TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Agustus 2024

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Minggu, 25 Agustus 2024

Anies adalah Liu Bei, Mega = Sun Quan, dan Jokowi = Cao Cao?


Anies adalah Liu Bei, Mega = Sun Quan, dan Jokowi = Cao Cao?




Anies Baswedan dan jajaran menteri 
mendampingi Presiden Jokowi saat
mengecek kesiapan Wisma Atlet
jelang Asian Games 2018
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


DI kolong langit ini, ga ada kawan sejati atau musuh abadi. Yang ada, hanyalah kepentingan abadi.

Demikian adagium terkait situasi politik di dunia, termasuk di Indonesia. Ya, hari ini kawan, besok pecah kongsi jadi lawan.

Akrobatik politikus yang khas. Sisakan ruang ketidakpercayaan kepada mereka yang berpolitik.

Itu yang saya selalu tekankan dalam sanubari. Bisa dipahami mengingat saya merupakan penggemar Prabowo Subianto sejak 2008 silam.

Alias, sudah empat kali Pemilihan Umum (Pemilu) mencoblosnya. Saat jadi wakil Megawati Soekarnoputri pada 2009 hingga beruntun sebagai calon presiden 2014, 2019, 2024.

Itu mengapa, saya ga kaget ketika 10 tahun silam, Prabowo pecah kongsi dengan Mega yang mengusung Joko Widodo (Jokowi).

Biasa aja.

Siapa pun pemimpin negeri ini, toh saya cari uang sendiri. Ga dikasih pemerintah seperti para buzzer. 

Alhasil, Prabowo menang oke. Kalah pun, b aja.

2019, Prabowo rekonsiliasi jadi Menteri Pertahanan (Menhan) di Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Jokowi.

Keduanya pun kian akrab. Mungkin karena sama-sama punya kepentingan.

Terbukti, empat tahun berselang, Prabowo menggandeng putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming untuk mendaftar Pemilu 2024.

Keduanya diusung mayoritas partai dengan nama Koalisi Indonesia Maju. Dua rivalnya adalah, Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Hasil pemungutan suara yang berlangsung pada 14 Februari lalu itu pun dimenangkan Prabowo-Gibran. Sisanya adalah sejarah.

Selesai?

Oh, tentu tidak.

Ibarat makanan, Pilpres 2024 hanya hidangan pembuka. Masih ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang berlangsung November mendatang.

Kali ini, giliran Anies yang jadi sorotan utama.

Sabar ya, artikel ini sangat panjang. Aslinya berjumlah 8.000 kata lebih yang ditulis sejak dua pekan lalu sebelum akhirnya dipangkas drastis karena satu hal dan lainnya. 

Anda bisa skip jika tulisan ini ga berbobot.


*       *       *


JIKA dianalogikan dalam Kisah Kisah Tiga Negara (Samkok/Romance of the Three Kingdoms), Anies adalah Liu Bei. Penjual kasut yang akhirnya jadi Kaisar Negara Shu pada pengujung Dinasti Han.

Btw, yang jadi Cao Cao siapa? Prabowo gitu? Terus, Sun Quan = Mega?

Saya pernah mengulasnya tahun lalu jelang pendaftaran capres-cawapres yang dikaitkan dengan Samkok berjudul, Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit (https://www.roelly87.com/2023/09/prabowo-sang-penculik-yang-berharap.html).

Anies ini benar-benar mirip Liu Bei atau Lauw Pi dalam novel jadul dengan bahasa Hokkian yang dulu saya baca.

Liu Bei sangat populer di kalangan rakyat jelata meski tidak punya wilayah kekuasaan dan mengandalkan pamor sebagai kerabat jauh kaisar. Namun punya jenderal tangguh seperti Guan Yu, Zhang Fei, Zhao Yun, Ma Chao, dan Huang Zhong.

Juga penasihat handal meliputi Zhuge Liang, Xu Shu, Pang Tong, dan Fa Zheng.

Pun demikian dengan Anies yang ingin ikut kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024. Pria kelahiran 7 Mei 1969 ini tidak punya partai.

Sikapnya tegas sebagai independen yang dibuktikan pada dua konstestasi sebelumnya. Pilgub 2017 diusung Gerindra dan PKS serta Pilpres 2024 didukung Nasdem, PKS, PKB, dan Partai Ummat.

Meski tidak punya partai, Anies tetap paling diunggulkan dalam Pilgub 2024. Itu berkat jenderal-jenderal tangguh serta penasihat handal layaknya Liu Bei.

Mulai dari Sudirman Said, Tom Lembong, Said Didu, hingga gerakan relawan. Di media sosial ramai sejak Pilpres yang bertahan hingga kini dengan diinisiasi Humanies Project, Ubah Bareng, Olppaemi Project, Anies Bubble, dan lainnya.

