TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Prabowo Penculik

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Prabowo Penculik. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Prabowo Penculik. Tampilkan semua postingan

Senin, 08 Januari 2024

Palagan Pamungkas Prabowo: Menyelami Hati, Pikiran, dan Tindakannya

Palagan Pamungkas Prabowo: Menyelami Hati, Pikiran, dan Tindakannya

Ilustrasi bayangan (@roelly87)



DEBAT ketiga calon presiden (capres) 2024, telah rampung, kemarin. Tepatnya, berlangsung di Istora Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (7/1).

Bagi saya pribadi, tema debat ini menarik. Yaitu, Pertahanan dan Keamanan, Hubungan Internasional dan Globalisasi, serta Geopolitik dan Politik Luar Negeri.

Sebagai penggemar Prabowo Subianto, tentu saya berharap debat ketiga ini jadi panggungnya. Maklum, pada edisi perdana, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) ini tampil di bawah performa.

Tepatnya, dihajar habis-habisan oleh dua rivalnya, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Selengkapnya, ada dalam artikel saya 13 Desember lalu berjudul Prabowo Kembali ke Setelan Pabrik  (http://www.roelly87.com/2023/12/prabowo-kembali-ke-setelan-pabrik.html).

Faktanya? Yeeeeeeeeeeeee.

Masih jauh api dari panggang!

Tapi, ya sudahlah. Memang kalo soal debat, Prabowo kurang mumpuni.

Btw, ini merupakan artikel perdana saya pada 2024. Keenam sih, jika menilik draft. 

Maklum, lima lainnya masih belum dipublish karena kesibukan sehari-hari sebagai ojek online (online). Eaaa!

Hanya, artikel ini bukan soal debat kemarin. Sudah basi.

Melainkan, terkait situasi Prabowo saat ini. Sosok yang digadang-gadang sebagai suksesor Presiden Joko Widodo (Jokowi).

*       *       *

CAO Cao hanya bisa menghela napas usai menaklukkan Kota Luo Yang, markas rivalnya, Yuan Shao. Ini saya kutip dari novel Roman Kisah Tiga Negara (Romance of the Three Kingdoms/ Sam Kok/ San Guo Yan Yi).

Bukan sekadar geregetan akibat lamanya durasi pertempuran yang tergolong melelahkan hingga menghabiskan mayoritas logistik. Khususnya, dalam "Battle of Guandu". 

Melainkan, akibat Cao Cao mengetahui beberapa bawahannya, seperti jenderal hingga penasihat, yang diketahui melakukan korespondensi dengan Yuan Shao.

Maklum, saat itu, posisi Yuan Shao jauh di atasnya. Kendati, Cao Cao memegang legitimasi Dinasti Han sebagai Perdana Menteri.

Namun, dari segi prajurit dan logistik, ketika itu Yuan Shao lebih unggul. Bahkan, Cao Cao nyaris enggan membuka konfrontasi dengan mengalihkan ke Selatan lebih dulu.

Hingga, akhirnya peperangan dahsyat itu pun terjadi. Selanjutnya, sejarah yang bicara.

Apa yang dilakukan Cao Cao ketika mengetahui bawahannya yang melakukan "hubungan gelap" dengan pihak Yuan Shao?

Mengeksekusi?

Babat rumput hingga akar-akarnya?

Mutasi ke daerah terpencil?

Ya... Salah!

Yang dilakukan Cao Cao adalah... Membakar seluruh surat-surat tersebut!

Yuppiii...

Semudah itukah tindakan dari Pendiri Negara Wei tersebut. Padahal, Cao Cao dikenal sebagai sosok yang biasa membunuh orang tanpa berkedip.

Namun, sosok bermarga asli Xiahou itu punya sisi lain yang positif. Selain meritokrasi juga bijaksana.

Cao Cao bergeming dengan keadaan para bawahan yang kemungkinan bakal membelot. Sebaliknya, dia justru menutupi agar pasukannya tidak tahu.

Sebab, jika tersebar bakal menurunkan moral prajurit. Sementara, Cao Cao sedang bersiap untuk invasi ke selatan demi menyatukan Cina.

Nah, apa korelasinya dengan Prabowo?

Ga ada!

Iseng aja mengaitkannya kejadian dua milenium tersebut dengan kondisi sekarang. Btw, saya pernah mencuit di X twitter pada 22 September lalu terkait tiga capres, yaitu:

"Keberadaan 3 Bakal Calon Presiden 2024 jadi inget Kisah Tiga Negara (Samkok/Romance of the Three Kingdoms).

