TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Pilpres 2024

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Pilpres 2024. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Pilpres 2024. Tampilkan semua postingan

Minggu, 25 Agustus 2024

Anies adalah Liu Bei, Mega = Sun Quan, dan Jokowi = Cao Cao?


Anies adalah Liu Bei, Mega = Sun Quan, dan Jokowi = Cao Cao?




Anies Baswedan dan jajaran menteri 
mendampingi Presiden Jokowi saat
mengecek kesiapan Wisma Atlet
jelang Asian Games 2018
(Foto: Dokumentasi pribadi/@roelly87)


DI kolong langit ini, ga ada kawan sejati atau musuh abadi. Yang ada, hanyalah kepentingan abadi.

Demikian adagium terkait situasi politik di dunia, termasuk di Indonesia. Ya, hari ini kawan, besok pecah kongsi jadi lawan.

Akrobatik politikus yang khas. Sisakan ruang ketidakpercayaan kepada mereka yang berpolitik.

Itu yang saya selalu tekankan dalam sanubari. Bisa dipahami mengingat saya merupakan penggemar Prabowo Subianto sejak 2008 silam.

Alias, sudah empat kali Pemilihan Umum (Pemilu) mencoblosnya. Saat jadi wakil Megawati Soekarnoputri pada 2009 hingga beruntun sebagai calon presiden 2014, 2019, 2024.

Itu mengapa, saya ga kaget ketika 10 tahun silam, Prabowo pecah kongsi dengan Mega yang mengusung Joko Widodo (Jokowi).

Biasa aja.

Siapa pun pemimpin negeri ini, toh saya cari uang sendiri. Ga dikasih pemerintah seperti para buzzer. 

Alhasil, Prabowo menang oke. Kalah pun, b aja.

2019, Prabowo rekonsiliasi jadi Menteri Pertahanan (Menhan) di Kabinet Indonesia Maju di bawah kepemimpinan Jokowi.

Keduanya pun kian akrab. Mungkin karena sama-sama punya kepentingan.

Terbukti, empat tahun berselang, Prabowo menggandeng putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming untuk mendaftar Pemilu 2024.

Keduanya diusung mayoritas partai dengan nama Koalisi Indonesia Maju. Dua rivalnya adalah, Ganjar Pranowo-Mahfud MD dan Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar.

Hasil pemungutan suara yang berlangsung pada 14 Februari lalu itu pun dimenangkan Prabowo-Gibran. Sisanya adalah sejarah.

Selesai?

Oh, tentu tidak.

Ibarat makanan, Pilpres 2024 hanya hidangan pembuka. Masih ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 yang berlangsung November mendatang.

Kali ini, giliran Anies yang jadi sorotan utama.

Sabar ya, artikel ini sangat panjang. Aslinya berjumlah 8.000 kata lebih yang ditulis sejak dua pekan lalu sebelum akhirnya dipangkas drastis karena satu hal dan lainnya. 

Anda bisa skip jika tulisan ini ga berbobot.


*       *       *


JIKA dianalogikan dalam Kisah Kisah Tiga Negara (Samkok/Romance of the Three Kingdoms), Anies adalah Liu Bei. Penjual kasut yang akhirnya jadi Kaisar Negara Shu pada pengujung Dinasti Han.

Btw, yang jadi Cao Cao siapa? Prabowo gitu? Terus, Sun Quan = Mega?

Saya pernah mengulasnya tahun lalu jelang pendaftaran capres-cawapres yang dikaitkan dengan Samkok berjudul, Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit (https://www.roelly87.com/2023/09/prabowo-sang-penculik-yang-berharap.html).

Anies ini benar-benar mirip Liu Bei atau Lauw Pi dalam novel jadul dengan bahasa Hokkian yang dulu saya baca.

Liu Bei sangat populer di kalangan rakyat jelata meski tidak punya wilayah kekuasaan dan mengandalkan pamor sebagai kerabat jauh kaisar. Namun punya jenderal tangguh seperti Guan Yu, Zhang Fei, Zhao Yun, Ma Chao, dan Huang Zhong.

Juga penasihat handal meliputi Zhuge Liang, Xu Shu, Pang Tong, dan Fa Zheng.

Pun demikian dengan Anies yang ingin ikut kontestasi Pemilihan Gubernur (Pilgub) Jakarta 2024. Pria kelahiran 7 Mei 1969 ini tidak punya partai.

Sikapnya tegas sebagai independen yang dibuktikan pada dua konstestasi sebelumnya. Pilgub 2017 diusung Gerindra dan PKS serta Pilpres 2024 didukung Nasdem, PKS, PKB, dan Partai Ummat.

Meski tidak punya partai, Anies tetap paling diunggulkan dalam Pilgub 2024. Itu berkat jenderal-jenderal tangguh serta penasihat handal layaknya Liu Bei.

Mulai dari Sudirman Said, Tom Lembong, Said Didu, hingga gerakan relawan. Di media sosial ramai sejak Pilpres yang bertahan hingga kini dengan diinisiasi Humanies Project, Ubah Bareng, Olppaemi Project, Anies Bubble, dan lainnya.

Sejauh ini, gerakan yang diawali di Twitter tergolong sukses. Bahkan pada turun langsung untuk mengawal massa saat Unjuk Rasa RUU Pilkada 2024 sejak Kamis (22/8).

Kendati saya ga memilihnya di Pilpres lalu, ada kemungkinan saya akan mencoblosnya pada Pilgub ini seperti pada 2017 silam.

Namun, syarat dan ketentuan berlaku.

Eaa!


*       *       *


PILGUB Jakarta 2024 berlangsung 27 November mendatang. Namun, sejak awal bulan ini keriuhannya sudah berlangsung.

Itu terkait para calon yang akan mengikuti kontestasi sebagai pemimpin Jakarta dalam lima tahun ke depan. Sejauh ini ada dua.

Pertama, pasangan independen Dharma Pongrekun-Kun Wardana. Lalu, Ridwan Kamil-Suswono yang diusung Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus.

Nah, lho. Terus, Anies?

Sabar, ya. Artikel ini belum selesai. Masih panjang.

