Merah Putih Itu Sakral, Ga Bisa Disandingkan dengan Bendera Apa punMerah Putih Itu Sakral, Ga Bisa Disandingkan dengan Bendera Apa pun
![]() |
Ilustrasi bendera Merah Putih saat perayaan Kemerdekaan Indonesia (Foto: dokumentasi pribadi/@roelly87) |
MEDIA sosial (medsos) merupakan wadah interaksi banyak pihak. Baik masyarakat biasa, kalangan elite, pelajar, mahasiswa, hingga para ahli.
Ingat Arab Spring? Berawal dari medsos yang menyebar luas di Asia Barat hingga Afrika Utara.
Di Tanah Air, beberapa medsos jadi rujukan utama bagi warganet. Itu meliputi Facebook (FB), Twitter/X, Instagram (IG), Threads, Youtube, Tiktok, dan sebagainya.
Ada segmentasi berbeda di antara mereka. Menurut pandangan saya, FB itu seperti pasar. Apa aja ada. Baik fanpage resmi pemerintah, klub sepak bola, akun ofisial band atau film, dan sebagainya. Juga aneka grup yang mulai dari serius hingga remeh, seperti PT. Mencari Cinta Sejati!
Lalu, ada IG, yang menyuguhkan beragam foto atau video dengan tampilan megah. Baik itu cuplikan pertandingan olahraga, konser, atau terkait fomo.
Threads? Tempat curhat yang lumayan seru. Meskipun, kadang ceritanya bikin geleng-geleng kepala. Namun, asyik aja.
Kebetulan, saya belum lama bikin akun Threads. Sementara, FB dari 2009 silam yang bertepatan dengan blog pribadi di blogspot dan Kompasiana (2010). Untuk Twitter sejak 2010 dan IG (2012).
Nah, FB, IG, dan Threads memang satu perusahaan. Sementara, Twitter -hingga kini saya lebih nyaman nyebut twitter atau ngetwit ketimbang X- dimiliki taipan teknologi lainnya.
Ya, Twitter beda sendiri. Bahkan, bisa dibilang sangat unik.
Saya kalo mau cari info yang tidak tersedia di media konvensional, pasti langsung buka Twitter.
Hanya, untuk medsos ini, kita harus kuat mental. Apalagi, jika berkaitan dengan pemerintah.
Ya, hampir setiap hari tiada info positif terkait kinerja Kabinet Merah Putih. Kalo ga hujatan untuk blunder menteri, wakil, BUMN, DPR, kepala daerah, atau kepolisian.
Namun, emang kinerja mereka memang sangat minor. Meski, sudah menyewa buzzer untuk memberikan citra positif. Hanya, di lapangan, tetap aja ancur.
He... He... He...
Teranyar, tentang pemasangan bendera selain Merah Putih yang kerap diperbincangkan warganet di medsos yang dulunya berlogo burung biru ini jelang HUT ke-70 Republik Indonesia.
* * *
MEMASUKI bulan kedelapan, cuaca di Tanah Air seperti kembali ke setelan pabrik. Alias, panas menyengat layaknya musim kemarau di negeri tropis.
Itu mengapa, saya langsung minta tambah es jeruk nipis yang sudah ludes di gelas. Sambil mencicipi roti bakar rasa keju dan cokelat.
Hmmm... Yummy!
Siang-siang gini minum es dan cemilan yang hangat sungguh melegakan. Itu setelah pada dua jam sebelumnya perut keroncongan ditambah dinginnya ac dalam bioskop.
Tepatnya, saat menyaksikan The Fantastic Four: First Steps di salah satu mal di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat. Ini film ke-14 yang saya tonton di bioskop sepanjang 2025 (tiga lokal dan 11 luar).
Kebetulan, F4 ini tayangnya tepat pada jam pembuka di hari kerja. Saya pilih yang awal saking penasaran kena spoiler di medsos, khususnya post credit.
Ini jadi kebiasaan saya saat menyaksikan berbagai film Marvel Cinematic Universe, DC Extended Universe, DC Universe James Gunn, Fast Saga, dan film bergenre action Hollywood lainnya.
Usai nonton, saya ga langsung menyalakan aplikasi ojek online (ojol). Maklum, masih siang, alias belum jadi jam saya biasa kerja pada sore hingga subuh.
Alhasil, saya pun singgah ke warung kopi (warkop) dekat mal. Sambil membuka hp untuk baca reaksi Rotten Tomatoes dan situs agregator rating film sejenis terkait F4 dan superhero lainnya.
Di seberang kursi panjang yang saya duduki, ada tiga pemuda sedang asyik diskusi. Entah, mahasiswa di salah satu perguruan tinggi yang memang banyak terdapat di kawasan ini, pekerja kantoran, ASN, atau pelajar.
