TyyiccClcSK3IvRCDh0sKBc4_Sg roelly87.com: November 2015

Serial Catatan Harian Ojol

Serial Catatan Harian Ojol
Serial Catatan Harian Ojol

Minggu, 29 November 2015

Ada Apa (Lagi) dengan Sinta?


Pertunjukkan wayang orang "Rama-Sinta"


"CINTA itu butuh bukti, Sin. Bukan janji!"

Demikian kalimat singkat namun bersayap dari suaminya, Ramayana, yang selalu menghantui Sinta dalam beberapa malam ini. Sebagai wanita, kadang dalam hatinya mikir, "Kurang apa coba aku ini. Cantik? Iya. Seksi? Pasti! Anggun? Itu sudah milikku. Dewata pernah mengatakan, seluruh bidadari di khayangan dan seluruh manusia di marcapada, jika digabungkan tetap tidak bisa menandingi diriku."

Ya, Sinta tidak salah. Yang salah justru Rama. Mana ada suami yang rela membiarkan istrinya diculik hingga belasan tahun. Bukannya menyatroni, Rama malah menyuruh Anoman untuk merebut kembali Sinta dari Rahwana. Sayangnya, saat itu istrinya menolak karena hanya ingin diambil oleh suaminya secara sah. Bukan Anoman sebagai duta.

Apalagi, penderitaan Sinta di negeri orang, sangat tak terperikan. Memang, selama di Alengkaraja, Sinta selalu dipenuhi keinginannya. Mau mobil, tersedia Bentley yang khusus untuk pihak kerajaan. Gadget? Wow, bagi Rahwana yang menguasai Alengka -negara superkaya-, jangankan iphone9, bahkan pabriknya pun dibeli!

Desainernya saja setiap hari didatangkan ke kamar Sinta untuk membuat smartphone yang bisa diganti per hari. Jangan ditanya luas kamarnya yang tentu nyaris melebihi Istana Buckingham. Itu baru kamarnya saja. Belum, istana tempat bersemayam Rahwana dan penggawanya.

Hanya, semua itu tidak berarti bagi Sita. Kecuali, Trijata, keponakan Rahwana, yang selama ini selalu mengurusnya dengan baik. Selain curhat di media sosial (medos) seperti facebook, twitter, dan instagram, hanya kepada Trijata saja, Sinta bisa mengeluarkan keluh kesahnya. Sementara, Ramayana di medsos hanya bisa me-like statusnya, atau me-retweet cuitannya saja, sambil berkomentar, "Tunggu ya Sin, aku kan menjemputmu setelah satu purnama."

Jika sedang lagi bad mood, paling Sinta hanya mengeluarkan unek-unek lewat statusnya, "Memang beda, satu purnama di Alengka dengan Ayodya?" Bukannya dapat jawaban dari Rama, malah statusnya dibanjiri like dan komentar dari orang lain yang simpati terhadapnya.

Ya, malam sebelum datang badai, langit tampak cerah.

Sinta menjerit, serentak menutup matanya
Sinta menangis kecewa, Rama telah berubah
Hilang Rama yang dulu ngampung, dekil lugu, tapi Sinta suka
Berganti Rama yang gaul, yang funky, yang doyan ngucapin ember

*      *      *

"BAIKLAH, kakang. Jika kang Rama masih meragukan kesucianku, lebih baik aku pati obong. Sebagai pembuktian, jika aku tidak terbakar, berarti aku masih ting-ting. Namun, jika aku gosong, itu tandanya tubuhku pernah dijamah Rahwana. Andai terjadi, berarti dugaanmu mahabenar wahai, mahadewa," Sinta sesenggukan dengan bersimpuh di kaki Rama.

Putri Raja Janaka itu dalam hatinya, berharap Rama, segera mencegahnya untuk bakar diri. Sayangnya, Sinta tidak tahu, saat ini Rama sudah terlanjur dirasuki ego. Hingga, sifatnya kini sebagai titisan Wisnu sudah melebihi kejamnya Rahwana.

Ya, bagaimanapun, sejahat-jahatnya Rahwana, tapi tetap sopan terhadap Sinta. Tak sekalipun, manusia angkara murka itu menyentuh Sinta. Bahkan, setiap kali bertatap mata pun, Rahwana selalu menunduk. Itu mengapa, adik Rahwana, Kumbakarna, selalu mengingatkan bahwa musuh besar ksatria di marcapada ada tiga yang selalu berakhiran "Ta": Harta, Takhta, dan Wanita.

Sebaliknya, Rama lebih memilih gosip di kalangan rakyatnya, terutama melalui medsos yang menyebut Sinta sudah tidak suci lagi. Alias, telah dijamah Rahwana!

Sebenarnya, apa yang dipikirkan itu tidak salah. Tidak jarang ketika rapat di istana, wartawan Ayodya kerap menyeletuk tentang Sinta yang kerap digoda Rahwana. Sampai, ada situs abal-abal yang memberi headline dengan judul huruf kapital semua "PADUKA RAMA GALAU KARENA SINTA TAK SUCI LAGI".

