TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: MRT Jakarta

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label MRT Jakarta. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MRT Jakarta. Tampilkan semua postingan

Jumat, 17 Januari 2025

Bukan Bundaran HI, harusnya Monumen Selamat Datang

Bukan Bundaran HI, harusnya Monumen Selamat Datang


Stasiun MRT Bundaran HI Bank DKI
(@roelly87)

BUNDARAN Hotel Indonesia (HI) merupakan tempat atau kawasan yang paling populer. Tidak hanya di Jakarta saja, melainkan hingga penjuru Tanah Air.

Bundaran HI bersanding dengan Monumen Nasional (Monas), Jembatan Semanggi, dan Wisma BNI 46. Keempatnya jadi icon Jakarta dan Indonesia pada era modern.

Beberapa alasannya:

- Monas: Lambang kota Jakarta, tempat rekreasi seluruh lapisan masyarakat, wisata edukasi di dalam bangunannya. (Artikel terkait: https://www.roelly87.com/2017/08/count-down-asian-games-2018.html)

- Bundaran HI: Tempat ngumpul masyarakat, baik saat beraktivitas dalam Hari Tanpa Kendaraan Bermotor, merayakan momen spesial seperti Malam Tahun Baru, hingga menyuarakan aspirasi.

- Jembatan Semanggi: Simpang paling popuper di Tanah Air, penunjuk arah bagi pengendara dari luar Jakarta untuk mencapai lokasi.

- Wisma BNI 46: Gedung paling ikonik di penjuru nusantara. Meski tidak lagi menyandang status bangunan tertinggi di Indonesia, tapi Wisma BNI 46 lebih populer karena bentuknya yang ga sekadar kotak dibanding gedung lainnya.

(Artikel terkait: https://www.kompasiana.com/roelly87/5509ef87a333116c7b2e3b97/menelusuri-jejak-7-patung-bersejarah-di-jakarta?page=all#sectionall)

Kalo di luar negeri, seperti Menara Eiffel di Paris, Prancis, Patung Liberty (New York, Amerika Serikat), Big Ben (London, Britania Raya), hingga Menara Kembar Petronas (Kuala Lumpur, Malaysia).

Sebagai ojek online (ojol), bagi saya Bundaran HI merupakan kawasan yang menarik. Alasannya, tentu karena di area ini banyak orderan.

Baik itu antar penumpang, makanan hingga paket atau barang. Itu karena di kawasan ini terdapat beberapa pusat perbelanjaan ternama, berbagai gedung perkantoran baik pemerintah maupun swasta, hingga ruang singgah untuk naik atau turun angkutan umum.

Itu meliputi Stasiun Moda Raya Terpadu Jakarta (MRT) dan Halte Bus Raya Terpadu (BRT) Transjakarta. Tak jauh dari kawasan ini, kurang dari satu kilometer arah selatan, ada zona integrasi transportasi publik Dukuh Atas. 

Yaitu, Stasiun Sudirman Baru yang melayani Commuter Line serta Kereta Ekspres Bandara Soekarno-Hatta, dan Stasiun Lintas Rel Terpadu Jabodebek (LRT).

(Artikel terkait: https://www.roelly87.com/2017/08/ubahjakarta-mrt-jakarta-bekerja-bersama.html)

Nah, terkait Bundaran HI, posisinya yang strategis dan sangat potensial membuat dua perusahaan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) turut memberikan Exclusive Naming Right. Yaitu, hak penamaan eksklusif yang dijual kepada perusahaan, baik swasta, BUMD  atau BUMN. 

Dimulai pada 2023 lalu dengan PT Transportasi Jakarta memberikannya kepada PT Astra Internasional untuk halte ikonik di Jalan M.H. Thamrin, tersebut. Alhasil, tempat naik dan turun penumpang itu bertambah namanya jadi Halte Bundaran HI Astra.