Saya kurang tahu.
Obrolannya, terkait masa depan Indonesia yang masih gelap. Ini menarik bagi saya.
Tandanya, ketiga pria itu sangat idealis. Bagus, belum terkontaminasi buzzer alias para pendengung.
Sesekali mereka melirik saya. Mungkin minta pendapat.
Terlihat dari bisik-bisiknya. Mungkin, ya. Secara tidak ada orang lain kecuali kami berempat.
Kebetulan saat itu saya tidak mengenakan atribut ojol, alias kemeja flanel sehari-hari yang menyerap panas, celana jin, dan sepatu sneaker.
Saya pun bergeming. Ga mengiyakan, juga ga menolak.
Hingga, saat asyik menyeruput es jeruk nipis yang tandas, tv di pojokan warkop menayangkan berita pelarangan bendera One Piece.
Perdebatan ketiga mahasiswa ini pun kian intens. Bak Aristoteles, Zhuge Liang, dan Al Biruni yang sedang melakukan diskusi imajiner terkait ilmu semesta.
Keren!
Mereka saling serang dengan argumen masing-masing. Ga ada yang mau ngalah untuk saling serang tapi tetap hati-hati.
Total Football vs Catenaccio vs Jogo Bonito!
Secara, mereka punya kuncian sendiri. Ibarat Cao Cao yang siap menyerang Liu Bei tapi khawatir dibokong Sun Quan.
Begitu seterusnya hingga dunia tak bermentari. Satu yang kupinta, yakini... Btw, ini mah lagu Base Jam, atuh!
Lanjut.
Diskusi hangat ketiganya memantik rasa penasaran saya. Maklum, saya yang hanya lulusan sekolah menengah memang selalu tertarik dengan ide dan pemikiran mereka yang terlihat memiliki ilmu lebih tinggi.
"Ga bener itu. Mereka fomo!" kata pemuda berkumis tipis ala Pedro Pascal (PP).
"Ah, pemerintah bisanya cuma melarang hal sepele. Giliran koruptor diampuni," pria yang rambutnya bergelombang mirip David Corenswet (DC) ini menyanggah.
Saya tak sadar meletakkan hp di meja. Mengamati diskusi mereka yang sedang menuju klimaks.
Ternyata, rasa ingin tahu saya diamati rekan keduanya yang memakai topi layaknya Mahershala Ali (MA). Dia pun tersenyum kepada saya yang saya balas dengan anggukan.
"Coba minta pendapat om ini terkait bendera One Piece," kata MA menengahkan dua rekannya sambil melempar bola muntah kepada saya.
Saya pun jadi kaget. Apalagi dipanggil "om".
Anjir... Berasa tua banget dibanding ketiga pemuda ini.
"Ebuset, sejak kapan gw kawin sama tante lo, bro?" jawab saya guyon yang disambut ketiganya dengan tergelak.
"Abis, manggilnya apa, pakde?" ucap PP sambil tertawa.
"Paman aja. Atau engkong," DC menimpali.
"Abang aja ya? Kalo 'bro' takut ga sopan, kan Anda kayaknya lebih tua dari kami," MA menjawab dengan khidmat.
"Apa aja, bro juga enak. Kita sama kok usianya, paling beda tipis-tipis," saya menjelaskan.
"Siap. Lanjut bro, terkait bendera," kata MA.
* * *
...
* * *
SAYA pun langsung meminggirkan sendok, garpu, dan cangkir untuk ditumpuk di piring kecil agar meja jadi luas. Juga meletakkan hp dan men-silent supaya tidak mengganggu diskusi dadakan ini.
"Jadi gini ya, bro-bro sekalian. Gw ini ojol, kayaknya kurang nyambung diskusi dengan kalian yang ilmunya tinggi." Saya melakukan prolog di hadapan ketiganya.
"Namun, berhubung mas yang mirip Mahershala Ali ini mengundang, ya gw merasa terhormat untuk gabung. Btw, kita ngomongnya lo-gw aja ya ga usah kamu, Anda, atau sapaan formal lainnya, biar diskusi ini ga kaku.
Kalo kata gw terkait pemasangan bendera One Piece berdampingan dengan Merah Putih, ya sah-sah aja. Ga ada larangan spesifiknya di Undang Undang. Yang penting ga boleh lebih tinggi atau besar ukurannya dibanding Merah Putih. Simpel aja."
Saya menatap ketiganya yang serempak mengangguk. Anjir, saya udah kayak dosen yang sedang menjelaskan materi kepada mahasiswa.
