TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Sinergi Kementerian PUPR dan Blogger untuk Sosialisasi K3 dalam Sebuah Proyek

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Senin, 14 November 2016

Sinergi Kementerian PUPR dan Blogger untuk Sosialisasi K3 dalam Sebuah Proyek



SEBAGAI karyawan, mendapat Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) merupakan mutlak bagi saya. Sebab, Undang-undang memang mengatur soal hak dan kewajiban para pekerja. Tidak hanya fisik saja, melainkan juga psikis, moral, legalitas, dan finansial. Baik itu di pemerintahan atau swasta.

Kebetulan, saya pernah bekerja di kawasan pertambangan dengan regulasi K3 yang sangat ketat. Begitu juga saat ini ketika jadi jurnalis olahraga yang kerap berkeliling dari satu stadion, lapangan, dan arena. Sebagai karyawan, kita harus paham mengenai K3.

Itu mengapa saya sangat antusias ketika Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) menyelenggarakan pameran Konstruksi Indonesia 2016 di Jakarta Convention Center (JCC), 9-11 November lalu.

Saya mendapat kehormatan untuk bisa menghadiri acara berskala nasional yang berlangsung tiga hari ini. Termasuk, mengikuti diskusi bersama blogger dengan perwakilan Kemen PUPR di Ruang Merak 1 JCC, Jumat (11/11) dengan tema "Utamakan K3".

Bagi saya, ini kali ketiga saya menghadiri acara yang diselenggarakan Kementerian PUPR setelah 2014 lalu. Yaitu, dengan tema "Mengenal Infrastruktur PU Lewat Perpustakaan Kementerian PU" pada 29 April 2014 dan "Dukungan Inovasi Teknologi Bidang Permukiman dalam Akselerasi Program Permukiman 100-0-100".

Diskusi dengan tema "Utamakan K3" itu berlangsung sejak pukul 13.00 hingga 16.00 WIB. Banyak manfaat yang saya dapat dari dialog yang dilakukan blogger bersama dua narasumber. Yaitu, Dr. Ir. Darda Daraba, M.Si. selaku  Direktur Bina Penyelenggaraan Jasa Konstruksi dan  Ir. Lazuardi Nurdin (Ketua Umum Asosiasi Ahli K3 Konstruksi Indonesia/A2K4 – I ), serta dimoderasi jurnalis senior dari Republika, Hiru Muhammad.

Terutama karena saya bisa mensosialisasikan pentingnya K3 kepada keluarga dan rekan yang profesinya memiliki risiko tinggi. Termasuk, melalui artikel di blog ini yang semoga bisa bermanfaat bagi pembaca. Sebagai pekerja, tentu kita selalu berharap saat berangkat kita sehat dan pulangnya juga harus sehat.

*          *          *
NAMUN, kenyataannya tidak demikian. Adakalanya, terjadi kelalaian pada proyek tersebut hingga menimbulkan korban. Itu mengapa Kemen PUPR mengeluarkan tujuh kebijakan untuk meminimalisir kecelakaan saat bekerja. Agar, kasus kegagalan konstruksi dan kecelakaan kerja tidak terulang. Bisa dipahami mengingat di Tanah Air kerap terjadi kecelakaan yang diakibatkan kegagalan konstruksi. Beberapa di antaranya seperti yang diungkapkan Darda:

- Runtuhnya Grogol Fly Over, Jakarta
- Runtuhnya Crane di Pacific Place-SCBD, Jakarta
- Runtuhnya Rukan Samarinda, Kalimantan Timur
- Runtuhnya Girder Jembatan Banyumulek 2 Lombok, Nusa Tenggara Barat

Berdasarkan fakta di atas, ada dua faktor utama penyebab kecelakaan kerja konstruksi seperti yang saya kutip dari www.pu.go.id.

1. Perilaku yang tidak aman dan bahaya bagi pekerja (Unsafe Action)
- Tidak melaksanakan prosedur kerja dengan baik. Contoh, pekerja tukang las tidak memakai kaca mata pelindung, sehingga percikan api mengenai mata dan menyebabkan kebutaan
- Mengerjakan pekerjaan yang tidak sesuai dengan keterampilan. Misalnya, si pekerja yang tidak terampil salah tekan tombol alat kerja (saya pernah melihat langsung, kondektur alat berat excavator disuruh menjalankan excavator oleh operatornya yang berujung ngusruk ke kawah pertambangan)
- Bekerja sambil bercanda dan bersenda gurau
- Membuang sampah seperti oli bekas dan kulit pisang di sembarang tempat yang bisa mengakibatkan jatuh hingga fatal

2. Kondisi tidak aman (Unsafe Condition)
- Alat pelindung diri (APD) tidak sesuai dengan standarisasi. Contoh, helm pekerja tidak kuat menahan benturan benda keras
- Kebisingan di tempat kerja
- Tempat kerja yang tidak memenuhi standar keselamatan dan kesehatan kerja. Misalnya, kurangnya ventilasi udara membuat para pekerja kekurangan oksigen yang dapat mengakibatkan pingsan.

Nah, selain dua faktor itu, saya mencoba untuk menambahkan berdasarkan pengalaman pribadi terkait force majeur alias di luar kuasa. Tepatnya, ketika pekerja sudah memenuhi prosedur dan kondisi kerjanya aman tapi mendapat musibah. Itu dialami salah satu rekan saya ketika saya bekerja di pertambangan pada medio 2009-an.