Seketika, Rama langsung membubarkan rapatnya meski penting sekalipun. Misalnya, menyangkut tambang emas, kisruh DPW (Dewan Perwakilan Wayang) di negerinya, atau pembelian helikopter.

Toh, bagaimanapun, Rama tetap manusia biasa, Gelar sebagai titisan Wisnu bukan berarti dirinya sempurna layaknya dewata. Wajar, jika dia punya dugaan buruk tersebut. Hanya, sangat disayangkan jika Rama bergeming membiarkan Sinta bakar diri. Itu yang disesali banyak pihak. Termasuk adik tirinya, Laksmana.

"Bro, ente jangan keterlaluan begitu. Begini-begini, sis Sinta udah banyak berkorban. Belum cukupkah dirimu menyaksikan penderitaan Sinta yang harus diculik hingga belasan tahun?" Laksmana berteriak lantang.

Suatu hal yang aneh mengingat seumur hidup, sebelumnya dia tidak pernah membantah perkataan Rama. Namun, kali ini berbeda. Bagaimanapun, Laksmana masih memiliki liangsim dibanding kakaknya yang sudah dipenuhi ego.

"Diam Laksmana. Jangan kau ikut campur rumah tangga orang. Sinta ini istriku, bukan istrimu," Rama membentak dengan mata yang membelalak melebihi seramnya pelototan Rahwana.

"Ya, semua orang di kolong langit ini tahu Sinta istrimu. Tapi, tega nian kau membiarkan istrimu pati obong? Apakah itu yang disebut titisan Wisnu?"

"Sekali lagi kau mengeluarkan suara, aku akan meminta hulu balang untuk memenggalmu. Ingat, ini urusan rumah tangga, kau tidak berhak ikut campur. Beda jika ini soal kerajaan, kau boleh memberi saran."

"Rumah tanggamu? Tapi, ke mana belasan tahun ini saat Sinta diculik? Aku, sejelek-jeleknya, masih mau ditugaskan dirimu untuk mencari Sinta. Tanpa bermaksud mengungkit, aku mengorbankan seluruh jiwa dan ragaku untuk menghadapi Rahwana dan pasukannya. Bagaimana dengan dirimu? Hanya enak-enakan duduk di singgasana, nyuruh ini dan itu, lalu lupa janji saat kampanye dulu!"

"Pengawal, seret Laksmana keluar!"

"Siap dan. 86!"

"Tunggu!" Sinta memecah keheningan sebelum eksekusi dari prajurit Ayodya kepada Laksmana. Inkarnasi Laksmi -dewi keberuntungan- itu dengan tegar menatap Rama. Tidak ada lagi air mata yang keluar dari wanita tangguh ini. Sorot matanya begitu tajam. Namun, bukan kebencian. Melainkan tanda cinta dan pertanyaan yang tak pernah terjawabkan. Seketika, Rama yang sedang emosi level dewa, tak mampu memandang ke arah Sinta. Pria perkasa yang sukses melenyapkan angkara murka itu hanya bisa menggaruk kepalanya yang tak gatal.

"Aku sudah mengambil keputusan. Aku akan pati obong. Laksaman, aku harap kau penuhi permintaanku untuk membiarkanku bakar diri. Sebagai saudara, kalian yang akurlah," ujar Sinta dengan tenang.

Sosok yang keanggunannya ratusan kali lipat dari Kajol Devgan ini melanjutkan, "Kakang Rama, sudah nasibku jelek sebagai wanita. Aku diperistri olehmu bukan keinginanku. Lantaran, aku hanyalah boneka saat dijadikan sayembara antarpria. Meski begitu, aku bahagia menjalin hubungan denganmu. Pun ketika aku harus menjalani nasib sial diculik Rahwana. Dalam periode itu, tidak sedikit pun aku menyesalinya. Aku menunggu dengan sabar untuk direbut kembali olehmu. Belasan tahun aku sabar. Tapi, mana balasannya darimu? Kakang hanya memikirkan gosip dari kalangan rakyat dan media abal-abal saja. Kini, perintahkan prajurit untuk memasang kayu bakar. Sekarang!"

Langit menggelegar pertanda merestui ucapan Sinta. Seketika, siang yang terik itu jadi gelap. Dalam lubuk hati yang tedalam, tentu Rama enggan menyaksikan istri tercintanya itu bakar diri. Namun, apalah daya jika ego sudah merasukinya.

Ya, air bisa membuat perahu berlayar, tapi juga dapat menenggelamkannya. Rama di antara dua pilihan. Jika menahan Sinta untuk tidak bakar diri, sudah pasti akan dicap "ISTI" oleh rakyat, pembesar negeri, dan media abal-abal. Alias, Ikatan Suami Takut Istri. Apalagi, dia memang ingin membuktikan, apakah Sinta masih suci atau tidak. Di sisi lain, jika membiarkan Sinta terjun ke kobaran api, dia akan berdosa.

Sambil menghitung kancing bajunya seperti anak sekolah sedang mengisi soal ujian pilihan ganda, akhirnya Rama menetapkan hati. Dia ingin melihat, apakah Sinta bisa lolos dari kobaran api untuk membuktikan selama belasan tahun tidak pernah dijamah Rahwana. Atau, menyaksikan kematian tragis sang istri yang didapat dengan susah payah.

