya, salahnya dimana? Hingga tegukan terakhir kopi hitam, saya masih belum tahu apa kesalahan menaruh piza di belakang jok motor.

Saya pun bergegas untuk cari orderan lagi. Bagaimana pun, hidup harus terus berjalan.

Sempat khawatir jika customer kasih rating buruk. Misal, bintang satu akibat pelayanan ojol kurang memuaskan.

Bahkan, laporan langsung ke aplikator. Ini bisa jadi preseden buruk dalam karier saya sebagai ojol.

Namun, saya kuatkan hati. Ga mungkin juga pihak aplikator menelan mentah-mentah laporan customer.

Secara, saya bukan merusak atau menggelapkan makanan. Melainkan, sebatas menaruhnya di jok belakang yang memang sudah lumrah dilakukan ojol mana pun.

Beruntung, hingga beberapa purnama berselang sejak orderan tersebut, tidak terjadi apa-apa pada akun di aplikasi ojol saya. Orderan normal.

Pun demikian saat mengantar pesanan piza ke setiap customer lainnya. Biasa saja.

Ga ada yang complain. Memang kalo bawa piza biasanya ditaruh di jok belakang.

Hanya, hingga kini, insiden itu masih membekas. Entah sampai kapan...

@roelly87



*       *       *


- Jakarta, 27 Januari 2025



*       *       *


Artikel Sebelumnya Terkait Customer Ojol


- Dan Terjadi Lagi... Pelecehan Seksual terhadap Ojol (https://www.roelly87.com/2024/08/dan-terjadi-lagi-pelecehan-seksual.html)


- Tidak Ada Toleransi untuk Perokok (https://www.roelly87.com/2024/05/tidak-ada-toleransi-untuk-perokok.html)


- Penumpang Kecebur Got dan Motor Hampir Mogok: Drama Banjir 22 Maret (https://www.roelly87.com/2024/03/penumpang-kecebur-got-dan-motor-hampir.html)


- Terima Kasih, Orang Baik (3) (https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html)


- Tidak Ada Polisi 40%, Ini Alasan Penumpang Enggan Pakai Helm (https://www.roelly87.com/2020/03/tidak-ada-polisi-40-ini-alasan.html)


- Anak Perwira Dijambret di Samping Polda Metro Jaya (https://www.roelly87.com/2024/03/anak-perwira-dijambret-di-samping-polda.html)


- Sisi Lain Konser Coldplay: Mistik, Sedih, Haru, dan Bahagia (https://www.roelly87.com/2023/11/sisi-lain-konser-coldplay-mistik-sedih.html)


- Menara Kadin yang Memanusiakan Manusia (https://www.roelly87.com/2023/11/menara-kadin-yang-memanusiakan-manusia.html)


- Ditolak Ojol: Bertepuk Sebelah Tangan (https://www.roelly87.com/2023/05/ditolak-ojol-bertepuk-sebelah-tangan.html)


- BlackPink di Mata Ojol (https://www.roelly87.com/2023/03/blackpink-di-mata-ojol.html)


- Risiko Ojol Antar Makanan pada Dini Hari (https://www.roelly87.com/2023/02/risiko-ojol-antar-makanan-pada-dini-hari.html)


- Karena Customer adalah Raja (https://www.roelly87.com/2022/01/karena-customer-adalah-raja.html)


- Di Suatu Desa dengan Penumpang Random (https://www.roelly87.com/2021/10/di-suatu-desa-dengan-penumpang-random.html)


- Sebuah Kisah Klasik yang Tak Berujung (https://www.roelly87.com/2021/06/sebuah-kisah-klasik-yang-tak-berujung.html)


- Kompromi dengan Keadaan (https://www.roelly87.com/2021/03/kompromi-dengan-keadaan.html)


- Orderan pada Malam yang Ganjil (https://www.roelly87.com/2020/11/orderan-pada-malam-yang-ganjil.html)


Jumat, 17 Januari 2025

Bukan Bundaran HI, harusnya Monumen Selamat Datang

Bukan Bundaran HI, harusnya Monumen Selamat Datang


Stasiun MRT Bundaran HI Bank DKI
(@roelly87)

BUNDARAN Hotel Indonesia (HI) merupakan tempat atau kawasan yang paling populer. Tidak hanya di Jakarta saja, melainkan hingga penjuru Tanah Air.