Liu Bei: Prabowo

Cao Cao: Ganjar

Sun Quan: Anies 

Di antara ketiga tokoh ini, siapakah yang akan dapat MANDAT LANGIT?

Atau, NEXT jangan2 muncul sosok seperti Sima Yi?!"

*       *       *

PILPRES 2024 berlangsung kurang dari sebulan lagi. Di antara tiga capres, sudah pasti Prabowo yang disorot.

Maklum, ini merupakan edisi ketiganya sejak 2014 dan 2019. Sementara, pada 2009, Prabowo sebagai calon wakil presiden bersama Megawati Soekarnoputri.

Berdasarkan analisis sotoy saya, detik-detik jelang pencoblosan 14 Februari nanti jadi yang paling mendebarkan bagi Prabowo. Maklum, pilpres ini merupakan palagan pamungkasnya.

Saya enggan menyematkan frasa "terakhir". Sebab, jika tahun ini kalah, Prabowo masih bisa ikut kompetisi pada 2029 mendatang. 

Namun, situasi nanti sangat berbeda. Tidak ada dukungan besar-besaran dari partai politik dan relawan seperti sekarang.

Kelak, lima tahun mendatang, sulit bagi Prabowo untuk mengejar presiden incumbent. Bisa Anies atau Ganjar.

Alhasil, 2024 ini jadi palagan pamungkasnya. Jika menang, Prabowo punya kans besar lanjut pada 2029.

Andai kalah, kemungkinan bakal pensiun setelah merampungkan jabatan Menteri Pertahanan. Bisa jadi, Prabowo akan bertani, berkebun, atau berkuda, mengisi hari-hari nanti.

Itu mengapa, putra dari Begawan Ekonomi Soemitro Djojohadikoesoemo ini harus memaksimalkan kesempatan 2024. Dukungan banyak partai besar, relawan, hingga langsung dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) jadi amunisi tambahan.

Tak heran jika berbagai survei menempatkan Prabowo selalu di posisi puncak. Jauh meninggalkan Anies dan Ganjar yang saling tikung.

Namun, ini juga bak dua sisi mata uang. Selalu ada harga mahal yang harus dibayar dalam mendapatkan dukungan tersebut.

Sebagai penggemarnya, saya berusaha menyelami apa yang dirasakan Prabowo sekarang.

Gamang.

Yupz... Serius.

Prabowo sekarang bergulat dengan perang batinnya. Antara meneruskan egonya yang memang sangat tinggi atau berusaha menginjak bumi.

Menurut saya, Prabowo merupakan sosok yang Megalomania. Jujur, saya harus menyematkan kata tersebut.

Faktanya, beragam survei tinggi itu bukan karena dirinya saja. Melainkan, faktor Jokowi.

Ya, keberadaan Gibran Rakabuming Raka yang merupakan putranya membuat Jokowi berusaha untuk memenangkan Prabowo. Itu harga mati.

Aliran darah tidak bisa dibohongi. Meski, Jokowi berkali-kali menegaskan netral dengan mendukung seluruh capres.

Fakta di lapangan? Tidak perlu jadi genius seperti Albert Einstein untuk mengetahui kondisi saat ini.

Di satu sisi, dukungan dari Jokowi itu jadi beban bagi Prabowo. Khususnya, slogan keberlanjutan yang digaungkannya.

*       *       *

MENURUT saya, Prabowo bakal merasa, jika menang ini berkat campur tangan Jokowi. Tentu, dia harus "membayarnya" nanti dengan harga yang tidak murah.

Sudah pasti, Jokowi tidak meminta apa pun. Saya percaya itu. 100 persen.

Sebab, usai purna tugas sebagai presiden, Jokowi berkali-kali menegaskan bakal kembali ke Solo. Kumpul dengan keluarga sekaligus mengasuh cucu.

Apalagi, keberadaan Gibran sebagai RI 2, sudah cukup membuat Jokowi bangga. Tidak ada lagi keinginan lainnya.

Hanya, Prabowo tentu ingin membayar lunas kepercayaan tersebut. Gengsi baginya, jika tidak memberikan sesuatu kepada Jokowi.

Terlebih, Prabowo merupakan sosok yang selalu menepati janji. Sekaligus tidak enakan kepada orang lain.

