Anies adalah Liu Bei, Mega = Sun Quan, dan Jokowi = Cao Cao?
Anies Baswedan dan jajaran menteri mendampingi Presiden Jokowi saat mengecek kesiapan Wisma Atlet jelang Asian Games 2018 (Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87) |
DI kolong langit ini, ga ada kawan sejati atau musuh abadi. Yang ada, hanyalah kepentingan abadi.
Demikian adagium terkait situasi politik di dunia, termasuk di Indonesia. Ya, hari ini kawan, besok pecah kongsi jadi lawan.
Akrobatik politikus yang khas. Sisakan ruang ketidakpercayaan kepada mereka yang berpolitik.
Itu yang saya selalu tekankan dalam sanubari. Bisa dipahami mengingat saya merupakan penggemar Prabowo Subianto sejak 2008 silam.
Alias, sudah empat kali Pemilihan Umum (Pemilu) mencoblosnya. Saat jadi wakil Megawati Soekarnoputri pada 2009 hingga beruntun sebagai calon presiden 2014, 2019, 2024.
Itu mengapa, saya ga kaget ketika 10 tahun silam, Prabowo pecah kongsi dengan Mega yang mengusung Joko Widodo (Jokowi).
Biasa aja.
Siapa pun pemimpin negeri ini, toh saya cari uang sendiri. Ga dikasih pemerintah seperti para buzzer.
Alhasil, Prabowo menang oke. Kalah pun, b aja.
2019, Prabowo rekonsiliasi jadi Menteri Pertahanan (Menhan) di Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Jokowi.
Keduanya pun kian akrab. Mungkin karena sama-sama punya kepentingan.
Terbukti, empat tahun berselang, Prabowo menggandeng putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming untuk mendaftar Pemilu 2024.
Keduanya diusung mayoritas partai dengan nama Koalisi Indonesia Maju. Dua rivalnya adalah, Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.
Hasil pemungutan suara yang berlangsung pada 14 Februari lalu itu pun dimenangkan Prabowo-Gibran. Sisanya adalah sejarah.
Selesai?
Oh, tentu tidak.
Ibarat makanan, Pilpres 2024 hanya hidangan pembuka. Masih ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang berlangsung November mendatang.
Kali ini, giliran Anies yang jadi sorotan utama.
Sabar ya, artikel ini sangat panjang. Aslinya berjumlah 8.000 kata lebih yang ditulis sejak dua pekan lalu sebelum akhirnya dipangkas drastis karena satu hal dan lainnya.
Anda bisa skip jika tulisan ini ga berbobot.
* * *
JIKA dianalogikan dalam Kisah Kisah Tiga Negara (Samkok/Romance of the Three Kingdoms), Anies adalah Liu Bei. Penjual kasut yang akhirnya jadi Kaisar Negara Shu pada pengujung Dinasti Han.
Btw, yang jadi Cao Cao siapa? Prabowo gitu? Terus, Sun Quan = Mega?
Saya pernah mengulasnya tahun lalu jelang pendaftaran capres-cawapres yang dikaitkan dengan Samkok berjudul, Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit (https://www.roelly87.com/2023/09/prabowo-sang-penculik-yang-berharap.html).
Anies ini benar-benar mirip Liu Bei atau Lauw Pi dalam novel jadul dengan bahasa Hokkian yang dulu saya baca.
Liu Bei sangat populer di kalangan rakyat jelata meski tidak punya wilayah kekuasaan dan mengandalkan pamor sebagai kerabat jauh kaisar. Namun punya jenderal tangguh seperti Guan Yu, Zhang Fei, Zhao Yun, Ma Chao, dan Huang Zhong.
Juga penasihat handal meliputi Zhuge Liang, Xu Shu, Pang Tong, dan Fa Zheng.
Pun demikian dengan Anies yang ingin ikut kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024. Pria kelahiran 7 Mei 1969 ini tidak punya partai.
Sikapnya tegas sebagai independen yang dibuktikan pada dua konstestasi sebelumnya. Pilgub 2017 diusung Gerindra dan PKS serta Pilpres 2024 didukung Nasdem, PKS, PKB, dan Partai Ummat.
Meski tidak punya partai, Anies tetap paling diunggulkan dalam Pilgub 2024. Itu berkat jenderal-jenderal tangguh serta penasihat handal layaknya Liu Bei.
Mulai dari Sudirman Said, Tom Lembong, Said Didu, hingga gerakan relawan. Di media sosial ramai sejak Pilpres yang bertahan hingga kini dengan diinisiasi Humanies Project, Ubah Bareng, Olppaemi Project, Anies Bubble, dan lainnya.