Setahun berselang, PT MRT Jakarta memberikan Exclusive Naming Right kepada Bank DKI. Kini namanya jadi Stasiun MRT Bundaran HI Bank DKI.

Sebelumnya, Bank DKI juga bekerja sama dengan PT Transportasi Jakarta terkait hak penamaan ekslusif. Yaitu menjadi Halte Senayan Bank DKI yang berlokasi di Jalan Jenderal Sudirman.

Di sisi lain, Astra sudah lebih dulu bermitra dengan PT MRT Jakarta untuk Exclusive Naming Right. Yaitu, Stasiun MRT Setiabudi Astra yang diumumkan 2019 silam bersama tiga perusahaan lainnya.

Nah, terkait pemberian hak nama eksklusif untuk halte dan stasiun di Bundaran HI, ini bagi saya sangat membingungkan. Sebab, ini seperti suatu brand atau merek ditimpa brand.

Itu karena HI merupakan akronim Hotel Indonesia. Penginapan bintang lima yang masuk kategori cagar budaya karena sudah dibuka sejak 1962 silam.

Pada 2009 lalu, namanya berganti jadi Hotel Indonesia Kempinski Jakarta yang dikelola PT Djarum dengan mengajak Kempinski, perusahaan jaringan hotel mewah asal Swiss.

Jadi, apa korelasinya?

Yupz, saya menulis artikel ini berawal dari info di Twitter (X) pada 5 Oktober lalu. 

-Btw, saya lebih enak nulisnya twitter ketimbang X apalah gitu-

Tepatnya, saat akun TXT Transportasi Umum mencuit, "MRT Jakarta : Stasiun Bundaran HI Bank DKI ✅".

Saya pun turut nimbrung dengan komentar, "kenapa ga Stasiun Tugu Selamat Datang Bank DKI ya? lebih resmi. secara, meski lebih populer, tapi Bundaran HI kan merek/brand, kesannya aneh, udah nama hotel + bank..." (Sumber: https://x.com/roelly87/status/1842649320853803345?t=2qBtTG1_VH9PkAXXp3LGTw&s=19)

Dalam tautannya, ternyata ada beberapa warganet yang turut mempertanyakan Exclusive Naming Right tersebut. Ya, branding ditimpa branding. 

Menurut hemat saya, lebih bijak kalau penggunaan kata Bundaran HI dalam hak penamaan eksklusif bisa diganti. Misalnya, jadi Tugu Selamat Datang, Monumen Selamat Datang, Patung Selamat Datang, atau Air Mancur Selamat Datang. 

Toh, nama resmi yang tertulis dalam beberapa laman pemerintah, bukan kata Bundaran HI. Melainkan disematkannya Selamat Datang, baik itu pada tugu, monumen, hingga patung:

- https://badansertifikasikadindkijakarta.or.id/tampil_tips-197-monumen-selamat-datang.html

- https://esi.kemdikbud.go.id/wiki/Tugu_Selamat_Datang

- https://gni.kemdikbud.go.id/pameran-virtual/poros/karya/monumen-selamat-datang

- https://dprd-dkijakartaprov.go.id/20-patung-dan-monumen-cagar-budaya-di-jakarta/

- https://indonesia.go.id/ragam/budaya/politik/sejarah-perjalanan-bekal-bangsa-hadapi-tantangan-zaman

- https://x.com/DKIJakarta/status/1733063114718134320?t=zyLdaf0XtyxHXwJtKyrdMg&s=19

- https://dprd-dkijakartaprov.go.id/beberapa-hal-identik-dengan-kota-jakarta/


*       *       *

Halte BRT Bundaran HI Astra
(@roelly87)


HANYA, mengganti kata Bundaran HI jadi Monumen/Tugu/Patung Selamat Datang dalam hak penamaan eksklusif di stasiun atau halte, tentu bukan perkara mudah. Apalagi, nanti jumlah kata, kalimat, dan pengucapan jadi lebih panjang.

