Jadi Penonton di Rumah Sendiri (II)
Trofi Liga Champions milik Italia yang terakhir diraih FC Internazionale pada 2009/10 |
PUBLIK dibuat gempar ketika Antonio Conte resmi memilih Chelsea sebagai
pelabuhan berikutnya pada 4 April lalu. Keputusan pria 46 tahun ini membuktikan
Italia sebagai gudang pelatih berkualitas. Apalagi, Conte memiliki jejak yang
meyakinkan dengan tiga scudetto beruntun
bersama Juventus dan meloloskan negaranya ke Piala Eropa.
Sebelumnya,
akhir tahun lalu, CEO Bayern Muenchen Karl-Heinz Rummenigge, mengumumkan
keputusan penting. Mereka memilih Carlo Ancelotti sebagai pengganti Josep
Guardiola awal musim nanti. Alasan Rummenigge jelas karena faktor Liga
Champions. Kompetisi yang sudah tiga kali dimenangkan Ancelotti bersama AC
Milan (dua kali) dan Real Madrid.
Dominasi
pelatih asal Italia kian kentara dengan tangan dingin Claudio Ranieri bersama Leicester
City. Sosok yang sebelumnya dijuluki “Mr.
Runner-up” ini sukses mendekatkan timnya dengan titel Liga Primer. Hingga
pekan ke-33, Leicester memuncaki klasemen sementara yang unggul tujuh poin atas
Tottenham Hotspur.
Memang,
mereka belum tentu menjuarai Liga Primer karena masih menyisakan lima
pertandingan lagi. Namun, Ranieri sudah pasti meloloskan Leicester untuk kali
pertama dalam sejarahnya ke Liga Champions musim depan. Sebab, “The Foxes” unggul 15 poin dari Manchester
United yang berada di peringkat empat.
Pada 18
September 2014, Stadion Giuseppe Meazza atau dikenal dengan San Siro ditunjuk
Federasi Sepak Bola Eropa (UEFA) untuk menyelenggarakan final Champions 2015/16.
Ini kali keempat markas AC Milan dan FC Internazionale itu dipilih untuk laga
pamungkas turnamen terelite di kompetisi Eropa tersebut. Sebelumnya, Meazza sukses
jadi penyelenggara final 1965 yang dimenangkan Inter, 1970 (Feyenoord), dan 2001
(Muenchen).
* * *
KEMARIN, mayoritas pencinta sepak bola di seluruh dunia tertuju pada Nyon.
Di kota kecil negara Swiss yang berbatasan dengan Prancis itu terdapat markas
UEFA. Otoritas bal-balan tertinggi di
Eropa ini sudah melakukan undian semifinal dan final Liga Champions serta Liga
Europa 2015/16.
Direktur
Kompetisi UEFA Giorgio Marchetti dengan perlahan memutar bola-bola yang berisi
kertas undian. Di belakang tubuh suksesor Gianni Infantino yang kini jadi
Presiden FIFA itu terdapat tulisan yang ikonik: Road to Milano. Ya, Marchetti mengambil undian semifinal bersama
Dejan Stankovic.
Mendengar ketiga
nama itu tentu tidak asing lagi di telinga. Infantino merupakan Italia tulen
yang lahir di Brig, Swiss. Sementara, Marchetti sebelumnya menjabat sebagai
Sekretaris Jenderal (Sekjen) Seri A.
Bagaimana
dengan Stankovic? Karier eks gelandang 37 tahun ini dimulai bersama Red Star
Belgrade pada 1995-1998. Setelah itu, Stankovic memperkuat Lazio dan mencapai
kejayaan bersama Inter hingga pensiun 2013. Setelah gantung sepatu, pria asal
Serbia ini seperti enggan meninggalkan tanah Italia.
Terbukti,
musim lalu, Stankovic dipercaya Roberto Mancini sebagai asistennya di Inter
setelah sebelumnya dengan Udinese. Kehadiran sosok yang akrab disapa Deki ini
di Nyon sebagai Duta Final Liga Champions musim ini yang kebetulan dihelat di stadion
yang jadi markasnya selama sembilan musim.
Ketika
tangan Stankovic menunjukkan kertas bertuliskan Real Madrid CF, seketika tamu
yang memadati markas UEFA tersebut bergemuruh. Sebab, raksasa Spanyol itu akan melakoni
laga kandang pada leg kedua saat
menghadapi Manchester City (4/5). Begitu juga saat Stankovic merogoh bola
dengan nama FC Bayern Muenchen, yang berhadapan dengan Atletico Madrid.
Itu berarti,
ada dua opsi untuk final ideal yang berlangsung di jantung kota Milan pada 28
Mei mendatang. Pertama, terciptanya “All-Spanish
Finale” antara Madrid versus Atletico. Kedua, duel bertajuk “Clash of the Titans” yang melibatkan –lagi-lagi–
Madrid dengan Muenchen yang merupakan raksasa dari Jerman.
Alternatif
lainnya bisa Madrid versus City dan Atletico kontra City. Apa pun itu, yang
pasti, untuk kali ini, trofi “si Kuping Lebar” bakal terbang di antara tiga
negara: Spanyol, Jerman, dan Inggris. Sementara, publik Italia, khususnya warga
Milan, hanya bisa duduk manis menyaksikan pertandingan paling bergengsi di
antara klub Eropa tersebut.
Sebab,
jangankan bernostalgia dengan melihat trofi ada di lemari klub. Bahkan duo tim
sekota Milan saja sudah lama absen di Liga Champions. Kali terakhir “I Rossoneri” tampil pada 2013/14 ketika
didepak Atletico pada 16 besar. Inter lebih parah karena belum pernah bermain
di Liga Champions lagi sejak dieliminasi Marseille pada perdelapan final
(2011/12).