Bundaran HI bersanding dengan Monumen Nasional (Monas), Jembatan Semanggi, dan Wisma BNI 46. Keempatnya jadi icon Jakarta dan Indonesia pada era modern.

Beberapa alasannya:

- Monas: Lambang kota Jakarta, tempat rekreasi seluruh lapisan masyarakat, wisata edukasi di dalam bangunannya. (Artikel terkait: https://www.roelly87.com/2017/08/count-down-asian-games-2018.html)

- Bundaran HI: Tempat ngumpul masyarakat, baik saat beraktivitas dalam Hari Tanpa Kendaraan Bermotor, merayakan momen spesial seperti Malam Tahun Baru, hingga menyuarakan aspirasi.

- Jembatan Semanggi: Simpang paling popuper di Tanah Air, penunjuk arah bagi pengendara dari luar Jakarta untuk mencapai lokasi.

- Wisma BNI 46: Gedung paling ikonik di penjuru nusantara. Meski tidak lagi menyandang status bangunan tertinggi di Indonesia, tapi Wisma BNI 46 lebih populer karena bentuknya yang ga sekadar kotak dibanding gedung lainnya.

(Artikel terkait: https://www.kompasiana.com/roelly87/5509ef87a333116c7b2e3b97/menelusuri-jejak-7-patung-bersejarah-di-jakarta?page=all#sectionall)

Kalo di luar negeri, seperti Menara Eiffel di Paris, Prancis, Patung Liberty (New York, Amerika Serikat), Big Ben (London, Britania Raya), hingga Menara Kembar Petronas (Kuala Lumpur, Malaysia).

Sebagai ojek online (ojol), bagi saya Bundaran HI merupakan kawasan yang menarik. Alasannya, tentu karena di area ini banyak orderan.

Baik itu antar penumpang, makanan hingga paket atau barang. Itu karena di kawasan ini terdapat beberapa pusat perbelanjaan ternama, berbagai gedung perkantoran baik pemerintah maupun swasta, hingga ruang singgah untuk naik atau turun angkutan umum.

Itu meliputi Stasiun Moda Raya Terpadu Jakarta (MRT) dan Halte Bus Raya Terpadu (BRT) Transjakarta. Tak jauh dari kawasan ini, kurang dari satu kilometer arah selatan, ada zona integrasi transportasi publik Dukuh Atas. 

Yaitu, Stasiun Sudirman Baru yang melayani Commuter Line serta Kereta Ekspres Bandara Soekarno-Hatta, dan Stasiun Lintas Rel Terpadu Jabodebek (LRT).

(Artikel terkait: https://www.roelly87.com/2017/08/ubahjakarta-mrt-jakarta-bekerja-bersama.html)

Nah, terkait Bundaran HI, posisinya yang strategis dan sangat potensial membuat dua perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) turut memberikan Exclusive Naming Right. Yaitu, hak penamaan eksklusif yang dijual kepada perusahaan, baik swasta, BUMD  atau BUMN. 

Dimulai pada 2023 lalu dengan PT Transportasi Jakarta memberikannya kepada PT Astra Internasional untuk halte ikonik di Jalan M.H. Thamrin, tersebut. Alhasil, tempat naik dan turun penumpang itu bertambah namanya jadi Halte Bundaran HI Astra.

Setahun berselang, PT MRT Jakarta memberikan Exclusive Naming Right kepada Bank DKI. Kini namanya jadi Stasiun MRT Bundaran HI Bank DKI.

Sebelumnya, Bank DKI juga bekerja sama dengan PT Transportasi Jakarta terkait hak penamaan ekslusif. Yaitu menjadi Halte Senayan Bank DKI yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman.

Di sisi lain, Astra sudah lebih dulu bermitra dengan PT MRT Jakarta untuk Exclusive Naming Right. Yaitu, Stasiun MRT Setiabudi Astra yang diumumkan 2019 silam bersama tiga perusahaan lainnya.