Sejauh ini, gerakan yang diawali di Twitter tergolong sukses. Bahkan pada turun langsung untuk mengawal massa saat Unjuk Rasa RUU Pilkada 2024 sejak Kamis (22/8).
Kendati saya ga memilihnya di Pilpres lalu, ada kemungkinan saya akan mencoblosnya pada Pilgub ini seperti pada 2017 silam.
Namun, syarat dan ketentuan berlaku.
Eaa!
* * *
PILGUB Jakarta 2024 berlangsung 27 November mendatang. Namun, sejak awal bulan ini keriuhannya sudah berlangsung.
Itu terkait para calon yang akan mengikuti kontestasi sebagai pemimpin Jakarta dalam lima tahun ke depan. Sejauh ini ada dua.
Pertama, pasangan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Lalu, Ridwan Kamil-Suswono yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.
Nah, lho. Terus, Anies?
Sabar, ya. Artikel ini belum selesai. Masih panjang.
Seperti yang saya kaitkan dengan Liu Bei pada awal artikel, Anies tidak memiliki partai. Padahal, pendaftaran tinggal menghitung detik, pada 27-29 Agustus ini.
Sebelumnya, Anies ada kemungkinan diusung PKS, Nasdem, dan PKB. Namun, ketiga partai itu terlalu pragmatis hingga menyeberang ke KIM.
Ironis sih.
Praktis, satu-satunya harapan ada pada PDI Perjuangan. Kemarin, Sabtu (24/8), Anies sudah mendatangi Kantor DPP PDIP Jakarta yang disambut sangat meriah.
Namun, dalam partai berlogo banteng itu, hierarkinya ada pada Mega sebagai ketua umum yang memegang keputusan utama. Mirisnya, Presiden ke-5 RI itu dengan tegas belum menerima Anies saat memberi arahan calon kepala daerah, Kamis (22/8).
Bahkan, Mega memberi syarat, jika bersedia, Anies harus nurut untuk jadi kader partainya. Tentu, putri Proklamator RI itu enggan dikhianati lagi seperti yang sudah dilakukan Jokowi.
Pada saat yang sama, Anies menjawab diplomatis. Kalimat bersayap yang jadi ciri khasnya.
Waduh, bingung kan.
Ya, namanya politik, tentu ga ada hitam dan putih. Semuanya abu-abu.
Seperti Liu Bei yang menghamba pada banyak warlord sebelum mendirikan Shu Han. Mulai dari He Jin, Gongsun Zan, Cao Cao, Yuan Shao, Liu Biao, hingga Liu Zhang. Dalam periode itu, Liu Bei juga berkongsi dengan Lu Bu dan tentu Sun Quan.
Bagaimana dengan Anies? Doi ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat 2013 besutan Susilo Bambang Yudhoyono yang menempati urutan kedua di bawah Dahlan Iskan.
Setahun berselang, Anies jadi juru bicara tim kampanye Jokowi-Jusuf Kalla. Kemahirannya berorasi dan menulis naskah pidato membuatnya berujung diberi mandat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Kaninet Kerja 2014.
Sayangnya, bulan madu dengan Jokowi tergolong singkat. Sebab, kurang dari dua tahun, Anies di-reshuffle.
Hebatnya, -sama seperti Liu Bei yang jatuh bangun- Anies langsung dekat dengan Prabowo. Diusunglah sebagai Gubernur Jakarta 2017 bersama Sandiaga Uno yang sukses mengalahkan wakil PDIP, Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Saiful Hidayat.
Jelang tugasnya rampung sebagai Gubernur Jakarta, Anies langsung diusung Ketua Nasdem Surya Paloh untuk mengikuti Pilpres 2024. Awalnya, ramai diberitakan Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono bakal digaet jadi wakil yang sayangnya tidak bertahan lama akibat pecah kongsi.
Anies pun dijodohkan dengan Ketua PKB Muhaimin.
Kalau disimak secara intens, kisah perjalanan Anies mirip Liu Bei versi novel. Ha... Ha... Ha... Serius!
Faktanya, Liu Bei pernah jadi bawahan Cao Cao. Juga bersekutu dengan Sun Quan. Pada akhirnya, keduanya dilawan Liu Bei hingga membuat Cina terbagi dalam tiga negara yang saling berperang: Shu vs Wei vs Wu.