Sejauh ini, gerakan yang diawali di Twitter tergolong sukses. Bahkan pada turun langsung untuk mengawal massa saat Unjuk Rasa RUU Pilkada 2024 sejak Kamis (22/8).

Kendati saya ga memilihnya di Pilpres lalu, ada kemungkinan saya akan mencoblosnya pada Pilgub ini seperti pada 2017 silam.

Namun, syarat dan ketentuan berlaku.

Eaa!


*       *       *


PILGUB Jakarta 2024 berlangsung 27 November mendatang. Namun, sejak awal bulan ini keriuhannya sudah berlangsung.

Itu terkait para calon yang akan mengikuti kontestasi sebagai pemimpin Jakarta dalam lima tahun ke depan. Sejauh ini ada dua.

Pertama, pasangan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Lalu, Ridwan Kamil-Suswono yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

Nah, lho. Terus, Anies?

Sabar, ya. Artikel ini belum selesai. Masih panjang.

Seperti yang saya kaitkan dengan Liu Bei pada awal artikel, Anies tidak memiliki partai. Padahal, pendaftaran tinggal menghitung detik, pada 27-29 Agustus ini.

Sebelumnya, Anies ada kemungkinan diusung PKS, Nasdem, dan PKB. Namun, ketiga partai itu terlalu pragmatis hingga menyeberang ke KIM. 

Ironis sih.

Praktis, satu-satunya harapan ada pada PDI Perjuangan. Kemarin, Sabtu (24/8), Anies sudah mendatangi Kantor DPP PDIP Jakarta yang disambut sangat meriah. 

Namun, dalam partai berlogo banteng itu, hierarkinya ada pada Mega sebagai ketua umum yang memegang keputusan utama. Mirisnya, Presiden ke-5 RI itu dengan tegas belum menerima Anies saat memberi arahan calon kepala daerah, Kamis (22/8).

Bahkan, Mega memberi syarat, jika bersedia, Anies harus nurut untuk jadi kader partainya. Tentu, putri Proklamator RI itu enggan dikhianati lagi seperti yang sudah dilakukan Jokowi.

Pada saat yang sama, Anies menjawab diplomatis. Kalimat bersayap yang jadi ciri khasnya.

Waduh, bingung kan.

Ya, namanya politik, tentu ga ada hitam dan putih. Semuanya abu-abu.

Seperti Liu Bei yang menghamba pada banyak warlord sebelum mendirikan Shu Han. Mulai dari He Jin, Gongsun Zan, Cao Cao, Yuan Shao, Liu Biao, hingga Liu Zhang. Dalam periode itu, Liu Bei juga berkongsi dengan Lu Bu dan tentu Sun Quan.

Bagaimana dengan Anies? Doi ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat 2013 besutan Susilo Bambang Yudhoyono yang menempati urutan kedua di bawah Dahlan Iskan. 

Setahun berselang, Anies jadi juru bicara tim kampanye Jokowi-Jusuf Kalla. Kemahirannya berorasi dan menulis naskah pidato membuatnya berujung diberi mandat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Kaninet Kerja 2014.

Sayangnya, bulan madu dengan Jokowi tergolong singkat. Sebab, kurang dari dua tahun, Anies di-reshuffle.

Hebatnya, -sama seperti Liu Bei yang jatuh bangun- Anies langsung dekat dengan Prabowo. Diusunglah sebagai Gubernur Jakarta 2017 bersama Sandiaga Uno yang sukses mengalahkan wakil PDIP, Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

Jelang tugasnya rampung sebagai Gubernur Jakarta, Anies langsung diusung Ketua Nasdem Surya Paloh untuk mengikuti Pilpres 2024. Awalnya, ramai diberitakan Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono bakal digaet jadi wakil yang sayangnya tidak bertahan lama akibat pecah kongsi.

Anies pun dijodohkan dengan Ketua PKB Muhaimin. 

Kalau disimak secara intens, kisah perjalanan Anies mirip Liu Bei versi novel. Ha... Ha... Ha... Serius!

Faktanya, Liu Bei pernah jadi bawahan Cao Cao. Juga bersekutu dengan Sun Quan. Pada akhirnya, keduanya dilawan Liu Bei hingga membuat Cina terbagi dalam tiga negara yang saling berperang: Shu vs Wei vs Wu.

Saat ini, situasi Anies ibarat Liu Bei yang lari dari kejaran Cao Cao usai pembakaran Jembatan Changban. Ini analogi aja. YTTA!

Anies melirik Mega. Pada saat yang sama, Mega pun sebenarnya ingin menggaetnya. Namun, trauma dikhianati Jokowi dan keluarganya masih membekas hingga harus menyertakan syarat.

