TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Soekarno

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Soekarno. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Soekarno. Tampilkan semua postingan

Senin, 25 Januari 2021

Reuni Ahmad Band dan Riuhnya Netizen Zaman Now

Reuni Ahmad Band dan Riuhnya Netizen Zaman Now

Ahmad Band kembali reuni setelah dua dekade
Foto: Instagram.com/AhmadDhaniOfficial


Yang muda mabuk, yang tua korup

Yang muda mabuk, yang tua korup

Mabuk terus, korup terus

Jayalah negeri ini

Jayalah negeri ini

Merdeka...!


DEMIKIAN sepenggal lirik yang diteriakkan Ahmad Dhani dengan lantang pada Minggu (24/1) di akun Youtube official-nya, Video Legend. Tepatnya bersama beberapa sohibnya yang tergabung dalam Ahmad Band untuk tampil streaming di Studio Video Legend, Pondok Indah, Jakarta Selatan.


Saya yang menyaksikan penampilan impresif mereka pun sangat terpana. Bahkan, rela mematikan aplikasi ojek online (ojol) demi menyimak reuni dari supergrup tersebut. Padahal, ketika itu orderan sedang ramai mengingat hujan yang mengguyur ibu kota sejak pagi sudah reda.


Namun, godaan menyaksikan Ahmad Band secara langsung via smartphone, sukses meluluhkan keinginan saya untuk ngojol. Setidaknya, secara sementara dalam durasi dua jam. 


Sambil mengintip kemenangan Juventus atas Bologna, skor 2-0, yang membuat persaingan scudetto Serie A 2020/21 kian memanas demi mengejar AC Milan dan FC Internazionale yang pada giornata 19 justru sama-sama gagal menang.


Ya, reuni Ahmad Band jadi salah satu yang paling saya tunggu tahun ini. Itu setelah 1 Desember lalu menyimak akun instagram Dhani usai tampil dalam  konser Dul Jaelani, Segitiga Sang Pemuja. 


Saya mengenal Ahmad Band sejak 1998 silam. Alias, setelah supergrup itu merilis album pertama sekaligus satu-satunya, Ideologi, Sikap, Otak, yang cover depannya tergolong nyeleneh, Dhani pakai kopiah yang sekilas mengingatkan publik terhadap Bung Karno, proklamator negeri ini.


Sebagai gambaran, saat itu personel edisi pertama Ahmad Band meliputi:

Vokal: Dhani (Dewa 19)

Gitar: Andra Ramadhan (Dewa 19)

Gitar: Pay (Eks Slank)

Bas: Bongky (Eks Slank)

Drum: Bimo (Netral)


Namun, seiring waktu berjalan, Pay dan Bongky cabut. Alias, hanya ikut pada sesi rekaman dan manggung periode awal. Selanjutnya, masuk personel baru, Thomas Ramdhan (bas/Gigi) dan Jaya (Gitar/Roxx) yang turut tampil pada konser sekanjutnya.


Nah, pada live streaming kemaren, formasinya meliputi:

Vokal: Dhani 

Gitar: Andra 

Gitar: Stephen Santoso (Musikimia)

Bas: Thomas

Drum: Yoyo (Padi, Musikimia)


*       *       *


BAGI saya, kembalinya Ahmad Band jilid 2 atau 3 ini benar-benar memantik adrenalin. Maklum, warna musik mereka sangat ramai dipengaruhi ala seattlesound alias grunge, britpop, hingga rock klasik 1980-an. Pun dengan liriknya yang warna-warni, dari cinta, kemanusiaan, filsafat, hingga politik.


Minus, Aku Cinta Kau dan Dia. Namun, dalam list, tetap terdapat lagu ikonik Ahmad Band lainnya. Mulai dari Dimensi, Bidadari di Kesunyian, Sudah, hingga Distorsi.


Termasuk, Kuldesak yang masuk dalam mini album Dhani-Andra.