Ga terlalu populer juga dibanding Bundaran HI. Misalnya, Halte Tugu Selamat Datang Astra. Atau, Stasiun Monumen Selamat Datang Bank DKI. 

Juga terkait kontrak yang sudah berlaku antara kedua BUMD tersebut dengan penyewa. Ya, ribet lah, birokrasinya. Pasti itu.

Kalo kata Dominic Toretto, "This is Jakarta!"

#Eaa!

Namun, andai saya sebagai petinggi di Astra atau Bank DKI, tentu akan meminta PT Transportasi Jakarta atau PT MRT Jakarta, untuk memodifikasi penamaan tersebut.

Secara, biaya untuk membeli hak penamaan eksklusif di Stasiun MRT atau Halte Transjakarta, tidak murah. Kontraknya per tahun bisa mencapai miliaran. 

Btw, itu uang semua. Bukan kertas atau daun yang tinggal metik dari pohon.

Secara, ga enak juga udah bayar mahal, tapi branding perusahaan ditimpa merek lain. Hanya, jika Astra dan Bank DKI ga mempermasalahkan, alias legawa, ya sudah.

Setidaknya, saya dan masyarakat lainnya, mungkin merasa agak janggal jika memperhatikan penamaan Halte Transjakarta dan Stasiun MRT yang berada di kawasan Bundaran HI.


- Jakarta, 17 Januari 2025


*       *       *


Sumber Referensi: 

- https://m.antaranews.com/berita/4535426/tiga-halte-transjakarta-sudah-kantongi-hak-penamaan

- https://www.kompas.com/properti/read/2024/10/09/063000721/kini-stasiun-mrt-bundaran-hi-sandang-nama-bank-dki

- https://news.detik.com/berita/d-7433743/kriteria-transj-tempatkan-naming-rights-baru-di-halte-gbk-ramai

 - https://www.tempo.co/ekonomi/empat-perusahaan-dapat-hak-nama-stasiun-mrt-757749



 

Sabtu, 28 Oktober 2017

Sisi Lain Pembangunan MRT Jakarta

#UbahJakarta bersama MRT Jakarta untuk transportasi lebih baik
(Klik untuk perbesar foto dan geser untuk melihat gambar lainnya)

TAK kenal, maka tak sayang. Demikian analogi saya mengenai proses fatpembangunan MRT Jakarta. Sebagai orang lapangan, saya harus mobile setiap hari. Apalagi, jika harus melewati jalur Senayan-Fatmawati yang kadang bikin saya kesal.

Namun, mau tidak mau, ya harus terima. Bagaimana pun, kantor saya berada di kawasan tersebut. Alhasil, dulu... meski setiap hari lewat, namun menoleh pun kepada tiang-tiang dan berbagai alat berat itu, saya enggan.

Sebab, keberadaan mereka justru membuat jalanan semakin macet. Pengalaman itu sudah saya tuangkan dalam artikel pada 27 Agustus lalu berjudul "#UbahJakarta, MRT Jakarta Bekerja Bersama untuk Layani Publik".

Meski, saya menyadari. Yang namanya jamu sebagai obat itu pahit. Namun, justru memberikan efek penyembuhan. Demikian fakta yang saya ketahui setelah berangsur-angsur sadar akan pentingnya MRT Jakarta. Terutama karena moda transportasi ini jadi jawaban untuk mayoritas warga ibu kota.

Intinya, ga apa-apa macet sekarang. Yang penting, kurang dua tahun lagi, saya dan jutaan warga Jakarta sudah bisa menggunakannya. Bangga juga akhirnya, ibu kota Indonesia ini memiliki MRT yang mampu bersanding dengan kota metropolitan lainnya di kolong langit.

*        *        *
SIANG itu, cuaca di ibu kota sangat terik. Kendati, dari arah selatan, gumpalan awan yang menghitam seperti memberi kode untuk membasahi bumi. Setelah membelah ibu kota yang lagi-lagi macet, saya pun tiba di Wisma Nusantara, Jakarta Pusat, Kamis (26/10).

