Peralatan tempur :) |
EPILOG
YAAAAA, akhirnya selesai sudah petualangan ke kawasan timur pulau Jawa. Tepatnya, ke Bromo, Malang, dan sekitarnya yang berlangsung pekan lalu. Yupz, untuk kali pertama sebagai blogger, saya bisa ngebolang (slang: bocah petualang).
Oh ya, mungkin banyak yang bertanya, kenapa saya memilih Bromo dan bukan tempat lain. Jawabannya simpel, sebab di antara tiga dari tujuh destinasi impian yang tersisa, Bromo salah satu yang realistis untuk disambangi.
Ya, seperti pada artikel dulu, saya memiliki tujuh destinasi impian di nusantara. Empat di antaranya sudah pernah saya singgahi seperti Batu Malin Kundang di kota Padang, Gunung Kintamani (Bali), Pedalaman Baduy (Banten), dan Taman Nasional Bunaken (Sulawesi Utara) yang diprakarsai Indosat Ooredoo. Dua lagi benar-benar masih dalam impian yaitu, Raja Ampat di Papua dan Taman Nasional Komodo (Nusa Tenggara Timur).
Nah, dibanding kedua tempat wisata tersebut, secara anggaran, jelas Bromo jauh lebih murah. Pun jika dikomparasi dengan waktu, yang relatif singkat ketimbang Raja Ampat dan Taman Nasional Komodo.
Sementara, untuk luar negeri, setelah Singapura pada 2014 lalu, saya masih memiliki cita-cita mengunjungi Gunung Hoasan di Cina untuk mengunjungi makam leluhur, Seattle (Amerika Serikat) bertandang ke markas mbahnya musik seattle-sound, dan tentunya Turin (Italia) yang merupakan kandang Juventus.
Oh ya, ini untuk bertualang. Bedakan dengan kewajiban jika mampu, yaitu menunaikan ibadah haji yang pasti ke Mekah serta Madinah.
* * *
PERJALANAN ke Bromo sudah saya rencanakan sejak Agustus lalu. Namun, hingga Oktober batal karena menurut pantauan di website Badan Geologi - Kebencanaan ESDM, masih menunjukkan erupsi.Beruntung, memasuki awal November, kondisi gunung yang terletak 2.392 MDPL ini sudah tidak menunjukkan aktivitasnya. Berkat rekomendasi rekan blogger, saya pun mendapat salah satu penyelenggara trip ke Bromo. Yupz, petualangan dimulai.
Setelah mengurus cuti dari kantor, saya pun memesan tiket Kereta Api (KA) Matarmaja. Yupz, kelas ekonomi, tapi tetap asyik. Awalnya, kami mau pesan yang eksekutif atau bahkan naik pesawat. Tapi, dipikir-pikir, kalau pergi dengan dua ketegori itu namanya bukan ngebolang, alias cuma liburan.
Ya, seperti kata Rangga kepada Cinta dalam AADC2, "Itu bedanya orang yang travelling dengan liburan. Kalau orang yang sedang liburan, biasanya mereka bikin jadwal yang pasti. Pergi dan tinggalnya ke tempat yang nyaman. Terus, ke tempat-tempat yang bagus buat foto-foto. Kalau travelling, kita harus spontan. Lebih berani ngambil risiko, siap dengan segala kemungkinan-kemungkinan. Yang harus dinikmati itu justru proses perjalanannya dan kejutan-kejutan yang mungkin muncul."
Yupz, ternyata hasil tidak pernah mengkhianati proses. Sebab, ada keasyikan tersendiri menumpang KA Matarmaja yang sejak Stasiun Senen sangat padat. Total, perjalanan menempuh waktu sekitar 17 jam yang dimulai pukul 15 sekian WIB hingga 08 sekian WIB.
Secara pribadi, ada perbedaan antara naik KA Matarmaja dibanding KA Argo Lawu ketika saya ke Yogyakarta, menjelang ramadan lalu. Saat itu, suasana di gerbong bisa dibilang relatif senyap. Sementara, dengan KA Matarmaja, lebih ramai yang disertai hilir-mudik penumpang. Intinya, kalau mau ngebolang, ya (mungkin) dengan kelas ekonomi untuk merasakan esensinya.
Pun, begitu ketika saya mencari penginapan di Malang. Saya beruntung menemukan hotel dengan harga kompetitif. Meski, saat itu ada sahabat yang menawarkan gratis untuk tinggal di hotel bintang tiga dekat pusat kota.
Tapi, dengan halus saya tolak. Sebab, tidak enak juga sudah merepotkan dirinya dan suami yang jauh-jauh datang dari Surabaya untuk reuni, eh malah ditawarkan menginap gratis. Oh ya, saya dan mereka sempat sama-sama ketika masih bekerja di pedalaman Sumatera pada dekade lalu.
Sudah satu pelita kami tidak bersua sejak saya kembali ke ibu kota pada 2010 silam. Sementara, mereka masih aktif dengan mengurus cabang di kawasan timur. Tak heran ketika awal September lalu saya kabari ingin ke Malang, mereka antusias menyambutnya. Termasuk, menyusuri eksotisnya kota berjulukan Zwitserland van Java pada malam hari.
* * *
BANYAK cerita dan foto yang ingin saya posting di blog ini. Tentu, tidak cukup hanya dengan satu artikel saja. Ke depannya, kalau sempat, bakal saya tulis catatan perjalanan akhir November lalu. Mulai dari Candi Jago, Air Terjun Coban Pelangi, Bromo, keliling Malang, hingga aneka kuliner.Yupz, menyitir kalimat rekan blogger, "Hidup adalah pesta, dan harus dirayakan." Begitu juga dengan ngebolang yang harus dinikmati dari awal hingga akhir.
* * *
Stasiun Senen |
* * *
Salah satu sudut persimpangan di ibu kota |
* * *
Gunung Ciremai dari kejauhan |
* * *
Stasiun Cirebon Prujakan |
* * *
Ahli hisap memanfaatkan waktu sejenak pada setiap pemberhentian di stasiun |
* * *
Stasiun Kediri |
* * *
Stasiun Pakisaji |
* * *
Perjalanan pulang jauh lebih sepi dibanding saat pergi |
* * *
Stasiun Malang Kota Baru |
* * *
Artikel Terkait:- (Prolog)
- Candi Jago
- Air Terjun Coban Pelangi
- Bromo...
- Kawah Bromo
- Bukit Teletubbies
- Pasir Berbisik
- Keliling Malang
- Wisata Malam
- Kuliner
- Reuni
* * *
- Jakarta, 4 Desember 2016
Ayok diterusin ceritanya, saya penasaran, hahaha
BalasHapussiap mas, ntar kalo ada waktu saya update :)
HapusEh, udah selesai aja postingannya. Jadi penasaran ama kisah selanjutnya. :-)
BalasHapusSiap mas, makasih atensinya :)
Hapus