TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Cerpen Wayang

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Cerpen Wayang. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Cerpen Wayang. Tampilkan semua postingan

Senin, 04 Januari 2016

Inikah yang Namanya Sinta?




BALAIRUNG istana Mithila menjadi ramai ketika menyaksikan pemuda tampan yang mencoba mengangkat busur. Sorak sorai bergemuruh dari jutaan rakyat yang dipimpin raja Janaka. Mereka harap-harap cemas menyaksikan pemuda tersebut untuk mengangkat gendewa. Sambil merapalkan doa, sosok yang kemudian diketahui bernama Rama Wijaya menatap ke arah singgasana.

Dari kejauhan, tampak Janaka mengangguk. Sementara, putrinya, Rakyan Wara Sinta, tersenyum manis. Ya, di kolong langit ini, gadis mana yang menolak disunting Rama? Pria tampan yang memesona, pangeran dari kerajaan Ayodhya yang kaya raya.

Setelah memegang sejenak busur tersebut, Rama menoleh ke sebelah kiri. Saat itu adiknya, Laksmana bersama resi Wiswamitra memberi isyarat. Tanpa ragu, Rama langsung mengangkat busur hingga di atas kepalanya.

Selanjutnya, putra raja Dasarata dari kerajaan Kosala mematahkan busurnya jadi tiga. Sontak, jutaan rakyat Mithila memberi aplaus. Maklum, sebelumnya sudah banyak kaum ksatria yang gagal saat mencobanya. Bisa dipahami mengingat busur itu bukan sembarangan. Melainkan busur pusaka anugerah Batara Guru. Hanya ksatria tertentu yang mampu mengangkatnya.

Padahal, jika ada yang mampu mengangkatnya, akan dipilih sebagai menantu Janaka. Ya, sayembara ini memang untuk mencari calon suami bagi Sinta, inkarnasi Laksmi, dewi keberuntungan yang juga istri dari Dewa Wisnu yang kelak bakal menitis pada Rama.

"Selamat nak Rama. Anda berhasil memenangkan sayembara ini," kata Dasarata usai menyaksikan ketangkasan Rama. Dia lalu turun dari singgasana untuk menghampiri ketiga tamu agung tersebut. Dengan terharu, Dasarata kembali memberi pengumuman.

"Wahai rakyatku sekalian. Ketahuilah, kini kita telah mendapat calon pewaris kerajaan ini yang berasal dari negeri agung, Kosala. Ini merupakan hari yang sangat menggembirakan. Tidak hanya untukku pribadi, istana, atau kerajaan. Melainkan juga untuk Sinta yang telah mendapat suami yang tepat. Selanjutnya, aku bisa menyerahkan kalian semua kepada Rama. Hormatilah dirinya seperti kalian menghormatiku."

Rama yang disanjung seperti itu girangnya bukan main. Apalagi, Dasarata dikenal sebagai raja yang berwibawa dan menyayangi rakyatnya. Setelah melakukan sembah kepada calon mertuanya itu, Rama menghampiri Laksmana dan Wiswamitra untuk menghaturkan terima kasih.

Dalam rapat tertutup di istana yang hanya dihadiri berbagai menteri, pejabat eselon satu, ketua Dewan Perwakilan Wayang, dan diplomat dari negeri sebelah, ditetapkan tanggal pernikahan Rama dengan Sinta. Pengumuman itu diberikan kepala humas istana yang langsung menyampaikan kepada ratusan media di seantero kerajaan dan wartawan undangan negeri tetangga.

Wajar, mengingat ini merupakan Royal Wedding yang kedua di dunia wayang sejak Arjuna Sasrabahu meminang Dewi Citrawati (kelak, acara meriah ini diikuti Baladewa-Erawati dan Arjuna-Sembadra). Jadi, seluruh negeri enggan ketinggalan mengirimkan diplomat dan wartawannya. Termasuk, Alengka yang dipimpin Rahwana.

*       *       *

"LAPOR bos, agan ini yang waktu itu meliput royal wedding Rama-Sinta," demikian salah satu pejabat istana di Alengka sambil membawa wartawan terkenal di negerinya.