Maklum, PDIP yang mengusung Jokowi sejak jadi Walikota Solo pada 2005, Gubernur Jakarta 2012, dan Presiden 2014. Win rate-nya 100%! Dua kali Pilwakot, Sekali Pilgub, dan dua kali Pilpres.

Pun demikian dengan anak dan mantunya yang diusung PDIP sebagai walikota Solo dan Medan. 

Namun, pada akhirnya Jokowi berpaling. Itu yang membuat Mega jadi kesal yang mungkin melebihi kekesalannya saat ditikung SBY pada Pilpres 2004.

Ga heran jika Mega mensyaratkan Anies untuk jadi kader PDIP dan harus nurut. Sebab, Anies yang mengalahkan jagoan PDIP pada Pilgub 2017, Ahok-Jarot.

Permainan tingkat tinggi nih. Namun, jadi ingat pernyataan Don Vito Corleone, "Gue bakal memberi doi tawaran yang ga bisa ditolak."

Nah, kalimat tersebut siapa yang lontarkan? Tentu saja Anies kepada Mega.

Keduanya simbiosis-mutualis. Saling ingin ambil untung dari kongsi ini.

Jangan lupa, keduanya memiliki musuh yang sama: Jokowi.

Anies ingin didukung PDIP di Pilgub Jakarta 2024. Tujuannya, jelas untuk tiket Pilpres 2029. 

Ambisius? Ga, lah. 

Normal sebagai rakyat bercita-cita jadi presiden. Toh, Prabowo aja sampe ikut empat pemilu!

Kursi gubernur punya daya tarik tersendiri. Sekaligus, nilai tawar jika Prabowo berhasil dalam kepemimpinannya lima tahun mendatang dan siap melanjutkan pada 2029 dengan Anies sebagai wakil.

Masa depan, ga ada yang tahu. Bukan mustahil, ke depannya Anies akan mendekat lagi dengan Prabowo.

Sekali lagi, ga ada yang hitam atau putih dalam politik. Melainkan, abu-abu.

Bagaimana dengan Mega? Tentu, ibu dari Ketua DPR Puan Maharani ini ingin memutus hegemoni KIM yang disokong Jokowi dan Prabowo.

Terlebih, hubungan Mega dan Prabowo tidak ada masalah. Seenggaknya, hingga kini.

Bisa dilihat dari komentar kader PDIP kepada Prabowo yang mayoritas positif. Apalagi, Mega punya hubungan masa lalu saat menjadikan 08 sebagai wakil dalam Pilpres 2009.

Beda cerita dengan Jokowi. Mungkin, Mega sulit memaafkannya. 

Kadar kesalahan ayah Kaesang Pangarep ini di mata Mega mungkin lebih besar dibanding SBY. Maklum, Mega yang mengangkat Jokowi dari sekadar tukang kayu hingga jadi orang nomor satu di negeri ini.

Mega juga butuh Anies untuk menaikkan elektabilitas PDIP yang turun di Jakarta. Sekaligus menjaga demokrasi dengan partainya turut berpartisipasi di Pilgub 2024.

Tentu, Mega enggan PDIP yang jadi pemenang Pemilu 2024 hanya jadi penonton di Jakarta. Apalagi, jika RK-Sus yang diusung KIM menang.

Ga bisa dibayangkan.

Itu mengapa, saya percaya Mega akan menurunkan egonya. Bersedia menyambut Anies untuk sama-sama melawan Jokowi.

Toh, pepatah mengatakan, musuh dari musuhku adalah teman. 

Jika kolaborasi ini terwujud, sama seperti Sun Quan yang mengulurkan tangan kepada Liu Bei usai dikejar Cao Cao.

Bahkan, mereka pun sukses menang besar dalam pertempuran Tebing Merah. Memaksa Cao Cao untuk kembali ke Xu Chang, ibu kota Dinasti Han saat itu.

Sekaligus, merebut Jingzhou yang sebelumnya dikuasai Cao Cao usai mengusir penerus Liu Biao.

Apakah ini sinyal Anies yang diusung PDIP bakal menang Pilgub 2024?

Terlalu dini untuk melakulan cocoklogi. Toh, sejarah tidak selalu berulang. Apalagi, mengaitkan peristiwa Samkok pada abad ketiga yang berusia lebih dari 2000 tahun dengan sekarang.

Btw, tulisan ini sekadar iseng ya. Menyalurkan hobi sebagai bloger sejak 2009 silam. Ga ada maksud lain. Saya memang penggemar Prabowo, tapi ga goblok untuk jadi buzzer rezim.

Hanya, sejarah selalu memiliki pola. Ga harus sama, tapi pattern-nya bisa identik bak siklus.

Setelah mengusir Cao Cao, tentu Liu Bei dan Sun Quan paham. Di langit tidak ada dua matahari. Dalam negara tidak ada dua pemimpin.

