Press Conference Radio Day pada 11 Desember lalu |
Kutelepon di rumahmu sedang apa sayangku
Kuharap engkau mendengar
Dan katakan rindu..."
Demikian, lirik legendaris dari almarhum Gombloh yang populer pada 1986 silam. Saya jadi teringat lagu itu ketika menyimak lini masa di twitter sepanjang Senin (11/12). Betapa tidak, saat itu pada pukul 07.45-08.00 WIB, masyarakat di Tanah Air, khususnya warga ibu kota tidak bisa mengakses radio.
Itu karena selama 15 menit, radio di DKI Jakarta serentak tidak mengudara. Tak heran jika tagar #RadioGueMati membahana. Bahkan, menjadi heboh ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) ikut mencuit. "Emang enak nggak ada radio. Saya Joko Widodo, pendengar radio. Kalau kamu?" ujar Jokowi.
Setelah itu, netizen di seluruh nusantara pun kompak menyuarakan hashtag, #RadioGueGakMati. Kami berharap -karena saya salah satu yang mencuit sebagai pendengar- radio tidak padam. Ya, meski zaman telah berubah seiring perkembangan teknologi, porsi radio tetap tak tergantikan.
Kebetulan, di rumah saya sering mendengarkan radio via konvensional. Sementara, ketika di jalan, saya mendengarnya lewat smartphone. Apa pun itu sarananya, bagi saya radio merupakan kawan sejati di mana pun dan kapan pun.
Pasalnya, beda dengan mendengar musik atau layanan streaming lain yang hanya satu arah. Sementara, di radio, saya bisa mengengarkan lagu terbaru, terpopuler, hingga kenangan, sambil dipandu penyiar. Bahkan, ketika masih abg, saya sering menitip salam kepada seseorang lewat udara. Dan, yang tak kalah penting, radio jadi media saling berbagi informasi untuk mengetahui info lalu lintas.
Sayangnya, pemilik atau pengelola radio justru harus mati-matian mempertahankan eksistensinya. Maklum, dibanding televisi atau media cetak, radio hanya mendapat porsi iklan sekitar satu persen. Yupz, 1%!
Padahal, dalam riset Nielsen CMV & RAM Q3 2017, terdapat 62,3 juta pendengar radio di Tanah Air, dengan 41,9 juta terpusat di pulau Jawa. Untuk DKI Jakarta dan sekitarnya terdapat 9 juta pendengar.
Demikian, fakta yang saya ketahui usai menghadiri press conference Radio Day di Ayana Mid Plaza, Jakarta Pusat, sore harinya. Acara itu diikuti 37 radio di Jakarta yang tergabung dalam Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).
Kehadiran saya berkat informasi founder Indonesian Social Blogpreneur (Komunitas ISB) Ani Berta bersama tiga rekan blogger lainnya, yaitu Haya Aliya Zaki, Tuty Queen, dan Teddy Rustandi. Sebagai blogger, jelas kami peduli dengan masa depan radio.
"Tujuan diadakan Radio Day ini untuk membuktikan, radio bukan media yang konvensional atau jadul. Radio merupakan media yang dapat beradaptasi dengan perkembangan zaman yang hingga kini dibutuhkan pendengarnya, khususnya masyarakat di DKI Jakarta," ujar Ketua Umum PRSSNI DKI Jakarta M. Rafiq.
Faktanya, radio memang memiliki keunggulan sebagai media yang dapat menjangkau dan diakses lebih dari 29% populasi lintas generasi seperti halnya media TV. Community dan emotional engagment jadi kunci terus eksisnya radio sebagai media komunikasi di era digital seperti sekarang.
Ini yang menjadikan radio selalu dekat dengan pendengarnya lebih dari dua jam per hari. Saya pribadi mengakses radio secara rutin pada pagi hari dan menjelang tidur. Sementara, siang harinya, saya mendengarkan radio ketika sedang dalam perjalanan. Tujuannya, selain untuk menemani bertugas, juga menyimak info terkini terkait lalu lintas serta kejadian penting di ibu kota.
Nielsen merilis, komposisi pendengar radio di DKI Jakarta dan sekitarnya didominasi anak muda dengan persentase mencapai 56%. Para pendengar radio merupakan generasi yang mencinti musik, sport, coking, dan snakcing, serta pencintan kopi.
"Bagi saya, peran radio sangat tidak tergantikan. Saya merupakan penggemar setia radio. Bahkan, saya ikut menggunakan radio sebagai promosi berbagai film saya," ujar Wulan Guritno yang merupakan aktivis di dunia hiburan Tanah Air.
Pernyataan sama diungkapkan Category Manager ID Fuels Downstream Retail PT Shell Indonesia, Ratna Anggraini. Menurutnya, belanja iklan terbesar perusahaannya justru di radio, "Ya, mencapai 40-50 persen dari bujet kami."
Dalam kesempatan itu, Ratna mengakui, beriklan di radio sangat efektif. Sebab, mereka bisa memberi informasi rinci terkait produk-produknya kepada masyarakat lewat udara. "Buktinya, performa bisnis kami setiap tahun sangat baik. Itu berkat informasi yang tepat kepada customer kami yang juga pendengar setia radio," Ratna, melanjutkan.
Nah, saya Choirul Huda pendengar radio. Bagaimana dengan Anda? Yuk, saling berbagi pengalaman terkait radio pada kolom komentar di bawah ini!***
* * *
Ketua PRSSNI M. Rafiq (tengah) |
* * *
Category Manager ID Fuels Downstream Retail PT Shell Indonesia, Ratna Anggraini |
* * *
Diskusi terkait radio yang dilakukan rekan blogger Haya Aliya Zaki |
* * *
Wulan Guritno menegaskan peran radio sangat tak tergantikan |
* * *
Rekan blogger Tutty Queen dengan berbagai properti radio konvensional |
* * *
Ketua INASGOC Erick Thohir yang juga wakil komisaris Mahaka Media yang membawahi berbagai radio di Tanah Air |
* * *
- Jakarta, 13 Desember 2017
Radio mudah2an tetap survive dan semua pihak bisa mendukung atas keberlangsungan operasionalnya. Namn radio juga harus bisa evaluasi dan tidak antikritik agar ada pembenahan di sana sini.
BalasHapusNamun sayang, di zaman sekarang, popularitas radio masih kalah sama media televisi dan internet.
BalasHapus