*      *      *

KOBARAN api terpancar begitu panas. Rama yang duduk radius 29 meter di singgasana empuknya made in Italy itu menatap dengan kosong. Sebaliknya, Sinta justru tegar berjalan perlahan. Baginya, hidup hanya sementara. Jika memang dirinya tidak terbakar, berarti dia telah menunjukkan kesuciannya kepada Rama. Dia bisa membungkam gosip di kalangan rakyat, pembesar istana, hingga media abal-abal yang secara tega mengkampanyekan hashtag #SintaTakSuciLagi.

Sebelum melompat, Sinta memandangi ribuan mata yang menatapnya dengan aneka perasaan. Ada yang terharu dengan pembuktian kesuciannya hingga kagum, ada yang mengelus dada, ada yang geleng-geleng kepala, dan ada yang tak mampu melihatnya, terutama sesama kaum wanita. Sementara, beberapa oknum asyik dengan ponselnya masing-masing untuk mengetik, memotret, dan mengabadikan video.

Ya, sindrom "Bad News is Good News" tidak hanya terkenal di Indonesia saja, melainkan juga telah menjalar di kalangan wartawan di Ayodya. Bagi mereka, berita pati obong Sinta bakal membuat korannya laris manis melebihi pemilu 2014, tabloid terjual jutaan eksemplar, online dibanjiri iklan, dan televisi dipenuhi penonton yang ingin menyaksikan tayangan live!

Sinta sudah sampai ke bibir tungku yang didalamnya sangat panas. Dia tersenyum manis kepada seluruh mata yang memandang. Senyum yang sungguh manis melebihi siapa pun di dunia ini.

Satu kaki Sinta hendak melangkah. Sementara, ribuan mata memandang dengan harap-harap cemas. Saat itu terdengar suara yang tidak asing lagi baginya, "Wahai Sinta. Aku tahu, dirimu merupakan simbol dari kemurnian wanita. Engkau wujud dari kesabaran yang mampu meredakan angkara murka. Tapi, aku di sini bukan untuk memintamu bunuh diri. Aku, Ramayana sang putra Dasarata dari Kerajaan Ayodya beserta segenap rakyat, hanya ingin membuktikan. Bahwa, dirimu tetap suci."

Sedih bagi Sinta mengetahui itulah kalimat terakhir yang diucapkan suaminya, Rama. Mungkin, dalam hatinya, dia berharap adegan pada 2002 silam terulang. Yaitu, di bandara ketika ada gadis SMA mengejar kekasihnya yang ingin belajar ke Amerika Serikat. Sayangnya, itu hanya sebuah film saja yang kini malah seluruh pamerannya -minus si manis Ladya Cheryl- sedang syuting episode kedua.

Tanpa ragu, satu kaki Sinta mendorong tubuh sintalnya untuk terjun ke dalam tumpukan kayu di depan istana. Tindakan nekat yang memecahkan keheningan senja. Sayatan ngeri pun berkumandang ke seluruh negeri. Air mata kaum wanita membanjiri halaman istana.

Saat itu, tiada satu pun manusia yang melepaskan pandangannya ke arah kobaran api di dalam tungku. Pun begitu dengan berbagai wartawan dari media abal-abal yang selama ini selalu "mengipasi" penguasa, turut terdiam. Tangan mereka seolah berhenti untuk mengetik berita, mengabadikan gambar, ataupun mewawancarai anggota kerajaan Ayodya.

*      *      *

SELALU ada pelangi setelah badai.

Tak beberapa lama kemudian, dewi hujan pun mencurahkan airnya. Ribuan orang yang menyaksikan pati obong itu turut menggigil kedinginan. Namun, tiada satu pun dari mereka yang ingin berpaling dari tumpukan kayu tersebut.

Bukan bau gosong, sebaliknya wangi harum tercium dari reruntuhan kayu. Saat itu, Sinta keluar dengan pakaiannya yang utuh seperti semula. Tidak ada tanda-tanda dirinya terbakar. Sebaliknya, kondisi Sinta sangat bugar dan segar dengan lekuk tubuh yang memesona karena tersiram hujan.

Rama bangkit dari singgasananya. Dia menghampiri istrinya dan memeluknya dengan erat. Lalu, Rama pun menggandengnya dengan mesra menuju istana. Tepuk tangan membahan di antara rakyat, pembesar istana, dan sebagian wartawan. Sementara, sebagian lagi dari media abal-abal terlihat kecewa. Lantaran dengan ini, mereka tidak bisa menulis bombastis lagi di medianya untuk mendulang rupiah.

Hashtag  di medsos berganti, dari #SintaTakSuciLagi jadi #BuktiSintaMasihSuci dan #PadukaRamaTerimaSinta.

Sambil berjalan secara perlahan, Rama membisiki kalimat yang penuh cinta, "Aku mengaku salah, wahai istriku. Ternyata, engkau benar-benar suci tak terjamah Rahwana."