Seperti yang saya kaitkan dengan Liu Bei pada awal artikel, Anies tidak memiliki partai. Padahal, pendaftaran tinggal menghitung detik, pada 27-29 Agustus ini.

Sebelumnya, Anies ada kemungkinan diusung PKS, Nasdem, dan PKB. Namun, ketiga partai itu terlalu pragmatis hingga menyeberang ke KIM. 

Ironis sih.

Praktis, satu-satunya harapan ada pada PDI Perjuangan. Kemarin, Sabtu (24/8), Anies sudah mendatangi Kantor DPP PDIP Jakarta yang disambut sangat meriah. 

Namun, dalam partai berlogo banteng itu, hierarkinya ada pada Mega sebagai ketua umum yang memegang keputusan utama. Mirisnya, Presiden ke-5 RI itu dengan tegas belum menerima Anies saat memberi arahan calon kepala daerah, Kamis (22/8).

Bahkan, Mega memberi syarat, jika bersedia, Anies harus nurut untuk jadi kader partainya. Tentu, putri Proklamator RI itu enggan dikhianati lagi seperti yang sudah dilakukan Jokowi.

Pada saat yang sama, Anies menjawab diplomatis. Kalimat bersayap yang jadi ciri khasnya.

Waduh, bingung kan.

Ya, namanya politik, tentu ga ada hitam dan putih. Semuanya abu-abu.

Seperti Liu Bei yang menghamba pada banyak warlord sebelum mendirikan Shu Han. Mulai dari He Jin, Gongsun Zan, Cao Cao, Yuan Shao, Liu Biao, hingga Liu Zhang. Dalam periode itu, Liu Bei juga berkongsi dengan Lu Bu dan tentu Sun Quan.

Bagaimana dengan Anies? Doi ikut Konvensi Calon Presiden Partai Demokrat 2013 besutan Susilo Bambang Yudhoyono yang menempati urutan kedua di bawah Dahlan Iskan. 

Setahun berselang, Anies jadi juru bicara tim kampanye Jokowi-Jusuf Kalla. Kemahirannya berorasi dan menulis naskah pidato membuatnya berujung diberi mandat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia di Kaninet Kerja 2014.

Sayangnya, bulan madu dengan Jokowi tergolong singkat. Sebab, kurang dari dua tahun, Anies di-reshuffle.

Hebatnya, -sama seperti Liu Bei yang jatuh bangun- Anies langsung dekat dengan Prabowo. Diusunglah sebagai Gubernur Jakarta 2017 bersama Sandiaga Uno yang sukses mengalahkan wakil PDIP, Basuki Tjahaya Purnama-Djarot Saiful Hidayat.

Jelang tugasnya rampung sebagai Gubernur Jakarta, Anies langsung diusung Ketua Nasdem Surya Paloh untuk mengikuti Pilpres 2024. Awalnya, ramai diberitakan Ketua Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono bakal digaet jadi wakil yang sayangnya tidak bertahan lama akibat pecah kongsi.

Anies pun dijodohkan dengan Ketua PKB Muhaimin. 

Kalau disimak secara intens, kisah perjalanan Anies mirip Liu Bei versi novel. Ha... Ha... Ha... Serius!

Faktanya, Liu Bei pernah jadi bawahan Cao Cao. Juga bersekutu dengan Sun Quan. Pada akhirnya, keduanya dilawan Liu Bei hingga membuat Cina terbagi dalam tiga negara yang saling berperang: Shu vs Wei vs Wu.

Saat ini, situasi Anies ibarat Liu Bei yang lari dari kejaran Cao Cao usai pembakaran Jembatan Changban. Ini analogi aja. YTTA!

Anies melirik Mega. Pada saat yang sama, Mega pun sebenarnya ingin menggaetnya. Namun, trauma dikhianati Jokowi dan keluarganya masih membekas hingga harus menyertakan syarat.

Maklum, PDIP yang mengusung Jokowi sejak jadi Walikota Solo pada 2005, Gubernur Jakarta 2012, dan Presiden 2014. Win rate-nya 100%! Dua kali Pilwakot, Sekali Pilgub, dan dua kali Pilpres.

Pun demikian dengan anak dan mantunya yang diusung PDIP sebagai walikota Solo dan Medan. 

Namun, pada akhirnya Jokowi berpaling. Itu yang membuat Mega jadi kesal yang mungkin melebihi kekesalannya saat ditikung SBY pada Pilpres 2004.

Ga heran jika Mega mensyaratkan Anies untuk jadi kader PDIP dan harus nurut. Sebab, Anies yang mengalahkan jagoan PDIP pada Pilgub 2017, Ahok-Jarot.

Permainan tingkat tinggi nih. Namun, jadi ingat pernyataan Don Vito Corleone, "Gue bakal memberi doi tawaran yang ga bisa ditolak."

Nah, kalimat tersebut siapa yang lontarkan? Tentu saja Anies kepada Mega.

Keduanya simbiosis-mutualis. Saling ingin ambil untung dari kongsi ini.

Jangan lupa, keduanya memiliki musuh yang sama: Jokowi.

Anies ingin didukung PDIP di Pilgub Jakarta 2024. Tujuannya, jelas untuk tiket Pilpres 2029. 

Ambisius? Ga, lah. 

Normal sebagai rakyat bercita-cita jadi presiden. Toh, Prabowo aja sampe ikut empat pemilu!

Kursi gubernur punya daya tarik tersendiri. Sekaligus, nilai tawar jika Prabowo berhasil dalam kepemimpinannya lima tahun mendatang dan siap melanjutkan pada 2029 dengan Anies sebagai wakil.

Masa depan, ga ada yang tahu. Bukan mustahil, ke depannya Anies akan mendekat lagi dengan Prabowo.

Sekali lagi, ga ada yang hitam atau putih dalam politik. Melainkan, abu-abu.

Bagaimana dengan Mega? Tentu, ibu dari Ketua DPR Puan Maharani ini ingin memutus hegemoni KIM yang disokong Jokowi dan Prabowo.

Terlebih, hubungan Mega dan Prabowo tidak ada masalah. Seenggaknya, hingga kini.

