TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Foto Esai

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Foto Esai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Foto Esai. Tampilkan semua postingan

Selasa, 26 Januari 2016

(Esai Foto) Di Balik Liburan ke Curug Nangka (I)




MENJELAJAH Pulau Pari sudah, basah-basahan di Arung Jeram Citarik sudah, juga dengan main Paint Ball bersama Rahmad Darmawan di Cikole pun sudah. Kali ini giliran wisata ke kaki Gunung Salak di Bogor yang jadi tujuan kami saat merayakan ultah ke-11 kantor kami. Jadi, saya bersama belasan rekan reporter, grafis, dan bagian umum sepakat untuk berwisata ke Curug Nangka.

Kebetulan, ada salah satu rekan yang memiliki vila yang letaknya tidak jauh dari kaki Gunung Salak. Alhasil, kami ke sana cuma membawa pakaian dan gadget masing-masing saja. Untuk makanan dan keperluan lainnya sudah diurus kantor. Ya, namanya juga liburan untuk merayakan ultah.

*        *        *

Menggunakan sepeda motor, kami pun turut konvoi menembus dinginnya malam dari kantor di kawasan Gelora Bung Karno (GBK), Senayan, Jakarta Pusat, menuju Bogor. Rute pergi melewati Jalan Gatot Subroto yang menembus ke Pasar Minggu, Depok, hingga titik awal di Plaza Ekalokasari, Bogor.

Dari salah satu mal terbesar di Kota Hujan ini, kami istirahat sejenak. Maklum, saat itu, saya melirik ke arloji sudah menunjukkan pukul 03.00 WIB. Berarti, masih ada 30 menit hingga satu jam menuju lokasi. Kebetulan, kami berangkat malam hari jadi tidak macet. Namun, kami tidak lantas ngebut karena sesuai kesepakatan, harus beriringan. 

Ya, jaga-jaga agar jika ada rekan yang sepeda motornya bocor bisa saling membantu. Bisa dipahami mengingat perjalanan malam memang rentan karena kios tambal ban jarang ada. Apalagi, kawasan di kabupaten Bogor beda dengan Jakarta yang 24 jam selalu ramai.

*        *        *

Singkatnya, seperti yang sudah saya muat dalam artikel sebelumnya (Menikmati Segarnya Air di Curug Nangka yang Memesona), kami pun tiba di vila sebelum ayam berkokok. Saya sih saat itu langsung tidur. Tapi, tidak dengan beberapa teman yang asyik ngutak-atik gadgetnya masing-masing. Kebetulan, meski di kaki gunung, sinyal tetap jernih hingga kami mudah untuk berselancar di internet. 

*        *        *

Foto bersama di Curug Daun. Biar kata kedinginan, kami tetap memasang wajah semangat 45.
*        *        *

Beberapa rekan berebut untuk main perosotan di kolam yang lokasinya antara Curug Daun dan Curug Kaung. Ya, nostalgia dengan masa kecil yang bahagia.

*        *        *

Oh ya, bagi kami, Curug Nangka hanya salah satu dari rangkaian acara saja. Sebab, banyak agenda lain yang kami isi sepanjang Sabtu dan Minggu (16-17/1). Kebetulan, saat itu kantor libur, jadi sekalian kami mengisinya dengan berpesiar.

*        *        *

Malam harinya seusai mengunjungi Curug Nangka dan menjelajahi berbagai kawasan menarik di kaki Gunung Salak, kami memulai "ritual". Apalagi, kalau bukan bakar-bakar ayam dan jagung yang dilanjutkan dengan main gaple. Ya, intinya ini acara pria.

*        *        *

Oh ya, namanya juga vila di kaki gunung, jadi jangan dibayangkan jika semuanya serba ada. Sebab, kami melakukan bakar-bakar ayam dan jagung dengan peralatan dapur alakadarnya yang bukan ala "berbekyuan". 
*        *        *

Meski begitu, kami tetap menikmatinya. Ya, sekali-sekali kami harus beradaptasi dengan alam. Jadi, kami makan dengan beralaskan daun pisang yang dipetik di lereng gunung. Pun dengan bahan bakarnya mencari serabut dan batok kelapa yang berserakan di pinggir sungai. Paling hanya saus botol dan kecap manis saja yang beli di jalan saat singgah sejenak mengisi bensin. Meski sederhana, tapi kami antusias menyantapnya hingga ludes tak tersisa. Antara enak dan lapar pun jadi satu.