Hanya, di telinga Sinta, pujian itu tak berarti. Lebih mirip janji penguasa saat kampanye yang sayangnya lupa ketika sudah menjabat. Dari kejauhan, Sinta seperti melihat sekelebat bayangan Rahwana yang tersenyum ikhlas ketika mengetahui dirinya tidak terbakar. Tiba-tiba, dia begitu merindukan sosok angkara murka itu yang selalu bersikap baik terhadapnya. Sangat bertolak belakang dengan Rama yang kini ada di sampingnya.

Ya, bukan senyum "ganda" dari Rama yang diinginkan Sinta saat ini. Melainkan, sikap tulus dan penuh perhatian dari Rahwana yang dicap orang sebagai sumber angkara murka.*

*      *      *

Artikel Fiksi Wayang Sebelumnya:
- Ada Apa dengan Sinta?

Artikel Fiksi Wayang Selanjutnya:
- Kenapa Harus Kumbakarna yang Gugur?
- Karna Tanding, Arjuna Tak Sebanding
- Palguna Palgunadi, Istrimu (Harus) Jadi Istriku
- Sembadra Larung: Aku Cinta Kau dan Dia
- Anoman Duta yang Tak Dianggap

Artikel Tentang Wayang Sebelumya:
- Selamat Hari Wayang Nasional

*      *      *
- Jakarta, 29 November 2015

Jumat, 27 November 2015

Teh Javana Candi ke Candi 10K: Lomba Lari Perdana yang Kedepankan Unsur Budaya Indonesia


Suasana konferensi pers "Teh Javana Candi ke Candi 10K"


LARI merupakan salah satu kegiatan yang rutin saya lakukan nyaris setiap hari. Yaitu, lari mengelilingi lingkar luar Stadion Utama Gelora Bung Karno (GBK). Biasanya, saya lakukan pada sore hari, sekitar pukul 15-16.00 WIB. Ya, bukan hal aneh mengingat kantor tempat saya bekerja memang satu atap dengan stadion terbesar di Indonesia itu.

Berdasarkan perhitungan melalui aplikasi di ponsel saya, untuk mengelilingi GBK sekitar 800 meter biasa ditempuh 3-5 menit. Sejauh ini, "prestasi" terbaik saya maksimal 4.800 meter alias 4,8 km. Hanya, enam kali memutari GBK bisa terbilang jarang. Khususnya, cuma dilakukan saat libur mengingat faktor L. Alias lelah kalau terlalu lama.

Untuk sehari-hari, biasanya saya cukup maksimal tiga kali saja (2.400 meter) yang itu pun sudah membuat pakaian basah kuyup. Namun, efek positifnya, setiap kali lari, kondisi tubuh saya jadi lebih segar dan semangat untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang berlangsung hingga tengah malam.

Nah, bagaimana jika jarak tempuh lari mencapai 10 km? Dan, dilakukannya bukan di satu tempat seperti yang saya lakukan setiap hari di GBK. Melainkan, dari satu candi ke candi lainnya? Tentu, ini jadi pengalaman yang mengesankan. Lantaran, kita bisa berolahraga sambil wisata.

*      *      *

"TEH Javana Candi ke Candi 10K", Demikian, tema yang diusung produsen minuman ringan, Teh Javana, pada Minggu (29/11). Yaitu, lomba lari jalan raya yang terbagi dalam dua kategori, jarak 10 km dan 5 km dengan melewati lima candi. Yaitu, Candi Sewu, Candi Lumbung, Candi Bubrah, Candi Plaosan, dan Candi Prambanan.

Wow... Andai waktunya tidak bentrok, lantaran akhir pekan ini saya ada acara juga, pasti saya ikut. Sayangnya, karena sudah kadung janji untuk menghadiri suatu event pada malam minggu mendatang, terpaksa saya tidak bisa menghadiri "Teh Javana Candi ke Candi 10K".

Padahal, acaranya sangat menarik, memadukan olahraga, wisata, dan pengetahuan sejarah. Apalagi, untuk bisa berpartisipasi, cukup mudah. Lantaran, peserta cukup membayar Rp 75.000 untuk 5K dan Rp 100.000 (10K). Itu sudah termasuk paket lomba berisikan nomor lomba (BIB), Jersey, Topi, Tumbler, dan T-Shirt Javana.

Bagaimana dengan hadiahnya? Tentu, bikin ngiler! Untuk kategori 5K, juara pertama mendapat RP 5 juta, juara kedua (Rp 3,5 juta), dan juara ketiga (Rp 1,5 juta). Sementara, 10K lebih gile lagi, yaitu juara pertama bakal mengantongi Rp 10 juta, juara kedua (Rp 7,5 juta), dan juara ketiga (Rp 5 juta).

Hanya, untuk bisa memenangkannya, kita harus bisa bersaing dengan lebih dari 2.000 peserta lainnya dari seluruh Indonesia. Lumayan banyak juga. Namun, bagaimanapun, itu tantangan yang sangat menarik.