Saat ini, situasi Anies ibarat Liu Bei yang lari dari kejaran Cao Cao usai pembakaran Jembatan Changban. Ini analogi aja. YTTA!
Anies melirik Mega. Pada saat yang sama, Mega pun sebenarnya ingin menggaetnya. Namun, trauma dikhianati Jokowi dan keluarganya masih membekas hingga harus menyertakan syarat.
Maklum, PDIP yang mengusung Jokowi sejak jadi Walikota Solo pada 2005, Gubernur Jakarta 2012, dan Presiden 2014. Win rate-nya 100%! Dua kali Pilwakot, Sekali Pilgub, dan dua kali Pilpres.
Pun demikian dengan anak dan mantunya yang diusung PDIP sebagai walikota Solo dan Medan.
Namun, pada akhirnya Jokowi berpaling. Itu yang membuat Mega jadi kesal yang mungkin melebihi kekesalannya saat ditikung SBY pada Pilpres 2004.
Ga heran jika Mega mensyaratkan Anies untuk jadi kader PDIP dan harus nurut. Sebab, Anies yang mengalahkan jagoan PDIP pada Pilgub 2017, Ahok-Jarot.
Permainan tingkat tinggi nih. Namun, jadi ingat pernyataan Don Vito Corleone, "Gue bakal memberi doi tawaran yang ga bisa ditolak."
Nah, kalimat tersebut siapa yang lontarkan? Tentu saja Anies kepada Mega.
Keduanya simbiosis-mutualis. Saling ingin ambil untung dari kongsi ini.
Jangan lupa, keduanya memiliki musuh yang sama: Jokowi.
Anies ingin didukung PDIP di Pilgub Jakarta 2024. Tujuannya, jelas untuk tiket Pilpres 2029.
Ambisius? Ga, lah.
Normal sebagai rakyat bercita-cita jadi presiden. Toh, Prabowo aja sampe ikut empat pemilu!
Kursi gubernur punya daya tarik tersendiri. Sekaligus, nilai tawar jika Prabowo berhasil dalam kepemimpinannya lima tahun mendatang dan siap melanjutkan pada 2029 dengan Anies sebagai wakil.
Masa depan, ga ada yang tahu. Bukan mustahil, ke depannya Anies akan mendekat lagi dengan Prabowo.
Sekali lagi, ga ada yang hitam atau putih dalam politik. Melainkan, abu-abu.
Bagaimana dengan Mega? Tentu, ibu dari Ketua DPR Puan Maharani ini ingin memutus hegemoni KIM yang disokong Jokowi dan Prabowo.
Terlebih, hubungan Mega dan Prabowo tidak ada masalah. Seenggaknya, hingga kini.
Bisa dilihat dari komentar kader PDIP kepada Prabowo yang mayoritas positif. Apalagi, Mega punya hubungan masa lalu saat menjadikan 08 sebagai wakil dalam Pilpres 2009.
Beda cerita dengan Jokowi. Mungkin, Mega sulit memaafkannya.
Kadar kesalahan ayah Kaesang Pangarep ini di mata Mega mungkin lebih besar dibanding SBY. Maklum, Mega yang mengangkat Jokowi dari sekadar tukang kayu hingga jadi orang nomor satu di negeri ini.
Mega juga butuh Anies untuk menaikkan elektabilitas PDIP yang turun di Jakarta. Sekaligus menjaga demokrasi dengan partainya turut berpartisipasi di Pilgub 2024.
Tentu, Mega enggan PDIP yang jadi pemenang Pemilu 2024 hanya jadi penonton di Jakarta. Apalagi, jika RK-Sus yang diusung KIM menang.
Ga bisa dibayangkan.
Itu mengapa, saya percaya Mega akan menurunkan egonya. Bersedia menyambut Anies untuk sama-sama melawan Jokowi.
Toh, pepatah mengatakan, musuh dari musuhku adalah teman.
Jika kolaborasi ini terwujud, sama seperti Sun Quan yang mengulurkan tangan kepada Liu Bei usai dikejar Cao Cao.
Bahkan, mereka pun sukses menang besar dalam pertempuran Tebing Merah. Memaksa Cao Cao untuk kembali ke Xu Chang, ibu kota Dinasti Han saat itu.
Sekaligus, merebut Jingzhou yang sebelumnya dikuasai Cao Cao usai mengusir penerus Liu Biao.
Apakah ini sinyal Anies yang diusung PDIP bakal menang Pilgub 2024?