Dengan taktik Zhuge Liang dibantu pergerakan Zhao Yun, akhirnya Jingzhou direbut Liu Bei. 

Sun Quan dapat apa? 

Ya, cuma dapat hikmahnya.

Alih-alih untung, justru mereka gagal mengambil Jingzhou yang diincar sejak lama. Jenderal Utama Wu Zhou Yu dan Lu Su berulangkali mencoba merebutnya. Namun, lagi-lagi gagal akibat kepiawaian Zhuge Liang.

Andai menyadari sejak awal, mungkin Sun Quan bakal membiarkan Liu Bei sebagai gelandangan politik yang bakal dicaplok Cao Cao.

Mungkin.

Mungkin, lho.

Btw, apakah ini berarti andai berhasil jadi gubernur dalam lima tahun ke depan yang diusung PDIP,  justru Anies bakal mencampakkannya demi tiket Pilpres 2029? 

Bisa ya, bisa nggak. Toh, kita bisa menggunduli bukit untuk membuka tambang, mengeksploitasi lautan demi mendapatkan minyak dan gas, tapi menebak hati orang, sangat sulit.

Saya enggan membayangkan andai nanti Mega kembali dikhianati. Begitu juga reaksi kader PDIP.


*       *       *


EPILOG, Liu Bei berhasil mendirikan Shu usai mengudeta senyap Liu Zhang. Sayangnya, masa baktinya sebagai kaisar tergolong singkat.

Liu Bei meninggal usai kekalahan dari Wu pada misi untuk membalaskan kematian Guan Yu dan Zhang Fei. Dalam pertempuran Yiling, mayoritas dari ratusan ribu pasukannya habis akibat taktik Lu Xun.

Yaitu, Jenderal Utama Wu yang masih muda tapi berhasil jadi suksesor Lu Meng, Lu Su, dan Zhou Yu.

Btw, PDIP juga ga kalah dengan Wu yang selalu sukses memunculkan jenderal hebat. Bagi saya, PDIP dan PKS merupakan dua partai yang menerapkan kaderisasi hebat. 

Jauh mengungguli Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB apalagi PAN. 

Terkait Pilgub 2024 ini, saya pribadi sejak dulu ga pernah golput. Jadi, akan memilih demi menjalankan amanat sebagai rakyat yang punya hak suara.

Pilihan utama saya BTP. Jika Mega mampu menduetkan pria yang akrab disapa Ahok itu dengan Anies, tentu saya akan All-in. 

Bagi saya, keduanya sudah teruji. Saya pemilih Jokowi-Ahok 2012 dan Anies-Sandi 2017.

Jika Anies saja dengan salah satu kader PDIP, saya akan cek ombak. Secara, Jakarta butuh pemimpin yang benar-benar bisa kerja.

Saya harap, PDIP mampu menduetkan kader terbaiknya kepada Anies. Agar Pilgub 2024 ini sesuai demokrasi ketimbang harus memilih RK-Sus versus kotak kosong.

Terkait Anies mengincar tiket Pilpres 2029, itu soal lain.***


*       *       *

- Jakarta, 25 Agustus 2024


*       *       *


Artikel Terkait Politik: 


- Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan

- Dhani, Rizieq, dan Ahok Bersatu demi Indonesia

- 9 Naga dan 3 Capres

- Prabowo dan Kedaulatan Selera

- Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah

- Prabowo Kembali ke Setelan Pabrik

- Brigitte Lin Ching-hsia yang Memesona

- Palagan Pamungkas Prabowo: Menyelami Hati, Pikiran...

- Manusia Lebih Anjing daripada Anjing

- Di Bandung, Jokowi Kalah Populer Dibanding Ridwan Kamil

- Jokowi, Sang Gubernur Gaul

- Soe Hok Gie: Prabowo Cerdas tapi Naif





...

Rabu, 21 Agustus 2024

Dan Terjadi Lagi... Pelecehan Seksual terhadap Ojol


Dan Terjadi Lagi... Pelecehan Seksual terhadap Ojol

Laporan ke aplikasi Gojek terkait
pelecehan seksual dari customer




PELECEHAN Seksual bisa menimpa siapa saja. Baik wanita maupun pria.

Dapat terjadi di mana saja dan kapan pun. Juga terkait profesi.

Baik yang kerja di kantoran, pabrik, restoran, hiburan, dunia malam, hingga pemerintahan. Pun demikian dengan pekerja lepas seperti ojek online (ojol) atau kurir paket.

Teranyar, dialami saya. Ini bukan yang pertama.

Melainkan, sudah berulang kali sejak saya jadi ojol pada 2019 silam (https://www.instagram.com/p/CHV-PwNLo_2/?igsh=MXYzdm92czM3bXFkMw==). Pelakunya, tentu pria juga.