Itu seperti yang diungkapkan Aristo Kristandyo saat saya tanyakan pada konferensi pers "Teh Javana Candi ke Candi 10K" di FX Sudirman, Jakarta, Sabtu (21/11). Menurut pria yang menjabat sebagai Group Head of Marketing Beverages Wings Food -induk perusahaan Teh Javana-, selain lari, terdapat acara lainnya yang meliputi Festival Kuliner dan Festival Musik yang bertempat di Lapangan Brahma Candi Prambanan  tersebut. Rangkaian acara yang berlangsung sehari penuh itu akan ditutup Shaggy Dog, band asal Yogyakarta yang lagu-lagunya sudah sangat dikenal

Untuk itu, mereka bekerja sama dengan Tempo Impresario yang didukung Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB)  Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud), Kementerian Pariwisata (Kemenpar), Taman Wisata Candi (TWC), Pengurus Besar Persatuan Atletik Seluruh Indonesia (PB PASI), Personil Kepolisian dan TNI, serta komunitas lari Jakarta deBrads dan komunitas lari Playon Yogya.

"Perhelatan lari wisata 'Teh Javana Candi ke Candi 10K' ini dilatarbelakangi semangat Teh Javana untuk mengangkat kekayaan Indonesia yang sudah dikenal di dunia. Seperti, teh dari Tanah Air yang sudah diakui kualitasnya oleh banyak negara," Aristo, mengungkapkan. "Untuk itu, Wings Food memilih candi ini jadi tempat pelaksanaan 'Teh Javana Candi ke Candi 10K'. Sebab, (Candi) Prambanan sudah diakui UNESCO sebagai warisan dunia atau world heritage sejak 1991."

Pernyataan senada diungkapkan Tito Prabowo, Race Director dari Tempo Impresario yang melaksanakan perhelatan lari wisata ini. Mereka bangga bisa bekerja sama dengan Teh Javana dan Wings Food untuk berpartisipasi dalam acara tersebut. "Sudah banyak acara lari dilakukan di Indonesia. Tapi, ini lain daripada yang lain karena 'Teh Javana Candi ke Candi 10K' sangat mengedepankan unsur budaya nusantara," ujar Tito, semringah.

Selain Aristo dan Tito, dalam konferensi pers itu turut menghadirkan dua narasumber lainnya. Yaitu, Desse Yussubrata yang menjabat sebagai Wakil Direktur Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) dan Permuseuman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia serta Rudi Rohmansyah selaku Race Committee dari Komunitas deBrads.

*      *      *
SEBAGAI blogger, penggemar olahraga, sekaligus pegiat media, apa yang dilakukan Teh Javana dengan mengadakan lomba lari dari candi ke candi ini sangat menarik. Itu membuktikan minuman ringan beraroma teh alami ini sangat konsisten mengkampanyekan Mana Indonesiamu.

Yupz, Mana Indonesiamu merupakan gerakan untuk mengajak seluruh masyarakat di Tanah Air untuk berbagi cerita melalui tulisan, quote, foto, dan video. Kebetulan, dalam enam bulan terakhir, saya kerap berpartisipasi dalam program mereka.

Nah, jika rekan blogger ada yang tertarik untuk berpartisipasi, bisa mengikuti beberapa link Mana Indonesiamu di bawah ini:

- Website: www.ManaIndonesiamu.com
- Fan Page resmi Facebook: https://www.facebook.com/manaindonesiamu/
- Akun resmi Twitter: @manaIDmu 
- Hashtag di media sosial: #ManaIndonesiamu, #manaIDmu
- Akun resmi Instagram: @manaIndonesiamu 

Sekadar informasi, Teh Javana merupakan produk dari Wings Food yang jadi bagian dari Wings Grup. Yaitu, perusahaan asli Indonesia yang berdiri sejak 1949 dengan produk home care, fabric care, dan personal care dengan salah satu yang saya kenal seperti So Klin.

Sejak 2003, Wings Food melebarkan sayapnya pada empat kategori utama. Yaitu, makanan (Mie Sedaap, Mie Sedaap Cup, Kecap Sedaap, dan Minyak Sedaap), kopi (TOP Coffee), minuman siap saji (Teh Rio, Ale Ale, Floridina, Power F, dan Teh Javana), serta minuman bubuk (Jas Jus, Segar Dingin, Tea Jus, dan Milk Jus).

Untuk informasi mengenai Teh Javana seperti berikut ini:
- Website: www.teh-javana.com
- Fan Page resmi Facebook: https://www.facebook.com/tehjavana
- Akun resmi Twitter: @tehjavana
- Akun resmi Instagram: @tehjavanahttps://www.instagram.com/tehjavana/

*      *      *
Teh Javana, minuman teh segar alami

*      *      *
Registrasi blogger dan media

*      *      *

Isi daftar hadir


*      *      *
Tiga brand ambassador dari Teh Javana

*      *      *
Suasana pendaftaran lomba lari di FX Sudirman

*      *      *
Total hadiah puluhan juta!