Nah, terkait pemberian hak nama eksklusif untuk halte dan stasiun di Bundaran HI, ini bagi saya sangat membingungkan. Sebab, ini seperti suatu brand atau merek ditimpa brand.

Itu karena HI merupakan akronim Hotel Indonesia. Penginapan bintang lima yang masuk kategori cagar budaya karena sudah dibuka sejak 1962 silam.

Pada 2009 lalu, namanya berganti jadi Hotel Indonesia Kempinski Jakarta yang dikelola PT Djarum dengan mengajak Kempinski, perusahaan jaringan hotel mewah asal Swiss.

Jadi, apa korelasinya?

Yupz, saya menulis artikel ini berawal dari info di Twitter (X) pada 5 Oktober lalu. 

-Btw, saya lebih enak nulisnya twitter ketimbang X apalah gitu-

Tepatnya, saat akun TXT Transportasi Umum mencuit, "MRT Jakarta : Stasiun Bundaran HI Bank DKI ✅".

Saya pun turut nimbrung dengan komentar, "kenapa ga Stasiun Tugu Selamat Datang Bank DKI ya? lebih resmi. secara, meski lebih populer, tapi Bundaran HI kan merek/brand, kesannya aneh, udah nama hotel + bank..." (Sumber: https://x.com/roelly87/status/1842649320853803345?t=2qBtTG1_VH9PkAXXp3LGTw&s=19)

Dalam tautannya, ternyata ada beberapa warganet yang turut mempertanyakan Exclusive Naming Right tersebut. Ya, branding ditimpa branding. 

Menurut hemat saya, lebih bijak kalau penggunaan kata Bundaran HI dalam hak penamaan eksklusif bisa diganti. Misalnya, jadi Tugu Selamat Datang, Monumen Selamat Datang, Patung Selamat Datang, atau Air Mancur Selamat Datang. 

Toh, nama resmi yang tertulis dalam beberapa laman pemerintah, bukan kata Bundaran HI. Melainkan disematkannya Selamat Datang, baik itu pada tugu, monumen, hingga patung:

- https://badansertifikasikadindkijakarta.or.id/tampil_tips-197-monumen-selamat-datang.html

- https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Tugu_Selamat_Datang

- https://gni.kemdikbud.go.id/pameran-virtual/poros/karya/monumen-selamat-datang

- https://dprd-dkijakartaprov.go.id/20-patung-dan-monumen-cagar-budaya-di-jakarta/

- https://indonesia.go.id/ragam/budaya/politik/sejarah-perjalanan-bekal-bangsa-hadapi-tantangan-zaman

- https://x.com/DKIJakarta/status/1733063114718134320?t=zyLdaf0XtyxHXwJtKyrdMg&s=19

- https://dprd-dkijakartaprov.go.id/beberapa-hal-identik-dengan-kota-jakarta/


*       *       *

Halte BRT Bundaran HI Astra
(@roelly87)


HANYA, mengganti kata Bundaran HI jadi Monumen/Tugu/Patung Selamat Datang dalam hak penamaan eksklusif di stasiun atau halte, tentu bukan perkara mudah. Apalagi, nanti jumlah kata, kalimat, dan pengucapan jadi lebih panjang.

Ga terlalu populer juga dibanding Bundaran HI. Misalnya, Halte Tugu Selamat Datang Astra. Atau, Stasiun Monumen Selamat Datang Bank DKI. 

Juga terkait kontrak yang sudah berlaku antara kedua BUMD tersebut dengan penyewa. Ya, ribet lah, birokrasinya. Pasti itu.

Kalo kata Dominic Toretto, "This is Jakarta!"

#Eaa!

Namun, andai saya sebagai petinggi di Astra atau Bank DKI, tentu akan meminta PT Transportasi Jakarta atau PT MRT Jakarta, untuk memodifikasi penamaan tersebut.

Secara, biaya untuk membeli hak penamaan eksklusif di Stasiun MRT atau Halte Transjakarta, tidak murah. Kontraknya per tahun bisa mencapai miliaran. 

Btw, itu uang semua. Bukan kertas atau daun yang tinggal metik dari pohon.