Bisa dilihat dari komentar kader PDIP kepada Prabowo yang mayoritas positif. Apalagi, Mega punya hubungan masa lalu saat menjadikan 08 sebagai wakil dalam Pilpres 2009.

Beda cerita dengan Jokowi. Mungkin, Mega sulit memaafkannya. 

Kadar kesalahan ayah Kaesang Pangarep ini di mata Mega mungkin lebih besar dibanding SBY. Maklum, Mega yang mengangkat Jokowi dari sekadar tukang kayu hingga jadi orang nomor satu di negeri ini.

Mega juga butuh Anies untuk menaikkan elektabilitas PDIP yang turun di Jakarta. Sekaligus menjaga demokrasi dengan partainya turut berpartisipasi di Pilgub 2024.

Tentu, Mega enggan PDIP yang jadi pemenang Pemilu 2024 hanya jadi penonton di Jakarta. Apalagi, jika RK-Sus yang diusung KIM menang.

Ga bisa dibayangkan.

Itu mengapa, saya percaya Mega akan menurunkan egonya. Bersedia menyambut Anies untuk sama-sama melawan Jokowi.

Toh, pepatah mengatakan, musuh dari musuhku adalah teman. 

Jika kolaborasi ini terwujud, sama seperti Sun Quan yang mengulurkan tangan kepada Liu Bei usai dikejar Cao Cao.

Bahkan, mereka pun sukses menang besar dalam pertempuran Tebing Merah. Memaksa Cao Cao untuk kembali ke Xu Chang, ibu kota Dinasti Han saat itu.

Sekaligus, merebut Jingzhou yang sebelumnya dikuasai Cao Cao usai mengusir penerus Liu Biao.

Apakah ini sinyal Anies yang diusung PDIP bakal menang Pilgub 2024?

Terlalu dini untuk melakulan cocoklogi. Toh, sejarah tidak selalu berulang. Apalagi, mengaitkan peristiwa Samkok pada abad ketiga yang berusia lebih dari 2000 tahun dengan sekarang.

Btw, tulisan ini sekadar iseng ya. Menyalurkan hobi sebagai bloger sejak 2009 silam. Ga ada maksud lain. Saya memang penggemar Prabowo, tapi ga goblok untuk jadi buzzer rezim.

Hanya, sejarah selalu memiliki pola. Ga harus sama, tapi pattern-nya bisa identik bak siklus.

Setelah mengusir Cao Cao, tentu Liu Bei dan Sun Quan paham. Di langit tidak ada dua matahari. Dalam negara tidak ada dua pemimpin.

Dengan taktik Zhuge Liang dibantu pergerakan Zhao Yun, akhirnya Jingzhou direbut Liu Bei. 

Sun Quan dapat apa? 

Ya, cuma dapat hikmahnya.

Alih-alih untung, justru mereka gagal mengambil Jingzhou yang diincar sejak lama. Jenderal Utama Wu Zhou Yu dan Lu Su berulangkali mencoba merebutnya. Namun, lagi-lagi gagal akibat kepiawaian Zhuge Liang.

Andai menyadari sejak awal, mungkin Sun Quan bakal membiarkan Liu Bei sebagai gelandangan politik yang bakal dicaplok Cao Cao.

Mungkin.

Mungkin, lho.

Btw, apakah ini berarti andai berhasil jadi gubernur dalam lima tahun ke depan yang diusung PDIP,  justru Anies bakal mencampakkannya demi tiket Pilpres 2029? 

Bisa ya, bisa nggak. Toh, kita bisa menggunduli bukit untuk membuka tambang, mengeksploitasi lautan demi mendapatkan minyak dan gas, tapi menebak hati orang, sangat sulit.

Saya enggan membayangkan andai nanti Mega kembali dikhianati. Begitu juga reaksi kader PDIP.


*       *       *


EPILOG, Liu Bei berhasil mendirikan Shu usai mengudeta senyap Liu Zhang. Sayangnya, masa baktinya sebagai kaisar tergolong singkat.

Liu Bei meninggal usai kekalahan dari Wu pada misi untuk membalaskan kematian Guan Yu dan Zhang Fei. Dalam pertempuran Yiling, mayoritas dari ratusan ribu pasukannya habis akibat taktik Lu Xun.

Yaitu, Jenderal Utama Wu yang masih muda tapi berhasil jadi suksesor Lu Meng, Lu Su, dan Zhou Yu.

Btw, PDIP juga ga kalah dengan Wu yang selalu sukses memunculkan jenderal hebat. Bagi saya, PDIP dan PKS merupakan dua partai yang menerapkan kaderisasi hebat. 

Jauh mengungguli Golkar, Gerindra, Demokrat, PKB apalagi PAN. 

Terkait Pilgub 2024 ini, saya pribadi sejak dulu ga pernah golput. Jadi, akan memilih demi menjalankan amanat sebagai rakyat yang punya hak suara.

Pilihan utama saya BTP. Jika Mega mampu menduetkan pria yang akrab disapa Ahok itu dengan Anies, tentu saya akan All-in. 

Bagi saya, keduanya sudah teruji. Saya pemilih Jokowi-Ahok 2012 dan Anies-Sandi 2017.

Jika Anies saja dengan salah satu kader PDIP, saya akan cek ombak. Secara, Jakarta butuh pemimpin yang benar-benar bisa kerja.

Saya harap, PDIP mampu menduetkan kader terbaiknya kepada Anies. Agar Pilgub 2024 ini sesuai demokrasi ketimbang harus memilih RK-Sus versus kotak kosong.

Terkait Anies mengincar tiket Pilpres 2029, itu soal lain.***


*       *       *

- Jakarta, 25 Agustus 2024


*       *       *


Artikel Terkait Politik: 


- Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan

- Dhani, Rizieq, dan Ahok Bersatu demi Indonesia

- 9 Naga dan 3 Capres

- Prabowo dan Kedaulatan Selera

- Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah

- Prabowo Kembali ke Setelan Pabrik

- Brigitte Lin Ching-hsia yang Memesona

- Palagan Pamungkas Prabowo: Menyelami Hati, Pikiran...