Saat itu, sudah menunggu Teddy Rustandi, Rahab Ganendra, dan Ono Sembunglango. Kami berempat dipandu tiga perwakilan MRT Jakarta (Dewi K. Rahmayanti, Akbar, dan satu lagi) segera menuju lokasi pembangunan MRT Jakarta, tepatnya pada Stasiun Bundaran HI.

Usai mendapat pengarahan dan mengenakan perlengkapan keamanan, kami pun langsung menembus ke perut bumi. Seketika, saya merasa seperti jadi bagian dari ekspedisi James Cameron. Bedanya, sutradara Titanic dan Avatar itu bertualang hingga kedalaman 12 ribu meter di Palung Mariana. Sementara, kami hanya 20-30 meter.

Yupz, keberadaan saya di Bundaran HI memang untuk melihat lebih jauh proses pembangunan MRT Jakarta. Kebetulan, dua hari sebelumnya, saya mendapat informasi dari Ani Berta, founder dari Indonesian Social Blogpreneur (Komunitas ISB).

Tentu, tawaran untuk melihat langsung proses pembangunan MRT Jakarta ini tidak saya sia-siakan. Bisa dipahami mengingat saya penasaran dengan proyek tersebut. Sekaligus kepo untuk mengetahui sudah berapa persen pembangunan dari fase 1 ini.

"Hingga 30 September, perkembangan konstruksi mencapai 80 persen. Rinciannya, elevated (layang) 70% dan underground (bawah tanah) 90%," ujar Dewi kepada kami.

Menurut sosok yang genap tujuh bulan lalu jadi narasumber acara yang diselenggarakan Komunitas ISB dan CNI Indonesia ini (Artikel sebelumnya: Blogger Harus Punya Personal Branding yang Kuat), fase 1 ini rampung pada Desember 2018.

"Maret 2019 sudah beroperasi. Fase 1 ini meliputi 13 stasiun yang terdiri dari tujuh layang dan enam bawah tanah. Panjangnya mencapai 16 kilometer dari stasiun Bundaran HI hingga Lebak Bulus," Dewi, mengungkapkan.

*        *        *

STASIUN Bundaran HI ini merupakan yang terluas di fase 1. Panjangnya mencapai 400 meter seperti yang saya lalui. Terdiri dari tiga tingkat. Permukaan untuk akses masuk, tingkat kedua difungsikan untuk gaya hidup seperti pusat perbelanjaan, kafe, restoran, dan area komersil. Pada tingkat terbawah, terdapat dua rel di pojok berlawanan untuk ke arah utara dan selatan.

Saya membayangkan, kurang dari 1,5 tahun lagi, sudah kembali ke stasiun Bundaran HI ini dengan suasana yang ramai. Mirip seperti ketika saya berada di salah satu stasiun MRT di London (Artikel sebelumnya: Sisi Lain Perjalanan ke Millennium Stadium).

Kota yang jadi markas Arsenal dan Chelsea ini memang dikenal sebagai kota yang memanjakan masyarakat untuk beralih ke transportasi umum. Namun, tiba-tiba lamunan saya terhenti. Itu akibat suara-suara bising disertai dentuman tepat di atas kepala saya. Rasanya, seperti ketika berada di ruangan Imax sedang menyaksikan Thor: Ragnarok.

Akbar yang mengetahui kekagetan saya menjelaskan, "Tenang. Kita berada di bawah jalan raya dekat halte Bundaran HI. Suara-suara di atas itu lempengan besi yang dilewati kendaraan."

Mumpung sedang di lokasi, saya pun mengorek lebih jauh tentang pembangunan MRT Jakarta ini. Termasuk, ketahanan gempa, api, dan banjir. Wajar saja mengingat Jakarta rentan terhadap tiga faktor tersebut. Apalagi, lokasinya berada di bawah tanah yang tentunya sebelum membangun sudah mengantisipasi adanya force majeur.