Secara, ga enak juga udah bayar mahal, tapi branding perusahaan ditimpa merek lain. Hanya, jika Astra dan Bank DKI ga mempermasalahkan, alias legawa, ya sudah.

Setidaknya, saya dan masyarakat lainnya, mungkin merasa agak janggal jika memperhatikan penamaan Halte Transjakarta dan Stasiun MRT yang berada di kawasan Bundaran HI.


- Jakarta, 17 Januari 2025


*       *       *


Sumber Referensi: 

- https://m.antaranews.com/berita/4535426/tiga-halte-transjakarta-sudah-kantongi-hak-penamaan

- https://www.kompas.com/properti/read/2024/10/09/063000721/kini-stasiun-mrt-bundaran-hi-sandang-nama-bank-dki

- https://news.detik.com/berita/d-7433743/kriteria-transj-tempatkan-naming-rights-baru-di-halte-gbk-ramai

 - https://www.tempo.co/ekonomi/empat-perusahaan-dapat-hak-nama-stasiun-mrt-757749



 

Sabtu, 11 Januari 2025

Respek untuk Minimarket yang Memperkerjakan Penyandang Disabilitas

(Cataran Harian Ojol 2025 #1)

Respek untuk Minimarket yang Beri Kesempatan Difabel sebagai Karyawan

Belanja di minimarket bersama anak sepupu
(Foto: Dokumentasi pribasi/@roelly87)



SIANG itu, cuaca cukup sejuk. Semilir angin menambah suasana kian positif. 

Apalagi, Sabtu (11/1), jalanan cukup lenggang. Secara, banyak perusahaan dan kantor pemerintahan yang libur. 

Meski, beberapa sektor tetap menjalankan usaha. Termasuk, saya sebagai ojek online (ojol). 

Pun demikian karyawan di mal, minimarket, bengkel, hingga para pedagang, tetap mencari nafkah. Juga, tak lupa tenaga kesehatan (nakes) yang selalu standby di Puskesmas, Rumah Sakit, Klinik, dan sebagainya.

Saya membonceng anak sepupu untuk mencari cemilan di minimarket. Kebetulan, saya biasa ngojol sore hingga subuh. 

Jadi, siangnya bisa saya gunakan untuk aktivitas lain. Salah satunya, mengajak bocil jalan-jalan dengan sepeda motor. 

Baik beli cemilan di minimarket, beli mainan di pedagang keliling, hingga keliling pasar malam. Ya, aktivitas saya sebagai ojol pada Sabtu, Minggu, dan tanggal merah memang tidak begitu ramai dibanding hari kerja.

Saya pun tiba di minimarket AlfaM*** di Jalan Duri Selatan 1, Tambora, Jakarta Barat. Bocil itu langsung berlari riang menuju deretan rak yang berisi biskuit, ciki, hingga cemilan.

Sementara, saya mengawasinya dari samping. Mengingat minimarket ini tidak begitu luas. Jadi, saya jaga-jaga, agar anak sepupu tidak menyenggol barang yang sedang dipajang. 

Salah satunya, deretan sirup. Ya, mendekati Ramadan 1446 H/2025 yang kemungkinan jatuh akhir Februari ini membuat banyak minimarket sudah mengeluarkan aneka makanan dan minuman untuk menyambut puasa.

Tidak hanya sirup, melainkan biskuit, nastar, hingga kurma pun sudah tersedia. Wah, ga sabar nunggu pengumuman 1 Ramadan nanti saat menyimak sidang Isbat.

Yuhuuu!

"Koko, yang kecil ga ada," ujar anak sepupu sambil menunjuk deretan biskuit kesukaannya. Di rak tersebut, kebetulan hanya tersedia ukuran yang besar.

Saya pun turut mencari di rak sebelah. Juga ga ada untuk biskuit merek *** yang ukuran kecil.

Lalu, saya menuju pramuniaga di depan rak berisi kopi dan teh. Pramuniaga itu kemungkinan lagi cek barang atau apa gitu. 

Terlihat dari tangannya memegang buku kecil dan pena. Saya pun menanyakan ketersesiaan jenis biskuit yang jadi favorit anak sepupu.

