Sembilu, Ella, dan Pamor Musisi Malaysia
![]() |
| Ella saat konser beberapa waktu lalu (Foto: ChannelNewsAsia) |
CUACA di Indonesia, khususnya Jakarta memang anomali. Saat puncak kemarau pada Juli-Agustus, kerap turun hujan lebat.
Bahkan, beberapa daerah sampai kebanjiran. Eh giliran Oktober ini yang sudah musim hujan, malah panasnya minta ampun.
Memang sih, sempat beberapa kali hujan sepanjang bulan ini. Namun, intensitasnya tergolong rendah.
Mayoritas rinai saja. Bahkan, malah bikin gerah.
Itu yang saya alami. Usai rinai pagi tadi, siangnya malah kembali terik.
Ditambah lagi macet yang kian parah akibat parkir liar, pak ogah, dan galian dimana-mana. Alhasil, saya pun berusaha meredakannya dengan banyak minum air putih.
Plus, air tebu murni yang dibeli di Pasar Tanah Abang. Langsung diperas dari penggilingan dengan dimasukkan ke gelas dan ditambah sedikit es batu.
Hmm... Yummi!
Ya, sekali-sekali memanjakan tenggorokan. Asal jangan keseringan, secara lagi musim batuk.
"Mas, ini ada yang mau ngojek."
Terdengar teriakan dari belakang saya dekat pertokoan. Saya pun menoleh.
Yang manggil, pria, masih muda yang bisa jadi warga setempat. Di sampingnya, masih muda juga, mungkin seperlima abad tipis-tipis dengan bawa beberapa bungkusan.
"Maaf mas, saya ojol (ojek online). Itu aja di depan ada opang (ojek pangkalan)," kata saya menolak halus.
Bukan maksud menolak rezeki. Faktanya, ga jauh dari lokasi kami berderet rekan opang.
Saya ga mau ambil rezeki orang lain. Secara, namanya ojol dapat orderan via aplikasi.
Kendati, sering juga saya dapat penumpang secara offline alias tanpa aplikasi. Namun, itu situasional. Alias, hanya berlaku saat aplikasi error, hujan lebat atau force majeur seperti ada demo.
"Ambil aja bro. Ga apa-apa," ujar salah satu rekan opang berteriak sambil mengacungkan jempol.
Saya pun mengangguk karena sudah dipersilakan mereka.
"Tadinya rekan saya mesan aplikasi, cuma udah 30 menit ga dapat-dapat. Minta ke opang katanya kejauhan. Ini ga apa-apa bawa gembolan ya?" pria itu menjelaskan.
"Kemana mas?"
"Serpong."
"Ebuset. Jauh bener mas."
"Iya, mau naik kereta ribet bawa gembolan. Pesan ojol dan taksol dicancel terus. Taksi konvensional ga ada yang lewat. Maklum, kawasan macet. Mau ya, nanti dilebihkan."
"Oke deh."
"Makasih ya mas. Pelan-pelan aja bawa rekan saya," katanya sambil menyelipkan sesuatu ke dashboard motor.
Pas saya lihat, masing-masing selembar merah dan biru. Wow...
Saya mau bilang kebanyakan dan ingin kembaliin, tapi dia memperlihatkan gestur menolak sambil berbincang dengan penumpang yang hendak naik.
Saya pun langsung semangat. Secara, jika dengan aplikasi, tarifnya ga sampai setengah.
"Misi ya, mas," tutur penumpang saya saat naik di jok dan menitipkan dua bungkusannya di cantelan depan motor.
"Oke. Kita otw. Helmnya tolong dikunci ya. Mohon jangan main hp, takut jambret," saya mengucapkan kalimat template yang sudah diulang hingga ribuan kali kepada penumpang.
Maklum, sebagai ojol yang bergerak di bidang jasa, saya harus ramah dan memastikan 3K kepada penumpang. Yaitu, keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.
* * *
SEBELUM berangkat, saya cek Google Maps jaraknya berkisar 30-an km. Ini mengingat ada tiga rute dengan kemacetan dan estimasi waktu tempuh yang hampir sama.
Yaitu, lewat Jalan Raya Daan Mogot, Joglo, atau Bintaro. Saya ambil opsi pertama karena masih siang, perkiraan lancar.
Beda cerita kalo sore atau jam pulang kerja, beuh Daan Mogot itu menguji nyali sejak Citraland hingga Kalideres. Bagi saya, macetnya itu sejajar dengan Simatupang, Cacing (Cakung-Cilincing), Kalimalang, dan Kapuk Raya.
Hingga Poris, Tangerang, suasana masih anteng. Saya fokus mengendarai motor dengan berbinar-binar karena sudah mengantungi "pek go".
Yeeei, manusia mana yang ga ijo lihat duit. Saya pun gitu, asal halal dan ga merugikan orang lain.
...
Sementara, penumpang di belakang saya turut bersenandung kecil dengan headset di telinganya. Ga apa-apalah, yang penting jangan dimainin hpnya, rawan jambret.
Sayup-sayup saya dengar lagu lawas dari penyanyi wanita asal Malaysia. Kayaknya, ini penumpang fasih bener nyanyinya.
"Tak dapat ku bayangkan
Tuturmu bagai sembilu
Mencakar hati ini
Tanpa simpati di hati..."
Ih... Keren, dalam hati saya. Cengkoknya khas melayu banget.
"Wow... Sembilu by Ella. Mantap betul," saya memuji. Meski suaranya pelan, tapi tetap terdengar karena jalanan siang itu cukup lenggang tanpa klakson dari kendaraan lain.
"Wah, terima kasih. Anda tahu juga kah ini yang lantunkan aslinya Ella?"