Apakah itu?

Entahlah. Yang pasti, tidak ada makan malam gratis.

Selain itu, Prabowo juga harus membayar kepercayaan kepada partai, relawan, dan berbagai pihak yang mendukungnya. Kecuali Gerindra, tentu beberapa partai besar pada minta jatah di kabinet.

Golkar sudah pasti. Maklum, partai kuning ini sudah mendukung Prabowo sejak 2014 bersama Partai Amanat Nasional (PAN).

Apalagi, kedekatan personalnya dengan Aburizal Bakrie yang memimpin Golkar pada 2009-2014. Sebagai individu yang tidak pernah lupa sahabat, tentu Prabowo akan memberikan kue yang terlezat.

Pun demikian dengan relawan. Khususnya, yang pindah haluan dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), yaitu, Budiman Sudjatmiko dan Maruarar Sirait.

Saya berani bertaruh, Prabowo bakal memberi kue spesial kepada keduanya. Menteri?

Sudah pasti.

Ga mungkin sekelas Budiman atau Ara, hanya diberi jatah wamen. Apalagi, sekedar jabatan di BUMN seperti komisaris atau direksi.

No!

Hanya, ini juga jadi dilema. Sebab, bakal menimbulkan kecemburuan internal.

Jangan lupakan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) yang kadernya mati-matian membela setelah dulu sempat mencela. 180 derajat.

Runyam euy!

Namun, ya terserah. Itu urusan Prabowo.

Saya ogah menyelaminya.

Yang pasti, terkait kegamangan. Jika jadi Prabowo, tentu saya sadar diri.

Usia sudah kepala tujuh. Tepatnya, 72 tahun.

Tentu saja kita paham, bahwa, rezeki, jodoh, dan ajal, di tangan Tuhan. Andai menang 14 Februari mendatang, ada kesempatan bagi Prabowo untuk melanjutkannya pada 2029.

Jika tidak?

Ini hanya andai-andai. Namun, jika (lagi) saya sebagai Prabowo, tentu saya sudah menyiapkan berbagai rencana.

Plan A, B, C, hingga Z!

Yaitu, menjadikan Gibran sebagai penggantinya... Diikuti Agus Harimurti Yudhoyono.

Serius?

Sekali lagi, ini hanya andai-andai.

Namun, beralasan. 

Jika Prabowo merasa fisiknya tak sanggup karena faktor usia, maka Gibran yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan.

Rencana ini gampang dibaca.

Apalagi, kalau mencermati kepribadian Prabowo yang sangat menjunjung sikap ksatria. Tentu, doi sangat legawa memberi mandat kepada Gibran.

Sekaligus, balas jasa terhadap Jokowi yang dalam lima tahun ini sangat membantunya. Termasuk, usai debat yang justru sibuk wara-wiri adalah presiden.

Ya, bahkan Jokowi sampai pasang badan menanggapi tudingan Anies dan Ganjar. Sumpah, pilpres 2024 ini paling kompleks yang pernah saya ikuti.

He he he.

Saya mencoba menyelami perasaan Prabowo dari lubuk hatinya yang terdalam. Hanya, interpretasi setiap orang tentu berbeda.

Ada "garis batas" yang tidak bisa diungkapkan. Ya, lebih baik saya T2P2T2 alias TTPPTT.

Tahu tapi pura-pura tidak tahu.

Bahkan, saya percaya, mayoritas masyarakat, khususnya pembaca blog ini pun TST: Tahu sama tahu.

Ah... Sungguh, saya berharap Prabowo bisa menaklukkan palagan pamungkas di Pilpres 2024.

*       *       *

SELANJUTNYA, bagaimana?

Jika terpilih jadi presiden, apa yang akan dilakukan Prabowo?

Terus, begini aja?

*       *       *

- Jakarta, 8 Januari 2024

*       *       *


Artikel Sebelumnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan

- Prabowo Kembali ke Setelan Pabrik

- Prabowo Gemoy, tapi Tangannya Berlumuran Darah

- Prabowo dan Kedaulatan Selera

- 9 Naga dan 3 Capres

- Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit

- Soe Hok Gie: Prabowo Cerdas tapi Naif

- Dhani, Rizieq, dan Ahok Bersatu demi Indonesia (Bumi 378)

- Manusia Lebih Anjing daripada Anjing






.