"Ooh..." Rahwana, hanya mengangguk datar.

"Sst... Jelaskan bro, pada si bos Rahwana mengenai situasi perkawinan di Mithila. Cepat, keburu bos berubah pikiran."

"Siap Ndan. Jadi, mereka merayakan pesta besar-besaran yang mengundang seluruh raja dan perwakilan negeri tetangga. Konon, royal wedding-nya tidak kalah dengan Putri Diana dan Pangeran Charles. Bahkan, jauh di atas Williams-Kate Middleton, apalagi kalo dibanding Rafi-Nagita."

"Terus?"

"Ya gitu bos, pokoknya meriah. Makanannya enak-enak..."

"Ssht. Jangan cerita yang ga penting," pejabat istana itu memotong. Dia lalu melanjutkan, "Seperti diberitakan agan ini yang dishare di media cetak, online, dan televisi, Rama mampu mengangkat busur anugerah Batara Guru."

"Ya, aku tahu itu. Tidak ada yang menarik," Rahwana tidak berpaling dari meja kerjanya yang dipenuhi beragam gadget canggih. Raja yang memiliki watak angkara murka ini tengah memantau pergerakan arus liburan di laptopnya.

Meski lalim, Rahwana merupakan pemimpin yang sangat memerhatikan rakyatnya dari segi keselamatan, kenyamanan, dan kesejahteraan. Konon, di Alengka, setiap rumah minimal tersimpan mobil buatan Eropa. Jangan ditanya perabotannya, yang nyaris seluruhnya made in Italy.

Bahkan, meski tanpa CCTV sekalipun, negeri Alengka sangat aman. Termasuk, tidak ada maling kelas teri hingga koruptor kakap. Ada ujar-ujar yang mengatakan, jika rakyat Alengka menaruh mobil di sembarang tempat, sampai kapan pun tetap aman.

Itu karena mereka tahu, perbuatan mencuri tidak akan diampuni Rahwana yang merupakan diktator. Namun, praktek di lapangan, kepemimpinannya jauh lebih baik dibanding sistem demokratis yang dianut banyak di negeri wayang lainnya.

"Tapi bos..." penggawa itu agak takut menjelaskan.

"Tapi apa?"

"Soal Sinta."

"Iya aku tahu, dia kan sudah nikah dengan Rama."

"Bukan itu bos."

"Apaan? Cepat, aku sedang memantau arus balik liburan yang kacau. Beruntung, aku menerima email pengunduran diri dari pejabat bersangkutan. Nyaris saja aku pecat dia."

"Ini soal Sinta, bos."

"Iya Sinta lagi Sinta lagi. Emang, ada apa dengan Sinta?"

"Sinta itu... Inkarnasi Laksmi yang sempat menitis pada Widawati..."

"Apa kamu bilang? Serius?"

"Iya bos. Agan wartawan ini yang akan menjelaskan."

"Baik. Hei... Rakyatku yang baik, coba engkau katakan dengan jelas agar membuatku terang."

"Ja... Jadi, Sinta memang titisan Widawati dan Laksmi. Hambamu ini baru mengetahuinya pas meneliti lebih lanjut dengan tukang rias istana Mithila. Ternyata benar. Pantas, Janaka menujui Rama yang mampu mengangkat busur pusaka Batara Guru."

"Oh... Iya ya. Bisa jadi begitu. Tapi, di bio Facebook, Twitter, dan Instagram-nya Sinta, nggak ada tuh informasi seperti itu?"

"Mungkin, Sinta enggan membuat orang tahu tentang dirinya. Apalagi, pada purnama sebelumnya, bos baru berurusan dengan Arjuna Sasrabahu terkait istrinya, Citrawati, yang juga titisan Widawati."

"Arjuna Sasrabahu sudah mangkat. Kini, di tiga dunia ini tidak ada lagi yang bakal menghalangi ambisiku untuk mempersunting titisan Widawati. Ha ha ha. Jenderal, siapkan pasukan!"

"Tunggu, Rahwana. Duhai keponakanku, raja pemilik tiga dunia." Tiba-tiba suara berat berkumandang dari luar istana yang ternyata berasal dari salah satu keluarga Rahwana. Yaitu, Kalamarica yang merupakan pamannya.

