TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: Steve Vai

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol
Tampilkan postingan dengan label Steve Vai. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Steve Vai. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 06 September 2025

Sisi Lain Kerusuhan 28-31 Agustus: Demo Silakan, Anarkis Jangan!

Pedagang tahu dan kacang melewati
samping Polda Metro Jaya yang masih direnovasi usai diserbu pendemo
akhir Agustus lalu
(Foto: dokumentasi pribadi/ @roelly87)


INDONESIA kembali berduka. Tepatnya, saat demonstrasi besar-besaran di berbagai wilayah pada 28 hingga 31 Agustus lalu.

Aksi unjuk rasa itu memakan 10 korban jiwa. Mulai dari rekan ojek online (ojol), Affan Kurniawan, Kamis (28/8) malam, mahasiswa, pelajar, staf DPRD, hingga masyarakat umum.

Pada saat yang sama, beberapa rumah anggota DPR dan menteri pun turut dijarah.

Pun demikian dengan fasilitas umun (fasum), berbagai kantor kepolisian dan DPRD turut terbakar.

Sebagai bloger yang berprofesi ojol, saya berharap demo besar-besaran pekan lalu yang berujung anarkis ini merupakan yang terakhir. Sekaligus jadi pelajaran bagi banyak pihak, khususnya pemerintah di level eksekutif, legislatif, dan yudikatif, agar ucapan serta tindakan tidak melukai perasaan rakyat.

Juga untuk Aparat Penegak Hukum, terutama Kepolisian agar menangani unjuk rasa dengan tidak mudah terpancing hingga bertindak represif.

Proses anggota yang bersalah. Hukum seberat-beratnya hingga jadi efek jera.

Ya, luka perih pada 28-31 Agustus lalu, tidak perlu lagi lagi dibubuhi garam terkait infilstrasi asing. Itu harapan saya yang menyaksikan pemandangan mengenaskan di Jakarta pekan lalu.


*        *        *


"HARI ini, saya WFH, mas. Tapi, tadi ke kantor karena ada berkas yang mau digunakan klien, Senin," ujar penumpang salah satu aplikasi ojol yang saya jemput di kawasan Sudirman.

"Turut berduka cita untuk rekannya mas yang semalam meninggal. Semoga pelaku pelindasan ketangkap dan dan dihukum seberat-beratnya. Sebagai budak korporat, kami berharap pemerintah bisa segera mengatasi kerusuhan dari semalam. Jika tidak, bakal panjang hingga berpotensi guncangan ekonomi."

Pernyataan customer yang mengaku pegawai Big 4 ini beralasan. Sebab, sejak Kamis (28/8) malam, usai insiden rantis Brimob, di beberapa titik ibu kota ricuh.

Itu meliputi Pejompongan, Gatot Subroto, hingga Kwitang yang dekat markas Brimob.

Kebetulan saya baru aktif ngojol lagi pada Jumat (29/8) petang. Tepatnya, usai mendampingi ibu di Rumah Sakit untuk kateter jantung sejak beberapa hari sebelumnya.

Alhamdulillah, berdasarkan diagnosis hasilnya cukup baik. Ibu saya menurut dokter tidak perlu pasang ring. Cukup istirahat saja untuk proses pemulihan.

Itu mengapa, saya kurang mengikuti perkembangan informasi di luaran. Termasuk, baru tahu ada rekan ojol yang meninggal lewat medsos.

Sebelumnya, Senin (25/8) saya menyaksikan langsung adanya provokasi dan penyusup saat unjuk rasa di kawasan Slipi dengan melempar batu. Di sisi lain, saya juga melihat dengan mata kepala sendiri, betapa polisi gampang terpancing hingga berlaku represif kepada massa.

Bisa disimak dalam rekaman video yang saya unggah di tiktok (https://vt.tiktok.com/ZSAvXorX8/).



*        *        *


"TOKO tutup sementara. Barang-barang yang berharga sudah kami ungsikan sejak kemarin. Belum tahu kapan buka lagi. Masih nunggu perkembangan informasi."

Demikian komentar penumpang yang bekerja di salah satu toko branded di mal kawasan Senayan. Menurutnya, sang bos sudah melakukan langkah preventif sejak Kamis sore akibat rusuh depan DPR.

Koleksi mahal dagangannya sudah diungsikan ke tempat aman. Khawatir tokonya dijarah.

