TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Natal Kini Tanpa Nenek...

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Rabu, 24 Desember 2014

Natal Kini Tanpa Nenek...




ADA yang hilang menjelang Natal 2014 ini. Bukan karena panasnya iklim politik yang menyelimuti negeri ini sepanjang tahun. Atau juga situasional lainnya yang menyebabkan terjadinya force majeur. Melainkan bagi saya pribadi, adalah Natal tahun ini tanpa keberadaan nenek yang biasa dipanggil Ema. Ya, Ema telah meninggalkan kami untuk selamanya pada 2 November lalu.

Dalam setahun terakhir ini, Ema memang menderita penyakit komplikasi. Meski, di sisi lain, karena faktor usia. Maklum, Ema kelahiran 1929 yang berarti saat sudah lebih berusia lebih dari 84 tahun. Maka, dengan ikhlas, kami harus melepas kepergiannya. Toh, bagaimanapun beliau sudah berusaha untuk melawan penyakit yang dideritanya dalam dua pekan terakhir di sebuah Rumah Sakit di kawasan Bandung.

Tapi, apa mau di kata. Tuhan lebih menghendaki Ema untuk kembali ke haribaannya. Mungkin, itu merupakan pilihan yang terbaik dari-Nya untuk nenek. Saya dan keluarga harus rela melepasnya. Termasuk saat membayangkan lonceng Natal tahun ini tanpa Ema. Ini merupakan pengalaman pertama bagi saya sejak 2004 tinggal bersamanya di rumah bibi yang saya panggil Oo di kawasan Bandung Timur.

Bagi saya, Ema bisa disebut "orangtua" kedua setelah Ibu dan Ayah. Banyak kenangan yang mengingatkan saya pada beliau. Termasuk ketika Ramadan tiba. Maklum, meski kami berbeda keyakinan -saya muslim dan Ema kristiani- tapi tidak membuat hubungan kami jauh. Sebaliknya, saya dan keluarga seperti Ibu, Ayah, dan Adik sangat dekat kepada beliau.

Salah satunya ketika waktu sahur tiba. Nenek merupakan orang pertama bersama Oo -panggilan untuk bibi- yang membangunkan saya untuk bersantap. Itu dilakukannya rutin dengan memasak nasi dan lauk pauk sejak 2004 hingga 2011 ketika kondisi Ema masih memungkinkan untuk menyalakan kompor dan sebagainya.

Begitu juga saat menjelang maghrib tiba. Ema dengan telaten menyiapkan menu untuk berbuka yang bervariasi setiap harinya. Entah itu kolak, gorengan, es kelapa, sirup, hingga kurma yang dibelinya dari menitip tukang sayur di depan kompleks. Itu semua dilakukan Ema kepada saya sebagai cucunya tanpa membedakan keyakinan satu sama lain. Toh, bagi beliau, kita sama-sama manusia yang diciptakan Tuhan.

Sebaliknya ketika Natal tiba. Saya pun berusaha -kecuali sedang tugas di luar kota- untuk menemani Ema di rumah. Maklum, kaki Ema sudah tidak kuat lagi untuk bepergian ke Gereja. Wajar, mengingat itu dipengaruhi usia yang mencapai 80 tahunan.

Pikiran saya jadi menerawang jauh pada memori belasan tahun silam. Tepatnya ketika saya masih kecil yang selalu menantikan Natal bersama dua hari raya lainnya, yaitu Idul Fitri dan Imlek. Bisa dipahami mengingat tiga hari raya itu saya dan adik kerap mendapat "angpao" dari keluarga besar. Khususnya Ema yang selalu memberikan angpao dengan tak lupa menyisipkan nasihatnya, "Jangan banyak jajan. Uangnya ditabung ya rul."

Nyaris dua dekade berlanjut. Natal kini bersama Idul Fitri dan Imlek, saya tidak akan mendapat "angpao" lagi dari Ema atau untuk sungkeman setiap kali berkunjung ke Bandung. Meski begitu, kasih sayang nenek terhadap saya dan adik serta sebaliknya tak akan pernah lekang di makan usia. Semoga Ema mendapat tempat yang layak di sisi-Nya.

Selamat Natal, Ema...
Damai di langit
Damai di bumi
Damai di hati

Saya dipangkuan Ema sekitar tahun 1987 (sumber foto: keluarga)
*          *         *

*          *         *
- Jakarta, 24 Desember 2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)