Menurut saya, apa yang dibawakan Ahmad Band edisi terbaru ini sangat luar biasa. Tentu, saya tidak bisa membandingkan dengan formasi 1998. Sebab, ketika itu saya masih memakai seragam putih-biru. Alias, tidak punya kesempatan untuk nonton konser langsung. Kaset pun sekadar dipinjami teman sebaya.


Penilaian saya, memang suara Dhani tidak bagus. Namun, berkarakter. Pada usia yang nyaris kepala lima, suaranya tetap khas. Dhani pun pintar memilih lagu yang akan dibawakan.


Misalnya, Sedang Ingin Bercinta dan Cinta Gila itu sangat fenomenal. Tidak cocok dibawakan Once atau Ari Lasso. Pun demikian dengan Bidadari, Sudah, Distorsi, dan lagu Ahmad Band lainnya. 


Sulit bagi musisi lain untuk meng-covernya. Memang banyak yang suaranya lebih bagus dari Dhani. Hanya, saat didengar seperti ada yang kurang. Beda rasa jika dinyanyikan Dhani, sang the one and only...


*       *       *


NYARIS dua jam memelototin layar smartphone yang menampilkan Ahmad Band diiringi rinai pada emperan rumah toko (ruko) di kawasan perbelanjaan Jakarta Selatan ditemani segelas plastik air mineral dan asap kehidupan. Saya pun merasa puas karena penantian 23 tahun terbayar lunas.


Meski, ada beberapa catatan kecil yang membuat saya termotivasi untuk kembali menuliskannya di blog. Maklum, sebelumnya saya beberapa kali memposting tentang Ahmad Dhani. Baik reportase, saduran, dan fiksi.


Terkait penampilan, memang secara personel, untuk Ahmad Band sekarang dengan edisi 1998 sangat beda.  Namun, secara kualitas, bisa diadu. 


Siapa yang tak kenal Thomas, sebagai salah satu basis wahid di negeri ini? Pun demikian dengan Yoyo yang gebukannya memacu adrenalin layaknya John Bonham bersama Led Zeppelin dan Dave Grohl (Nirvana). 


Stephan? Doi dikenal sebagai finisher. Alias, tangan dinginnya piawai meracik komposisi pada beberapa album musisi ternama di negeri ini.


Jadi, untuk personel Ahmad Band saat ini, bagi saya tetap wah. Sebab, yang main merupakan para master.


Nah, untuk host atau mc alias pemandu acara ini yang perlu digarisbawahi. Yaitu, Rizky Billar dan Reymon Knuliqh. Tanpa bermaksud tendensius, namun duet host ini menurut saya kurang cocok.


Itu karena wawasan mereka yang masih tergolong minim. Terutama, saat sesi tanya jawab menyangkut sejarah Ahmad Band dan personelnya saat ini. Hanya, itu mungkin penilaian saya pribadi saja. Sebab, interpretasi setiap orang kan berbeda. Tergantung selera.


Kendati, untuk pembawaan, tentu Billar dan Reymon yang memang dikenal heboh, sukses mencairkan suasana. Itu dari segi positif kehadiran mereka yang di media sosial dan kolon komentar youtube mendapat pro dan kontra.


Kontra banyak banget. Namun, yang pro keduanya sebagai host pun tak sedikit.


Khususnya, Billar yang sedang naik daun. Banyak yang menilai, kehadiran kekasih Lesti Kejora ini sukses mendongkrak viewers streaming Video Legend jadi lebih dari 400 ribu.


Berdasarkan catatan saya, jumlah tersebut paling tinggi diantara streaming lainnya yang dilakukan di akun resmi youtube Dhani tersebut. Padahal, sebelumnya, Video Legend sudah rutin menyelenggarakan live streaming dengan bintang tamu dan host berbeda. 


Mulai dari Giselle Anastasia, Raffi Ahmad, Dul Jaelani, Tissa Biani, hingga Ari Lasso, dan Andre Taulany. Namun, jumlah viewers saat mereka jadi host pun kalah jauh dengan duet Billar-Reymond.


