TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Jumat, 05 Mei 2017

Ini Tips Menghindari Gosip

Ilustrasi aktif di media sosial

GOSIP menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring (kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gosip) berarti "Obrolan tentang orang-orang lain; Cerita negatif tentang seseorang; pergunjingan: banyak program televisi yang menayangkan gosip yang tidak etis dalam pandangan keagamaan".

Dalam islam seperti yang saya kutip dari pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI), gosip dikenal sebagai gibah. Bahkan, menurut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hukumnya haram (http://properti.kompas.com/read/2009/12/26/11555081/mui.quotinfotainmentquot.harus.hindari.gibah).

Namun, perkembangan teknologi dan informasi membuat sekat antara gosip tersebut jadi tipis. Bahkan, di dunia sepak bola yang saya kenal, gosip itu sudah jadi konsumsi sehari-hari. Bahasa kerennya, rumor. Entah itu rumor pemain A pindah ke klub Z, pemain B bertahan di tim X, dan lain-lain.

Ya, seperti halnya prediksi, rumor itu bisa benar juga bisa tidak. Kalau menjerumus, saat ini populer disebut hoax. Terutama pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lalu.

Nah, dewasa ini kita tidak asing jika mendengar info yang sumbernya "dari grup sebelah" dan terus disebar secara berantai. Saya sendiri sering mendapat info ini baik di media sosial seperti facebook dan twitter atau aplikasi chat (whatsapp).

Namun, setiap mendapat info yang menurut saya menyesatkan, saya bergeming. Meski, diiming-imingi untuk menyebarkan atau sekadar forward. Kebetulan, saya bukan tipe orang yang sering mewarnai media sosial. Hanya sesekali kalau ada info penting atau jika mengikuti suatu event.

Jadi, terhadap sesuatu seperti gosip, rumor, atau hoax, saya tidak menggubrisnya. Sebab, saya tidak ingin meracuni teman di facebook atau followers di twitter dengan kabar menyesatkan.

Apalagi, sebagai blogger saya berpedoman pada sembilan elemen Bill Kovach. Tentu, saya harus kritis. Terutama jika mendapat info, saya berusaha untuk mencari tahu ke sumbernya langsung. Atau, setidaknya membaca referensi dari yang terpercaya.

Kebetulan, sejak aktif di media sosial seperti facebook pada 2009 silam dan twitter (2010) saya punya pengalaman menghindari gosip seskaligus cara untuk tidak menyebarkannya. Beberapa di antaranya seperti:

- Jangan pernah membuka media sosial saat kondisi kita sedang labil.
- Cek dan ricek jika mendapat info yang menurut kita ganjil.
- Wajib kritis. Akun media sosial yang sudah terverifikasi itu belum tentu menyebarkan info yang benar. Banyak kasus, penipuan atau penggiringan opini negatif justru dari mereka yang memiliki tanda contreng di media sosial.
- Atur privasi di media sosial. Tandai jika ada rekan yang sering menyebar info ganjil. Tentu, kita tidak enak untuk memutus pertemanan. Namun, kita bisa memfilternya dengan membisukan pada pengaturan di facebook dan twitter.***

Media Sosial seperti facebook, twitter,
dan sebagainya ibarat air.

Bisa membuat perahu berlayar
tapi juga dapat menenggelamkannya.

Baik dan buruknya tergantung pada diri kita.

(www.roelly87.com)

*       *       *

Artikel #ODOP Sebelumnya

#Prolog One Day One Post (ODOP): Tantangan Sekaligus Motivasi
- #1 Si Doel Anak Sekolahan, Sinetron 1990-an yang Menginspirasi
- #2 Isra Mikraj sebagai Penanda Ramadan Akan Tiba
- #Ini Rahasia untuk Ngeblog Lebih Semangat
- #Gaji Pertama dan Pesan Orangtua
- #Table Soccer Pacu Kreativitas Masa Kecil
- #6 Sebulan Jelang Ramadan Tiba
- #7 Ke Singapura, Aku Kan Kembali
- #8 Final Liga Champions 2016/17
- #9 Pengalaman Horor di Ruangan Kelas Kosong
- #10 Juara Bukan sebagai Obsesi dalam Ngeblog
- #11 Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Depan
- #12 Buffon dan Jahe Tua yang Selalu Lebih Pedas