*        *        *

Dan... Acara, puncak pada Sabtu, dua pekan lalu itu adalah main gaple atau domino. Oh ya, ini hanya iseng-iseng sambil menunggu pertandingan sepak bola yang kami tonton melalui streaming di layar ponsel masing-masing. Jadi, bukan berjudi, melainkan "taruhannya" cukup dengan mengoleskan arang ke pipi yang kalah!
*        *        *
Artikel terkait:
11 Tahun Harian TopSkor

Esai Foto sebelumnya:
- (Esai Foto) Di Balik Nobar Liverpool-Leicester
Menikmati Senja di Taman Ayodya sambil Baca Buku Gratis di Perpustakaan Terapung
Anugerah Jurnalistik Aqua (AJA) V: Antara Kritik dan Apresiasi Penyelenggara
Membongkar "Rahasia" Bea Cukai
*        *        *
- Jakarta, 26 Januari 2016

Kamis, 24 Desember 2015

(Esai Foto) Menikmati Senja di Taman Ayodia sambil Baca Buku Gratis di Perpustakaan Terapung



MENIKMATI libur tidak harus mahal. Cukup dengan membawa uang Rp 3.000 sebagai biaya parkir, kita bisa mendapatkan pengalaman dan suasana baru. Itulah yang terjadi pada saya kemarin sore, Rabu (23/12). Usai menghadiri rapat tahunan Badan Narkotika Nasional (BNN) sekaligus membahas program 2016 yang akan melibatkan blogger seperti 2014 lalu, saya pun menuju Taman Ayodya.

Dalam kesempatan itu, Kepala BNN Budi Waseso bersama Antar Sianturi (Deputi Pencegahan) dan Slamet Pribadi (Kabag Humas), berencana selain kembali mengaktifkan kampanye menulis, juga siap mengajak blogger untuk mengunjungi Balai Rehabilitasi BNN di Lido, Bogor. Tujuannya, memberi informasi lebih dalam mengenai bahaya narkotika dan obat terlarang (narkoba) kepada blogger yang bisa disebar kepada anak, saudara, keluarga, kerabat, dan kenalannya.

*       *       *

Sesampainya di taman yang juga disebut Taman Barito karena berlokasi di Jalan Barito, Jakarta Selatan, saya disambut keriuhan puluhan bocah. Ada lari-lari, selfie, main ayunan, hingga memancing. Oh ya, Taman Ayodia kini sudah bersolek. Dibanding beberapa bulan lalu, sekarang taman yang diresmikan 6 Maret 2009 itu lebih tertata. Selain sarana olahraga dan permainan untuk anak kecil, juga ada perpustakaan terapung yang menyediakan puluhan koleksi buku.
*       *       *

Untuk mengakses Taman Ayodia ini bisa menggunakan kendaraan umum atau pribadi seperti saya yang memakai sepeda motor dan parkir di depannya dengan tarif flat Rp 3.000. Untuk bus, bisa naik dan turun di terminal Blok M yang berjarak sekitar 500 meter. Jika menggunakan Commuter Line ada dua pilihan, yaitu di Stasiun Palmerah dan Kebayoran Lama yang sama-sama harus naik ojek lagi.
*       *       *


Oh ya, di taman ini ternyata sudah disediakan wifi gratis dari Pemerintah Kota (Pemkot) DKI Jakarta yang layak diapresiasi untuk memanjakan warganya. Dalam informasi yang terpasang di sekitar taman, pengunjung juga bisa membeli voucher dengan nominal tertentu.
*       *       *

Jika pengunjung lelah usai menikmati keindahan taman, bisa beristirahat sejenak di pendopo. Seperti yang saya foto, seorang pria asyik membaca novel. Di era sekarang, itu jadi pemandangan langka mengingat mayoritas orang lebih sibuk dengan gadget atau ponselnya masing-masing.
*       *       *

Pemandangan yang indah di sekitar taman dengan danau buatan membuat. Dalam foto, tampak latar Hotel Gran Mahakam yang memesona dengan menyandang predikat bintang lima. 
*       *       *

Dalam hidup selalu ada dua sisi. Sayangnya, kebersihan di taman ini kurang terjaga. Sepenglihatan mata saya, banyak sampah bertebaran, khususnya areal rumput.  Begitu juga dengan pohon dan bunga sudah banyak yang layu.
*       *       *

Butuh perjuangan bagi pengunjung untuk bisa ke toilet. Lantaran hanya tersedia dua toilet hingga warga harus antre. Mending untuk buang air kecil, jika ada yang buang air besar, harus siap-siap diketok pintunya dari luar. Sekadar informasi, untuk menggunakan toilet tarifnya Rp 2.000.
*       *       *