Jumat, 29 September 2023

Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit

Prabowo: Sang Penculik yang Berharap Mandat Langit

Ilustrasi: twitter @roelly87


PEMILIHAN Umum (Pemilu) 2024 tinggal menghitung hari. Tepatnya, diselenggarakan 14 Februari mendatang untuk memilih calon anggota dewan (DPR, DPD, dan DPRD), serta presiden. 

Ini merupakan pemilu kelima yang saya ikuti sejak kali pertama punya KTP. Sekaligus, yang ketiga beruntun untuk mencoblos sosok yang sama dalam pilpres.

Yaitu, Prabowo Subianto. 

Ya, saya sudah memilih beliau pada pilpres 2014 dan 2019 lalu. Keduanya, kalah dari Joko Widodo (Jokowi).

Pada 2009, saya juga mencoblos Prabowo. Namun, saat itu doi sebagai wakil mendampingi Megawati Soekarnoputri. Kalah juga, dari incumbent Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Sementara, pada 2004 yang merupakan pilpres langsung perdana di Tanah Air, calon presiden (capres) pilihan saya juga kalah. Kadang, jadi bingung. 

Setiap sosok yang saya coblos, kok selalu keok. Rekornya dari 2004 hingga 2019, skor 0-4!

Namun, ya ga apa-apa. Ini negara demokrasi. Setiap warganya bebas menentukan hak dalam pilihan. 

Termasuk bagi saya, kalah atau menang itu biasa. Namanya juga hidup, ga semua yang kita inginkan bisa terwujud. 

Misalnya, dalam sepak bola. Saya merupakan penggemar Juventus sejak 1994. 

Hampir 30 tahun ini, saya menyaksikan "Si Nyonya Besar" enam kali melangkah ke final Liga Champions. Hasilnya, sekali juara dan berujung lima runner-up beruntun.

Itu terjadi pada 1996/97, 1997/98, 2002/03, 2014/15, dan 2016/17. Bahkan yang terakhir, saya menyaksikan langsung Juve dikecundangi Real Madrid 1-4!

Tepatnya, di Stadion Millennium, Cardiff  Wales, 3 Juni 2017. Suka dan duka pun berkecamuk saat jadi bagian dari 65 ribu penonton.

Sudah jauh-jauh terbang ke Negeri Paman Charles, eh Juve malah keok. Julukan Badut Eropa pun kian melekat di skuat asuhan Massimiliano Allegri tersebut.

Namun, mau gimana lagi. Sebagai Juventini Garis Lembut, saya tetap mengidolakan tim asal Kota Turin tersebut.

Saya tetap menantikan Juve bisa mengangkat trofi Si Kuping Lebar itu suatu saat nanti. Meski, jalannya masih sangat jauh. 

Sebab, sejak kekalahan pada 2017 silam, belum sekalipun Juve kembali melangkah ke final. Bahkan, meski diperkuat berbagai pemain bintang di setiap lini, termasuk Cristiano Ronaldo pada 2018-2021.

Ya, saya selalu percaya, selama gunung masih menghijau, jangan takut kehabisan kayu bakar. Alias, selama bernafas, masih ada kesempatan menyaksikan Juve juara Liga Champions!

*     *     *

LALU, apa hubungannya antara Juve dengan Prabowo dalam postingan blog ini? Ya, ga ada.

Hanya, sebatas korelasi dua pihak yang saya dukung selalu kalah. Ha... Ha... Ha...

Btw, saya mengidolai Prabowo sejak 2008. Ketika itu, doi rajin muncul di media, khususnya tv usai mendirikan Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) yang jadi kendaraan politiknya.

Namun, saya juga tidak pernah cinta mati terhadap apa dan siapa pun. Saya selalu legawa jika ternyata jagoan saya kalah. 

Contoh, Juve ketika dicukur Barcelona 1-3 pada final Liga Champions 2014/15 dan Madrid dua musim berikutnya. Saat itu, saya mengakui -meski kecewa- kedua lawan Juve memang bermain lebih baik.

Barca dan Madrid pantas juara. Sementara, Juve seperti antiklimaks dalam dua final tersebut.

Begitu juga dengan pilpres. Kendati pilihan saya keok dalam dua edisi beruntun, tapi saya tetap rasional.

Ga sekalipun saya ikut menjelek-jelekkan Jokowi. Prabowo kalah pada 2014 dan 2019 ya sudah, memang garis takdirnya seperti itu.