- Manusia Lebih Anjing daripada Anjing

- Di Bandung, Jokowi Kalah Populer Dibanding Ridwan Kamil

- Jokowi, Sang Gubernur Gaul

- Soe Hok Gie: Prabowo Cerdas tapi Naif





...

Senin, 11 Desember 2023

Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah

Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah

Foto: @roelly87



PEMILIHAN Presiden (Pilpres) 2024-2029 akan didominasi suara generasi milenial. Menurut data, mencapai 55-60 persen. 

Saya jelas bukan masuk kalangan tersebut. Sebab, lahir akhir 1980-an.

Namun, tetap saya merasa masih muda. Ya, minimal relevan dengan situasi terkini.

Termasuk, saat mencermati Pilpres. Meski, ini bias. 

Pasalnya, saya merupakan penggemar Prabowo Subianto yang jadi capres nomor urut 2 berpasangan dengan Gibran Rakabuming. Seperti beberapa artikel yang sudah saya tulis sebelumnya, kemungkinan besar saya akan memilih eks Danjen Kopassus tersebut pada 14 Februari mendatang.

Tentu, saya ga 100% pasti mencoblosnya. Melainkan, hanya 99%.

Ya, saya selalu menyisakan ruang dalam pilihan. Ada GBHN untuk Pilpres 2024

Alias, Garis Batas Haluan Nyoblos. Hingga valentine mendatang, apa pun bisa terjadi.

Termasuk, jika Prabowo melakukan blunder fatal. Atau, inkonstitusional.

Bahkan, makar hingga kudeta. Kemungkinan seperti itu memang kecil. 

Namun, dalam hidup, apa pun bisa terjadi. Khususnya, untuk kontestasi pilpres yang menyisakan jarak dua bulan lagi. 

Maklum, sepanjang lebih dari sepertiga abad berada di muka bumi ini, saya memang jarang percaya penuh kepada seseorang. Apalagi, kali terakhir saya percaya, saya nyaris kehilangan segalanya.

Itu mengapa, saya mentok di angka 99% untuk mencoblos Prabowo. Sisanya, terbagi antara Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo.

Untuk Anies, saya sudah kenal lama. Maklum, KTP saya DKI Jakarta. 

Bahkan, 2017 lalu saya mencoblosnya. Itu berkat adanya Prabowo di belakang Anies.

Meski, secara hati, saya cenderung memilih Basuki Tjahaja Purnama. Bisa dipahami mengingat saya juga penggemar Ahok.

Bahkan, saya menilai, meski singkat,  kepemimpinan Basuki di ibu kota sangat bagus. Tegas dan betul-betul kerja.

Bukan berarti periode Anies jelek. Sebab, banyak juga inovasi dari sepupu Novel Baswedan ini yang sangat saya apresiasi.

Mulai dari integrasi angkutan umum, seperti Jaklingko, hingga dihapusnya larangan sepeda motor melintasi Jalan Sudirman-Thamrin. 

Sementara, untuk Ganjar, terus terang saya kurang begitu mengenalnya. Kendati untuk partainya, PDI Perjuangan, saya turut mengapresiasi.

Khususnya, tiga kader. Yaitu, Effendi Simbolon, Adian Napitupulu, dan Bambang "Pacul" Wuryanto.  

*      *      *

KESAN tegas, wibawa, hingga kaku terhadap Prabowo yang selama ini melekat seolah luntur. Berganti jadi gemoy.

Alias plesetan dari gemas atau menggemaskan. 

Saya pribadi sempat mengernyitkan dahi ketika tahu Prabowo berubah 180 derajat. Kini, gimmick-nya jadi gemoy dan suka joget.

Dua jempol untuk tim sukses dan deretan konsultannya yang berhasil mengubah sosok gahar Prabowo pada 2014 dan 2019. Sekarang, kalo dilihat di media, baik arus utama maupun sosial, berganti jadi gemoy dan lucu.

Ini mengingatkan saya terhadap Presiden Filipina Bongbong Marcos. Saat kampanye pilpres 2022 lalu, ia menggandeng Sara Duterte, putri presiden sebelumnya, Rodrigo Duterte.

Bongbong memanfaatkan betul perkembangan teknologi dalam menggaet pemilih muda di pilpres Filipina. Termasuk, media sosial yang memang jadi santapan sehari-hari generasi milenial, khususnya Tiktok.

Dalam kampanyenya, Bongbong meromantisasi keberhasilan ayahnya, Ferdinand Marcos (Presiden Filipina 1965-1986). Yaitu, keberhasilan Filipina saat dipimpin Ferdinand kepada generasi milenial yang memang belum lahir.

Alhasil, Bongbong pun dapat suara mayoritas anak muda. Tidak tanggung-tanggung, kemenangannya sangat telak.

Bingbong meraih 58,7% suara. Jauh mengungguli rival terdekatnya, Leni Robredo (27,9%) yang sebelumnya diunggulkan terkait ketidakpuasan rakyat Filipina atas kepemimpinan Duterte.

Sementara, legenda hidup tinju Filipina, Manny Pacquiao, berada di urutan ketiga dengan 6,8%.

Alhasil, saya pikir, timses dan konsultan politik Prabowo pun mencoba untuk ATM. Amati, tiru, dan modifikasi cara Bongbong di Filipina untuk diterapkan di Tanah Air.

Sejauh ini, usaha mereka berhasil. Dalam beberapa survei, Prabowo selalu memimpin dibanding Ganjar dan Anies.

Teranyar, berdasarkan Lembaga survei Indikator Politik Indonesia, Sabtu (9/12). Prabowo unggul dengan 45,8% diikuti Ganjar (25,6%), dan Anies (22,8%).

Ini menarik, mengingat Prabowo dan Gibran belum full attack dalam kampanye. Maklum, keduanya masih menjabat dalam pemerintahan. 

Alias, hanya mengambil cuti kerja pada Sabtu, Minggu, dan hari libur saja untuk kampanye. Bandingkan, dengan Ganjar dan Anies yang rutin keliling Indonesia.

Epilognya, perubahan sikap Prabowo yang kini jadi gemoy memang sangat berdampak terhadap masyarakat, khususnya generasi milenial. Nah, apakah apakah mandat langit akan hinggap di Kertanegara, itu cerita lain.