"Kenapa om?"

"Urungkan niatmu."

"Maksud om?"

"Aku berkata yang sebenarnya. Sinta memang titisan Laksmi. Jangan lupa, di sisinya ada Rama yang merupakan pemiliki awatara Wisnu. Menurutku, lebih baik kalian bersahabat. Jangan mengundang bencana dengan menantang Wisnu."

"Arjuna Sasrabahu telah tewas. Apalagi yang harus aku takutkan?"

"Ingat, ramalan menyebut Wisnu akan menitis pada ksatria yang mampu mengangkat busur Batara Guru. Sosok itu ada pada Rama. Apakah keponakanku yang memiliki tiga dunia ini menyangsikan ucapanku?"

"Hufft... Sepanjang hidupku pernah sekali dikecundangi Arjuna Sasrabahu yang ternyata inkarnasi Wisnu. Apakah memang dewa pemelihara alam itu akan menitis lagi?"

"Ya. Saat ini, pemiliknya Rama. Namun, beberapa purnama lagi, akan ada lagi hingga akhir zaman. Saranku, sebagai tetua di negeri ini, agar Alengka Raya yang sudah dibangun sejak lama tidak hancur, lebih baik engkau membatalkan niat untuk menggoda Sinta."

"Baiklah om. Aku percaya dengan ramalan om yang selalu tepat."

"Terima kasih Rahwana. Semoga kesuksesan selalu menyertaimu."

"Penasihat..."

"Siap Ndan!"

"Panggil Kumbakarna, Wibisana, Sarpakenaka, dan pejabat eselon satu lainnya. Aku akan mengadakan rapat sebelum Kumbakarna tidur dalam enam bulan ke depan."*


*         *          *
Heptalogy tentang Sinta:
- Inikah yang Namanya Sinta?
- Sinta Kan Membawamu Kembali
- Lagi Apa dengan Sinta? 
- Aku, Sinta, Kau, dan Dia
- Sinta Ini Membunuhku 

Spin-off:
- Kenapa Harus Kumbakarna yang Gugur?
- Anoman Duta yang Tak Dianggap
- Menggugat Sri Rama
- Hilangnya Mahkota Arjuna Sasrabahu

Artikel Fiksi Wayang Selanjutnya:
- Karna Tanding, Arjuna Tak Sebanding
- Palguna Palgunadi, Istrimu (Harus) Jadi Istriku
- Sembadra Larung: Kisah Cinta dalam Hati
- Sisi Lain Duryudana: Raja Lalim yang Setia pada Satu Istri

*         *          *
Artikel Fiksi Wayang Sebelumnya:
Lelakon ala Astina-Istana
Time Travel dalam Cerita Silat
Jatuh Cinta pada Gadis Bernisial A 
Invasi Tokoh Komik ke Dunia Wayang
Seri Wayang I: Tiwikrama Sri Kresna yang Menggemparkan Alam Semesta
Seri Wayang II: Wisanggeni Menggugat Dewata
Seri Wayang II: Wisanggeni Menggemparkan Khayangan
Seri Wayang II: Wisanggeni Membunuh Batara Kala
Seri Wayang II: Wisanggeni Bertempur Melawan Seluruh Dewata
  
Artikel tentang Wayang:
Selamat Hari Wayang Nasional
Catatan dari Wayang World Puppet Carnival 2013
Yuk, Meriahkan Karnaval Wayang Dunia
Antara Hammer Girl, Palu, dan Senjata Unik dalam Film Lainnya
Rahasia Ki Manteb Soedharsono saat Mendalang
Menelusuri Warisan Budaya di Museum Wayang
Menelusuri Warisan Budaya di Museum Wayang II
E-Wayang: Solusi Mengenalkan Wayang pada Generasi Muda
Resensi Tembang Cinta Para Dewi dari Dunia Wayang
Mengenang RA Kosasih: Inspirasi Komikus Indonesia
Komik, Kenangan Jadul yang Tak Terlupakan
Riwayat Panjang Mainan dari Masa Kecil
Wayang: Seni Budaya dan Imajinasi Anak yang Terlupakan

*         *          *
- Jakarta, 4 Januari 2016

Minggu, 29 November 2015

Ada Apa (Lagi) dengan Sinta?