Dalam hati mau ketawa ngakak. Namun, saya urungkan karena merasa ga sopan. Sebab, ini diskusi santai di warkop tapi harus disikapi dengan serius karena menyangkut lambang negara.
"Tuh kan, woles aja ya om. Eh, bro," kata DC kepada saya.
Yang mirip PP ingin memotong, tapi dikedipin MA karena melihat saya belum selesai bicara.
"Woles aja bro. Kita diskusi santai. Ini gw lanjut ya.
Meskipun ga ada larangan, tapi gw merasa lebih baik ga usah dipasang itu bendera One Piece. Secara, Merah Putih merupakan simbol negara. Dipasang pada 17 Agustus 1945 dengan keringat, darah, dan air mata para pejuang.
Jadi, menurut gw, Merah Putih itu sakral. Ga bisa dibandingkan dengan bendera apa pun," saya menjelaskan dengan hati-hati. Takutnya ada informasi yang bikin interpretasi ketiganya keliru.
"Kecuali ya. Ada pengecualian," saya menambahkan. "Misal, ada event olahraga, seperti Asian Games 2018 lalu ketika Indonesia jadi tuan rumah. Wajar kalo Merah Putih dipasang sejajar dengan banyak bendera negara lain.
Atau, saat Kepala Negara dan Perdana Menteri negara lain berkunjung ke Tanah Air. Pemasangan bendera mereka berdampingan dengan Merah Putih ya wajar saja. Yang penting, Merah Putih posisinya sejajar. Ga kalah besar atau tinggi tiangnya."
Situasi pun hening. Namun, DC yang memang pro pemasangan bendera One Piece berdampingan dengan Merah Putih langsung minta untuk komentar.
Saya pun mengangguk. Silakan aja, diskusi ini nonformal, ga ada yang lebih dituakan dari segi usia.
"Berarti ga salah kan, bro, kalo di rumah gw pasang bendera bajak laut itu?"
"Ga lah bro. Kan udah gw jelasin tadi. Ga ada larangan dalam Undang Undang. Bendera One Piece kan masuk kategori organisasi atau simbol non negara. Yang penting jangan posisinya lebih tinggi atau ukurannya lebih besar. Bisa..."
"Bisa didatengin isilop, lo cuy." PP yang dari tadi penasaran ingin bersuara, akhirnya menyodorkan bola tanggung nyaris offside kepada DC.
"Ogah dah gw berurusan dengan 'cokelat' apalagi kalo sampe 'ijo' turun gunung. Mending main aman," jawab DC, diplomatis.
Saya pun tersenyum mendengarnya. Sambil memerhatikan di luar warkop saat matahari doyong ke barat, menambahkan.
"Sebenernya, asal lo perhatiin ukuran sama tinggi benderanya ga boleh melebihi Merah Putih, sih aman. Cuma, kalo mau lebih bijak, mending ga usah dipasang.
Secara, pemasangan bendera Merah Putih ini kan untuk menyambut Hari Kemerdekaan. Ga bijak rasanya, Sang Saka Merah Putih disandingkan dengan lambang bajak laut."
MA yang daritadi jadi penengah antara DC dan PP pun kembali bersuara, "Btw, bro lo ngerti kartun One Piece juga ya?"
"Ga lah. Gw cuma sesekali lihat aja. Beda cerita kalo Dragon Ball. Gw khatam. Secara, anak 90-an pasti tahu, minimal pernah nonton kartunnya atau baca komik."
"Anjir, ga nyangka om-om gini Wibu."
"Rambut gondrong tapi penggemar Jin Kura-kura."
"Jangan-jangan kalo lagi bawa penumpang sesama Wibu, ongkosnya digratisin."
"Anjir. Kaga lah."
"Ha... Ha... Ha..."
Sahut-sahutan antara saya dan ketiga mahasiswa itu pun kian riuh. Sekali lagi, diskusi ini meski serius tapi tetap santai tanpa batasan usia dan tingginya ilmu.
"Serius bro, ga demen One Piece?"
"Kaga. One Piece dan Naruto, malah gw cuma tahu sekilas. Udah bukan era gw lagi soalnya. Kalo zaman gw dulu, selain Dragon Ball, yang digandrungi cowo itu Saint Seiya. Kalo universal, tentu Doraemon, Sailor Moon, Candy Candy, Ikkyu San, Crayon Shincah, Astro Boy, Remi, dan banyak lagi.
Gw juga masih punya komik Legenda Naga, Kungfu Boy, Return of the Condor Heroes-nya Tony Wong, seri wayang RA Kosasih, Petruk Tatang S, dan lain-lain."
"Legenda Naga itu yang Shiro Amachi terjebak di era Dinasti Han?"
"Yoi. Komik dari akhir 90-an sampe sekarang belom tamat."
