ADAGIUM lawas mengatakan, ada harga tentu ada rupa. Alias, kita membayar mahal apa yang memang pantas didapatkan.
Syahdan, pada pertengahan phalguna lalu, saya sempat kaget ketika menyaksikan salah satu rekan peliput yang membeli kain seharga smartphone high-end. Secara kasat mata, kain tersebut tidak beda jauh dengan yang dijual di pasaran.
Namun, ketika diraba lebih lanjut, ternyata ada guratan yang khas. Pun dengan motif yang memesona dan coraknya yang sangat kaya.
Ketika itu iseng saya tanya, "Ka, ngapain lo beli kain yang harganya lebih dari enam digit?"
Sosok yang kini lebih sering di balik meja ketimbang lapangan menjawab, "Gw udah punya batik, songket, ulos, dan sebagainya ketika ngebolang. Mumpung ke daerah sini, ya udah sekalian beli. Ini (kain) bukan sembarangan. Handmade, ga pakai mesin."
Sebagai pria, tentu saya kurang paham busana apalagi kain. Toh, beli pakaian setahun sekali. Itu pun jelang lebaran. Ha ha ha.
Namun, melihat antusiasme rekan tersebut yang rela merogoh kocek dalam demi selembar kain, saya pun mahfum. "Namanya juga hobi," penilaian saya saat itu.
Bisa dipahami mengingat saya juga tidak ragu mengeluarkan dana setiap bulannya untuk membeli buku. Baik itu biografi atau roman sejarah. Bahkan, hingga nominal yang wah sekali pun.
* * *
SIANG itu, langit-langit ibu kota tampak cerah. Dari kawasan Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Senayan, saya menuju Menara BCA yang berlokasi di Jalan Mohammad Husni Thamrin, Jakarta Pusat.Usai menukar identitas, saya menuju Kafe BCA yang terletak di lantai 20 dari salah satu gedung pencakar langit tertinggi di Tanah Air. Saat itu, sudah berkumpul rekan blogger yang akan menghadiri acara yang diselenggarakan Bank Central Asia (BCA).
Yuppiii, BCA lagi! Ya, kebetulan, sebagai blogger saya sering mengikuti acara yang diselenggarakan bank swasta terbesar di Tanah Air ini. Mulai dari olahraga seperti bulu tangkis hingga wayang.
Nah, kebetulan pada Senin (9/7) ini berkaitan dengan budaya. Tepatnya, bertema "Tenun Ikat, Indonesian Legacy into the Spotlight".
Usai mencicipi beberapa cemilan, pandangan saya tertuju pada sudut utara gedung. Tampak seorang wanita paruh baya asyik menenun. Di sebelahnya, terdapat beberapa bahan seperti benang, jarum, dan kain.
Eitsss, saya jadi ingat uang Rp 5.000 dengan gambar Pengrajin Tenun Pandai Sikek. Saya pun membuka dompet untuk menyamakan perkakas tenun tersebut.
Sayangnya, di dompet saya adanya Rp 5.000 dengan latar Gunung Bromo. Sambil mencari informasi di internet, ternyata Rp 5.000 dengan gambar penenun keluaran 2001 sudah ditarik peredarannya. Saat ini, yang beredar uang keluaran 2016.
* * *
"UNTUK membuat satu kain tenun ikat, makan waktu sekitar satu bulan," sang ibu tersebut menjawab pertanyaan saya.
Duh, lama juga. Pantas harganya mahal. Apalagi, dibuatnya secara manual. Saya kagum dengan keuletan pengrajin tenun ikat. Tak heran jika BCA rela menunggu lama untuk dijadikan busana seluruh karyawannya.
Yupz, dalam kesempatan itu, BCA bekerja sama dengan Ikat Indonesia untuk memproduksi seragam dengan motif tenun ikat. Hasilnya... Wow! Luar biasa keren. Sebagai orang awam, saya sangat tertarik.