Terlalu dini untuk melakulan cocoklogi. Toh, sejarah tidak selalu berulang. Apalagi, mengaitkan peristiwa Samkok pada abad ketiga yang berusia lebih dari 2000 tahun dengan sekarang.
Btw, tulisan ini sekadar iseng ya. Menyalurkan hobi sebagai bloger sejak 2009 silam. Ga ada maksud lain. Saya memang penggemar Prabowo, tapi ga goblok untuk jadi buzzer rezim.
Hanya, sejarah selalu memiliki pola. Ga harus sama, tapi pattern-nya bisa identik bak siklus.
Setelah mengusir Cao Cao, tentu Liu Bei dan Sun Quan paham. Di langit tidak ada dua matahari. Dalam negara tidak ada dua pemimpin.
Dengan taktik Zhuge Liang dibantu pergerakan Zhao Yun, akhirnya Jingzhou direbut Liu Bei.
Sun Quan dapat apa?
Ya, cuma dapat hikmahnya.
Alih-alih untung, justru mereka gagal mengambil Jingzhou yang diincar sejak lama. Jenderal Utama Wu Zhou Yu dan Lu Su berulangkali mencoba merebutnya. Namun, lagi-lagi gagal akibat kepiawaian Zhuge Liang.
Andai menyadari sejak awal, mungkin Sun Quan bakal membiarkan Liu Bei sebagai gelandangan politik yang bakal dicaplok Cao Cao.
Mungkin.
Mungkin, lho.
Btw, apakah ini berarti andai berhasil jadi gubernur dalam lima tahun ke depan yang diusung PDIP, justru Anies bakal mencampakkannya demi tiket Pilpres 2029?
Bisa ya, bisa nggak. Toh, kita bisa menggunduli bukit untuk membuka tambang, mengeksploitasi lautan demi mendapatkan minyak dan gas, tapi menebak hati orang, sangat sulit.
Saya enggan membayangkan andai nanti Mega kembali dikhianati. Begitu juga reaksi kader PDIP.
* * *
EPILOG, Liu Bei berhasil mendirikan Shu usai mengudeta senyap Liu Zhang. Sayangnya, masa baktinya sebagai kaisar tergolong singkat.
Liu Bei meninggal usai kekalahan dari Wu pada misi untuk membalaskan kematian Guan Yu dan Zhang Fei. Dalam pertempuran Yiling, mayoritas dari ratusan ribu pasukannya habis akibat taktik Lu Xun.
Yaitu, Jenderal Utama Wu yang masih muda tapi berhasil jadi suksesor Lu Meng, Lu Su, dan Zhou Yu.
Btw, PDIP juga ga kalah dengan Wu yang selalu sukses memunculkan jenderal hebat. Bagi saya, PDIP dan PKS merupakan dua partai yang menerapkan kaderisasi hebat.
Jauh mengungguli Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB apalagi PAN.
Terkait Pilgub 2024 ini, saya pribadi sejak dulu ga pernah golput. Jadi, akan memilih demi menjalankan amanat sebagai rakyat yang punya hak suara.
Pilihan utama saya BTP. Jika Mega mampu menduetkan pria yang akrab disapa Ahok itu dengan Anies, tentu saya akan All-in.
Bagi saya, keduanya sudah teruji. Saya pemilih Jokowi-Ahok 2012 dan Anies-Sandi 2017.
Jika Anies saja dengan salah satu kader PDIP, saya akan cek ombak. Secara, Jakarta butuh pemimpin yang benar-benar bisa kerja.
Saya harap, PDIP mampu menduetkan kader terbaiknya kepada Anies. Agar Pilgub 2024 ini sesuai demokrasi ketimbang harus memilih RK-Sus versus kotak kosong.
Terkait Anies mengincar tiket Pilpres 2029, itu soal lain.***
* * *
- Jakarta, 25 Agustus 2024
* * *
Artikel Terkait Politik:
- Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit
- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan
- Dhani, Rizieq, dan Ahok Bersatu demi Indonesia
- 9 Naga dan 3 Capres
- Prabowo dan Kedaulatan Selera
- Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah
- Prabowo Kembali ke Setelan Pabrik
- Brigitte Lin Ching-hsia yang Memesona
- Palagan Pamungkas Prabowo: Menyelami Hati, Pikiran...
- Manusia Lebih Anjing daripada Anjing
- Di Bandung, Jokowi Kalah Populer Dibanding Ridwan Kamil
- Jokowi, Sang Gubernur Gaul
- Soe Hok Gie: Prabowo Cerdas tapi Naif