Pertunjukkan wayang orang "Rama-Sinta"


"CINTA itu butuh bukti, Sin. Bukan janji!"

Demikian kalimat singkat namun bersayap dari suaminya, Ramayana, yang selalu menghantui Sinta dalam beberapa malam ini. Sebagai wanita, kadang dalam hatinya mikir, "Kurang apa coba aku ini. Cantik? Iya. Seksi? Pasti! Anggun? Itu sudah milikku. Dewata pernah mengatakan, seluruh bidadari di khayangan dan seluruh manusia di marcapada, jika digabungkan tetap tidak bisa menandingi diriku."

Ya, Sinta tidak salah. Yang salah justru Rama. Mana ada suami yang rela membiarkan istrinya diculik hingga belasan tahun. Bukannya menyatroni, Rama malah menyuruh Anoman untuk merebut kembali Sinta dari Rahwana. Sayangnya, saat itu istrinya menolak karena hanya ingin diambil oleh suaminya secara sah. Bukan Anoman sebagai duta.

Apalagi, penderitaan Sinta di negeri orang, sangat tak terperikan. Memang, selama di Alengkaraja, Sinta selalu dipenuhi keinginannya. Mau mobil, tersedia Bentley yang khusus untuk pihak kerajaan. Gadget? Wow, bagi Rahwana yang menguasai Alengka -negara superkaya-, jangankan iphone9, bahkan pabriknya pun dibeli!

Desainernya saja setiap hari didatangkan ke kamar Sinta untuk membuat smartphone yang bisa diganti per hari. Jangan ditanya luas kamarnya yang tentu nyaris melebihi Istana Buckingham. Itu baru kamarnya saja. Belum, istana tempat bersemayam Rahwana dan penggawanya.

Hanya, semua itu tidak berarti bagi Sita. Kecuali, Trijata, keponakan Rahwana, yang selama ini selalu mengurusnya dengan baik. Selain curhat di media sosial (medos) seperti facebook, twitter, dan instagram, hanya kepada Trijata saja, Sinta bisa mengeluarkan keluh kesahnya. Sementara, Ramayana di medsos hanya bisa me-like statusnya, atau me-retweet cuitannya saja, sambil berkomentar, "Tunggu ya Sin, aku kan menjemputmu setelah satu purnama."

Jika sedang lagi bad mood, paling Sinta hanya mengeluarkan unek-unek lewat statusnya, "Memang beda, satu purnama di Alengka dengan Ayodya?" Bukannya dapat jawaban dari Rama, malah statusnya dibanjiri like dan komentar dari orang lain yang simpati terhadapnya.

Ya, malam sebelum datang badai, langit tampak cerah.

Sinta menjerit, serentak menutup matanya
Sinta menangis kecewa, Rama telah berubah
Hilang Rama yang dulu ngampung, dekil lugu, tapi Sinta suka
Berganti Rama yang gaul, yang funky, yang doyan ngucapin ember

*      *      *

"BAIKLAH, kakang. Jika kang Rama masih meragukan kesucianku, lebih baik aku pati obong. Sebagai pembuktian, jika aku tidak terbakar, berarti aku masih ting-ting. Namun, jika aku gosong, itu tandanya tubuhku pernah dijamah Rahwana. Andai terjadi, berarti dugaanmu mahabenar wahai, mahadewa," Sinta sesenggukan dengan bersimpuh di kaki Rama.

Putri Raja Janaka itu dalam hatinya, berharap Rama, segera mencegahnya untuk bakar diri. Sayangnya, Sinta tidak tahu, saat ini Rama sudah terlanjur dirasuki ego. Hingga, sifatnya kini sebagai titisan Wisnu sudah melebihi kejamnya Rahwana.