Itu mengapa, kolom komentar Video Legend dan media sosial jadi ajang pertempuran antara yang pro dengan kontra. Sebagian berharap, next live streaming memakai host yang benar-benar mengerti musik. Di sisi lain, ada juga yang meminta Dhani untuk mempertahankan Billar sebagai pembawa acara.


Saya yang sejak masih mengenakan seragam merah-putih sudah mengenal Dhani pun paham. Pentolan Republik Cinta Management ini merupakan sosok yang sulit ditebak. Dhani punya pendirian yang tegas tanpa terpengaruh pendapat orang lain.


Bisa jadi, pada live streaming selanjutnya, baik Ahmad Band, Dewa 19, Tribute to..., Triad, dan sebagainya, host tetap dipegang Billar. Alasannya, jelas. Mungkin, kehadiran Billar bisa mendongrak viewer Video Legend lagi. 


Sekaligus, menarik kalangan milenial agar lebih kenal lagu-lagu lawas dari Ahmad Band, Dewa 19, dan band besutan Dhani lainnya. Khususnya, agar musik Indonesia kembali jadi tuan rumah di tengah invasi K-Pop. 


Untuk yang ini, 100 persen saya sangat setuju dengan Dhani.***


*       *       *

Artikel Terkait: 
Ada Super Junior di Balik Kehebohan Panggung
- Ahmad Dhani dan Jalan Tengah Dewa 19 di Album Bintang Lima
- Ahmad Dhani di Antara Dewa 19 dan Reza
- Ahmad Dhani di Antara ISO, Queen, dan Rumi 
- KamaRatih


 *       *       *

- Jakarta, 25 Januari 2021

Selasa, 18 Juli 2017

40 Tahun Museum Taman Prasasti


Museum Taman Prasasti
(Klik untuk perbesar foto atau geser untuk melihat gambar lainnya)

TRAVELING (atau travelling, tergantung dialek dari Negeri Ratu Elizabeth atau Paman Sam) merupakan salah satu kegiatan yang paling menyenangkan bagi saya. Sejak jadi blogger, kegiatan ini rutin saya abadikan di blog. Baik blog pribadi pada www.roelly87.com atau pada akun Kompasiana.com/roelly87.

Yupz, banyak sisi lain yang menarik digali saat traveling. Entah itu dengan dana pribadi atau berkat dukungan sponsor. Itu yang saya rekam sejak aktif ngeblog. Mulai rutin dengan membuatkan halaman khusus wisata sejak jalan-jalan ke Manado. Setelah itu, Yogyakarta di sela-sela liputan kantor, Bali, Bromo, Palembang, Singapura, hingga Cardiff!

Namun, traveling itu tidak hanya tentang jarak dan waktu. Kebetulan, saya juga sering ngebolang -bocah petualangan- di kawasan yang dekat. Misalnya, Sea World Ancol, RPTRA Kalijodo, Waduk Pluit, Museum Bahari, dan sebagainya.

Banyak pelajaran yang saya petik dari traveling ke tempat yang dekat. Mulai dari pengetahuan sejarah, wawasan, hingga wisata edukasi. Salah satunya ketika saya mengunjungi Museum Taman Prasasti beberapa waktu lalu yang sempat saya tulis dalam artikel berjudul Soe Hok Gie: Prabowo Cerdas tapi Naif.

Bagi saya, berkunjung ke Museum Taman Prasasti yang 9 Juli lalu genap 40 tahun ini sangat menyenangkan. Utamanya, karena lokasinya yang tergolong dekat, hanya seperlemparan batu dari kediaman saya. Apalagi, tiketnya murah meriah yang terjangkau bagi setiap kalangan.

Kebetulan, sejak kecil saya sudah sering mengunjunginya. Maklum, Museum Taman Prasasti bersebelahan dengan Kolam Renang Kebon Jahe yang jadi tempat berenang saya sejak masih berseragam putih-merah.

Itu mengapa, hingga kini saya menyukai traveling ke museum atau cagar budaya dan bangunan bersejarah lainnya. Terutama, Museum Taman Prasasti yang mayoritas berisi makam. Dalam keterangan resminya, terdapat lebih dari 1.000 koleksi di museum yang terletak di Jalan Tanah Abang No 1, Jakarta Pusat.