"Konstruksinya sudah diuji untuk tahan gempa 9 skala richter. Begitu juga dengan banjir. Airnya akan disalurkan ke drainase. Tunnel ini diproyeksikan tahan gempa, air, dan api," Akbar menerangkan dengan panjang lebar.

*        *        *
YUPZ, sebagai blogger, saya merasa banyak sisi lain yang menarik diulas dari pembangunan MRT Jakarta ini. Hanya, itu akan saya review secara bertahap seiring dengan kian rampungnya moda transportasi andalan ibu kota ini.

Yang pasti, MRT Jakarta ini bakal jadi solusi untuk mengurai kemacetan di masa depan. Dan, saat pembangunan seperti sekarang ini, saya dan jutaan warga lainnya harus siap bermacet ria. Namun, kurang dari 1,5 tahun lagi bakal merasakan dampak positif dari MRT Jakarta.

Itu seperti filosofi jamu...

*        *        *
MRT Jakarta fase 1 selesai Maret 2018

*        *        *
Proses pembangunan di Stasiun Bundaran HI

*        *        *
Perwakilan MRT Jakarta memberi pengarahan kepada kami

*        *        *
Stasiun Bundaran HI ini masuk jalur layang dalam fase 1

*        *        *
Aktivitas dari karyawan MRT Jakarta yang sudah bekerja keras dan cerdas untuk
menyelesaikan proyek ini

*        *        *
Kedalaman Stasiun Bundaran HI ini berkisar hingga 20 meter

*        *        *
Stasiun Bundaran HI masuk kategori bawah tanah bersama Dukuh Atas, Setiabudi,
Bendungan Hilir, Istora, dan Senayan

*        *        *
Untuk stasiun layang ada pada Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi,
Blok A, Blok M, dan Sisingamangaraja

*        *        *
Jalur Bundaran HI-Lebak Bulus pada fase 1 ini ditempuh hanya 30 menit

*        *        *
Rute Bundaran HI-Lebak Bulus setiap harinya bakal melayani 170 ribu penumpang

*        *        *
MRT Jakarta juga menyediakan gerbong khusus untuk disabilitas

*        *        *
Satu gerbong MRT Jakarta dapat menampung 200-300 penumpang

*        *        *
Jalur sepanjang 16 kilometer ini rampung Desember 2018 dan beroperasi
Maret 2019

*        *        *
Yupz, jadi bagian dari #UbahJakarta bersama MRT Jakarta!
(Foto: www.roelly87.com/ didokumentasikan Ono Sembunglango)

*        *        *
Artikel sebelumnya:
#UbahJakarta, MRT Jakarta Bekerja Bersama untuk Layani Publik

*        *        *
DISCLAIMER: Seluruh foto merupakan dokumentasi pribadi (www.roelly87.com) atas persetujuan PT MRT Jakarta. Dilarang menggunakan foto proses pembangunan Stasiun Bundaran HI ini untuk tujuan komersial

- Jakarta, 28 Oktober 2018

Minggu, 27 Agustus 2017

#UbahJakarta, MRT Jakarta Bekerja Bersama untuk Layani Publik


Pembangunan proyek MRT pada Sabtu, 23 Juli 2016


ADAGIUM lawas mengatakan, tak kenal maka tiada sayang. Perumpamaan itu berlaku bagi saya terkait Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta. Yupz, bagaimana tidak, gara-gara proyek MRT Jakarta Fase 1 yang pada 31 Juli lalu sudah mencapai 76 persen ini, daerah yang saya lewati jadi macet total.

Itu terjadi karena kediaman saya di kawasan kota, Jakarta Barat. Sementara, tempat kerja di Senayan, Jakarta Pusat. Alhasil, setiap berangkat, baik menggunakan sepeda motor, ojek online, atau bus transjakarta, macet tambah parah.