"Bener bro. Papa gw punya dari masih pacaran sama mama gw terus gw udah bisa pacaran lagi, itu komik masih aja belom tamat. Lucu, lawannya 5 Dewa Harimau."
"Seru bro. Chungta musuhnya ga mati-mati. Gw aja dulu kalo ke Gramedia atau Gunung Agung, pasti rak komik itu yang gw tuju."
"Tapi bener bro, ga nyangka juga. Sumpah deh. Lo gondrong dan muka sangar tapi penggemar komik."
"Selera bro. Waktu gw seusia lo pada, gw lulus SMA langsung kerja. Boro-boro mikirin komik, yang ada bertahan hidup aja. Pas udah dewasa dan punya duit sendiri, baru deh hunting komik, majalah, buku, dan lainnya dengan sepuasnya. Hehehe."
Ya, hobi itu ga mandang usia. Meski usia saya udah sepertiga abad lebih, masih sering nonton kartun atau baca komik. Bahkan, kalo buka youtube itu ga jauh dari highlight sepak bola, WWE, Dragon Ball, dan sebagainya.
* * *
"KALO bendera Palestina, bro?" DC kembali bertanya.
"Maksudnya berdampingan dengan Merah Putih? Boleh aja. Apalagi kita punya hubungan yang kuat sejak dulu. Indonesia selalu mendukung kemerdekaan Palestina yang jadi amanat UUD," saya menjelaskan.
"Hanya, kalo bisa jangan satu tiang yang sama. Alias, berdampingan. Ada pasalnya, tapi gw lupa.
Nah, yang ga boleh itu memasang bendera Israel. Ini jelas ya. Ga perlu gw jelasin lagi, pasti kalian udah paham."
Mereka mengangguk serempak. Indonesia memang tidak memiliki hubungan resmi dengan Israel.
Kecuali dalam olahraga atau event tertentu. Misal, pada Indonesia Open 2015 dengan kehadiran pebulu tangkis Israel, Misha Zilberman.
Saya pribadi membenci zionis. Namun, untuk rakyat Israel, termasuk atlet, ya biasa aja. Ga bisa benci. Secara, mereka juga manusia. Sebaik-baiknya manusia, menurut saya, yang mampu memanusiakan manusia.
Itu mengapa, saya ogah untuk boikot resto di Tanah Air atau produk yang terafiliasi Israel. Secara, karyawannya yang bekerja merupakan rakyat Indonesia.
Nyari kerja lagi susah, eh ini malah berharap pemecatan massal. Logika terbalik! (Selengkapnya: https://www.roelly87.com/2024/06/niat-mulia-ajak-boikot-tapi-caranya.html)
Terkait Israel, ini menarik bagi saya jika dihubungkan dengan event akbar di Tanah Air. Misal, jika Indonesia mencalonkan diri sebagai tuan rumah Piala Dunia 2038 atau Olimpiade 2036.
Sudah pasti, jika lolos kualifikasi, Israel bakal datang. Ini tantangan bagi pemerintah agar insiden batalnya Piala Dunia U-20 2023 tidak terulang.
Andai pemerintah bisa mikir untuk event satu dekade ke depan. Tentu, harus disikapi dengan bijak dengan penyampaian secara mendalam kepada rakyat.
"Bro semua, gw cabut dulu ya," kata saya sambil menyalami ketiganya, satu persatu.
"Lah, baru bentar bro."
"Mau siap-siap ngojol. Udah sejam gw duduk. Sekarang waktunya cari cuan."
"Siap bro. Ttdj ya."
"Next kita diskusi lagi yang seru bareng kami."
"Sekalian pinjem komik lo bro. Hehehe.
"Aman. Cabut dulu ya."
* * *
* * *
- Jakarta, 4 Agustus 2025
* * *
Referensi:
- https://megapolitan.kompas.com/read/2025/08/01/17504881/hati-hati-kibarkan-bendera-one-piece-di-hut-ri-ahli-ingatkan-sanksi
- https://news.detik.com/berita-jawa-timur/d-3898699/bendera-merah-putih-dan-palestina-1-tiang-ini-tanggapan-ahli-hukum
- https://www.tempo.co/internasional/aturan-melarang-pengibaran-bendera-israel-di-indonesia-1865186
- https://bwfworldchampionships.bwfbadminton.com/news-single/2015/08/11/statement-regarding-misha-zilberman
* * *
* * *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Maaf ya, saat ini komentarnya dimoderasi. Agar tidak ada spam, iklan obat kuat, virus, dan sebagainya. Silakan komentar yang baik dan pasti saya kunjungi balik.
Satu hal lagi, mohon jangan menaruh link hidup...
Terima kasih :)