Saat itu, kami sedang kumpul pagi menjelang aktivitas di areal tambang. Tiba-tiba, rekan saya tertimpa dahan pohon yang lumayan besar hingga dia kesakitan. Padahal, lokasinya berada dengan pohon tersebut berjarak beberapa meter dan tidak ada angin sama sekali. Tapi, entah kenapa, dahan tersebut patah hingga mengenai pundaknya. Ini bukan soal mistis atau tidak.

Yang pasti, insiden tersebut menurut kami saat itu disebut force majeur, karena rekan saya memakai APD seperti helm, sepatu safety, dan kaca mata, dengan lokasi yang setiap hari biasanya aman. Meski begitu, kejadian tersebut bisa dibilang jarang terjadi. Selama saya berkecimpung di dunia tambang, baru itu saja terjadi.

Nah, terlepas dari force majeur itu, saya setuju dengan tujuh kebijakan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) terkait keselamatan dan kesehatan kerja yang dirilis sejak 12 Februari 2009. Tujuh kebijakan tersebut adalah:

1. Memastikan semua peraturan perundangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja ditegakkan secara konssiten oleh semua pihak
2. Memastikan keselamatan dan kesehatan kerja menjadi nilai utama pada setiap penyelenggaraan kegiatan
3. Memastikan setiap orang bertanggung jawab atas keselamatan dan kesehatan kerja masing-masing, orang yang terkait dan orang yang berada di sekitarnya
4. Memastikan semua potensi bahaya di setiap tahapan pekerjaan baik terkait dengan tempat, alat, maupun proses kerja telah diidentifikasi, dianalisis, dan dikendalikan secara efisien dan efektif guna mencegah kecelakaan dan sakit akibat kerja
5. Memastikan penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja guna mengeliminasi, mengurangi, dan menghindari risiko kecelakaan dan sakit akibat kerja
6. Memastikan peningkatan kapasitas keselamatan dan kesehatan kerja para pejabat dan pegawai sehingga berkompetensi menerapkan SMK3 di lingkungan Departemen Pekerjaan Umum
7. Memastikan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja ini disosialisasikan dan diterapkan oleh para pejabat, pegawai, dan mitra kerja Departemen Pekerjaan Umum.

Jadi, intinya kita harus peduli dengan K3 pada diri sendiri, orang lain, dan lingkungan sekitar. Jika ada pertanyaan, rekan blogger bisa menghubungi saya melalui kolom komentar di bawah ini. Sebisa mungkin, saya akan menjawabnya berdasarkan pengalaman pribadi serta ilmu yang saya dapat seusai mengikuti berbagai kegiatan yang diselenggarakan Kemen PUPR. Jika ada yang saya rasa sulit atau di luar kemampuan saya, saya akan coba meneruskannya ke pihak Kemen PUPR.

*          *          *
Darda Daraba membahas mengenai sosialisasi K3 kepada blogger

*          *          *
Lazuardi Nurdin menekankan pentingnya K3 pada bidang konstruksi

*          *          *
Hiru Muhammad memoderasi sesi diskusi dengan blogger

*          *          *
Antusiasme rekan-rekan blogger untuk melakukan tanya jawab saat diskusi

*          *          *
Rekan blogger, Satto Raji, menanyakan terkait K3 di sektor pertambangan

*          *          *
Foto bersama rekan blogger dengan pembicara

*          *          *
Foto bersama seluruh rekan blogger dan pembicara

*          *          *
Trending Topic #UtamakanK3 jadi bukti keingintahuan netizen terhadap keselamatan di dunia kerja

*          *          *
Diskusi bertema K3 berlangsung di JCC pada Jumat (11/11)

*          *          *
Artikel Terkait:
- Nangkring Bareng Kemen PU dan Sorotan Proyek Abadi Pantura

*          *          *
- Jakarta, 14 November 2016

13 komentar:

  1. Sangat mengapresiasi perusahaan yang menjamin betul K3 ini. Sayangnya, pekerja konstruksi apalagi di daerah, (sering saya menjumpai) masih sangaaat jauh dari standar yang telah ditetapkan.

    Terlepas dari hal tersebut dianggap sudah biasa atau para pekerjanya merasa sudah berpengalaman, yang namanya keselamatan kerja itu sangat perlu diperhatikan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. betul mas, kesehatan dan keselamatan kerja itu yang utama bagi kita para pekerja

      Hapus
  2. Keren, keselamatan para pekerja memang sangat penting untuk diperhatikan. .

    BalasHapus
    Balasan
    1. yupz, kita harus peduli pada kesehatan dan keselamatan kita sendiri

      Hapus
  3. sudah saatnya bangsa ini berkolaborasi dari semua sisi.. Top!

    BalasHapus
  4. Klo yang kena force majeur gini tercover asurasnsinya berapaan ya mas kira2?
    Biasanya yang kena staf operasional aka yang grade paling bawah soalnya, kebayang aja klo sampai ada kecacatan dari akibta pekerjaan, maka yang akan ditanggung seumur hidup tentu bakal g a mudah

    BalasHapus
    Balasan
    1. "Klo yang kena force majeur gini tercover asurasnsinya berapaan ya mas kira2?"
      itu saya kurang tahu detailnya mbak, yang pasti waktu kejadian dulu, perusahaan kami menanggung semuanya, bahkan hingga ada anaknya yang disekolahkan sampe lulus sma (kalo s1 ikut program beasiswa)

      Hapus
  5. manteb mas semoga saya juga bisa

    BalasHapus
  6. Perlu banyak belajar saya :) semoga selalu diberi ilmu-ilmu yang bermanfaat

    BalasHapus
  7. Harus menggunakan perhitungan yang baik dan tepat...

    BalasHapus

Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.

Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...

Terima kasih :)