MALAM itu di sebuah restoran cepat saji yang terletak di jantung ibu
kota tampak ramai. Mayoritas pengunjung terpaku pada layar tipis berukuran 40
inci yang tengah menayangkan pertandingan sepak bola.
Di pojok
ruangan, tampak beberapa pemuda asyik menikmati kopi dan cemilan ringan.
Sesekali mereka mengomentari jalannya pertandingan di salah satu kompetisi
elite Eropa. Perbincangan kian menarik ketika di antara keempat pemuda itu
membahas pertandingan leg pertama 16
besar Liga Champions antara Arsenal versus Barcelona.
“Bro,
gimana menurut elo peluang ‘The Gunners’ di Arsenal Stadium?” tutur
pemuda tanggung membuka obrolan.
Rekannya
yang ditanya sambil mengunyah paha ayam goreng terlihat agak bingung. “Arsenal
Stadium? Stadion baru bro?
“Udah lama keles. Itu kan markas Arsenal yang
menggantikan Highbury.”
“Serius lo? Gue
tahunya Emirates Stadium. Kalo
Arsenal Stadium malah gue baru tahu.”
“Iya sih.
Tadi gue lihat di situs resmi UEFA
namanya Arsenal Stadium bukan Emirates…”
Obrolan
mereka kian menarik ketika salah satu rekannya yang sebelumnya sibuk menatap
layar tv turut menimpali, “Tapi, itu cuma di UEFA aja bro. Kalo di media cetak, online,
dan televisi, tetap aja namanya
Emirates Stadium.”
“Yaelah, apa pun nama stadionnya, yang
penting gue jagoin Arsenal. Menurut gue peluang pasukan Arsene Wenger
60-40.”
“Yakin lo?”
“Yakinlah kan maennya di kandang. Ga tahu juga kalo di Camp Nou…”
“Pasti jadi bulan-bulanan. Ha ha ha.”
“Ya gitu deh. Lo kan tahu sendiri gimana kualitas Barcelona dibanding Arsenal. Dari zaman lo kecil sampe sekarang lo udah punya anak kecil lagi juga mereka mah susah buat menang.”
“Yakin lo?”
“Yakinlah kan maennya di kandang. Ga tahu juga kalo di Camp Nou…”
“Pasti jadi bulan-bulanan. Ha ha ha.”
“Ya gitu deh. Lo kan tahu sendiri gimana kualitas Barcelona dibanding Arsenal. Dari zaman lo kecil sampe sekarang lo udah punya anak kecil lagi juga mereka mah susah buat menang.”
“Ha ha ha.”
* *
*
YA, demikian percakapan empat pemuda itu di sebuah resto franchise tersebut. Sekilas, bagi saya
yang posisinya hanya terpaut dua meja dari mereka, obrolan itu tidak ada yang
menarik. Bahkan, sama sekali tidak menarik mengingat yang dibicarakan tidak
jauh dari dominasi Barcelona dan Arsenal. Toh,
saya bukan penggemar dua klub itu.
Namun, saya
jadi lebih intens untuk “menguping” ketika mereka mempersoalkan mengenai nama
stadion. Tentu, ini sangat menarik. Sebab, nama itu bisa penting atau tidak
penting tergantung siapa yang menilai.
Pujangga asal Inggris, William Shakespeare, pernah berseloroh yang sejak abad ke-16 hingga kini masih relevan, “Apalah artinya sebuah nama? Mawar tetap harum meski diberi nama lain.”
Apa yang
dikatakan penulis roman Romeo dan Julia ini tidak salah. Sebab, memang diberi
nama apa pun, mawar tetap wangi. Pun begitu dengan Filippo Inzaghi saat
memperkuat AC Milan dijuluki “raja offside”.
Bahkan sempat disindir legenda hidup Manchester United (MU), Alex Ferguson,
bahwa Inzaghi dari lahir sudah offside.
Nyatanya,
Inzaghi tetap Inzaghi sebagai salah satu striker terbaik sepanjang masa. Dua
golnya ke gawang Liverpool pada final Liga Champions 2006/07 jadi bukti Inzaghi
tidak terpengaruh dengan julukan tersebut.
Di sisi
lain, nama sangat penting bagi yang berkepentingan. Dalam hal ini Federasi
Sepak Bola Eropa (UEFA) yang berwenang mengatur Liga Champions. Otoritas
tertinggi bal-balan di benua biru itu
tidak pernah main-main dengan nama. Bahkan, mereka sangat tegas karena
menyangkut relasi dengan mitra dan sponsor.