*      *      *
Desse Yussufbrata mewakili Kemendikbud menerima penghargaan simbolis dari Aristo Kristandyo (Wings Food)

*      *      *
Artikel sebelumnya:
- Antara Uang Rp 20.000, Petani, dan Teh Javana
- Tiga Dekade SoKlin Menemani Keluarga Indonesia

*      *      *
- Jakarta, 27 November 2015

Rabu, 25 November 2015

(Esai Foto) Membongkar "Rahasia" Bea Cukai


Barang bukti alat bantu seks yang kami dapatkan di kantor Bea Cukai



BEA dan Cukai. Di kolong langit ini, siapa sih yang tidak mengenalnya? Kebetulan, bulan lalu, sempat heboh mengenai kinerja instansi pemerintah ini terkait banyak beredar barang impor ilegal. Bahkan, hingga Presiden Joko Widodo (Jokowi) memberi instruksi khusus untuk menanggulanginya.

"Instruksi saya pada Dirjen Bea Cukai untuk mengusut impor ilegal sudah dilaksanakan. Praktik ini harus dibasmi -Jkw," tutur Jokowi melalui akun twitter pribadinya, @jokowi, pada 16 Oktober lalu.

Saya sependapat dengan pria asal Solo tersebut. Sebagai bagian dari masyarakat luas, kita harus aktif mengawasi kinerja pemerintah. Termasuk Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. Sebab, mereka memegang peranan penting dalam perekonomian negara ini.

Nah, gayung pun bersambut. Menjelang Hari Anti Korupsi Sedunia yang diperingati setiap 9 Desember, saya bersama belasan rekan blogger mendapat kehormatan untuk menyaksikan kinerja Bea Cukai.

Sebagai blogger yang penasaran dengan kinerja mereka dari penghulu ke hilir dan sebaliknya, tentu kesempatan ini tidak saya sia-siakan. Alhasil, kami, para blogger menggeruduk markasnya di dua tempat berbeda pada Rabu, 18 November 2015.

Apa dan bagaimana kinerja Bea Cukai kami "bongkar" habis-habisan. Simak kronologisnya di bawah ini:
*      *      *

Saya dan belasan blogger berkumpul di dua tempat berbeda. Depan ITC Cempaka Putih dan Stasiun Juanda dengan menaiki bus yang disediakan pihak Bea Cukai.
*      *      *

Kami sampai di Kantor Pos Pasar Baru yang bertempat di Jalan Lapangan Banteng Utara Nomor 1, Jakarta Pusat, sekitar pukul 08.00 WIB. Sekilas info, Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai (KPPBC) memang mendapat tempat di gedung tersebut pada lantai dua.

*      *      *

Seperti biasa, sebelum mengikuti acara, kami harus registrasi dulu. Ini sebagai bukti kami blogger yang tidak hanya aktif di dunia maya saja, melainkan juga dunia nyata.

*      *      *

Selanjutnya, kami mendapat seperangkat alat salat name tag dan buku panduan dari pihak penyelenggara. Gunanya, sebagai penunjuk identitas kami yang sebenarnya.

*      *      *

Sesi diskusi dengan tiga narasumber. Dari kiri ke kanan sebagai berikut:
- Nurtanti Widyasari yang menjabat sebagai Kepala KPPBC Tipe Pratama Kantor Pos Pasar Baru
- Muhammad Akhadi Jatmiko (Kepala Bidang Analisis dan Tindak Lanjut Kepatuhan Internal PUSKI)
- Himawan Setiyo (Kasubsi Kepatuhan Internal dan Penyuluhan KPPBC Tipe Pratama kantor Pos Pasar Baru)

Ternyata, di balik wajah yang serius, mereka asyik diajak untuk diskusi. Tidak ada gap di antara kami. Semua larut dalam dialog mengenai kinerja Bea Cukai tanpa ada yang ditutup-tutupi.
*      *      *


Kami diberi kewenangan untuk "menjelajah" seluruh areal kerja KPPBC Kantor Pos Pasar Baru. "Di sini, tidak ada yang kami tutup-tutupi. Semua berhak melihat kinerja kami, termasuk kalian blogger. Namun, untuk bisa ada di sini harus tertib agar tidak mengganggu kerja petugas," kata salah satu petinggi KPPBC Kantor Pos Pasar Baru yang enggan disebut namanya kepada saya.

*      *      *


Ada yang aneh dengan foto ini?
Ya, di dalam layar hasil x-ray itu terdapat tengkorak! Tentu ini dilarang karena Bea Cukai yang menangani dan menyortir kiriman pos dari luar negeri ke Indonesia. Namun, untuk beberapa hal, diperbolehkan dengan syarat surat resmi. Misalnya, tengkorak untuk tim medis yang ingin mempelajarinya.
*      *      *

Salah satu petugas sedang menyisir ribuan barang dari luar negeri bersama anjing pelacak yang disebut Kinain (K-9). Saat itu terdapat beberapa barang ilegal, seperti narkoba. Lalu, apa saja? Silakan lihat foto-foto lanjutannya.