*       *       *
Artikel ini diikutsertakan dalam kegiatan One Day One Post (ODOP) bersama Komunitas ISB
Jakarta, 5 Mei 2017

Kamis, 04 Mei 2017

Buffon dan Jahe Tua yang Selalu Lebih Pedas


Harian Monaco-Matin memuat pemandangan ikonik antara Gianluigi Buffon
dan Kylian Mbappe (Foto: UEFA.com)


SEMAKIN tua jahe, rasanya kian pedas. Demikian adagium lawas yang juga berlaku di dunia sepak bola.

Tepatnya ditujukan pada Gianluigi Buffon. Ya, 28 Januari lalu, kiper Juventus ini genap 39 tahun.

Bagi pemain profesional yang akan menginjak kepala empat, tentu memengaruhi kondisi fisiknya. Namun, tidak untuk Buffon yang tetap tangkas layaknya masih berusia 25-tahunan.

Teranyar, pria berjulukan “Gigi” itu memperlihatkan kepada seluruh manusia di kolong langit. Bahwa, jahe yang sudah tua justru lebih pedas.

Itu terjadi saat Juventus mengecundangi AS Monaco 2-0 di Stadion Louis II, Rabu (3/5) atau Kamis dini hari WIB. Selain Gonzalo Higuain yang memborong dua gol dan Dani Alves (dua assist), Buffon merupakan protagonis bagi Juventus.

Sebab, berkat aksinya di bawah mistar membuat si Nyonya Besar tetap perawan. Beberapa kali aksi heroiknya menyelamatkan Juventus dari serangan sporadis tuan rumah.

Termasuk, ketika berjibaku menghalau terjangan Kylian Mbappe yang baru 17 tahun. Beberapa kali Buffon sukses membuat striker Monaco yang sedang naik daun itu frustrasi.

Laman UEFA melukis mantan suami Alena Seredova ini sebagai aktor kemenangan Juventus. Bagaimana tidak, sepanjang 90 menit, Buffon enam kali menggagalkan gempuran penggawa Monaco.

Jangankan Mbappe yang bau kencur. Bahkan, sekelas Radamel Falcao yang malang melintang di berbagai klub elite Eropa pun hanya bisa gigit jari menyaksikan ketangkasan Buffon.

“Setiap pertandingan, saya ingin menunjukkan saya pantas bermain di level tertinggi meski di usia sekarang. Ketika gantung sepatu, saya ingin orang bersedih mengingat penampilan saya,” tutur Buffon seusai laga.

Pernyataan jebolan akademi Parma ini beralasan. Sebab, kemungkinan setelah Piala Dunia 2018, Buffon akan pensiun.

Saat ini, memang banyak bermunculan kiper hebat, termasuk dua rivalnya, Iker Casillas dan Manuel Neuer. Namun, mereka hanya tergolong tangguh seperti halnya Peter Schmeichel, Oliver Kahn, atau Angelo Peruzzi.

Hanya, jika dibandingkan, Buffon masih unggul jauh. Ibarat kecap, soal rasa, kekasih dari presenter ternama Italia, Ilaria D’Amico ini tetap nomor satu.

Berlebihan? Simaklah betapa hormatnya puluhan ribu penonton yang memadati Louis II kepada Buffon seusai pertandingan.

Bahkan, di media sosial seperti twitter, Buffon merupakan pemersatu bagi negaranya. Ya, penggemar FC Internazionale, AC Milan, AS Roma, dan klub Seri A lainnya tentu sangat membenci Juventus.

Namun, antipati itu tidak ditujukan kepada Buffon. Mereka mengapresiasi penampilan Gigi layaknya veteran perang di berbagai lini masa dan status.