Apalagi, di sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, hingga Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), jadi padat merayap. Maklum, di kawasan tersebut, sedang dibangun Jalur Tanah Fase 1 Lebak Bulus-Bundaran HI.

Terutama dengan pembangunan Stasiun Gelora yang letaknya hanya seperlemparan batu dari lokasi kerja saya. Sudah pasti, macet jadi santapan sehari-hari bagi saya. Hingga, saya sempat berpikir, kenapa sih harus dibangun MRT Jakarta?

Bahkan, saking penasaran, saat libur saya iseng-iseng memotret pembangunan proyek MRT Jakarta. Itu terjadi beberapa kali di sela-sela menikmati indahnya langit-langit ibu kota ketika malam mingguan. Dua di antaranya pada 23 Juli 2016 dan 18 Februari lalu dari jembatan penyeberangan Bundaran HI.


Pembangunan Stasiun Sudirman yang diabadikan pada 18 Februari lalu


*         *         *
PAGI itu, pada awal Juni, cuaca di kota London lumayan sejuk. Namun, bagi saya yang berasal dari negara tropis, sejuknya di ibu kota Inggris itu sama seperti hawa di Puncak, Jawa Barat, atau Batu (Jawa Timur). Alias dingin.

Sambil menunggu bus yang mengantar kami ke Bandar Udara Internasional Heathrow usai menyaksikan final Liga Champions 2016/17 di kota Cardiff, Wales, saya menyaksikan pemandangan yang bagi saya sangat baru.

Itu karena masyarakat di Negeri Ratu Elizabeth itu mayoritas menggunakan transportasi umum. Mulai dari bus, trem, hingga angkutan cepat terpadu yang menyusuri jalan raya, bawah tanah, dan layang. Beda dengan mayoritas kota di Indonesia, yang cenderung kendaraan pribadi, baik sepeda motor maupun mobil.

Seketika, ingatan saya tertuju pada kota kelahiran, Jakarta, yang sangat ruwet. Terutama akibat pembangunan MRT yang bakal beroperasi pada Maret 2019 mendatang. Rencananya, konstruksi pertama Fase 1 selesai sebelum Asian Games 2018.

Alhasil, saya jadi sadar. Di balik pembangunan MRT Jakarta ini ada misi dan visi yang luar biasa. Ya, pepatah mengatakan, selalu ada pelangi setelah badai. Dalam arti, saat ini pembangunan MRT Jakarta memang bikin macet di sebagian ruas jalan.

Namun, jika selesai, tentu MRT Jakarta bakal dinikmati masyarakat ibu kota. Termasuk saya yang kerap menggunakan transportasi umum untuk mengikuti berbagai acara. Mulai dari tugas kantor, event blogger, hingga kondangan.

Ya, bagaimana pun, obat itu memang pahit. Namun, justru menyembuhkan. Itu yang saya rasakan terhadap pembangunan MRT Jakarta dalam jangka panjang. Harus diakui, keberadaan MRT Jakarta kelak bisa mengubah stigma ibu kota sebagai biang kemacetan.

Sudah pasti, itu tidak instan. Secara, kota Roma pun tidak dibangun dalam semalam. Alias, pembangunan MRT Jakarta harus secara bertahap.

Beruntung, hingga 31 Juli lalu, kemajuan proyek MRT Jakarta Fase 1 secara keseluruhan telah mencapai 76 persen. Itu terdiri dari kemajuan proyek stasiun layang mencapai 64 persen dan stasiun bawah tanah (88 persen).

Alias, kurang dari dua tahun lagi, saya dan jutaan masyarakat di Tanah Air bisa menikmati pilihan transportasi baru. Alhamdulillah, setelah puluhan tahun, akhirnya Jakarta punya Subway yang kecanggihannya, tidak kalah dengan berbagai kota di dunia lainnya, termasuk London.

Kehadiran MRT bakal mengubah wajah Jakarta dan Indonesia pada umumnya. Bisa dipahami mengingat Jakarta merupakan barometer bagi setiap kota di Tanah Air. Kesuksesan MRT Jakarta di ibu kota tentu bakal diikuti kota-kota lainnya di seluruh nusantara. Khususnya, Bandung, Surabaya, Medan, dan Makassar, yang menurut saya tingkat kemacetannya setara dengan Jakarta.

Saat ini, MRT Jakarta sedang dalam pembangunan tahap 1 dengan rute Lebak Bulus-Bundaran HI. Fase ini membentang sekitar 10 km struktur layang (elevated) dengan tujuh stasiun layang. Yaitu, Lebak Bulus, Fatmawati, Cipete Raya, Haji Nawi, Blok A, Blok M, dan Sisimangaraja.

Untuk konstruksi bawah tanah (underground) MRT Jakarta membentang kurang-lebih 6 km. Itu terdiri dari terowongan MRT bawah tanah dan enam stasiun MRT bawah tanah. Mulai dari Stasiun Senayan, Istora, Bendungan Hilir, Setiabudi, Dukuh Atas, dan Bundaran HI.

Yupz, tentu sayatak sabar menantikan selesainya MRT Jakarta. Ibarat orang pacaran, demikian dengan pembangunan MRT Jakarta yang awalnya dibenci tapi juga dirindu. Benar kata orang, benci dan rindu itu setipis kulit ari.

Selengkapnya, bisa disimak pada pada gambar di bawah ini:

Peta Jaringan MRT Jakarta (Sumber: www.JakartaMRT.co.id)

Sementara, untuk infografik terkait MRT Jakarta, bisa disimak pada dua gambar berikut:

Grafik Proyek MRT Jakarta (Sumber: www.JakartaMRT.co.id)

Grafik Stasiun MRT Jakarta Fase 1 (Sumber: www.Jakarta.co.id)

NAH, bagaimana dengan infografis di atas keren kan? Yupz, saya harus mengacungkan dua jari terhadap PT MRT Jakarta atas kerja keras dan kerja cerdasnya selama ini. Proyek yang ground-breakingnya dilakukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo -kini Presiden Ke-7 Republik Indonesia- ini bakal jadi salah satu pilihan moda transportasi umum bagi masyarakat ibu kota.

Maklum, MRT Jakarta memiliki fasilitas yang lengkap untuk melayani publik. Terlebih, dengan keberadaan jalur bawah tanah yang bagi saya keberadaannya sangat baru di negeri ini. MRT Jakarta menjamin akses sinyal telekomunikasi tetap tersambung meski berada di terowongan. Itu berarti, saya tidak khawatir kehilangan sinyal saat mengirim berita atau laporan pertandingan.

Namun, sebagai blogger yang mengusung asas jurnalistis berdasarkan sembilan elemen Bill Kovach, tentu saya harus menggali informasi lebih dalam dengan banyak sumber. Dalam arti, saya harus kritis terhadap apa yang saya tulis di blog ini.

Itu berarti, saya berusaha turut memberi kritik, saran, dan pendapat yang membangun. Alias, konstruktif, bukan destruktif yang hanya mengkritik tanpa memberi solusi.

Pantangan bagi saya menelan mentah-mentah suatu informasi. Khususnya, agar pembaca blog ini tidak rancu dengan artikel yang saya buat. Bagaimana pun, sebagai blogger, saya bertanggung jawab penuh pada setiap isi di blog ini supaya tidak menyesatkan pembaca.

Salah satunya terkait MRT Jakarta. Menurut saya, di balik berbagai kelebihan, sudah pasti ada kelemahan mendasar. Beberapa di antaranya yang saya catat sebagai berikut:

1. Rutenya Kurang Banyak
MRT Jakarta rencananya memiliki dua rute yang membentang sekitar 110,8 km. Yaitu, Koridor Selatan-Utara (Lebak Bulus-Kampung Bandan) sepanjang 23,8 km dan Koridor Timur-Barat (sekitar 87 km).