Berbagai koleksi itu meliputi prasasti, nisan, makam, hingga peti jenazah! Yupz, terdapat dua peti jenazah yang terdapat di Museum Taman Prasasti. Yaitu, peti jenazah dwitunggal proklamator Soekarno dan Moehammad Hatta. Dua jenazah itu jadi koleksi bersejarah yang tersimpan rapi di Museum Taman Prasasti. Untuk makamnya, Soekarno di Blittar dan Hatta di Tanah Kusir, Jakarta Selatan.

Jika Anda ingin mengunjungi Museum Taman Prasasti, caranya mudah. Baik dengan kendaraan pribadi seperti sepeda motor dan mobil. Atau, dengan transportasi umum seperti bus Transjakarta yang tinggal dituju dari halte Monumen Nasional (Monas) atau Commuter Line (Stasiun Gambir).

Namun, untuk lebih praktis, tinggal naik ojek online, yang turun depan museum.  Sekadar informasi, Museum Taman Prasasti buka sejak Selasa hingga Minggu pukul 09.00-15.00 WIB. Untuk Senin, memang tutup seperti halnya setiap museum di Tanah Air yang digunakan untuk perawatan.

Mengenai tiket masuk, pengunjung dewasa hanya membayar Rp 5.000, mahasiswa (Rp 3.000), dan anak-anak (Rp 2.000). Nah, apakah Anda sudah pernah atau ingin mengunjungi Museum Taman Prasasti? Silakan, berbagi pengalaman di kolom komentar di bawah ini.***

*        *        *
Museum Taman Prasasti terletak di Jalan Tanah Abang No 1, Jakarta Pusat

*        *        *
Museum Taman Prasasti diresmikan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin

*        *        *
Saya mendapat izin dari petugas museum untuk foto di atas kereta antik 

*        *        *
Museum Taman Prasasti diresmikan 9 Juli 1977

*        *        *
Salah satu koleksi di Museum Taman Prasasti

*        *        *
Salah satu koleksi di Museum Taman Prasasti

*        *        *
Salah satu koleksi Museum Taman Prasasti

*        *        *
Saya memotret salah satu patung di dekat makam

*        *        *
Nisan Soe Hok Gie

*        *        *
Peti jenazah Soekarno

*        *        *
Artikel ini diikutsertakan dalam kegiatan One Day One Post (ODOP) Juli 2017 bersama Komunitas ISB.
- Jakarta, 18 Juli 2017

Jumat, 02 Desember 2016

6 Misteri di Balik Sang Saka Merah Putih


Bendera merah putih selalu dikibarkan pada HUT Kemerdekaan 17 Agustus


Sebagai warga negara Indonesia, memang sudah seharusnya kita tahu mengenai bendera merah putih. Bahkan, setiap rumah diwajibkan memiliki minimal satu bendera yang akan dikibarkan jelang HUT Kemerdekaan setiap 17 Agustus.

Keberadaannya jadi simbol negara yang sangat penting. Aset berharga yang harus dilindungi. Warna putih menunjukkan kesucian. Sedangkan merah berarti keberanian.

Namun, tidak hanya Indonesia saja yang menggunakan dua warna tersebut sebagai simbol negara. Ternyata, Monako juga memakai merah-putih sebagai identitas negaranya. Berbeda dengan Polandia yang meski dwiwarna, tapi putih-merah.

Pengibaran bendera umumnya dilakukan pada hari-hari penting saja. Misal, HUT Kemerdekaan, peringatan Sumpah Pemuda, atau Hari Pahlawan. Namun, untuk instansi pendidikan seperti sekolah mulai dari SD hingga SMA, umumnya dilakukan setiap Senin dengan upacara terlebih dulu.

Begitu juga dengan instansi pemerintahan. Sehingga, tak menampik jika kebutuhannya juga lebih tinggi dibandingkan yang lain. Alias, harus punya lebih dari satu untuk mempermudah dalam penggunaan agar bisa sering berganti-ganti.