Sementara, untuk kritik sudah pasti. Yang membangun alias konstruktif, baik lewat blog ini atau media sosial.

Itu mengapa, saya juga kerap diajak dalam beberapa acara yang berkaitan dengan pemerintahan Jokowi. Beberapa di antaranya bisa dilihat dalam artikel "Catatan Dua Tahun Kepemimpinan Jokowi-JK" dan "Antara Presiden Jokowi, Asian Games 2018, Blogger, dan Tantangan Menghadapi Revolusi Industri 4.0".

Saya juga turut diundang Sekretariat Kabinet untuk menyaksikan langsung kehidupan di perbatasan pada 2018 lalu. Saat itu, kementerian yang dipimpin Pramono Anung ini mengajak blogger untuk menengok lebih jelas kehidupan masyarakat di Entikong, Kalimantan Barat, yang berbatasan langsung dengan Malaysia (Selengkapnya di Halaman http://www.roelly87.com/p/selamat-datang-di-halaman-khusus.html).

Jadi, saya berusaha untuk fair. Ada garis batas dalam mencintai sesuatu.

Tidak serta-merta, mengidolai Prabowo, harus menyerang lawan politiknya. Atau, mencaci Madrid dan Barca serta duo Milan yang jadi rival abadi Juve di Serie A.

No! Itu bukan gaya saya. 

Hidup saya terlalu indah untuk dikotori hal-hal negatif tersebut. Menyukai sesuatu boleh, tapi goblok jangan.

Ya, kita tidak boleh terlalu fanatik. Itu mengapa, saya mengaku sebagai fan Juve garis lembut. 

*     *     *

KENAPA harus Prabowo? 

Saya mengidolai Prabowo karena karismatik, berwibawa, dan elegan. Ini subyektif. 

Soal rasa. Ga bisa dijelaskan dengan logika. 

Termasuk, masa lalunya yang berlumuran darah terkait penculikan jelang reformasi. Itu fakta.

Banyak saksi dan media yang memuat insiden tersebut. Bahkan, Prabowo juga mengakui yang melakukannya.

Meski, korban penculikan sudah dipulangkan dan ada yang jadi anak buahnya di Gerindra. Tidak mengubah statusnya sebagai penculik. 

Bagi saya, sekali penculik tetap penculik. Titik!

Pada saat yang sama, saya juga percaya setiap orang bisa berubah. Itulah fase kehidupan.

Toh, di kolong langit ini, manusia mana yang tidak pernah melakukan kesalahan dan dosa? Saya juga sering.

Itu mengapa saya sangat mengapresiasi jika ada orang yang mengaku sebagai mantan bajingan. Alias, dulunya dosa, sekarang berusaha untuk memperbaiki kesalahan.

Terkait penculikan, saya juga harus fair. Status Prabowo saat itu sebagai orang lapangan. 

Alias, kemungkinan hanya mendapat perintah dari atasannya. Siapa? 

Entahlah. 

Yang menarik, stigma penculik ini selalu panas menjelang pilpres. Itu berlaku sejak 2014 silam.

Grand design, kah? Khususnya, ada tangan-tangan tak kasat mata yang enggan doi berkuasa?

...

Padahal, Prabowo pernah jadi wakil Mega di pilpres 2009. Namun, saat itu seperti adem ayem.

Mungkin, ketika itu internet belum begitu masif di masyarakat Indonesia. Jadi, tidak ada yang memelintirnya.

Termasuk saya yang baru ngeblog pada 2009. Untuk media sosial, dimulai Facebook tahun yang sama diikuti Twitter (2010), dan Instagram (2012).

Bahkan, Prabowo juga dilantik Jokowi sebagai Menteri Pertahanan pada Kabinet Indonesia Maju 2019-2024. Tentu, presiden tidak sembarangan dalam mengangkat setiap orang yang akan membantunya dalam menjalankan roda pemerintahan.

Jadi, noktah merah Prabowo memang nyata. Kesempatannya untuk mendapat Mandat Langit, itu cerita lain.

*     *     *

PILPRES 2024 milih yang tua? Pasalnya, dua capres lain berusia jauh lebih muda.

Maklum, 17 Oktober mendatang, Prabowo genap 72 tahun. Sementara, Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo saat ini sama-sama 54 tahun.