Ya, bagaimanapun, sejahat-jahatnya Rahwana, tapi tetap sopan terhadap Sinta. Tak sekalipun, manusia angkara murka itu menyentuh Sinta. Bahkan, setiap kali bertatap mata pun, Rahwana selalu menunduk. Itu mengapa, adik Rahwana, Kumbakarna, selalu mengingatkan bahwa musuh besar ksatria di marcapada ada tiga yang selalu berakhiran "Ta": Harta, Takhta, dan Wanita.

Sebaliknya, Rama lebih memilih gosip di kalangan rakyatnya, terutama melalui medsos yang menyebut Sinta sudah tidak suci lagi. Alias, telah dijamah Rahwana!

Sebenarnya, apa yang dipikirkan itu tidak salah. Tidak jarang ketika rapat di istana, wartawan Ayodya kerap menyeletuk tentang Sinta yang kerap digoda Rahwana. Sampai, ada situs abal-abal yang memberi headline dengan judul huruf kapital semua "PADUKA RAMA GALAU KARENA SINTA TAK SUCI LAGI".

Seketika, Rama langsung membubarkan rapatnya meski penting sekalipun. Misalnya, menyangkut tambang emas, kisruh DPW (Dewan Perwakilan Wayang) di negerinya, atau pembelian helikopter.

Toh, bagaimanapun, Rama tetap manusia biasa, Gelar sebagai titisan Wisnu bukan berarti dirinya sempurna layaknya dewata. Wajar, jika dia punya dugaan buruk tersebut. Hanya, sangat disayangkan jika Rama bergeming membiarkan Sinta bakar diri. Itu yang disesali banyak pihak. Termasuk adik tirinya, Laksmana.

"Bro, ente jangan keterlaluan begitu. Begini-begini, sis Sinta udah banyak berkorban. Belum cukupkah dirimu menyaksikan penderitaan Sinta yang harus diculik hingga belasan tahun?" Laksmana berteriak lantang.

Suatu hal yang aneh mengingat seumur hidup, sebelumnya dia tidak pernah membantah perkataan Rama. Namun, kali ini berbeda. Bagaimanapun, Laksmana masih memiliki liangsim dibanding kakaknya yang sudah dipenuhi ego.

"Diam Laksmana. Jangan kau ikut campur rumah tangga orang. Sinta ini istriku, bukan istrimu," Rama membentak dengan mata yang membelalak melebihi seramnya pelototan Rahwana.

"Ya, semua orang di kolong langit ini tahu Sinta istrimu. Tapi, tega nian kau membiarkan istrimu pati obong? Apakah itu yang disebut titisan Wisnu?"

"Sekali lagi kau mengeluarkan suara, aku akan meminta hulu balang untuk memenggalmu. Ingat, ini urusan rumah tangga, kau tidak berhak ikut campur. Beda jika ini soal kerajaan, kau boleh memberi saran."

"Rumah tanggamu? Tapi, ke mana belasan tahun ini saat Sinta diculik? Aku, sejelek-jeleknya, masih mau ditugaskan dirimu untuk mencari Sinta. Tanpa bermaksud mengungkit, aku mengorbankan seluruh jiwa dan ragaku untuk menghadapi Rahwana dan pasukannya. Bagaimana dengan dirimu? Hanya enak-enakan duduk di singgasana, nyuruh ini dan itu, lalu lupa janji saat kampanye dulu!"

"Pengawal, seret Laksmana keluar!"

"Siap dan. 86!"

"Tunggu!" Sinta memecah keheningan sebelum eksekusi dari prajurit Ayodya kepada Laksmana. Inkarnasi Laksmi -dewi keberuntungan- itu dengan tegar menatap Rama. Tidak ada lagi air mata yang keluar dari wanita tangguh ini. Sorot matanya begitu tajam. Namun, bukan kebencian. Melainkan tanda cinta dan pertanyaan yang tak pernah terjawabkan. Seketika, Rama yang sedang emosi level dewa, tak mampu memandang ke arah Sinta. Pria perkasa yang sukses melenyapkan angkara murka itu hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Aku sudah mengambil keputusan. Aku akan pati obong. Laksaman, aku harap kau penuhi permintaanku untuk membiarkanku bakar diri. Sebagai saudara, kalian yang akurlah," ujar Sinta dengan tenang.

Sosok yang keanggunannya ratusan kali lipat dari Kajol Devgan ini melanjutkan, "Kakang Rama, sudah nasibku jelek sebagai wanita. Aku diperistri olehmu bukan keinginanku. Lantaran, aku hanyalah boneka saat dijadikan sayembara antarpria. Meski begitu, aku bahagia menjalin hubungan denganmu. Pun ketika aku harus menjalani nasib sial diculik Rahwana. Dalam periode itu, tidak sedikit pun aku menyesalinya. Aku menunggu dengan sabar untuk direbut kembali olehmu. Belasan tahun aku sabar. Tapi, mana balasannya darimu? Kakang hanya memikirkan gosip dari kalangan rakyat dan media abal-abal saja. Kini, perintahkan prajurit untuk memasang kayu bakar. Sekarang!"

Langit menggelegar pertanda merestui ucapan Sinta. Seketika, siang yang terik itu jadi gelap. Dalam lubuk hati yang tedalam, tentu Rama enggan menyaksikan istri tercintanya itu bakar diri. Namun, apalah daya jika ego sudah merasukinya.

Ya, air bisa membuat perahu berlayar, tapi juga dapat menenggelamkannya. Rama di antara dua pilihan. Jika menahan Sinta untuk tidak bakar diri, sudah pasti akan dicap "ISTI" oleh rakyat, pembesar negeri, dan media abal-abal. Alias, Ikatan Suami Takut Istri. Apalagi, dia memang ingin membuktikan, apakah Sinta masih suci atau tidak. Di sisi lain, jika membiarkan Sinta terjun ke kobaran api, dia akan berdosa.

Sambil menghitung kancing bajunya seperti anak sekolah sedang mengisi soal ujian pilihan ganda, akhirnya Rama menetapkan hati. Dia ingin melihat, apakah Sinta bisa lolos dari kobaran api untuk membuktikan selama belasan tahun tidak pernah dijamah Rahwana. Atau, menyaksikan kematian tragis sang istri yang didapat dengan susah payah.

*      *      *

KOBARAN api terpancar begitu panas. Rama yang duduk radius 29 meter di singgasana empuknya made in Italy itu menatap dengan kosong. Sebaliknya, Sinta justru tegar berjalan perlahan. Baginya, hidup hanya sementara. Jika memang dirinya tidak terbakar, berarti dia telah menunjukkan kesuciannya kepada Rama. Dia bisa membungkam gosip di kalangan rakyat, pembesar istana, hingga media abal-abal yang secara tega mengkampanyekan hashtag #SintaTakSuciLagi.

Sebelum melompat, Sinta memandangi ribuan mata yang menatapnya dengan aneka perasaan. Ada yang terharu dengan pembuktian kesuciannya hingga kagum, ada yang mengelus dada, ada yang geleng-geleng kepala, dan ada yang tak mampu melihatnya, terutama sesama kaum wanita. Sementara, beberapa oknum asyik dengan ponselnya masing-masing untuk mengetik, memotret, dan mengabadikan video.

Ya, sindrom "Bad News is Good News" tidak hanya terkenal di Indonesia saja, melainkan juga telah menjalar di kalangan wartawan di Ayodya. Bagi mereka, berita pati obong Sinta bakal membuat korannya laris manis melebihi pemilu 2014, tabloid terjual jutaan eksemplar, online dibanjiri iklan, dan televisi dipenuhi penonton yang ingin menyaksikan tayangan live!

Sinta sudah sampai ke bibir tungku yang didalamnya sangat panas. Dia tersenyum manis kepada seluruh mata yang memandang. Senyum yang sungguh manis melebihi siapa pun di dunia ini.

Satu kaki Sinta hendak melangkah. Sementara, ribuan mata memandang dengan harap-harap cemas. Saat itu terdengar suara yang tidak asing lagi baginya, "Wahai Sinta. Aku tahu, dirimu merupakan simbol dari kemurnian wanita. Engkau wujud dari kesabaran yang mampu meredakan angkara murka. Tapi, aku di sini bukan untuk memintamu bunuh diri. Aku, Ramayana sang putra Dasarata dari Kerajaan Ayodya beserta segenap rakyat, hanya ingin membuktikan. Bahwa, dirimu tetap suci."