Sebaiknya, bagi Anda yang memiliki bendera merah putih ini di rumah, selalu dicuci dengan rutin dan dirawat. Meskipun, hanya digunakan sekali dalam setahun. Sebab, jika terlalu lama disimpan dalam almari justru akan merusak bahannya. Proses perawatannya sendiri sangat mudah karena cukup dengan mencuci secara teratur, setrika kemudian lipat, simpan dalam lemari dibarengi dengan kamper biar selalu wangi.

Yang menarik, simbol merah putih ini bukan hanya sekadar lambang negara saja. Melainkan, memiliki banyak sekali nilai. Tahukah Anda, bahwa bendera Indonesia ini juga menyimpan banyak misteri? Enam di antaranya sebagai berikut:

1. Bendera pertama dijahit dengan tangan. Jangan salah, jika sekarang ini Anda bisa menemukan produksi massal menggunakan mesin, dulu bendera tersebut dijahit hanya dengan benang dan jarum biasa. Prosesnya dilakukan sehari semalam oleh Ibu Negara Fatmawati saat itu. Ukuran aslinya, 276 x 200 cm.

2. Proses penjahitan dilakukan tengah malam. Semalam sebelum kemerdekaan memang banyak hal yang harus disiapkan. Tak hanya teks proklamasi saja, melainkan juga lambang negara ini. Fatmawati langsung menjahitnya setelah kedatangan Soekarno dari Rengasdengklok. Keduanya lalu mempersiapkan proklamasi yang akan dilakukan esok harinya.

3. Kain yang digunakan bukan katun, melainkan wol. Jika dilihat bendera yang umum digunakan sekarang terbuat dari bahan katun atau spandex, ternyata sejarah bendera pertama negara kita tidak begitu. Sang saka merah putih ini dijahit secara langsung dengan tangan menggunakan bahan kain wol, lebih tebal dan agak berat.

4. Bendera pertama hanya dikibarkan selama masa 32 tahun. Usia bendera ini sudah sangat lama, sama dengan perjalanan Indonesia. Hanya saja, setelah lewat 32 tahun, sang saka merah putih tidak digunakan lagi dan digantikan dengan bendera replika yang umum dijumpai sekarang.

5. Bendera asli sudah cacat karena termakan usia yang membuatnya harus disimpan. Itu karena kondisinya sudah tidak bagus lagi akibat memiliki beberapa robekan pada bagian ujung.

6. Sang saka merah putih ini termasuk lambang negara yang diatur Undang-Undang Dasar (UUD). Jika Anda membaca UUD, ada pada UU no 40 tahun 1958.

Nah, berdasarkan fakta tersebut, penting untuk mengenalkan sang saka merah putih sedini mungkin kepada keluarga kita. Khususnya, anak-anak yang masih masih kecil agar lebih mengerti lagi. Karena merah putih bukan sekadar warna saja, melainkan juga lambang bagi Indonesia sejak 1945 silam.

Bendera merah putih sekarang juga hadir dalam berbagai tampilan. Terutama hiasan-hiasan yang umum digunakan menjelang perayaan 17 Agustus.***
*        *        *
Sumber:
http://indonesia.go.id/?page_id=485&lang=id
http://www.setneg.go.id/images/stories/kepmen/uu24th2009.pdf

*        *        *
Artikel Terkait:
Cara Pintar Memilih Pakaian Pria yang Terbaik

- Jakarta, 2 Desember 2016

Minggu, 04 Januari 2015

Cindy Adams dan Misteri Dua Paragraf Otobiografi Bung Karno


Otobiografi Bung Karno cetakan pertama (Sumber foto: dokumentasi pribadi/ www.roelly87.com)


GAJAH mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, dan manusia mati meninggalkan nama. Adagium itu layak disematkan kepada Proklamator sekaligus Presiden pertama Indonesia, Soekarno (Sukarno). Meski sosoknya telah lama tiada, tepatnya ketika mengembuskan nafas terakhir pada hari Minggu, 21 Juni 1970. Namun, karisma sang "putra fajar" hingga kini tetap abadi. Termasuk saya pribadi yang sejak kecil mengidolakan figur yang dikenal tegas namun bersahaja ini.