*      *      *

Ini parfum merek ternama yang disita petugas. "Harga ini (parfum) satunya bisa lebih mahal dari harga motor saya," demikian bisik-bisik di antara petugas dan rekan blogger.
Oh ya, mungkin kita bertanya, kenapa parfum ini disita? Karena ilegal! Konsumen (oknum) di Indonesia membelinya dengan cukup banyak dan -mungkin- dijual lagi dengan untung besar tanpa kena pajak.
*      *      *

Salah satu barang ilegal yang disita. Yaitu, alat bantu seks untuk wanita yang disebut Dildo. Kenapa disita (lagi)? Ya, mereka memasarkannya tanpa izin resmi. Wajar disita karena merugikan negara.

*      *      *

Lagi-lagi alat bantu seks. Kali ini untuk pria. Konon, harganya mencapai ratusan ribu di pasar gelap dan online shop. Menurut salah satu petugas, barang seperti ini merupakan santapan sehari-hari bagi mereka. Lantaran sudah sering menerimanya. Tentu, selain zat terlarang (narkoba) yang kerap dimusnahkan bersama BNN, Kepolisian, dan pihak terkait.

*      *      *

Setelah puas berkeliling di KPPBC Kantor Pos Pasar Baru, kami pun melanjutkan acara. Kali ini giliran kantor pusatnya yang terletak di Jalan Yani By Pass, Rawamangun, Jakarta Timur. Agenda kami, bertema Blogger "Gerebek" Kantor Pusat Bea Cukai! Hiperbola? Tentu saja tidak. Toh, kami benar-benar mengamati setiap sudut yang ada di gedung mereka. Salah satunya, Museum Bea Cukai yang berada di lantai 1 gedung utama.
*      *      *

Sepeda motor dan sepeda gowes -menurut salah satu penjaga- yang memiliki sejarah panjang. Oh ya, museum ini menyimpan ribuan barang dan benda kenangan mantan yang bernilai tinggi. Museum ini terbuka untuk umum dari pagi hingga sore. Hanya, saat ini gedungnya sedang direnovasi, jadi pengunjung harus menyesuaikan dengan keadaan.
*      *      *

"Inilah tempat 'penampungan' kekesalan masyarakat," kata Jatmiko, tersenyum. Ya, ini ruangan call center, pengaduan, dan keluh kesah. Tapi bukan soal mantan atau curhat, melainkan tentang layanan Bea Cukai. Layanan ini gratis dan tidak dikenakan biaya.

Sebagai informasi:
No telepon: 1500225 (Ingat, bukan 14055, itu mah telepon layanan makanan cepat saji!)
No telepon bebas pulsa: 0800-100-3545 
SMS: 0821-30-202045
Email: pengaduan.beacukai@customs.go.idpuski.beacukai@gmail.com
Facebook: https://www.facebook.com/DitjenBeaCukai
Twitter: https://twitter.com/beacukaiRI
Website: http://www.beacukai.go.id/

Jadi, jika rekan-rekan atau keluarga serta kerabat ada yang merasa dirugikan, jangan ragu untuk menghubungi kontak Bea Cukai. Mereka ramah-ramah kok. Oh ya, data kita DIJAMIN KERAHASIAANNYA.

*      *      *

Ini saya bersama maskot Bea Cukai. *pesan sponsor! (alah, pede banget)
*      *      *

Kami mengunjungi Unit Pendidikan dan Pelatihan Anjing Pelacak Narkotika yang lokasinya masih satu areal di kantor pusat. Sekadar info, tidak sembarang orang boleh masuk kawasan ini. Jadi, jika ada rekan blogger yang tertarik menyambanginya, diharap untuk konfirmasi terlebih dulu kepada pihak terkait.
*      *      *

Ada Apa dengan Kardus? (AADK).
Deretan kardus ini untuk latihan anjing pelacak seperti yang digunakan di KPPBC Kantor Pos Pasar Baru. Oh ya, saya memiliki beberapa rekaman yang menarik saat anjing pelacak mengikuti latihan yang sayangnya gagal di-upload di youtube. Mungkin karena durasinya terlalu lama hingga tidak bisa untuk diunggah.
*      *      *

Ini kandang puluhan anjing pelacak. Sekadar informasi, terdapat kasta di antara mereka. Yang sudah senior diberi tempat tidur dan kamar mandi pribadi (serius). Atau untuk anjing yang sudah berjasa atau telah bekerja untuk Bea Cukai selama beberapa tahun. Jenisnya beragam seperti Labrador, Beagle dan German Shepherd. Mereka ada yang pasif dan juga aktif.

"Mereka dilatih di sini untuk mengendus zat terlarang. Mereka tidak galak, tapi pengunjung harus hati-hati. Namanya juga anjing," Himawan, menjelaskan.
*      *      *

Tiada perjamuan yang tak berakhir.
Nyaris seharian kami, belasan blogger menggeruduk ke KPPBC Kantor Pos Pasar Baru dan kantor pusat di Rawamangun untuk membongkar "rahasia" Bea Cukai. Kunjungan dan penjelasan dari pihak mereka sukses membuka hati kami, khususnya saya pribadi.

Bagaimanapun dicap jelek atau mendapat respons negatif dari masyarakat, pihak Bea Cukai sudah bekerja sungguh-sungguh. Sebagai blogger, saya salut dengan sikap keterbukaan mereka yang menunjukkan "Ini loh, kinerja kami selama ini," dan sikap karyawannya dari bawah hingga atasan yang mau menerima kritik.