Menurutnya, antisipasi itu turut dilakukan hampir seluruh toko di berbagai mal di kawasan Senayan. Maklum, lokasinya dekat dengan DPR dan Pejompongan yang jadi titik meletusnya kerusuhan akibat rantis Brimob yang melindas ojol.

"Tolong deh, anggota DPR, congornya dijaga. Gara-gara kalian, semua kena getahnya," tutur penumpang yang sekilas mirip Shinichi Kudo itu sambil menghela napas.

Ya, imbas berbagai pernyataan tak peka dari anggota DPR jadi awal mula. Terlindasnya Affan oleh Brimob pun jadi momentum puncak kemarahan rakyat.

Saya pun menilai, pemerintah kurang responsif. Presiden Prabowo mengeluarkan statement terkesan normatif. Tidak menyelesaikan masalah. 

Alhasil, kerusuhan berlanjut hingga Sabtu dan Minggu yang berujung penjarahan rumah pejabat serta perusakan fasum.

Ini sangat miris. Hingga Kamis (4/9) pagi, halte Transjakarta di Jalan Sudirman dari Jembatan Semanggi hingga Bundaran Senayan tidak berfungsi. 

Alias, masih diperbaiki seperti terekam dalam video yang saya unggah, https://vt.tiktok.com/ZSAvqNHy1/.

Jujur, itu sangat merugikan warga. Apalagi, penyandang disabilitas yang aksesnya naik Transjakarta terganggu.

Saya pribadi sebagai bagian dari masyarakat Indonesia, mempersilakan siapa pun untuk demo. Boleh dong. 

Hak asasi manusia. Kebebasan berpendapat dijamin dalam Undang Undang Dasar.

Justru kalo kita melarang demo, bakal aneh ini negara. Seperti negara komunis atau tirani.

Anda mau, Prabowo jadi diktator seperti Vladimir Putin, Xi Jinping, dan Kim Jong Un?

Saya sih ogah. Biarpun saya pemilih Prabowo pada tiga edisi pilpres beruntun, ga mau negara ini kembali ke masa orde baru.

Najis!

Di sisi lain, demo juga ada aturan. Harus izin APH dan waktunya ditentukan hingga petang. 

Yang terpenting, jangan anarkis! Saya mengetik artikel ini, Jumat (5/9) dini hari WIB, tepat di samping Markas Kepolisian Daerah (Mapolda) Metro Jaya. Tampak, puluhan pekerja sedang memperbaik halte Transjakarta dan pintu masuk MRT Istora yang rusak.


*        *        *


"YA Tuhan, sepi amat ini Jakarta. Karyawan pada WFH, UMKM makanan pinggir jalan ga buka takut rusuh, imbasnya Thamrin, Kuningan, Sudirman, SCBD, kayak kota mati  Mau sampai kapan gini terus?" kata rekan ojol saat nongki bareng di kawasan Tugu Selamat Datang, Senin (1/9) sore.

"Iya pak. Glodok dan Mangga Dua yang biasanya rame orderan barang aja, sepi. Ini, makanya saya ke tengah. Eh, sama aja."

"Padahal hari ini ga ada yang demo, tapi karyawan mayoritas WFH. Sekolah dan kampus libur. Toko tutup dan mal banyak yang belum buka."

"Masih nunggu situasi tenang, pak. Sejauh ini udah kondusif. Cuma ya, memang belum normal. Kendaraan aja di Thamrin-Sudirman yang lewat bisa diitung jari."

"Ente udah banyak orderan?"

"Belum penglaris."

"Keluar kapan?"

"Siang tadi pak. Dari Cengkareng ga bunyi, lanjut ke Glodok dan Mangga Dua, sama aja. Yaudah, ane ke sini, moga-moga dapat."

"Ane juga baru dua dari pagi. Itu juga satunya untung dapat orderan bagi-bagi makanan dari warga Asia Tenggara. Katanya mereka simpati dengan kondisi di Indonesia."

"Alhamdulillah, pak."

"Ane cabut dulu ya. Moga bunyi ya."

"Aamiin..."

Sebagai ojol sejak 2019, situasi sulit ini bukan yang pertama. Saya pernah mengalami yang lebih pelik saat pandemi.

Ketika itu keluar rumah seharian pernah hanya dapat Rp 8.000. Alias, satu orderan.