Maka, tak heran jika pagi yang hujan pada Senin pekan lalu, saya sangat senang ketika mendapat kiriman majalah Tempo dari tukang koran langganan saya. Bisa dipahami mengingat saat itu Tempo edisi 29 Desember 2014 itu membahas tokoh yang pada era 1960-an ini sukses membuat nyali Amerika Serikat (AS), Inggris, dan sekutunya ciut: Sukarno!

Ya, bagi saya, Tempo edisi akhir tahun itu memang salah satu edisi paling menarik yang pernah saya baca sepanjang 2014. Betapa tidak, cover-nya saja sudah diberi judul yang menggoda: Cindy Adams Bicara - Benarkah penulis otobiografi Sukarno itu agen CIA? Untuk individu yang menyukai teori konspirasi, sudah tentu bakal melahab habis laporan utama yang disajikan sepanjang 11 halaman tersebut.

Nah, bagi saya ada yang mengganjal ketika membaca secara runut tiga artikel Tempo itu. Bukan soal tudingan agen CIA, kisah pribadi Cindy Adams, detik-detik akhir kejatuhan Sukarno, atau mengenai kehidupan keluarga besarnya. Melainkan tentang misteri "paragraf setan" dalam otobiografi Sukarno berjudul "Sukarno: An Autobiography as Told to Cindy Adams" yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh -saat itu- Mayor TNI AD Abdul Bar Salim, menjadi "Bung Karno: Penyambung Lidah Rakyat Indonesia".

Bukan kebetulan mengingat saya memang memiliki otobiografi tersebut yang merupakan edisi pertama pada 1966 dengan judul masih memakai ejaan lama, "Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat Indonesia". Yang menarik ketika Tempo membeberkan adanya ketidak beresan pada otobiografi itu akibat penambahan dua paragraf dibanding versi aslinya dalam bahasa Inggris.

Meski hanya dua paragraf saja yang bisa jadi tidak memengaruhi isi buku atau soal pandangan masyarakat umum terhadap Indonesia. Namun, menurut saya pribadi, memang tambahan tersebut bisa menimbulkan perpecahan. Mengapa? Karena pada halaman 332, Sukarno terkesan meremehkan peran Mohammad Hatta saat proklamasi kemerdekaan. Tentu, saja, dua paragraf itu mengundang polemik dari berbagai kalangan, khususnya sejarawan. Saya sendiri baru merasa aneh ketika sudah tiga kali membaca otobiografi tersebut.

Tempo menuturkan bahwa, pada 2001, sejarawan Syafii Maarif juga penah marah-marah di hadapan keluarga Bung Karno saat acara peringatan 100 tahun Bung Karno. Kata Bung Syafii, Bung Karno mengecilkan peran Bung Hatta. Berikut dua paragraf yang menjadi kontroversi itu yang saya kutip dari otobiografinya:

Tidak ada orang jang berteriak "Kami menghendaki Bung Hatta". Aku tidak memerlukannja. Sama seperti djuga aku tidak memerlukan Sjahrir yang menolak memperlihatkan diri disaat pembtjaan Proklamasi. Sebenarnja aku dapat melakukannja seorang diri, dan memang aku melakukannja sendirian. Di dalam dua hari jang memetjahkan uratsjaraf itu maka peranan Hatta dalam sedjarah tidak ada.

Perananja jang tersendiri selama masa perdjoangan kami tidak ada. Hanja Sukarnolah jang tetap mendorongnnja kedepan. Aku memerlukan orang jang dinamakan "pemimpin" ini karena satu pertimbangan. Aku memerlukannja oleh karena aku orang Djawa dan dia orang Sumatra dan dihari-hari jang demikian itu aku memerlukan setiap orang denganku. Demi persatuan aku memerlukan seorang dari Sumatra. Dia adalah djalan jang paling baik untuk mendjami sokongan dari rakjat pulang jang nomor dua terbesar di Indonesia.