Ketika berbincang dengan beberapa ekspatriat dan warga negara asing (WNA) asal benua biru, mereka mengagumi keindahan Indonesia, khususnya pembangunan di Jakarta. Hanya, mereka tetap menggunakan kata "tapi" dalam obrolan tersebut dengan menyebut bangsa kita piawai membangun, tapi kurang pandai melestarikannya. Contohnya, tempat sampah ini. Ya, selain peran pemkot DKI, pengunjung juga wajib menjaga kebersihan. Sayang banget, taman yang menelan anggaran hingga Rp 2,1 miliar ini harus terbengkalai...
*       *       *

Untuk papan informasi sudah jauh lebih baik karena tersebar di berbagai titik. Hanya, fakta di lapangan kurang berjalan dengan baik. Sekadar saran, larangan merusak tanaman menurut saya agak rancu. Sebab, itu seperti melarang orang yang memberi bunga untuk pasangannya.

Pengalaman saya, Taman Ayodia ini salah satu tempat yang kerap dijadikan lokasi untuk "penembakan" dengan setangkai bunga mawar. Terutama dari anak baru gede (ABG) yang bisa membeli mawar dari toko bunga di seberang taman.
*       *       *

Untuk menikmati taman baca ini, pengunjung harus bergantian. Karena maksimal perpustakaan terapung ini hanya mampu mengangkut beban 10 orang dewasa. Kebetulan saya datang sore hari, jadi tidak begitu ramai seperti pagi hingga siang.
*       *       *

Yang menarik, taman baca ini juga menyediakan puluhan buku, baik fiksi dan non fiksi. Ada beberapa novel populer yang bisa dinikmati secara gratis. Dengan syarat, setelah baca, pengunjung harus mengembalikannya di tempat semula.
*       *       *

Untuk kategori non fiksi, tersedia majalah, koran, komik, dan buku anak. Sayangnya, saat itu tidak ada petugas yang jaga. Beruntung, saya mendapat informasi dari salah satu pengamen bernama Angga yang -katanya- dipercaya untuk menerima sumbangan buku. Menurutnya, jika ada pengunjung yang ingin menyumbang buku, bisa langsung menghubunginya di nomor 087776**4634 dan pin BB 582525**.
*       *       *

Banyak pilihan untuk menikmati buku gratis. Bisa dibaca di tempatnya yang mirip perahu terapung, pendopo, atau di sekitar taman yang sudah disediakan bangku. 
*       *       *

Menurut informasi, Taman Baca Apung atau Perpustakaan Terapung ini dibangun Pemkot DKI bekerja sama dengan Ikata Arsitek Indonesia (AIA), Suar Artspace, Holcim, Kelas Pagi Jakarta, dan Airmas Asri.

*       *       *


Awalnya, saya pikir dari kejauhan itu sampah plastik. Ternyata, ada ikan-ikan kecil yang sedap dipandang. 
*       *       *

Beberapa drum digunakan sebagai penahan agar taman baca ini tetap terapung. Suatu ide yang menarik. Semoga, Pemkot DKI dan beberapa pihak terkait lainnya membuat taman baca ini di berbagai lokasi di Jakarta.
*       *       *

Sekilas, saya melihat taman baca apung ini seperti perahu. Dua jempol untuk ide dan penerapannya. Semoga mampu dirawat dengan baik oleh yang pihak yang bersangkutan dan juga pengunjung agar tidak terbengkalai.
*       *       *

Sepasang remaja di pintu masuk taman baca apung ini mengingatkan saya pada adegan foto fenomenal Leonardo Di Caprio dan Kate Winslet di dek kapal Titanic...
*       *       *

"Ayah, aku mau naik."
"Jangan nak, nanti terpeleset bisa jatuh."

Tepat di depan perpustakaan terapung terdapat tempat duduk sekaligus sarana bermain untuk anak.
*       *       *

Berbagai komunitas dari segala kalangan pun sangat menikmati bersantai di Taman Ayodia.
*       *       *

Deretan bangku di bibir taman ini kerap digunakan untuk berbagai acara baik komunitas atau menggandeng pihak sponsor. Termasuk beberapa waktu lalu dengan nonton bareng (nobar).
*       *       *

Perpustakaan Terapung di Taman Ayodia terlihat eksotis di malam hari.
*       *       *
*       *       *
Seluruh foto diambil melalui kamera ponsel
- Jakarta, 24 Desember 2015