Itu pun non tunai. Alias, harus dicairkan di rekening yang ga bisa diambil. Sebab, minimal tarik tunai ATM Rp 50.000. 

Ya, momen pandemi jadi pelajaran berharga saya untuk menghadapi situasi sulit. Termasuk seperti sekarang yang sejak Senin, jangankan dapat Rp 100-200 ribu seperti hari normal, bisa bawa pulang 70 ribu aja udah alhamdulillah.

Itu mengapa ketika lagi ada orderan ojol, saya jarang nolak. Aplikasi bunyi, ya tancap gas.

Termasuk, saat puncak rusuh pada Jumat, Sabtu, dan Minggu (29-31 Agustus) lalu. Saya tetap ambil orderan kendati lokasinya rawan.

Misal, di SCBD yang bersebelahan dengan Polda Metro Jaya saat digeruduk massa. Atau, di GBK yang tidak jauh dari pecahnya polisi dan pendemo di DPR, Sabtu (30/8).

Saat itu, saya bolak-balik untuk mengantar penumpang menuju Stasiun Kebayoran atau Tanah Abang. Secara, saat itu Stasiun Palmerah ditutup, hingga penumpang KRL tujuan Rangkasbitung dialihkan.

"Maaf ya pak, agak jauh jemputnya. Soalnya, saya udah hampir satu jam sulit dapat ojol. Ada yang nawarin ga pake aplikasi, tapi ditembaknya kemahalan," tutur penumpang berpakaian serba hitam yang saya jemput di Indonesia Arena, GBK, Jakarta Pusat, Sabtu (30/8) malam.

Customer itu baru selesai menyaksikan Pandji Pragiwaksono dalam Stand Up Comedy Mens Rea, bersama ribuan penonton lainnya. Dia ga nyangka situasi berlanjut ricuh di DPR hingga Jalan Gerbang Pemuda ditutup.

Bahkan, GBK saja hanya memberlakukan dua pintu untuk akses. Masuk dari Pintu 5 depan Kementerian Pendidikan, dan keluar di Pintu 11 seberang Hotel Mulia. 

Sementara, akses utama di Pintu 10, depan TVRI ditutup untuk antisipasi keamanan. Di sisi lain, saya dapat orderannya di Stasiun Karet, alias jaraknya 4 km lebih. 

Namun, tetap saya ambil dengan rute ke GBK via Bendhil, alias ga lewat Gatot Subroto yang sudah dipenuhi massa.

Jauh? jelas.

Namun, seperti kata Amado Carrillo Fuentes "El SeƱor de los Cielos" dalam Narcos: Mexico, bahwa krisis adalah peluang, alhasil saya tidak menyia-nyiakan setiap orderan. 

Bolak-balik GBK ke Stasiun Kebayoran, Stasiun Sudirman, kawasan Setiabudi, hingga utara Jakarta pun, saya jabanin. Intinya, menghasilkan uang.

Yang penting, jangan melewati kerumunan demo, khawatir kena gas air mata bahkan peluru nyasar.

Untuk rekaman videonya di DPR saya unggah di https://vt.tiktok.com/ZSAvWJPqo/.

"Ga nyangka juga, masih kayak gini situasinya. Kirain pagi tadi pas pidato presiden bisa segera ditangani. Semoga segera normal, agar ekonomi pulih. Apalagi, pekan depan banyak event musik yang melibatkan artis luar negeri. Jika masih rusuh bakal mencoreng citra Indonesia di mata dunia," ucap dara itu lagi.

"Steve Vai udah konfirm konser bareng Dewa 19 di GBK. Pestapora di Kemayoran," saya menimpali.

"Iya, bang. Cepet pulih Indonesiaku. Berbagai event itu turut melibatkan UMKM hingga ekonomi kita berputar. Sayang, kalo harus batal, efeknya ke masyarakat juga."

Ya, mari jadikan meninggalnya 10 warga pada 28-31 Agustus ini sebagai momentum perbaikan para pejabat. 

Termasuk, tidak menormalisasi tet tot tet tot, nguing nguing di jalanan. Secara, strobo dan sirine yang digunakan kalian dibeli dari pajak kami, para rakyat Indonesia.

Bangkit, negeriku!***


*        *        *


- Jakarta, 6 September 2025



*        *        *


Artikel Terkait: