Ilustrasi aktif di media sosial |
GOSIP menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia versi daring (kbbi.kemdikbud.go.id/entri/gosip) berarti "Obrolan tentang orang-orang lain; Cerita negatif tentang seseorang; pergunjingan: banyak program televisi yang menayangkan gosip yang tidak etis dalam pandangan keagamaan".
Dalam islam seperti yang saya kutip dari pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI), gosip dikenal sebagai gibah. Bahkan, menurut Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) hukumnya haram (http://properti.kompas.com/read/2009/12/26/11555081/mui.quotinfotainmentquot.harus.hindari.gibah).
Namun, perkembangan teknologi dan informasi membuat sekat antara gosip tersebut jadi tipis. Bahkan, di dunia sepak bola yang saya kenal, gosip itu sudah jadi konsumsi sehari-hari. Bahasa kerennya, rumor. Entah itu rumor pemain A pindah ke klub Z, pemain B bertahan di tim X, dan lain-lain.
Ya, seperti halnya prediksi, rumor itu bisa benar juga bisa tidak. Kalau menjerumus, saat ini populer disebut hoax. Terutama pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) lalu.
Nah, dewasa ini kita tidak asing jika mendengar info yang sumbernya "dari grup sebelah" dan terus disebar secara berantai. Saya sendiri sering mendapat info ini baik di media sosial seperti facebook dan twitter atau aplikasi chat (whatsapp).
Namun, setiap mendapat info yang menurut saya menyesatkan, saya bergeming. Meski, diiming-imingi untuk menyebarkan atau sekadar forward. Kebetulan, saya bukan tipe orang yang sering mewarnai media sosial. Hanya sesekali kalau ada info penting atau jika mengikuti suatu event.
Jadi, terhadap sesuatu seperti gosip, rumor, atau hoax, saya tidak menggubrisnya. Sebab, saya tidak ingin meracuni teman di facebook atau followers di twitter dengan kabar menyesatkan.
Apalagi, sebagai blogger saya berpedoman pada sembilan elemen Bill Kovach. Tentu, saya harus kritis. Terutama jika mendapat info, saya berusaha untuk mencari tahu ke sumbernya langsung. Atau, setidaknya membaca referensi dari yang terpercaya.
Kebetulan, sejak aktif di media sosial seperti facebook pada 2009 silam dan twitter (2010) saya punya pengalaman menghindari gosip seskaligus cara untuk tidak menyebarkannya. Beberapa di antaranya seperti:
- Jangan pernah membuka media sosial saat kondisi kita sedang labil.
- Cek dan ricek jika mendapat info yang menurut kita ganjil.
- Wajib kritis. Akun media sosial yang sudah terverifikasi itu belum tentu menyebarkan info yang benar. Banyak kasus, penipuan atau penggiringan opini negatif justru dari mereka yang memiliki tanda contreng di media sosial.
- Atur privasi di media sosial. Tandai jika ada rekan yang sering menyebar info ganjil. Tentu, kita tidak enak untuk memutus pertemanan. Namun, kita bisa memfilternya dengan membisukan pada pengaturan di facebook dan twitter.***
Media Sosial seperti facebook, twitter,
dan sebagainya ibarat air.
Bisa membuat perahu berlayar
tapi juga dapat menenggelamkannya.
Baik dan buruknya tergantung pada diri kita.
(www.roelly87.com)
dan sebagainya ibarat air.
Bisa membuat perahu berlayar
tapi juga dapat menenggelamkannya.
Baik dan buruknya tergantung pada diri kita.
(www.roelly87.com)
* * *
Artikel #ODOP Sebelumnya
- #Prolog One Day One Post (ODOP): Tantangan Sekaligus Motivasi
- #1 Si Doel Anak Sekolahan, Sinetron 1990-an yang Menginspirasi
- #2 Isra Mikraj sebagai Penanda Ramadan Akan Tiba
- #3 Ini Rahasia untuk Ngeblog Lebih Semangat
- #4 Gaji Pertama dan Pesan Orangtua
- #5 Table Soccer Pacu Kreativitas Masa Kecil
- #6 Sebulan Jelang Ramadan Tiba
- #7 Ke Singapura, Aku Kan Kembali
- #8 Final Liga Champions 2016/17
- #9 Pengalaman Horor di Ruangan Kelas Kosong
- #10 Juara Bukan sebagai Obsesi dalam Ngeblog
- #11 Sejarah dan Pelajaran untuk Masa Depan
- #12 Buffon dan Jahe Tua yang Selalu Lebih Pedas
* * *
Artikel ini diikutsertakan dalam kegiatan One Day One Post (ODOP) bersama Komunitas ISB- Jakarta, 5 Mei 2017
Harus Positif Thinking aja dah ...
BalasHapussemoga dijauhkan dari sifat Gosip, Iri dan Dengki, Amin