Untuk saat ini baru Koridor Selatan-Utara pada fase 1 yang bakal selesai (Lebak Bulus-Bundaran HI). Sementara, Fase 2 (Bundaran HI-Kampung Bandan) direncanakan beroperasi pada 2020. Mengenai Koridor Timur-Barat, akan dikerjakan Oktober 2018 dengan perkiraan rampung pada 2024-2027.

Kebetulan, rumah saya dekat dengan stasiun MRT Jakarta. Saya bebas memilih, mulai dari stasiun Kota hingga Sawah Besar. Nah, pertanyaannya, bagaimana dengan warga yang tinggal di pesisir, misalnya Cilincing yang jauh dari dua koridor tersebut. Atau, di Cipayung, yang sayangnya Jakarta Timur sama sekali tidak tersentuh.

Ini sempat jadi guyonan di antara beberapa rekan terkait Jakarta Timur yang katanya dianaktirikan MRT Jakarta dibanding empat provinsi ibu kota lainnya (minus Kepulauan Seribu yang tentu moda transportasinya harus kapal laut).

2. Kurang Terintegrasi
Ini masih berkolerasi dengan nomor 1. Dalam laman faq MRT Jakarta, memuat, "Khusus untuk Stasiun Dukuh Atas (Jakarta Pusat), akan terhubungkan dengan empat moda raya terpadu lainnya, yaitu Commuterline, LRT, kereta bandara, dan Transjakarta. Namun, di setiap stasiun MRT Jakarta, baik layang maupun bawah tanah, akan terhubungkan dengan area pejalan kaki yang aman dan nyaman. Sehingga, pengguna dapat melanjutkan perjalanannya ke jenis transportasi publik lainnya."

Nah, saya berharap setiap stasiun MRT Jakarta terintegrasi menyeluruh dengan moda transportasi lainnya. Tentu, secara bertahap. Salah satunya dari segi tiket dalam bentuk kartu yang juga bisa digunakan untuk membayar Transjakarta dan Commuterline. Kan asyik tuh, multiguna.

3. Pangkalan Dadakan
Berdasarkan pengamatan saya dalam setahun terakhir, kemacetan jadi masalah klasik bagi ibu kota. Salah satunya dipicu indisipliner dari pengendara. Contoh nyata di Stasiun Kereta Api Palmerah, Jakarta Selatan. Itu sangat semrawut karena di kedua sisi banyak kendaraan mangkal. Baik itu kendaraan pribadi untuk jemputan, angkot, bus, hingga ojek online.

Saya berharap pihak MRT Jakarta tidak menutup mata dengan kondisi seperti ini. Yaitu, mengakomodir keberadaan mereka yang mangkal dengan memberi ruang. Agar, jangan sampai penumpang yang naik atau turun dari MRT Jakarta untuk melanjutkan perjalanan dengan kendaraan pribadi untuk jemputan, angkot, bus, dan ojek online, malah menyebabkan macet.

*         *         *

YUPZ, demikian catatan saya selaku blogger dan juga pengguna transportasi umum terkait MRT Jakarta yang sempat saya benci pembangunannya tapi merindukan keberadaannya. Sebagai warga negara Indonesia, saya bangga akhirnya ibu kota memiliki angkutan cepat terpadu yang canggih seperti MRT Jakarta.

Kelak, pengalaman saya menggunakan MRT Jakarta bakal jadi sejarah tersendiri yang bisa saya ceritakan kepada anak dan cucu. Bahwa, Indonesia, khususnya Jakarta, tidak kalah dengan kota lainnya dalam menyediakan transportasi massal untuk rakyatnya.

*         *         *

Jakarta, 27 Agustus 2017