Contohnya,
seperti obrolan empat remaja tersebut mengenai stadion Arsenal. Menurut versi
resmi klub yang bermarkas di London itu, markasnya bernama Emirates Stadium.
Nama itu juga sudah familiar di kalangan fan dan media.
Namun, jika
sudah tampil di kompetisi Eropa yang jadi domain UEFA, kandang Mesut Oezil dan
kawan-kawan otomatis berubah jadi Arsenal Stadium. Pergantian nama itu bukan
tanpa alasan. Pasalnya, UEFA ingin melindungi delapan perusahaan yang jadi
mitra di Liga Champions. Yaitu, Nissan, Gazprom, Heineken, MasterCard, Sony,
UniCredit, Pepsi, dan Adidas.
Sementara,
Emirates yang merupakan maskapai ternama asal Uni Emirat Arab (UEA) bukan
rekanan UEFA. Alias, hanya sebagai sponsor utama Arsenal. Tepatnya meminjam nama
stadion dengan kontrak 15 tahun sejak 2004 hingga 2019 senilai 150 juta pound
(sekitar Rp 2,8 triliun). Tak heran jika kita tidak pernah melihat logo
Emirates pada sisi lapangan ketika Arsenal tampil di Liga Champions.
* * *
SELAIN Arsenal, pada 16 besar Liga Champions musim ini terdapat lima
klub yang “berganti” nama stadion terkait sponsorship.
Misalnya, markas Bayern Muenchen, Allianz Arena, yang jadi
Fussball Arena, PSV Eindhoven
(Philips Stadium – PSV Stadion), Gent
(Ghelamco Arena – KAA Gent Stadium), Manchester
City (Etihad Stadium – City of Manchester Stadium), dan VfL Wolfsburg
(Volkswagen Arena – VfL Wolfsburg Arena).
Nah, yang
menarik pada markas Wolfsburg yang sepenuhnya didanai Volkswagen Group,
produsen otomotif terbesar ketiga di kolong langit setelah Toyota dan General
Motors. Lantaran setiap “The Wolves”
tampil di Liga Champions, mereka harus rela menyaksikan deretan kendaraan dari
kompetitornya, Nissan, berseliweran di papan elektronik stadion.
Tentu, untuk
mendapatkan hak eksklusif itu tidak murah. Apalagi mengingat Liga Champions
merupakan kompetisi antarklub paling elite sejagat raya. Kadarnya, hanya kalah
dari Piala Dunia dan Piala Eropa yang berlangsung setiap empat tahun sekali. Sejauh
ini, UEFA memang tidak mengungkapkan nilai nominal setiap mitranya.
*Artikel ini dimuat di Harian TopSkor edisi Rabu, 24 Februari 2016
* * *
- Jakarta, 23 Februari 2016
Arsenal kalah :(
BalasHapuskalah itu kemenangan yang tertunda, mas :)
HapusArsenal barca berapa-berapa?
BalasHapusyang pasti, barca-arsenal 50:50 mas :)
Hapus#gulung tiker
BalasHapus#nyimak percakapan lelaki tentang bola
Klo sepakbola inggris aku pesti ingetnya si om mourinho hahaa
itu pelatih favorit saya juga mbak :)
Hapuswaktu di inter sama madrid dulu...
Udah pensiun jadi penggemar sepak bola ,sekarang jadi tim hore aja hahaha.
BalasHapusaiiiih, pensiun kayak pegawai negeri aja :)
Hapushe he he
ah udah gak ngerti sekarang tentang bola, ketinggalan banyak
BalasHapuslha, katanya fan berat mu?
Hapushi hi hi
Nama itu penting mas, hati2 salah sebut nama hehehe..
BalasHapushixhixhix sabar yaa Arsenalnya kalah, mas..
kalo MU MU MU pie??? hihi
ya begitulah pis :)
Hapusmu ya seperti itu, jalan di tempat he he he
Aku fans Arsenal sih nggak masalah sama penggantian nama stadium emirates jadi arsenal stadium di liga champion :' masalahnya cuma Arsenal kemarin kalah dan peluang besok di camp nou besok berat banget :'
BalasHapushi hi hi
Hapussabar ya mas, di camp nou masih ada peluang kok
menurut saya sih 50-50
secara, arsenal aja mampu ngalahin muenchen di fussball arena, apalagi "cuma" barcelona :)