Sekaligus menarik. Sebab, BCA membuktikan kepeduliannya terhadap warisan budaya bangsa. Maklum, tenun ikat merupakan karya kreatif yang dihasilkan masyarakat lewat warisan turun-temurun BCA ikut melestarikannya sebagai busana harian.
"Melalui inisiatif produksi seragam BCA bermotif tenun ikat ini, kami ingin mendorong terciptanya kebutuhan yang sifatnya massal. Sehingga, masyarakat penenun memiliki kesempatan mengembangkan dan menerima manfaat tersebut," kata Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja dalam diskusi dengan blogger dan media.
Dalam kesempatan itu, turut hadir Direktur BCA Lianawaty Suwono dan Vera Eve Lim, Fashion Designer dan Founder IKAT Indonesia Didiet Maulana, dan Pengamat Ekonomi Industri Kreatif Agustinus Prasetyantoko.
Kehadiran mereka sebagai nara sumber sukses menambah pengetahuan saya tentang tenun ikat. Bisa dipahami mengingat tenun ikat salah satu kekayaan industri kreatif Indonesia yang kini mulai dikembangkan secara massal. Penyebarannya meliputi Toraja, Sintang, Jepara, Bali, Lombok, Sumbawa, Sumba, Flores, dan sebagainya.
Jahja menilai, karya kreatif itu harus diapresiasi dan dilestarikan melalui berbagai inisiatif sesuai dengan konteks saat ini. Misalanya, menggunakan motif tenun tersebut untuk fashion masa kini seperti yang sudah diterapkan BCA.
* * *
"KAMI bangga bisa berkolaborasi dengan BCA untuk melestarikan tenun ikat. Karya kreatif ini menjalani proses yang cukup panjang. Dari upaya mengawinkan kultur BCA dan filosofi kain tenun yang hidup dan diwariskan turun temurun oleh masyarakat pengrajin tenun ikat," Didiet, menambahkan.
Pernyataan tersebut beralasan. Pasalnya, proses kreatif designer berdiskusi dengan pengrajin hingga final design memakan waktu enam bulan. Itu belum termasuk pengerjaan produksi tenun itu sendiri yang berlangsung setengah tahun.
Dari proses pengerjaan seragam ini, BCA dan IKAT Indonesia memberdayakan lebih dari 25.000 pengrajin di Desa Troso, Jepara. Total panjang kain tenun yang dibuat mencapai 45 ribu meter.
Alias kalau dihamparkan seperti dari Menara BCA ke Kebun Raya Bogor, Jawa Barat! Seragam baru korporasi dari bank yang memiliki slogan Senantiasa di Sisi Anda ini akan digunakan sekitar 27 ribu karyawan di Tanah Air.
"Model baru seragam BCA bermotif tenun ikat ini akan digunakan seluruh karyawan demi memperkuat identitas nasional BCA pada lebih dari 12.000 kantor cabang di Indonesia. Sekaligus, memberikan dukungan langsung terhadap perekonomina lokal dengan membantu masyarakat yang memiliki keahlian dan keterampilan seperti pengrajin tenun ikat," ujar Vera, optimistis.
Ya, perusahaan yang memiliki busana dengan motif batik sudah banyak. BCA sukses mengambil langkah berbeda. Bank yang pada 21 Februari lalu genap 61 tahun ini jadi pionir dalam penerapan tenun ikat pada motif seragam korporasi .
Saya berharap, apa yang dilakukan BCA bisa diikuti perusahaan lainnya. Sebab, inisiatif menggunakan motif tenun ikat bisa mendongkrak perekonomian masyarakat di Tanah Air... Aamiin!***
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
* * *
Artikel BCA Group Sebelumnya
* * *
- Jakarta, 11 Juli 2018
wah, cakep dan ganteng yang makainya ya kak :)
BalasHapusbaru tahu ternyata prosesnya lama juga ya
Hehe he
BalasHapusSae bos masang foto yang bening