*      *      *

Dua paragraf yang hingga kini masih misteri (Sumber foto: dokumentasi pribadi/ www.roelly87.com)


Pertanyaannya, mengapa ada dua paragraf tambahan tersebut pada versi bahasa Indonesia? Sayangnya, saya sendiri belum membaca, lebih tepatnya belum memiliki versi asli dalam bahasa Inggris yang pada beberapa hari terakhir masih bergerilya untuk menghubungi kawan sekaligus kolektor buku antik.

Yang menarik, ketika Cindy Adams mengkonfirmasi dalam wawancaranya kepada Tempo, bahwa dirinya sama sekali tidak mengetahui adanya tambahan kalimat pada dua paragraf tersebut, "Tidak, saya tidak pernah tahu hal itu. Saya tidak mungkin menulis itu. Hatta ada disana ketika saya mewawancarai Bapak (Sukarno)."

Suatu pernyataan yang wajar bagi Cindy Adams mengingat selepas menyelesaikan otobiografi Sukarno, dirinya memang langsung kembali ke AS. Setelah itu, wanita berusia 84 tahun ini baru kembali ke Indonesia hanya dalam tiga kesempatan seusai Sukarno wafat pada 1974, 1983, dan akhir tahun lalu.

Sementara, Erwin Salim yang merupakan putra penerjemah "Bung Karno: Penjambung Lidah Rakjat Indonesia", Mayor Abdul Bar Salim membantah tudingan tersebut. Menurutnya, tidak mungkin, ayahnya menambahkan dua paragraf itu karena faktor Hatta sebagai sesama orang Minang yang dihormati.

"Bapak saya tentara, tapi orang Minang. Orang Minang itu lebih mengutamakan Mianangnya dari pada tentara. Mana mungkin Bapak berani mendiskreditkan Hatta," tutur Erwin Salim seperti saya kutip dari Tempo. "Setahu saya, di Gunung Agung (penerbit) banyak orang Minang. Masak, orang Minang mau jelek-jelekin Bung Hatta?"

*      *      *

Sang "putra fajar" saat masih memimpin negeri ini (Sumber foto: dokumentasi pribadi/ www.roelly87.com)

"Sejarah dibuat oleh pemenang". Demikianlah pepatah lama mengingatkan kita tentang salah satu hukum alam yang universal. Termasuk juga berlaku di Indonesia menjelang peralihan kepemimpinan pada era 1960-an. Saya sendiri tidak menuding pemerintah Orde Baru terkait dengan penambahan dua paragraf tersebut saat diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.

Namun, hipotesis itu menjadi wajar mengingat otobiografi Sukarno diterbitkan di Indonesia pada 1966 saat Soeharto sudah mengambil kendali. Bahkan, dalam otobiografi itu terdapat kata pengantar langsung dari Soeharto yang menjabat sebagai Panglima Angkatan Darat TNI dengan pangkat Letnan Jenderal.

Hanya, bukan tidak mungkin penambahan dua paragraf itu karena suatu kesalahan cetak, kelalaian editorial, hingga salah terjemahan, Toh, otobiografi Sukarno versi bahasa Inggris terbit hanya sebulan setelah meletusnya Gerakan 30 September. Jadi, ada kemungkinan terjadinya kesalahpahaman atau kekeliruan dari pihak yang terlibat.

Yang pasti, biarlah sejarah yang akan membuktikannya pada masa depan. Itu seperti yang diungkapkan Sukarno pada pengujung kekuasaannya. "Setiap tahun kekuatanku semakin berkurang, sedang tanggung-djawabku makin bertambah. Hingga saat ini aku telah membaktikan hidupku pada bangsa dan tanah airku dan aku ingin agar bisa mempersembahkan seluruh sisa hidupku."

*      *      *

- Ciumbuleuit (Bandung), 4 Januari 2014