Karyawan itu menghampiri ke rak berisi biskuit. Setelah ikut mencari dan mengecek memberi tahu saya bahwa biskuit yang ukuran kecil sedang kosong.

Saya awalnya ga ngeh. Namun, pas pramuniaga itu menjelaskan dengan bahasa isyarat via kedua tangan, saya baru paham.

Ternyata, wanita berhijab biru itu penyandang disabilitas. Terlihat dari nametag di pakaiannya.

Kebetulan, saya sedikit ngerti bahasa isyarat. Secara, saya sering nongkrong dengan rekan-rekan ojol yang juga menyandang disabilitas. (Postingan IG: https://www.instagram.com/p/CdYigTcPbW4/?igsh=Nmd6MXptb2Nwbmg4)

Ya, keterbatasan tidak jadi alasan mereka untuk tetap berusaha. Berbanding terbalik dengan kang parkir liar, pak ogah, hingga anggota ormas, yang memiliki fisik sempurna tapi malas untuk berusaha. 

Sampah!


Baca lagi artikel terkait PARA PEMALAS:

- https://www.roelly87.com/2024/08/psk-dan-gigolo-lebih-mulia-daripada.html

- https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html

- https://www.roelly87.com/2024/04/wabah-pak-ogah-merajalela-polisi-bisa.html

- https://www.roelly87.com/2024/06/polri-ultah-ke-78-maaf-mahkota-kalian.html

- https://www.roelly87.com/2023/07/manusia-lebih-anjing-daripada-anjing.html

- https://www.roelly87.com/2023/10/tentang-pedagang-asongan-di-simpang.html

- https://www.kompasiana.com/roelly87/55091051a33311f6432e3af3/ramadhan-ketika-sang-bos-konveksi-kepusingan-ditagih-thr-pemuda-kampung

- https://www.kompasiana.com/roelly87/54f71562a3331100258b4893/mengusir-pak-ogah-solusi-atau-benci


Di sisi lain, bekerja apa pun profesinya dan di mana saja, tetap dilakoni dengan semangat oleh rekan-rekan ojol difabel ini.

Berkat ngumpul bersama mereka, alhasil, sedikit-sedikit saya lumayan paham untuk komunikasi dengan bahasa isyarat. Pun demikian yang saya lakukan dengan pramuniaga minimarket ini.

Saya dengan khidmat menyimak keterangan yang disampaikan beliau terkait ada beberapa biskuit kemasan kecil, tapi beda merek dari yang diinginkan anak sepupu. Saya pun mengiyakan.

Lalu, mengucapkan terima kasih atas informasinya. Pramuniaga itu pun membalas dengan penuh simpatik.

Saat pembayaran, saya bertanya ke kasir terkait keberadaan karyawan penyandang disabilitas di minimarket ini. Ternyata, jawabannnya membuat saya kaget hingga sangat respek dengan perusahaan tersebut.

Pasalnya, kata sang kasir, minimarket itu sudah dua tahun lebih memperkerjakan beberapa penyandang disabilitas. Salut banget.

Kebetulan, saya tidak terlalu sering pergi ke minikarket. Paling kalo ajak anak sepupu aja.

Atau, jika sendiri saat beli keperluan mandi seperti pencukur jenggot, shampo botolan, hingga kopi bubuk yang dilakukan beberapa bulan sekali. Jadi, saya ga terlalu memperhatikan keberadaan karyawan penyandang disabilitas di minimarket itu.

Ya, intinya salut dengan setiap perusahaan yang memperkerjakan rekan-rekan difabel. Apa pun itu unit usahanya, baik perkantoran, minimarket, restoran, dan sebagainya.

Sebab, bagaimana pun, penyandang disabilitas itu sama seperti kita-kita. Mereka punya hak dan tanggung jawab yang serupa di penjuru Tanah Air.

Ya, kekurangan bukan jadi penghalang bagi mereka untuk berusaha. Semoga ke depannya, apa yang dilakukan minimarket seperti AlfaM***, IndoM****, hingga supermarket lainnya bisa menambah lagi kesempatan kerja untuk rekan-rekan difabel.

Aamiin!


- Jakarta, 11 Januari 2025