"Tahu dong. Ella kan Queen of Rock Malaysia," jawab saya.
"Nah, cakap itu. Betul," dia melanjutkan. "Berarti Anda paham lagu-lagu Malaysia?"
Mendengar pertanyaan itu, saya pun mengangguk. Maklum, Indonesia dan Malaysia kan tetangga dekat.
Masih serumpun. Banyak lagu dari jiran, baik penyanyi solo wanita, pria, atau band yang digemari masyarakat Indonesia.
Termasuk saya yang sejak pertengahan dekade 1990, kerap mendengarnya via kaset, CD, atau VCD.
Beberapa di antaranya pernah saya ulas 13 tahun silam, https://www.kompasiana.com/roelly87/5519b83a8133118b7a9de0c7/lima-musisi-legendaris-malaysia?page=all.
"Ella itu masih eksis hingga kini. Suaranya pun bagus kali saat konser kemarin," ucap penumpang itu.
"Ya, padahal usianya sudah kepala lima..." jawab saya.
"Hampir kepala enam. Tepatnya, 60 tahun pada 31 Juli mendatang," dia memotong.
"Iya."
"Selain Ella, Anda suka siapa saja dari musisi asal kami?"
"Kami?"
"Iya, maksudnya dari Malaysia."
"Oh... Anda dari Malaysia?"
"Iya, dari Perak, sebelahan dengan kampong halaman Ella di Penang."
"Maaf, kirain saya, Anda dari Indonesia."
"Ga apa-apa. Memang orang kita satu sama lain hampir mirip."
"Iya, saya pikir, Anda habis belanja di Pasar Tanah Abang."
"Ga. Ini oleh-oleh untuk keluarga. Namun dibawa via ekspedisi. Saya ke sini karena libur kuliah. Pekan depan balik ke KL (Kuala Lumpur)."
"Oh... Ok."
"Anda pernah ke Malaysia?"
"Sebentar, ya. KL dua kali dan Sarawak. Namun, aslinya di ibu kota kalian hanya transit di pesawat menuju Schiphol sebelum lanjut ke Heathrow..."
"Eh, Schiphol di Amsterdam, Belanda. Lalu, Heathrow di London, UK?" dia memotong lagi.
"Iya."
"Ih... Sedapnya!"
"Itu saat saya nonton final Liga Champions 2016/17 di Cardiff, Wales, Britania Raya. Ga sampe keluar bandara. Hanya transit sebentar. Namun, sempat menghirup udara jiran. He he he."
"Asyiknya."
Ya, delapan tahun silam, saya berkesempatan nonton final Liga Champions antara Juventus versus Real Madrid yang berujung air mata.
Bisa dipahami mengingat sudah jauh-jauh ke Negeri David Beckham, plus perjuangan menang lomba blog, eh sampe sana malah berujung getir.
Maklum, klub favorit saya, Juventus harus takluk 1-4 dari Madrid. (Artikel terkait: https://www.roelly87.com/2017/06/saksi-juventus-di-final-liga-champions.html)
"Satu lagi, di Tebedu, Sarawak, saat saya bersama rekan-rekan bloger dan rombongan dari Kementerian Sekretariat Kabinet meninjau pos perbatasan. Kami sempat singgah sebentar di pasar kawasan Tebedu," saya menjelaskan.
(Artikel terkait: https://www.roelly87.com/2018/04/plbn-entikong-perbatasan-indonesia.html)
"Setkab yang sekarang viral, Letkol Teddy, ya?"
"Bukan. Dulu masih Pramono (Anung). Sejak 2024 baru Letkol Teddy Wijaya."
"Oh."
"Pramono sekarang Gubernur Jakarta berpasangan dengan Rano Karno, sebagai wakilnya."
"Si Doel?"
"Yoi. Itu tahu."
"Di negeri kami, serial itu populer. Apalagi, di season awal ada Hans sebagai Adam Jagwani."
"Oh ya, adiknya Sarah itu kan asli Malaysia."
"Iya, dia dari Sarawak."
* * *
MEMASUKI Tangerang Selatan, jalanan mulai macet. Maklum, di kawasan ini ada beberapa perumahan elite yang jadi penyangga kota tersebut.
Jalannya pun cukup mulus berkat peran swasta. Beda jauh jika kita ke kawasan Ciputat atau Pamulang yang seperti anak tiri akibat pemerintahnya kurang tanggap.
"Sudah lama paham musik Malaysia?" tutur penumpang itu usai saya mengecek ban belakang yang kayak kempes atau bocor halus.
"Sejak kecil. Sekitar pertengahan 90-an."
"Wah, saya belum lahir. Udah lama kali."
"Dari dulu sampe sekarang, lagu-lagu pop atau rock Malaysia tetap diminati masyarakat Indonesia. Begitu pun sebaliknya.
Untuk penyanyi wanita, saya suka dengar Ella, Siti Nurhaliza, dan Sheila Majid. Anita Sarawak juga bisa dimasukin meski lahir di Singapura tapi sekarang kan tinggal di KL.
Kalo band, ada Search, Exist, Sting, Iklim, Spoon, Wings, dan banyak lagi.
Jangan lupakan P. Ramlee, legenda termahsyur Malaysia. Di Indonesia, lagu-lagunya sering diputar. Termasuk, Madu Tiga yang dibawakan ulang Ahmad Dhani."
...
"Tak disangka, ternyata, masyarakat Indonesia banyak juga yang paham musisi asal negeri kami ya," ucap penumpang itu.
"Iya. Musik kan universal. Contoh, lagu Isabella..."
Bersambung...
* * *
- Jakarta, 20 Oktober 2025
* * *
* * *
* * *

Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.
Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...
Terima kasih :)