Padahal, saya pun laki-laki.

Aneh.

Mau bingung, tapi ya ini bisa terjadi terhadap siapa saja. 


*       *       *


MALAM itu, cuaca sangat cerah. Usai mengantarkan paket dari kawasan Margonda, Depok ke Tebet, Jakarta Selatan, saya pun singgah sejenak di SPBU Jalan Rasuna Said.

Tujuannya, jelas. Isi bensin.

Sembari melempangkan kaki yang lumayan pegal akibat perjalanan hampir 22 km yang menempuh durasi setengah jam. Tak lupa, memesan kopi hitam di seberang Stasiun LRT Kuningan untuk menghilangkan kantuk.

Usai istirahat dan cuci muka di SPBU yang toiletnya benar-benar gratis, saya pun bergegas kembali ke barat. Bukan untuk mencari kitab suci bersama Sun Go Kong, Ciu Patkai, dan rombongan lainnya.

Melainkan, untuk pulang mengingat saat itu jelang pergantian hari. Hanya, saat lewat Jalan Satrio, hp saya berbunyi tanda orderan masuk.

Jemputnya di club seberang Ciputra World. Tujuannya, tempat hiburan di Pancoran dengan jarak kurang dari 4 km.

Dekat ini mah.

Saya pun siap ambil orderan itu.

Beda cerita kalo jaraknya jauh. Misal, ke Bekasi, Cilincing, atau Depok (lagi). 

Pasti saya cancel.

Secara, sudah lelah setelah bermacet ria sejak siang. 

Diiringi hiburan melihat keramaian di media sosial terkait Pilkada dan selingkuhnya selebgram.

Ha... Ha... Ha... Ga penting amat tuh berita. Namun, ga dilihat juga tetap berseliweran di timeline.

Jangan-jangan, konspirasi? Pengalihan isu Keputusan Mahkamah Keluarga eh, Mahkamah Konstitusi?

Entahlah.

Hidup saya udah terlalu berat, ogah ditambah dengan drama picisan tersebut.

Lanjut...


*       *       *


CUSTOMER ini pria. Masih muda. Usia ga jauh beda.

Tampak normal. Ga ada yang aneh.

Cuma, ogah pake helm dan minta buru-buru aja. Ga masalah. Tancap gas 

Namun, pas masuk Jalan Guru Mughni, ketika motor yang saya lajukan standar, kok tangannya memegang erat pinggang saya. Ga lama, meluk.

Anjir.

Dan, terjadi lagi...

"Bro, tangan lo lepas," ujar saya dengan nada sopan.

"Iya, bang," customer itu menjawab sambil ketawa.

Lanjut.

Jelang pertigaan Mughni-Jalan Perintis arah Mega Kuningan, kembali penumpang itu tangannya hendak memeluk. Saya rem mendadak.

Kebetulan, saat itu jalanan sepi. Saya pinggirkan motor.

"Bro, tangan lo diam ya. Sekali lagi, tangan lo 'piknik', gw hajar!" saya memberi ultimatum.

Setelah peringatan di awal dengan sopan ga mempan, ya terpaksa dikeraskan. Kalo ga, nantinya bisa ngelunjak.

"Iya, bang. Maaf ya. Ga lagi," penumpang itu mengungkapkan.

"Inget ya, kalo lo 'gerilya' lagi, bukan mulut gw yang bicara. Namun, ini," saya menunjukkan kepalan tangan yang siap untuk digunakan sebagai mestinya.

"I... Iya, bang. Maaf ya. Sekali lagi, maaf."

...

Customer itu kembali mengucapkan maaf ketika sudah di lokasi. Saya bilang, jangan diulangin lagi saat naik ojol. Bisa fatal.

Mending kalo ojolnya sabar, seperti saya. Kalo ojolnya temperamental? Bisa dihajar sampai babak belur!

Customer itu pun mengangguk. Masuk ke lokasi dengan tertunduk.

Saya?

Tentu, masih kesal. Namun, ya berusaha untuk kepala dingin.

Secara, ga bagus juga mengedepankan emosi. Bisa panjang urusannya.

Kendati, ini bukan yang pertama. Entah sudah berapa kali saya jadi korban.

Contohnya, pada 9 November 2020 silam. Saat masih pandemi. Hanya, pelecehan seksual ga mandang waktu. 

Saat itu saya sudah lapor ke Gojek yang merupakan mitra aplikasi. Namun, ya begitu.

Tadi pun, tak lama usai kejadian, saya lapor lewat fitur di aplikasi. Hanya, jawaban Gojek sekadar formalitas.

Sejauh ini ga pernah ada tindak lanjut dari laporan yang saya lakukan. Makanya, kadang malas juga.

Beda situasi kalo customer yang jadi korban. Gojek atau aplikasi lain pasti gercep.

Alias, gerak cepat mem-PM (putus mitra) ojolnya. Gini amat nasib jadi mitra rasa karyawan? :)


*       *       *


KAMUS Besar Bahasa Indonesia (KBBI) versi daring mengartikan pelecehan seksual sebagai, "pelanggaran batasan seksual orang lain atau norma perilaku seksual".

Saya masih bingung dengan maksudnya. Meski, saya paham "memeluk" -meski dari sesama pria- pun masuk dalam ranah pelecehan seksual.

Tentu, sebelum membuat artikel ini saya cari informasi lebih dulu. Supaya, tidak bias dan malah jadi fitnah.

Bisa dipahami mengingat dalam laman resmi Kemdikbud, agak bias.

Saya pun, googling lagi. Kali ini ditambahi kata kunci, "Apakah memeluk termasuk pelecehan?".

Hasilnya, ketemu. Hukumonline menulis, terkait kontak fisik.

Bahkan, laman Indonesia Baik yang dikelola Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia, menulis dengan gamblang. Dalam artikelnya "21 Bentuk Kekerasan Seksual yang Dilarang!" memeluk ada di nomor 12.


*       *       *


TERNYATA, banyak ojol yang jadi korban pelecehan seksual. Itu yang saya dapat saat berselancar di google.

Pelakunya? Pria juga!

Benar-benar aneh.

Hanya, tidak semua mau bersuara. Alasannya malu. 

Ribet kalo dipanggil ke kantor aplikasi. Mayoritas bilang, mending nyari duit daripada buang-buang waktu ngurusin gituan. 

Maklum, customer selalu dibenarkan aplikasi. Ojol di mata mereka selalu salah.

Bahkan, ada yang menghindar. Toh, ngegebukin customer pelaku pelecehan seksual malah nanti berujung pidana.

Itu yang saya baca saat buka puluhan grup WA dan FB.

Ga salah juga sih. Saya aja tadi lapor aplikator tanggapannya normatif.

Namun, sebagai blogger, tentu saya harus menyuarakan lewat tulisan. Apalagi, ini sudah berulang.

Apakah nanti ada tindak lanjut atau tidak dari aplikasi, itu soal lain.

Setidaknya, tetap berusaha hingga saat ini.***


*       *       *

Kasih bintang 1!


*       *       *

Rating customer jelek banget,
4,48 dari 124 order
sepertinya diduga sering melakukan
pelecehan kepada ojol lain 


*       *       *

Tanggapan pihak Gojek
yang sayangnya terlalu
normatif dan tidak ada solusi


*       *       *


Referensi:

- https://paudpedia.kemdikbud.go.id/berita/jenis-jenis-kekerasan-seksual?do=MTk1MC1mMjE0NGYwNw==&ix=NDctNGJkMWM0YjQ=#:~:text=Fisik%3A%20tindakan%2Dtindakan%20yang%20melibatkan,tanpa%20izin%20atau%20keinginan%20korban.


- https://www.hukumonline.com/klinik/a/apakah-memandang-termasuk-pelecehan-seksual--lt4ecccd3905227/


- https://indonesiabaik.id/infografis/21-bentuk-kekerasan-seksual-yang-dilarang


*       *       *


Artikel terkait:

- https://www.kompasiana.com/roelly87/550dee86813311852cbc6101/waspadai-pelecehan-seksual-bagi-perempuan-saat-mengendarai-motor




Senin, 12 Agustus 2024

PSK dan Gigolo Lebih Mulia daripada Kang Parkir Liar

PSK dan Gigolo Lebih Mulia daripada Kang Parkir Liar


Ilustrasi pedagang kopi keliling yang sudah renta tapi tetap semangat untuk cari nafkah
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


DUA ribu tidak membuat Anda miskin.

DIIIH... OGAH BANGET!

STOP NORMALISASI PUNGLI.

BERHENTI UNTUK MEMBERIKAN UANG KEPADA KANG PARKIR LIAR.

MEREKA ITU GEROMBOLAN HYENA. PEMAKAN BANGKAI YANG MAU DAPAT DUIT TAPI ENGGAN CAPEK KERJA.

SEMOGA PEMIMPIN BARU INDONESIA DAN JAKARTA MAMPU MELENYAPKAN PARA KANG PARKIR LIAR... AAMIIN!


*       *       *

MAAF, capslock jebol. 

Sekali lagi maaf, artikel ini mengandung kata kasar.

Namun, ini fakta. 

Sebagai bloger, saya berusaha menuangkan ide dan gagasan serta pengalaman sehari-hari dalam tulisan.

Baik dan buruk, ga masalah. Yang penting, fakta. Bukan dongeng.

Apalagi, terkait parkir liar. Maaf, ga ada bagusnya tentang mereka. (Mungkin ada, tapi dikit bingit. Cuma secuil alias ga ada seujung kuku)

Jadi, saya ga perlu juga nulis seperti biasa dengan memakai bumbu penyedap. Kang parkir liar itu parasit.

Saya berharap, Presiden Indonesia dan para gubernur, termasuk di Jakarta mampu memberantas mereka semua. Sekali lagi, semua kang parkir liar!

Lha, bukannya sebagai manusia, pasti berubah. Siapa tahu, kelak mereka jadi orang benar yang berguna bagi nusa dan bangsa.

Ga mungkin.

Kang parkir liar itu tipikal manusia pemalas. Dan, malas itu ga ada obatnya. Apotek tutup, cyin...

Serius. Orang malas itu ga bisa diubah seperti yang saya tulis sebelumnya dalam artikel Polri Ultah ke-78, Maaf Mahkota Kalian Masih Transit di DC Cirebon (https://www.roelly87.com/2024/06/polri-ultah-ke-78-maaf-mahkota-kalian.html)

Anda bisa meruntuhkan bukit atau gunung. Bisa mengeringkan air laut. Bisa membangun gedung tinggi yang megah.

Namun, mengubah orang malas jadi rajin itu merupakan perbuatan sia-sia. Sama seperti melukis di air.

Kang parkir liar kerjanya cuma berdiri. Modal peluit atau rompi. Itu juga kalo ada. 

Bertebaran mulai dari depan mal elite, perkantoran, apartemen, minimarket, pasar, warkop, hingga warteg!

Ada motor atau mobil masuk, langsung dibunyikan pluit. 

Ngatur kendaraan? Ga.

Pas kita mau keluar, dimintain uang.

Kalo ga kasih, mereka ngeluarin kalimat maha bijak, "Pak/bu, uang Rp 2.000 ga bikin Anda miskin."

Ha... Ha... Ha...

Ingin berkata kasar, tapi ya ga jadi karena blog ini dibaca semua umur!

Itu yang sering saya alami setiap harinya. Baik saat mengantar orderan sebagai ojek online (ojol) atau dalam keseharian.

Teranyar, Sabtu (20/7) saat mengambil orderan food di warung depan Rumah Sakit Mintohardjo, Bendungan Hilir, Tanah Abang.

Saya datang, tidak ada siapa-siapa. 

Namun, ketika sudah memundurkan motor dan siap narik gas, dihampiri kang parkir liar dengan meminta Rp 2.000. Najis banget.

Saya ga mau bayar. Dan, sumpah demi Tuhan, selama ini ga pernah mau bayar.

Daripada kasih uang kepada kang parkir liar, lebih baik dimasukkan ke kotak amal atau kepada anak yatim piatu. Lebih bermanfaat.

Bahkan, selama ini saya rela salam olahraga ketimbang kasih kang parkir liar. Tua, muda, hantam duluan, baru bicara. 

Percuma Tuhan mencipitakan dua tangan dan kaki kalau tidak dipergunakan sebagai mestinya.

Mungkin, di antara pembaca blog ini ada yang komentar sinis. Menganggap saya pelit. 

Bodo amat. 

Bagi saya, profesi kang parkir liar adalah manusia paling hina setelah pejabat koruptor.

Bahkan, saya bandingkan dengan Pekerja Seks Komersial (PSK) dan Gigolo yang kerap dapat stigma negatif di mata masyarakat. Mereka jauh lebih mulia ketimbang kang parkir liar.

Kenapa?

Sebab, PSK dan Gigolo harus punya modal untuk bersolek. Membeli make up, pakaian yang bagus, pulsa, booking kamar, dan sebagainya.

Ada modal.

Di sisi lain, kang parkir liar cuma modal dengkul doang.

Tanah, jalanan, dan ruko yang mereka parkirkan, punya pemerintah atau swasta. Namun, seenaknya minta uang kepada setiap pengendara. Kurang ajar banget kan.

Bahkan, di media sosial, beredar kabar ada toko atau warung makanan tutup akibat sepi pembeli yang enggan datang karena selalu ditunggui kang parkir liar. 

Beli gorengan 5 ribu, parkir 2 ribu. Zalim banget.

Biadab.

Semoga Tuhan melaknat mereka, para gerombolan kang parkir liar.

Btw, di antara kalian pembaca artikel ini pasti menilai saya kasar dan vulgar. Bahkan, ada yang simpati kepada kang parkir liar. 

Yeileeeeee...

Situ oke?

Maaf, kalian sampah!


*       *       *

SEJAK pandemi, cari uang memang jauh lebih sulit. Saya paham.

Lowongan kerja cuma sedikit. Sementara, yang melamar bisa puluhan kali lipat.

Bahkan, yang kerja pun banyak yang di-PHK.

Di sisi lain, sekarang menjamur orang malas yang ingin instan dapat uang. Misalnya, jadi kang parkir liar, pak ogah, anggota ormas, dan lain-lain.

Modal minta-minta dapat duit. Cuih!

Kalo dibilang susah cari uang, noh lihat di jalanan banyak yang sudah renta dan keterbatasan fisik tapi masih semangat mencari nafkah. Baik itu jadi ojol, kopi keliling, sol sepatu, pedagang peniti, silet, kasur, kuli proyek, pelabuhan, dan sebagainya.

Mereka aja sanggup untuk usaha. Lha, ini kang parkir liar yang badannya masih gagah dan fisik lengkap tapi malas kerja.

Bisanya cuma meniup peluit atau bilang "terus" kalo ada kendaraan masuk. Sumpah, hina banget kalian!

Saya menulis ini karena sudah ga bisa lagi berharap kepada pemerintah untuk menertibkan gerombolan pemalas tersebut. Tentu, bukan karena pejabat kita ga punya kompetensi. Bukan itu.

Melainkan, karena gerombolan hyena pemakan bangkai seperti kang parkir liar, pak ogah, ormas, dll ini memang dipelihara negara.

Serius?

Yuppi...

Mereka ini merupakan ceruk mendulang suara dalam pemilihan umum. Termasuk, Pemilu 2024 lalu, khususnya pilpres.

Saya merupakan penggemar Prabowo Subianto yang sudah memilihnya sejak 2014 silam. Namun, saya juga tahu, kalo beliau memanfaatkan kang parkir liar, pak ogah, ormas, dan gerombolan pemakan bangkai lainnya untuk mengais suara.

Terbukti, Prabowo menang. 

Ironis. Saya memilih tokoh seperti itu. He he he (Emot miris)

Namun, calon lainnya juga 11/12. Baik Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo pun identik menarik suara dari gerombolan pemakan bangkai.

Pun demikian pada Pilkada 2024 mendatang, termasuk Pilgub Jakarta. Para calon sudah mendekati ormas, kang parkir liar, pak ogah, dan gerombolan pemakan bangkai untuk berbondong-bondong ke TPS.

Mirisnya negeriku.

Mungkin, UUD 1945 Pasal 34 Ayat 1 yang berbunyi "Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara negara" bisa sedikit dimodifikasi. Yaitu, "Ormas, Kang Parkir Liar, Pak Ogah, Orang-orang malas, dan Gerombolan Pemakan Bangkai lainnya dipelihara negara".

Indahnya, negeriku menatap Indonesia Emas 2045! 


*       *       *

Tanpa maksud mendramatisasi, tapi bapak
ini sangat luar biasa. Salam hormat!
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


*       *       *

Usia bukan halangan untuk berusaha
mencari nafkah
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)



*       *       *

Pedagang sekoteng yang
sudah kepala tujuh
 (Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


*       *       *

Ibu-ibu penjaul kopi keliling dengan jalan kaki
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


*       *       *

Bapak penjual kerupuk keliling mengandalkan
tongkatnya akibat keterbatasan fisik sebagai tuna netra tapi tetap berusaha
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)



*       *       *

Pedagang keliling silet, jepitan rambut, gunting kuku dan sebagsinya
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


*       *       *

Pedagang kasur dengan isinya yang banyak 
dan lumayan berat berjalan kaki keliling
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


*       *       *

Penjual silet, tisu, dan aksesoris dengan berjalan kaki menyusuri Jakarta
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


*       *       *

Disclaimer: Seluruh foto PAHLAWAN KELUARGA di artikel ini merupakan dokumentasi pribadi (@roelly87)

*       *       *


*       *       *


- Jakarta, 12 Agustus 2024 


*       *       *


Artikel Terkait Gerombolan Pemakan Bangkai:


- https://www.roelly87.com/2024/03/terima-kasih-orang-baik-3.html

- https://www.roelly87.com/2024/04/wabah-pak-ogah-merajalela-polisi-bisa.html

- https://www.roelly87.com/2024/06/polri-ultah-ke-78-maaf-mahkota-kalian.html

- https://www.roelly87.com/2023/07/manusia-lebih-anjing-daripada-anjing.html

- https://www.roelly87.com/2023/10/tentang-pedagang-asongan-di-simpang.html

- https://www.kompasiana.com/roelly87/55091051a33311f6432e3af3/ramadhan-ketika-sang-bos-konveksi-kepusingan-ditagih-thr-pemuda-kampung

- https://www.kompasiana.com/roelly87/54f71562a3331100258b4893/mengusir-pak-ogah-solusi-atau-benci





...