*      *      *

MALAM itu, rinai masih membasahi ibu kota. Usai mengantar orderan dari salah satu aplikasi online di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan, saya pun melajukan sepeda motor dengan konstan.

Sambil, melihat suasana jalanan yang cukup ramai. Pada saat yang sama, di atas tampak langit masih kelabu.

Maklum, hujan belum benar-benar reda. Alias, tetesan air pun masih menggelayuti helm yang saya pakai.

Saya pun istirahat sejenak sambil menyulut asap kehidupan ditemani segelas kopi hitam. Dari sisi jalan tampak berjejer spanduk, baliho, dan billboard peserta pilpres 2024.

Termasuk, Prabowo-Gibran yang sangat mendominasi. Kalau saya tidak salah, ada tujuh billboard pasangan capres-cawapres nomor urut dua itu sepanjang Jalan Warung Jati Barat-Buncit Raya-Mampang Prapatan Raya.

Itu belum termasuk spanduk, baliho, atau poster yang ditempel di pohon dan tiang listrik. Tentu, saya ga hitung. 

Yang pasti, alat peraga kampanye Prabowo-Gibran paling banyak dibanding Ganjar-Mahfud MD dan Anies-Muhaimin Iskandar. (Baca: 9 Naga dan 3 Capres)

Nah, dibanding dua capres tersebut, APK Prabowo-Gibran ini paling bervariasi. Mulai dari pose hingga penggunaan teknologi AI (Artificial Intelligence) atau kecerdasan buatan.

Dalam beberapa gambar yang saya amati, tampak Prabowo-Gibran mengenakan kemeja biru. Berpadu dengan dasi kupu-kupu berwarna merah yang ikonik.

Sungguh, keren banget. Gemoynya dapat.

^_^

Wajar jika banyak anak muda yang mengidolakan Prabowo. Apalagi, keberadaan Gibran sebagai cawapres yang masih 36 tahun seolah jadi representasi generasi muda.

Terbukti, di media sosial, seperti facebook, instagram, twitter, youtube, hingga tiktok, pasangan nomor urut dua itu kerap trending. Gemoy plus muda bersatu.

:)

Hanya, memilih presiden dan wakil presiden, tidak cukup dengan gimmick. Rekam jejak wajib dikuliti.

Sebagai penggemar Prabowo, tentu saya sudah tahu masa lalunya. Berlumuran darah terkait penculikan aktivis jelang reformasi. 

Pun demikian dengan Gibran yang terkesan nepotisme. Kendati, ada sanggahan yang memilih nanti rakyat.

Nanti...

Namun, kita harus kritis. Jadi penggemar bukan berarti sebagai kerbau yang dicocok hidungnya.

Bagaimana dengan rekam jejak dua pasangan lain? Ya, 11/12.

Alias, serupa tapi tak sama.

Ganjar identik sebagai petugas partai. Belum lagi dengan insiden Wadas dan batalnya Piala Dunia U-20

Mahfud kerap inkonsistensi. Sebagai  Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) adakalanya melempar isu di luar kewenangan.

Anies? Gubernur pilihan saya. He he he.

Jakarta di bawah kepemimpinan Anies cukup baik. Namun, masih jauh di bawah ekspekatasi saya, khususnya dalam penanganan banjir dan macet.

Muhaimin? Cocok jadi pemimpin dalam beberapa tahun ke depan. 

Gayanya luwes. Paling asyik diantara lima peserta capres-cawepres 2024.

Hanya, Cak Imin terkendala isu terkait pelengseran Gusdur di Partai Kebangsaan Bangsa (PKB). Noktah ini yang sangat mengganjal. 

Khususnya, pencinta Gusdur. Cak Imin ini menurut saya, oportunis. Jika diibaratkan pesepak bola ya, Filippo Inzaghi.

Konsklusinya terkait capres-cawapres 2024 ya tergantung selera. Jika saya yang sudah ikut nyoblos sejak 2014, tentu punya pilihan sendiri.

Nah, bagi generasi milenial yang baru kali pertama kali ikut pilpres, wajib menyimak berbagai rekam jejak dari sang calon. Jangan percaya dengan gimmick di medsos. 

Pasalnya, itu sudah dipoles sedemikian rupa. Harus kritis dalam menentukan pilihan.

Sebab, itu akan menentukan nasib Indonesia dalam lima tahun ke depan.

Selanjutnya, siapa pun nanti yang terpilih, baik calon nomor urut 1, 2, dan 3, itu adalah Presiden Indonesia.***

*      *      *

- Jakarta, 11 Desember 2023

*      *      *

Artikel Sebelumnya:







Artikel Selanjutnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)

- (What If) Prabowo Kalah Lagi







Selasa, 07 November 2023

Prabowo dan Kedaulatan Selera

Prabowo dan Kedaulatan Selera

ilustrasi buku @roelly87


"WOOOOI, anteng banget bro. Main slot lo ya?"

"Ebuset. Gw lagi mantengin pertandingan AR Roma versus Lecce. Seru banget. Bener-bener detik terakhir menangnya."

"Lukaku ngegolin lagi?"

"Yongkru. Tadi sempat error dia, penalti ga masuk. Untung pas injury time berbalik jadi pahlawan."

"Gokil emang tuh 'Big Rom'. Efek Mourinho bikin doi gacor. Btw, lo kan Juventini, ngapa mantengin Roma. Udah murtad ye?"

"Asem! Gw dari 94 udah Juventini. Nyimak pertandingan Roma karena ada Mourinho sama Dybala aja."

"Ooh... Kirain, lo udah ninggalin 'Si Nyonya Tua' ke pelukan 'Serigala Ibu Kota'."

"Dih... Ogah."

"Ha ha ha."

Demikian percakapan antara gw dan Kemumaki di salah satu kedai kopi di Grey District, Jakarta. Tempat nongkrong yang strategis bagi warga ibu kota dengan harga makanan dan minuman murah meriah.

Selain gw dan Kemumaki, ada Dekisugi dan Kuririn juga yang asyik mengganyang makanannya masing-masing. Kami berempat memang kerap nongki-nongki di kedai ini sambil membicarakan banyak hal.

Mulai dari sepak bola, musik, hingga politik. Apalagi, jelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, obrolan kami kian seru.

Kemumaki merupakan die hard-nya Ganjar Pranowo. Sementara, Dekisugi sangat militan dengan Anies Baswedan. Demikian dengan Kuririn yang sejak lama jadi simpatisan Prabowo Subianto.

Gw? Sekadar penggemar Prabowo. Alias, makhluk bebas yang tidak punya kepentingan apa pun terkait tiga capres tersebut.

"All, gw cabut dulu ya," kata Kuririn yang bersiap memakai sepatu.

"Kemane lo? Masih sore gini," Kemumaki menimpali.

"Jangan mampir ke 'warung sebelah' ya," gurau Dekisugi.

"Gelo. Dia ga mampir, tapi udah punya kartu langganan," gw menambahkan.

"Anjir lo pada. Kalian kira, gw cowo apaan," tutur Kuririn. "Dah, ah. Gw cabut. Pagi mau ke Bandung, 'ada proyek' biasa."

"Bawa oleh-oleh ya. Sekalian bayarin pesanan kita-kita ini."

"Nitip 'peuyeum'."

"Tanyain tipis-tipis ya, 2024, Jabar siapa yang maju."

"Au... Ah gelap!" Kuririn ketawa sambil mengacungkan dua jari tengahnya usai membayar pesanan kami ke kasir.

Obrolan khas bapak-bapak memang jadi santapan sehari-hari bagi para penghuni kedai kopi ini. Maklum, pengunjungnya heterogen. Termasuk, profesi dari yang serabutan, calo, pebisnis, politikus, akademisi, hingga penegak hukum.

Apalagi, lokasinya di Grey District yang sesuai dengan penamaannya: Abu-abu.

Ya, berbeda dengan Red District yang juga udah lama gw kenal. Di kawasan itu, semua sudah jelas. Mayoritas penghuninya terbagi antara hitam dan putih. 

Ada garis batas antara kawasan hitam yang dipenuhi pelacuran, perjudian, hingga narkoboy dengan warga. Ada yang tidak percaya Tuhan. Namun, di sebelahnya banyak yang sangat taat dengan Tuhan.

Sementara, Grey District ini semua jadi satu. Bahkan, mungkin penghuninya bisa merasa jadi Tuhan. 

Itu karena hitam dan putih bercampur. Tidak ada yang benar-benar jahanam. Pada saat yang sama, enggan jadi orang suci.

Grey District ini memang sangat unik. Sudah lama disorot banyak pihak. Baik ulasan media arus utama atau media sosial. 

Namun, sejauh ini penghuninya kompak. Jika ada orang luar yang mengusik, mereka langsung bertindak: Hantam dulu, bicara kemudian.

Konon katanya, mereka sudah bersikap seperti itu sejak zaman penjajahan. Penghuni di sana kerap merepotkan Belanda, Jepang, Inggris, dan para pengkhianat bangsa. 

Bahkan, jadi inisiator bersama para pahlawan dalam mempertahankan Tanah Air saat perang kemerdekaan, masa bersiap, gerakan September, hingga 1998 silam.

Salah satu petinggi aparat yang berwenang di negeri ini pun sudah mahfum. Misalnya, isu-isu minor yang berkaitan dengan dunia bawah tanah.

"Ya, kami TTPPTT aja lah. Yang penting, warganya sangat berkontribusi," ujarnya dalam suatu FGD. Alias, tahu tapi pura-pura tidak tahu.

Bisa dipahami mengingat Grey Area ini penghuninya sangat keras. Bahkan, mereka menolak tegas kehadiran ormas-ormas menjijikan yang kerjanya memeras rakyat jelata. 

Dibuktikan dengan tidak adanya spanduk, baliho, dan sebagainya. Termasuk, bebas parkir liar di setiap ruko atau restoran.

Sementara, untuk pemilu, baik pilpres maupun partai politik, mereka menyambut dengan senang hati. Termasuk, 2024 nanti yang terbagi dengan tiga kubu.

*       *       *

"BRO, lo gabung Kuririn yang sekarang udah masuk Ring tujuhnya Prabowo," teriak Dekisugi yang suaranya terdengar sayup-sayup akibat bertepatan dengan lewatnya kereta api.

"Ogah. Untuk saat ini, masih pengen bebas."

"Bagus bro, ga usah ikut-ikutan. Dekisugi aja 2019 barengan Kuririn. Eh sekarang pecah kongsi. He he he," Kemumaki, menimpali.

"Biasa kawan, politik itu dinamis. Bisa jadi di putaran kedua, jagoan lo butuh suara dari Prabowo. Kalo Amin kan udah pasti lolos putaran pertama."

"Idih... Yakin bener. Survei aja mentok 20 persen."

"Ya, liat aja nanti pas valentine. Ya kan bro?" ujar Dekisugi meminta dukungan ke gw. Meski sambil ngobrol, tapi mulutnya aktif mengganyang mie instan campur nasi putih dan telur dadar.

"Ya, kalo gw sih, siapa aja yang menang bodo amat. Gw ke Prabowo sebatas penggemar. Kalo menang bagus, kalah pun ga masalah," jawab gw, sok diplomatis.

"Anjir, jawaban lo sok politikus. Wkwkwkw."

"Tapi ini kita ngobrol aja ya. Kalo Kuririn ga usah dibahas, soalnya udah masuk Rute Solo, alias bukan 'jalur H atau D'. Nah, lo ini kan ibaratnya swing voters, alias sekadar penggemar Prabowo tapi belum tentu nyoblosnya," Kemumaki, melanjutkan.

"Sementara, gw udah jelas. Ganjar itu punya prestasi usai 10 tahun jadi Gubernur Jawa Tengah. Begitu juga jagoan Dekisugi yang pengalaman mimpin Jakarta 2017-2022. Nah, pengalaman Prabowo baru sebatas Menteri Pertahanan aja. Bedain sama waktu tentara ya. Itu juga terakhir 1998 silam. Apalagi, doi kan penculik. Aneh sih, kalo gw jadi lo. Nah, pertanyaan gw, apa alasan lo milih Prabowo?"

Pertanyaan Kemumaki membuat Dekisugi yang sebelumnya lahap mengunyah mie langsung serius menatap gw. Keduanya, seperti para hakim yang memberi vonis hukuman mati dalam persidangan.

"Woi, pertanyaan lo serem banget, anjir. Gw berasa jadi terpidana. Ha ha ha."

"Tapi gw setuju sama Kemumaki nih bro. Jadi pinisirin denger jawaban lo," kata Dekisugi sambil meletakkan sumpit ke atas mangkuk dengan khidmat.

"Minta rokok lo Kem, asem. Sebats dulu," lanjutnya. "Anjir, ini rokok apaan. Mereknya aneh. Seumur-umur jadi 'ahli hisap' gw baru liat nih rokok."

"Udah pake aja. Sejak Corona, emang rokok yang beredar aneh-aneh. Gw cari yang bukan merek terkenal biar murah tapi tetap harus ada cukainya supaya pemerintah dapat pemasukan," tutur Kemumaki.

"Sama bjir. Gw juga ganti rokok dari merek satu huruf ke yang ga jelas ini," kata gw terkekeh menunjukkan sebungkus rokok berwarna hitam.

"Rokok kalian aneh ya. Padahal mau pilpres, momen cuan nih," Dekisugi menjawab seraya menyalakan rokok dengan korek kayu. 

Makhluk satu ini memang konservatif banget. Di saat korek gas atau cricket sudah lumrah, eh doi tetap setia dengan korek kayu yang kalau dinyalakan harus digesek lebih dulu.

"Eh bro, bener kata Kemumaki. Gw pinisirin sama jawaban lo."

"Anjay, dibahas lagi."

"Yoi, bro. Kalo pilihan gw, Ganjar, dan Anies sebagai jagoan Dekisugi udah jelas. Nah, lo gimana?"

"Ga gimana-gimana Kem. Ini soal selera aja. Gw menggemari Prabowo dari perbawanya sejak 2008. Udah itu aja."

"Prestasinya yang nol? Dipecat dari militer?" Kemumaki, menimpali.

"Capres abadi?" tambah Dekisugi, sarkas.

"Woi... Kalian berdua detail amat. Kalo Prabowo ini soal kedaulatan selera. Subyektif. Sama kayak penggemar fotografi, ada yang dari dulu nyaman dengan Nikon atau Canon. Atau di sepak bola, Kota Manchester terbelah jadi merah dan biru.

Begitu juga di dunia kuliner. Misalnya, lo pada doyan bubur diaduk atau ga diaduk? Kan kembali ke selera masing-masing."

"Gw diaduk sih," jawab Kemumaki.

"Gw mah ga diaduk. Geli anjir, kalo makan bubur diaduk gitu," Dekisugi, menimpali.

"Kalo gw mah bebas. Yang penting ga pake seledri sama kacang," ucap gw.

"Si oneng, jadi bahas makanan. Dah lanjut, pertanyaan gw tadi," kata Kemumaki.

"He he he. Apa ya? Oh soal kedaulatan selera? Ya itu. Meski banyak stigma negatif tentang Prabowo, tapi kalo udah suka ya mau gimana lagi. Ya, sekali lagi. Sekadar menggemari. Ga harus mati-matian membela doi. Sama kayak gw sebagai Juventini. Kalo Juve menang, bagus. Andai kalah, yo wis. Mau gimana lagi. Yang penting, gw tetao cinta Juve sejak 1994.

Terus, ke kalian ini dan Kuririn yang aktif sebagai simpatisan. Emang kalo Ganjar atau Anies menang, lo berdua bakal dilirik jadi menteri? Ga, kan. Jadi, ya kita harus punya garis batas. Jangan berlebihan dalam menyukai sesuatu."

Kemumaki menghisap dalam-dalam rokoknya usai mendengar penuturan gw. Pada saat yang sama, Dekisugi asyik memainkan sumpit layaknya stik drum yang diadu ke mangkuk.

"Dah ah, pembahasan politik bikin gw laper. Mau nambah seblak nih di seberang."

"Bro, gw nitip satu ya."

"Anjir, lo tadi udah makan mie pake nasi sama telor masih kurang aja," timpal Kemumaki.

"Kedaulatan selera, Kem. Tadi kan makan, kalo seblak ini ngemil."

"Gw nungguin uduk Mpok Gayong aja subuh nanti."

"Ha... Ha... Ha..."***

*       *       *

- Jakarta, 7 November 2023

Artikel Sebelumnya:







Artikel Selanjutnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)

- (What If) Prabowo Kalah Lagi

Senin, 23 Oktober 2023

9 Naga dan 3 Capres

9 Naga dan 3 Capres


PRABOWO Subianto sudah mengungkapkan bakal calon wakil presiden pilihannya, yaitu Gibran Rakabuming. Berarti, lengkap sudah kontestasi dalam Pemilihan Presiden 2024-2029. 

Sebelumnya, Anies Baswedan berpasangan dengan Muhaimin Iskandar yang didukung Koalisi Perubahan. Lalu, Ganjar Pranowo dan Mahfud MD yang disokong Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Keduanya, sama-sama sudah mendaftar ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) pada hari pertama, 19 Oktober lalu. Sementara, Prabowo-Gibran yang diusung Koalisi Indonesia Maju bakal daftar pada hari terakhir (25/10).

...

Terkait pasangannya Prabowo, sebagai penggemar saya agak kecewa. Sebab, awalnya saya pikir mantan Danjen Kopassus itu bakal memilih salah satu dari Yusril Ihza Mahendra, Khofifah Indar Parawansa, atau Susi Pudjiastuti.

Namun, ya dalam politik itu pragmatisme memang jadi santapan sehari-hari. Bukan berarti Gibran jelek, tapi agak kurang tepat.

Setidaknya, saat ini. Seperti yang diutarakan Basuki Tjahaja Purnama.

Meski saya beda pilihan dengan Ahok, tapi apa yang diungkapkannya terkait Gibran memang benar. 

...

BTP ini memang sosok yang langka: Jujur.

Hanya, panah sudah dilesakkan. Tidak mungkin kembali kepada busur.