Sedih bagi Sinta mengetahui itulah kalimat terakhir yang diucapkan suaminya, Rama. Mungkin, dalam hatinya, dia berharap adegan pada 2002 silam terulang. Yaitu, di bandara ketika ada gadis SMA mengejar kekasihnya yang ingin belajar ke Amerika Serikat. Sayangnya, itu hanya sebuah film saja yang kini malah seluruh pamerannya -minus si manis Ladya Cheryl- sedang syuting episode kedua.

Tanpa ragu, satu kaki Sinta mendorong tubuh sintalnya untuk terjun ke dalam tumpukan kayu di depan istana. Tindakan nekat yang memecahkan keheningan senja. Sayatan ngeri pun berkumandang ke seluruh negeri. Air mata kaum wanita membanjiri halaman istana.

Saat itu, tiada satu pun manusia yang melepaskan pandangannya ke arah kobaran api di dalam tungku. Pun begitu dengan berbagai wartawan dari media abal-abal yang selama ini selalu "mengipasi" penguasa, turut terdiam. Tangan mereka seolah berhenti untuk mengetik berita, mengabadikan gambar, ataupun mewawancarai anggota kerajaan Ayodya.

*      *      *

SELALU ada pelangi setelah badai.

Tak beberapa lama kemudian, dewi hujan pun mencurahkan airnya. Ribuan orang yang menyaksikan pati obong itu turut menggigil kedinginan. Namun, tiada satu pun dari mereka yang ingin berpaling dari tumpukan kayu tersebut.

Bukan bau gosong, sebaliknya wangi harum tercium dari reruntuhan kayu. Saat itu, Sinta keluar dengan pakaiannya yang utuh seperti semula. Tidak ada tanda-tanda dirinya terbakar. Sebaliknya, kondisi Sinta sangat bugar dan segar dengan lekuk tubuh yang memesona karena tersiram hujan.

Rama bangkit dari singgasananya. Dia menghampiri istrinya dan memeluknya dengan erat. Lalu, Rama pun menggandengnya dengan mesra menuju istana. Tepuk tangan membahan di antara rakyat, pembesar istana, dan sebagian wartawan. Sementara, sebagian lagi dari media abal-abal terlihat kecewa. Lantaran dengan ini, mereka tidak bisa menulis bombastis lagi di medianya untuk mendulang rupiah.

Hashtag  di medsos berganti, dari #SintaTakSuciLagi jadi #BuktiSintaMasihSuci dan #PadukaRamaTerimaSinta.

Sambil berjalan secara perlahan, Rama membisiki kalimat yang penuh cinta, "Aku mengaku salah, wahai istriku. Ternyata, engkau benar-benar suci tak terjamah Rahwana."

Hanya, di telinga Sinta, pujian itu tak berarti. Lebih mirip janji penguasa saat kampanye yang sayangnya lupa ketika sudah menjabat. Dari kejauhan, Sinta seperti melihat sekelebat bayangan Rahwana yang tersenyum ikhlas ketika mengetahui dirinya tidak terbakar. Tiba-tiba, dia begitu merindukan sosok angkara murka itu yang selalu bersikap baik terhadapnya. Sangat bertolak belakang dengan Rama yang kini ada di sampingnya.

Ya, bukan senyum "ganda" dari Rama yang diinginkan Sinta saat ini. Melainkan, sikap tulus dan penuh perhatian dari Rahwana yang dicap orang sebagai sumber angkara murka.*

*      *      *

Artikel Fiksi Wayang Sebelumnya:
- Ada Apa dengan Sinta?

Artikel Fiksi Wayang Selanjutnya:
- Kenapa Harus Kumbakarna yang Gugur?
- Karna Tanding, Arjuna Tak Sebanding
- Palguna Palgunadi, Istrimu (Harus) Jadi Istriku
- Sembadra Larung: Aku Cinta Kau dan Dia
- Anoman Duta yang Tak Dianggap

Artikel Tentang Wayang Sebelumya:
- Selamat Hari Wayang Nasional

*      *      *
- Jakarta, 29 November 2015