Selisih antara Prabowo dan kedua capres lainnya sekitar 18 tahun. Namun, ya dalam beberapa hal, usia hanya sebatas hitung-hitungan angka di atas kertas.

Apalagi, mengingat statusnya yang merupakan mantan prajurit dengan bintang tiga tersemat di pundak. Prabowo terlihat gagah. Auranya terpancar baik saat diam atau bicara.

Bahkan, saat orasi, Prabowo mengingatkan saya pada Bung Besar: Soekarno.

Meski, saya mencatat, Prabowo terlihat lemah dalam menyampaikan pandangannya kepada khalayak umum. Itu terjadi sejak debat capres 2014, 2019, dan yang teranyar saat dialog Mata Najwa di Universitas Gadjah Mada (19/9).

Jujur, ini nilai minus dari Prabowo. Meski, doi sangat hebat saat orasi. 

Entah mengapa, saya melihat Prabowo kerap kesulitan dalam memberi penjelasan dalam acara debat. Kendati, apa yang disampaikan sangat logis dan subtansinya sesuai.

Mungkin, ini jadi PR bagi Prabowo dan timnya. Terutama, jelang kontestasi pilpres 2024 yang pendaftaran dibuka 19 Oktober mendatang. 

Jika terus seperti ini, Prabowo bisa dilewati dua kandidat lainnya. Sebab, saya punya catatan terkait para rival berdasarkan beberapa acara pada 2023 ini.

Anies:

+ Bicaranya lancar, mengalir khas akademisi

- Pembawaannya terlalu serius


Ganjar

+ Penampilannya luwes, mudah dicerna khususnya generasi muda

- Penyampainnya agak mutar-mutar


Btw, ngomongin ketiganya ini menarik. Pasalnya, seumur-umur saya belum pernah melihat langsung Prabowo.

Justru, dengan Anies sudah beberapa kali mengingat statusnya sebagai Gubernur DKI Jakarta 2017-2022. Untuk Ganjar baru sekali pada Kompasianival 2014 di Taman Mini Indonesia Indah.

Apa pun itu, ketiga capres ini merupakan putra terbaik bangsa. Meski saya mengidolai Prabowo, tapi tetap respek dengan Anies dan Ganjar.

Tentu, saya berharap Prabowo menang mengingat ini mungkin jadi palagan terakhirnya. Bisa dipahami mengingat pada 2029, usianya sudah 77 tahun.

Namun, andai Prabowo kalah lagi pun tak masalah. Sebab, apa pun hasilnya hidup saya harus tetap berjalan.

Saya berharap pilpres 2024 ini berlangsung damai tidak seperti dua edisi sebelumnya. Yaitu polarisasi dua kubu diiringi pujian kampret, cebong, dan kadrun!

Bahkan, saya menyaksikan dua orang yang dulunya erat jadi berseberangan. Ceuk urang Sunda mah, petonggong-tonggong. 

Alias, saling menghindar dan enggan menuapa saat bertemu sejak pilpres 2014. Padahal, Prabowo saja sudah rekonsiliasi dengan Jokowi usai pesta demokrasi empat tahun lalu dengan bersedia jadi menteri.

Namun, beberapa orang yang saya kenal, justru masih diam-diaman. Aneh, yang di atas sudah baikan, tapi di bawah masih belum sadar.

Epilog, pilpres 2024 ini jadi hattrick saya memberi suara kepada Prabowo. Jika menang, saya berharap berbagai program yang diusungnya sejak lama bisa segera dijalankan.

Andai kalah, saya tetap mengidolai Prabowo. Sama halnya saya menggemari Juve, Jose Mourinho, Hendra Setiawan, Mike Tyson, Nicky Hayden, Jeff Hardy, dan sebagainya!


*     *     *

- Jakarta, 29 September 2023 (Bumi 87)


*     *     *

Artikel Sebelumnya:

- Dhani, Rizieq, dan Ahok Bersatu demi Indonesia (Bumi 378)

(http://www.roelly87.com/2023/08/dhani-rizieq-dan-ahok-bersatu-demi.html)

- Soe Hok Gie: Prabowo Cerdas tapi Naif

(http://www.roelly87.com/2017/01/soe-hok-gie-prabowo-cerdas-tapi-naif.html)


Artikel Selanjutnya:

- Prabowo Presiden 2024, Ganjar Mendagri, Anies Menlu, dan AHY Menhan (Bumi 666)






.