Jadi, pada 28
Mei mendatang, mereka harus bersiap jadi tuan rumah yang baik untuk dua
finalis. Para pemain Milan dan Inter, bisa duduk manis sebagai penonton di stadion
berkapasitas 80 ribu kursi itu untuk menyaksikan laga pamungkas di kompetisi
terelite Eropa tersebut.
Pertanyaannya,
bagaimana dengan tim Italia lainnya? Sebelas dua belas, alias sama saja. Dari
enam klub yang mewakili Seri A di Eropa, seluruhnya rontok jelang perempat
final. Padahal, musim lalu, ada tiga tim Italia yang melaju hingga semifinal.
Meski, ending-nya kembali hampa gelar
seperti yang diperlihatkan Juventus saat ditekuk Barcelona di Berlin. Atau, Napoli
yang dipermalukan “tim antah berantah” Dnipro Dnipropetrovsk dan Fiorentina
yang dicukur Sevilla, agregat 0-5 di semifinal.
* * *
JUDUL “Jadi Penonton di Rumah Sendiri” bagi saya merupakan déjà vu karena telah menulisnya pada opini
dua tahun lalu. Tepatnya, edisi Sabtu, 3 Mei 2014, usai Juventus ditahan
Benfica 0-0 pada leg kedua semifinal
Liga Europa setelah sepekan sebelumnya takluk 0-1 di Da Luz. Ironis mengingat
saat itu, “I Bianconeri” butuh kemenangan
demi lolos ke final yang berlangsung di Juventus Stadium, 14 Mei 2014.
Sayangnya, seperti
yang sudah-sudah, Juventus seperti mengidap sifat ambiguitas. “Si Nyonya Besar”
merupakan klub terhebat di Italia tapi ketika tampil di Eropa berubah jadi
medioker.
Yang pasti, final
Liga Champions musim ini bak anomali bagi sepak bola asal negeri piza tersebut.
Berlangsung di Milan dengan tidak ada satu pun klubnya yang tembus hingga
perempat final. Mungkin, sepak bola Italia terlanjur puas karena merasa
keberadaannya sudah cukup dengan diwakili Infantino, Marchetti, dan Stankovic.
Bisa jadi.
Final Liga Champions yang Berlangsung di Italia
1965/65 Giuseppe Meazza, Milan (FC Internazioanle vs Benfica 1-0)
1969/70 Giuseppe Meazza, Milan (Feyenoord vs Celtic FC 2-1)
1976/77 Olimpico, Roma (Liverpool vs Borussia Moenchengladbach 3-1)
1983/84 Olimpico, Roma (Liverpool vs AS Roma 1-1, pen)
1996/97 Olimpico, Roma (Juventus vs Ajax Amsterdam 1-1, pen)
2000/01 Giuseppe Meazza, Milan (Bayern Muenchen vs Valencia 1-1, pen)
2008/09 Olimpico, Roma (Barcelona vs Manchester United 2-0)
2015/16 Giuseppe Meazza, Milan (?)
* * *
Seri Liga Champions 2015/16:- Nobar dengan Suasana Pantai
- Titik Nadir Sepak Bola Italia?
- Akhir Tragis dari Strategi Memunggungi Sungai ala Han Xin (Bei Shui Yi Zhan)
- Menanti Juventus Menguji Sejarah
- Tujuh Tempat Nobar Asyik di Jakarta
- Apalah Artinya Sebuah Nama
- Ketika Pep di-PHP Max
- Jadi Penonton di Rumah Sendiri (I)
* * *
Artikel ini dimuat di Harian TopSkor edisi 16 April 2016
- Jakarta, 16 April 2016
Kalo boleh tahu akang ini pegang klub yang mana nih kang di liga liga champion 2016 ini ..
BalasHapussaya mah absen mas :)
Hapussecara, "si Nyonya Besar" udah pulang kampung...
Hmmm sama nih saya juga sering nonton dirumah sendiri.
BalasHapusasyik :)
Hapusyuk mas...
saya selain juventus belum tertarik membaca beritanya kang hehe
BalasHapuswkwkwkkw
Hapusasyik ada juventini juga :)
aku pingin ngerasain nonton di lapangan lgs, pingin ke negara mana yaaa
BalasHapusnegara prancis ajaaaa, biar bisa romantis sama suaminya mbak :)
Hapuskalau paling ideal memang Real Madrid vs Bayern Muenchen yang melaju ke final, sama-sama tim yang tengah on fire saat ini, dan juga memang banyak sekali pemain bintang di kedua kubu, bahkan bisa dibilag semua pemainnya adalah pemain bintang. jadi jika keduanya bertemu, pasti akan seruuu
BalasHapussetujuuuu :)
Hapusbtw, banyak opsi juga sih tapinya he he he
madrid-atletico: all spanish finale
muenchen-city: duel calon pelatih
atletico-muenchen: ulangan final ucl 1974
klub2 italia lagi melempem .... ga apa2 mereka bukan klub favorit saya :)
BalasHapushik hik hik
Hapussedih mas, secara saya fan juventus :)
he he he, tapi next time semoga mereka bisa berjaya...
saya sih setuju yang masuk final Real Madrid vs Athletico, karena pasti bakal seru. Athletico bakal habis2an buat balas dendam pas kalah di final sebelumnya
BalasHapusyupz, kalo menang bakal jadi revans yang sempurna antardua tim asal spanyol :)
Hapus*jadi inget juve kalah sama milan pada 2003 (hik hik hik)
bawa tipinya ke teras rumah, ntar tetangga juga pada dateng sendiri, nobar edisi hemat duit :D
BalasHapus