Pasalnya, ayah dari Louis Thomas dan David Lee ini merupakan tulang punggung Italia saat menjuarai Piala Dunia 2006. Tanpa Buffon, mungkin emblem di kostum Gli Azzurri masih tiga bintang yang tentu tertinggal dari Jerman dan Brasil.

Ah, semoga Buffon tidak cepat-cepat pensiun. Betapa merindunya kami menyaksikan lengketnya tanganmu terhadap si kulit bundar.***

Artikel ini dimuat di Harian TopSkor edisi Jumat (5/5)

*       *       *
Artikel #ODOP Sebelumnya

#Prolog One Day One Post (ODOP): Tantangan Sekaligus Motivasi
- #1 Si Doel Anak Sekolahan, Sinetron 1990-an yang Menginspirasi
- #2 Isra Mikraj sebagai Penanda Ramadan Akan Tiba
- #Ini Rahasia untuk Ngeblog Lebih Semangat
- #Gaji Pertama dan Pesan Orangtua
- #Table Soccer Pacu Kreativitas Masa Kecil
- #6 Sebulan Jelang Ramadan Tiba
- #7 Ke Singapura, Aku Kan Kembali
- #8 Final Liga Champions 2016/17
- #9 Pengalaman Horor di Ruangan Kelas Kosong
- #10 Juara Bukan sebagai Obsesi dalam Ngeblog
- #11 Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Depan

Artikel T erkait: 
Trofi Liga Champions yang Dekat di Mata tapi Jauh di Hati
(Kilas Balik) Juventus Tur di Indonesia 2014
Whistlist 2017: Nonton Final Liga Champions di Cardiff 

- Ketika Perayaan 500 Pertandingan Buffon Ternoda
- Casillas vs Buffon: Rivalitas Saling Respek
- Kostum Buffon Selamat dari Banjir

*       *       *
Artikel ini diikutsertakan dalam kegiatan One Day One Post (ODOP) bersama Komunitas ISB
Jakarta, 4 Mei 2017

Rabu, 03 Mei 2017

Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Depan


Saya mengabadikan gambar di kompleks Candi Prambanan

SEJARAH itu bukan hanya sebagai mata pelajaran, tapi sebagai pelajaran ke depannya. Demikian ucapan guru mata pelajaran saat saya masih sekolah. Kalimatnya tentu tidak persi seperti itu karena sudah lewat belasan tahun dan sedikit lupa. Namun, maknanya sama.

Berkat guru tersebut, saya jadi menggemari sejarah hingga kini. Termasuk, terbawa ke dalam pekerjaan ketika masih di pertambangan pada dekade 2000-an silam. Apalagi, saat ini ketika saya kerap mengulas sejarah tim, pemain, pelatih, atau individu yang berkaitan dengan olahraga.

Fakta ini kontras jika mengingat awalnya saya sama sekali tidak menyukai (mata pelajaran) sejarah. Maklum, untuk memahaminya saya harus membaca buku berulang-ulang. Jangan dibayangkan pada era 1990-an bisa googling seperti sekarang.

Dulu, kalau kami tidak tahu harus mencarinya di berbagai buku, makalah, jurnal, atau koran yang tersedia di perpusakaan. Buku Pintar dan Rangkuman Pengetahuan Umum Lengkap (RPUL) jadi pedoman kami.

Terlebih, mata pelajaran sejarah biasanya berlangsung pada jam terakhir. Sumpah, itu periode yang benar-benar banyak godaan. Apalagi, kalau bukan godaan tidur! Semilir angin di jendela ruang kelas yang terletak di lantai tiga jadi pemicunya. Lengkap sudah.

Adakalanya, ketika guru mata pelajaran sejarah menerangkan, saya turut memerhatikan. Namun, ya itu. Masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Mata memandang ke arah papan tulis, pikiran menerawang ke lapangan.

Namun, itu semua berubah ketika guru mata pelajaran sejarah itu memberi suatu nasihat untuk saya dan teman-teman lainnya.

"Sejarah itu bukan hanya sebagai mata pelajaran di sekolah saja tapi juga sebagai bisa dijadikan pelajaran untuk kalian di masa depan. Kalian masih muda, jangan pernah mau jadi pengekor. Kalau sudah besar, jadilah inisiator. Yang memulai sesuatu dengan belajar dari sejarah," tutur sang guru.

Perlahan tapi pasti, saya jadi menyukai mata pelajaran sejarah. Bahkan, nilai mata pelajaran sejarah saya termasuk yang tertinggi di sekolah hingga membuat ibu saya bangga. Kebetulan, ketika terima rapor, wali kelas memberitahukannya ke ibu.

Bahkan, sejak saat itu saya giat membaca buku-buku sejarah tidak hanya di perpustakaan sekolah saja. Melainkan juga hingga mencarinya di berbagai toko buku atau ke pasar buku bekas di kawasan Senen dan Blok M. Kalau diingat, jarang sekali -saat itu- siswa berseragam putih-biru mencari buku sejarah.

Beberapa koleksi saya seperti wayang, profil kepala negara, roman sejarah, hingga novel klasik. Untuk yang terakhir, saya punya pengalaman menarik ketika mencari suatu novel klasik Indonesia di Senen, penjualnya malah memberikan koleksi Enny Arrow!

Berkat guru mata pelajaran sejarah itu saya juga rutin mengisi blog ini dengan berbagai artikel sejarah. Baik itu yang berkaitan dengan lokasi atau waktu (misalnya, Intip Sejarah Nusantara di Museum Bahari). Ya, seperti pernyataan bersayap dari guru mata pelajaran sejarah pada belasan tahun silam, "Sejarah masa lalu bisa dijadikan pelajaran untuk masa depan."
*       *       *

Artikel #ODOP Sebelumnya

#Prolog One Day One Post (ODOP): Tantangan Sekaligus Motivasi
- #1 Si Doel Anak Sekolahan, Sinetron 1990-an yang Menginspirasi
- #2 Isra Mikraj sebagai Penanda Ramadan Akan Tiba
- #Ini Rahasia untuk Ngeblog Lebih Semangat
- #Gaji Pertama dan Pesan Orangtua
- #Table Soccer Pacu Kreativitas Masa Kecil
- #6 Sebulan Jelang Ramadan Tiba
- #7 Ke Singapura, Aku Kan Kembali
- #8 Final Liga Champions 2016/17
- #9 Pengalaman Horor di Ruangan Kelas Kosong
- #10 Juara Bukan sebagai Obsesi dalam Ngeblog

Artikel T erkait: 
Cindy Adams dan Misteri Dua Paragraf Otobiografi Bung Karno
- Mengenang Jejak Pramoedya Ananta Toer
- http://www.kompasiana.com/roelly87/cfbd-komik-kenangan-jadul-yang-tak-terlupakan_55173504a333117707b6598b
- http://www.kompasiana.com/roelly87/berlibur-ke-bandung-sambil-menikmati-koleksi-buku-klasik_550b40a0a33311226a2e416f

*       *       *
Artikel ini diikutsertakan dalam kegiatan One Day One Post (ODOP) bersama Komunitas ISB
Jakarta, 3 Mei 2017

Selasa, 02 Mei 2017

Juara Bukan sebagai Obsesi dalam Ngeblog


Foto: Dokumentasi Mayapada

SEBAGAI blogger, bisa memenangkan lomba merupakan salah satu kebanggaan tersendiri. Saya beruntung, sepanjang 2017 ini sudah lima kali meraihnya. Bahkan, April lalu saya mendapat tiga penghargaan beruntun.

Mulai dari pemenang favorit yang diselenggarakan CNI dan Komunitas ISB, juara dua Rumah Sakit Mayapada, dan teranyar akan diberangkatkan ke Cardiff, Wales, sebagai runner-up Nissan. Mendapat "hattrick" seperti ini, siapa yang tidak girang?

Termasuk, saya pribadi yang belajar ngeblog sejak 2009 silam namun mulai serius menggelutinya baru dua tahun lalu. Tepatnya, usai mengikuti workshop yang diselenggarakan Komunitas Fun Blogging yang digawangi "Trio Dara" (Ani Berta-Haya Aliya Zaki-Shintaries Nijerinda) pada 10 Januari 2015.

Namun, saya enggan menyebut tahun ini, termasuk "hattrick" pada April sebagai puncak sebagai blogger. Sebaliknya, menurut saya, ini merupakan awal. Yupz, saya bukan orang yang terlalu obsesi. Di sisi lain, saya merupakan pribadi yang total. Ya, mirip Belanda yang memperagakan Total Football pada dekade 1970-an dengan mengadopsi Catenaccio ala Italia.

Menurut saya, masih banyak yang belum saya capai sebagai blogger. Termasuk, untuk lebih giat menulis artikel yang tidak hanya menghibur atau faktual saja, melainkan juga menginspirasi yang baca. Itu semua tercatat dalam wishlist pengembangan diri di dunia ngeblog yang rutin saya update. Tentu saja daftar keinginan tersebut tidak bisa saya beberkan terkait privasi -padahal alasan ^_^ aja hehehe.

Salah satunya, ingin mendietkan blog ini pada statistik. Maklum, beberapa waktu lalu saya sempat kaget ketika ranking Alexa melorot drastis hingga 2,7 juta! Padahal, akhir tahun lalu masih betah di kisaran 500 ribu setelah pada 2015 sanggup ke angka >300!.

Begitu juga dengan Domain Autorithy (DA) yang mentok di skor 20 dari sebelumnya berkisar 30-40 pada pertengahan 2016. Yupz, di kolong langit ini selalu ada dua sisi dalam berbagai hal. Faktor inilah yang membuat saya berusaha untuk mengupdate wishlist secara rutin.

Termasuk, mengikuti One Day One Post (ODOP) yang diselenggarakan Komunitas ISB. Seperti yang saya ulas bulan lalu, event offline ngeblog ini sangat membantu untuk meningkatkan konsistensi menulis. Tentu, ibarat menanam buah, hasilnya tidak dipetik hari itu juga. Melainkan, butuh proses yang memerlukan ruang, waktu, tenaga, dan ide untuk memaksimalkannya.

Artikel #ODOP Sebelumnya

#Prolog One Day One Post (ODOP): Tantangan Sekaligus Motivasi
- #1 Si Doel Anak Sekolahan, Sinetron 1990-an yang Menginspirasi
- #2 Isra Mikraj sebagai Penanda Ramadan Akan Tiba
- #Ini Rahasia untuk Ngeblog Lebih Semangat
- #Gaji Pertama dan Pesan Orangtua
- #Table Soccer Pacu Kreativitas Masa Kecil
- #6 Sebulan Jelang Ramadan Tiba
- #7 Ke Singapura, Aku Kan Kembali
- #8 Final Liga Champions 2016/17
- #9 Pengalaman Horor di Ruangan Kelas Kosong

*       *       *
Artikel ini diikutsertakan dalam kegiatan One Day One Post (ODOP) bersama Komunitas ISB
Jakarta, 2 Mei 2017

Senin, 01 Mei 2017

Pengalaman Horor di Ruangan Kelas Kosong

Hormati Gurumu, Sayangi Temanmu!


PERIODE sekolah merupakan masa-masa yang mengasyikkan bagi saya. Salah satunya ketika masih berseragam putih-biru alias Sekolah Menengah Pertama (SMP). Pada masa inilah merupakan pencarian jati diri bagi pelajar.

Sebab, ketika Sekolah Dasar (SD) masih kanak-kanak (Artikel sebelumnya http://www.roelly87.com/2016/07/hari-pertama-mengantar-sekolah.html). Pun dengan Sekolah Menengah Atas (SMA) yang beranjak puber.

Nah, saat SMP ini biasanya masih polos yang menuju transisi. Tak jarang, pada periode ini, muncul kenakalan-kenakalan ala anak sekolah. Tentu, dalam batas wajar. Saya sendiri memiliki pengalaman berkesan bersama rekan siswa lainnya saat SMP.

Salah satunya, Bima Sakti yang merupakan teman sebangku. Kebetulan, waktu itu tempat duduk kami digilir setiap harinya. Misalnya, Senin kami berada di posisi paling depan, Selasa pada urutan kedua, dan seterusnya. Jika mendapat tempat duduk paling depan itulah yang biasanya kami hindari.

Sebab, agak males juga jika berhadapan langsung dengan guru. Sementara, posisi favorit kami seperti biasa, di urutan paling belakang. Keuntungannya, pandangan guru teraling dengan beberapa kawan sebangku di depan kami. Terkadang, itu yang membuat kami sering tidur.

Tidur? Yupz, saya dan kawan sebangku ini memiliki hobi buruk yang sama. Alias suka tidur di kelas. Pengecualian bagi kami jika pelajaran olahraga. Sebab, ini mata pelajaran yang kami sukai. Bisa dipahami mengingat selama dua jam kami bisa bermain sepak bola di lapangan. Kebetulan, saya merupakan kiper dan Bima di posisi striker.

Mengenai tidur, saya punya pengalaman menggelikan bersama Bima. Kalau tidak salah, itu pelajaran terakhir menjelang pulang. Karena semilir angin di kelas kami yang berada di lantai tiga, membuat saya sedikit mengantuk.

Tiba-tiba, pas bangun saya kaget. Karena melihat sekeliling ruangan kosong. Untung saja tidak ada drama horor seperti di film dengan adanya penampakan (Sebelumnya: http://www.kompasiana.com/roelly87/kenangan-main-petak-umpet_552e0e476ea834cc2a8b45dd). Ketika saya melihat jam dinding menunjukkan -kalau tidak salah- pukul 14.30 WIB. Itu berarti, saya terlelap lebih dari tiga jam.

Pas turun, ternyata sekolah pun sudah sepi. Hanya ada beberapa guru saja serta penjaga sekolah. Pun dengan anggota OSIS yang sedang rapat. Dengan wajah memerah, saya melewati mereka sambil disorakin karena tahu saya ketiduran.

Termasuk, senyuman dari siswi kelas sekolah! Mendapat tatapan itu, menurut saya lebih horor ketimbang ada penampakan di kelas. #TanyaKenapa? Duh, ini benar-benar salah satu momen tak terlupakan selama sekolah!

Esoknya, saya tanya kepada Bima kenapa tidak membangunkan saya. Dengan terkekeh, dia menjawab, "Disuruh pak guru, satu kelas ga boleh ada yang bangunin elo. Soalnya, kata pak guru, elo sering tidur saat dia ngajar, jadi ya sengaja."

Mendengar penuturannya itu, membuat saya sedikit malu. Bahkan, sejak insiden itu saya memiliki julukan baru, yaitu "tukang tidur". Termasuk kini meski sudah lewat belasan tahun silam ketika saya kerap bertemu dengan teman-teman SMP lainnya.

Untuk Bima, sejak lulus kuliah sudah menetap di Kota Tepian. Ketika bekerja di pertambangan pada akhir dekade 2000, saya sempat menyambangi kediamannya. Lagi-lagi, ketika baru menginjakkan kaki di rumahnya, dengan tertawa Bima langsung menyambut saya dengan kalimat khas, "Ahlan wa Sahlan, wahai tukang tidur."
*       *       *

Artikel #ODOP Sebelumnya

#Prolog One Day One Post (ODOP): Tantangan Sekaligus Motivasi
- #1 Si Doel Anak Sekolahan, Sinetron 1990-an yang Menginspirasi
- #2 Isra Mikraj sebagai Penanda Ramadan Akan Tiba
- #Ini Rahasia untuk Ngeblog Lebih Semangat
- #Gaji Pertama dan Pesan Orangtua
- #Table Soccer Pacu Kreativitas Masa Kecil
- #6 Sebulan Jelang Ramadan Tiba
- #7 Ke Singapura, Aku Kan Kembali
- #8 Final Liga Champions 2016/17
*       *       *
Artikel ini diikutsertakan dalam kegiatan One Day One Post (ODOP) bersama Komunitas ISB
Jakarta, 1 Mei 2017