Btw, terkait adanya sutradara "kawin paksa" Prabowo-Gibran itu santer banget. Bisa disimak pada media arus utama atau gosip-gosip di jalanan.

Namun, saya lebih antusias dengan para pengusaha di balik Prabowo dan dua capres lainnya. Ini jauh lebih menarik ketimbang menelisik aktor kawin paksa tersebut.

Saya jadi teringat Roman Kisah Tiga Negara. Yaitu, era perpecahan Dinasti Han di Cina yang terbagi jadi Cao Wei, Shu Han, dan Wu.

Ketiganya bak segitiga sama sisi. Saling mengikat satu sama lain. 

Ga ada yang lebih kuat hingga Zhuge Liang meninggal dan Sima Yi melakukan kudeta merangkak ke Wei. Sisanya, sejarah yang melukiskan.

Dalam setiap berdirinya kerajaan, ada 3 faktor utama.

- Kaum bangsawan

- Jenderal yang hebat

- Kaum pelajar

Cao Pi -putra Cao Cao- ga bisa mendirikan Wei yang mengakhiri Dinasti Han dengan mengudeta Kaisar Xian lewat cek kosong. Dukungan para bangsawan, khususnya pembesar yang membelot jadi aktor utama. 

Beberapa jenderal tangguh seperti Zhang Liao dan para pelajar pun tunduk. Maklum, dukungan kaum bangsawan yang berupa uang, tanah, hingga perbekalan untuk tentara, sangat dibutuhkan Cao Pi demi menstabilkan negara yang baru berdiri.

Nah, begitu juga dengan ketiga capres. Dukungan pengusaha sangat utama dalam periode kampanye merebut hati rakyat. 

Kendati, siapa yang dapat mandat langit, itu cerita lain. 

Namun, guyuran dana sangatlah krusial. Sebab, untuk bisa mengikuti pesta demokrasi lima tahunan ini, setiap calon harus mengeluarkan dana besar. 

Baik itu untuk mobilisasi massa, atribut, kampanye di berbagai media, saksi, hingga mungkin serangan fajar. Yang terakhir, bukan rahasia umum.

TTPPTT. Tahu tapi pura-pura tidak tahu.

Sejauh ini, capres terkaya Prabowo. Utamanya, karena didukung adiknya, Hashim Djojohadikusumo, yang memang pengusaha.

Lalu, Ganjar yang kekayaannya jauh di bawah Prabowo juga punya banyak sokongan. Termasuk, bukan Hary Tanoesoedibjo yang merupakan Ketua Partai Persatuan Indonesia (Perindo) sekaligus pemilik MNC Group.

Bagaimana dengan Anies? Ada Surya Paloh yang dikenal sebagai pengusaha ulet serta Ketua Partai Nasdem.

Ketiga capres ini punya dukungan kuat pengusaha elite di Tanah Air. Hanya, beberapa konglomerat itu bukan, atau belum masuk daftar paling terkaya di Indonesia.

Apalagi, jika dibandingkan dengan 9 Naga. Kelompok pengusaha yang konon menguasai banyak sektor ekonomi di Tanah Air.

Ketika kita rakyat jelata larut dalam euforia capres-cawapres, mereka malah sudah berhitung. Bahkan, sejak lama.

Maklum, sebagai pelaku usaha tentu punya kepentingan agar bisnisnya lancar. Mereka sebenarnya tidak peduli siapa presiden yang terpilih.

Yang penting, bagi mereka, presiden terpilih nanti tidak menyenggol bisnisnya. Syukur-syukur bisa kecipratan untuk melebarkan usaha.

Baik lewat tender atau program pemerintah. Ya, TST. Tahu sama tahu.

Atau, bisa juga tahu tapi pura-pura tidak tahu.

Ya, ga ada makan malam yang gratis. Ke warteg aja sekarang dikenakan parkir!

9 Naga dan 3 Capres

Terkait para taipan ini, termasuk 9 Naga, tentu ga ragu untuk membantu capres pilihannya. Namun, sejak zaman kuda gigit besi, mereka tidak pernah menaruh seluruh telur dalam satu keranjang yang sama.

Alias, harus main dua kaki. Eh, sekarang tiga kaki dong.

Intinya, main aman. Sebab, risikonya besar jika mereka "all in" hanya ke satu calon.

Para taipan ini enggan berjudi. Orientasi mereka terhadap keuntungan. 

Toh, dalam sejarah pemilu, entah itu pilpres, pilgub, pilkada, dan sebagainya, sudah sering diisi lebih dari dua calon. Untuk pilpres, terakhir 2009. Sementara, level bawahnya ada pilgub DKI Jakarta 2017.

Nah, pada setiap "event" itu, para taipan termasuk 9 Naga turut menggelontorkan dana. Entah itu ke A, B, atau C.

Alhasil, saya kadang ketawa jika mendengar pihak calon ini dan itu yang apriori terhadap dukungan para taipan. Dipikirnya, untuk mengikuti pemilu, baik capres, cawapres, dan ke bawahnya itu gratis.

Btw, siapa sih 9 Naga? Saya sering mendengarnya secara samar.

Bisa jadi, mereka cenderung membumi. Enggan mendapat sorotan tapi aksinya nyata.

...

Yang menarik, justru keberadaan mereka yang cenderung dilebih-lebihkan. Sebab, konon katanya banyak kelompok yang jauh lebih kuat dari 9 Naga.

Misalnya... Sebut saja, 5 Gajah. 

Yaitu, lima taipan paling taipan yang konon menguasai sendi-sendi perekonomian negeri ini. Sekaligus sebagai penjaga stabilitas politik yang bergerak di bawah radar.

Mungkin, jika ingin mengguncangkan perekonomian negeri ini semudah mereka mengambil sesuatu di saku bajunya.

Akhir kata, Valentine 2024 nanti jadi momen yang paling ditunggu.***

- Jakarta, 23 Oktober 2023


*     *     *

Artikel Sebelumnya:

- Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit

- Soe Hok Gie: Prabowo Cerdas tapi Naif

- Dhani, Rizieq, dan Ahok Bersatu demi Indonesia (Bumi 378)


Artikel Selanjutnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)