Jangan lupa, kritik dari blogger saat kunjungan itu superpedas. Namun, mereka justru berterima kasih. Menurut mereka, dengan adanya kritik dari kami bisa membuat pihak Bea Cukai berbenah untuk meningkatkan pelayanan yang lebih baik lagi kepada masyarakat.

*      *      *

Artikel ini juga dimuat di Kompasiana dengan judul sama yang di-share di Facebook dan Twitter. Serta, di-share Viva.co.id melalui Facebook.

*      *      *
Artikel Terkait Lembaga Pemerintahan:

Tentang BNN
Sisi Lain Kepala BNN Budi Waseso (Buswas)
Sinergi BNN dan Blogger untuk Mengatasi Darurat Narkoba
Komitmen Slank Rela Tidak Dibayar untuk Konser Anti Narkoba
Presiden dan Kepala BNN Kompak: Pengedar Harus Dihukum Mati!
Kenapa Harus Blogger yang Kampanye?
Diskusi Blogger dengan Kepala BNN

Tentang Kepolisian
HUT Polantas ke-60: Dengarlah Aspirasi Masyarakat
Ketika Polwan Beraksi di Atas Moge
Pengalaman Sehari di Mabes Polri
Pengakuan Polri: Polisi Siap Dikoreksi
Tidak Semua Polisi Berprilaku Kurang Baik

Tentang TNI dan Paspampres
Semarak HUT TNI ke-66 di Monas
Pengalaman Seru Naik Panser Anoa TNI AD
TNI Bukan Paswalyur: Pasukan Pengawal Sayur
Apresiasi untuk Kejelian Paspampres
Sisi Lain Paspampres yang Berprestasi
Penghormatan Terakhir SBY untuk Pahlawan

Kementrian dan Instansi Lainnya
Porseni BUMN 2015: Siap Lahirkan Bintang (BUMN)
Sisi Lain Dahlan Iskan (BUMN)
Kenapa Harus Serempak? (KPPPA)
Lima Lagu Legendaris Bertema Ibu (Kemenfominfo dan KPPPA)
Dampak Negatif Internet dalam Keseharian Siswa SD (Kemenfominfo)
Mencari Hilal: Tontonan Sekaligus Tuntunan (Kemenag)
Museum Nasional dan Saksi Peninggalan Kejayaan Indonesia (Kemendikbud)
Sorotan KemenPU untuk "Proyek Abadi" Pantura (KemenPU)
Dukung PGN Sosialisasikan Konversi BBM ke BBG (PGN)
Ketika Blogger Ngobrol Pajak (Pajak)
Ekspansi TVRI Melalui Tayangan Olahraga (Televisi)
Pesan Ketua KPU Husni Kamil Malik (KPU)
Rahasia Ki Manteb Soedharsono saat Mendalang (Lemhamnas)

*      *      *
- Jakarta, 25 November 2015

Senin, 23 November 2015

Pengalaman Perdana Menghadiri ZenFestival 2015



Suasana ZenFestival 2015


LOYALITAS dan kepercayaan merupakan kunci keberhasilan suatu perusahaan untuk menggaet konsumen. Biasanya, banyak perusahaan besar di dunia yang tidak hanya mengandalkan penjualan saja atau layanan after sales (garansi), melainkan juga menjalin hubungan baik dengan pembelinya. Yaitu, melalui berbagai program promosi di media sosial.

Gunanya, selain untuk mempertahankan pembeli yang sudah ada sebelumnya (pelanggan), juga menambah konsumen baru. Itu mutlak diaplikasikan beberapa perusahaan ternama di kolong langit ini. Termasuk di bidang industri elektronik dan telekomunikasi.

Dari Asia, salah satu yang mencuat dalam satu dekade terakhir adalah Asus. Bagi saya, mereka perusahaan yang unik. Bukan karena saya sejak 2013 menjadi konsumen setianya dengan notebook bermerk Asus. Melainkan juga cara mereka menjalin relasi dengan pelanggan.

Itu mengapa perusahaan asal Taiwan ini sukses bersaing dengan nama-nama besar dari pesaingnya yang sudah lebih dulu ada. Termasuk di Indonesia dengan produk keluaran Asus -mayoritas notebook- sudah memiliki penggemar yang loyal.

*      *      *

"SELAMAT siang mas, maaf acaranya sudah mau berakhir," demikian kata salah satu petugas wanita yang tersenyum manis ketika saya ingin masuk ke dalam Ballroom Ritz Carlton Pacific Place, Kamis (19/11). Itu terjadi ketika saya baru tiba dan menyodorkan tiket undangan ZenFestival 2015.

Kebetulan, saat itu saya datang sekitar pukul 13.50 WIB. Sementara, acara berlangsung sejak pukul 09.00 WIB hingga 16.00 WIB. Ya, saya memang hadir sangat telat karena harus melaksanakan tugas dari kantor di luar Jakarta. Namun, sehari sebelumnya (18/11), saya telah mengirim email mengenai keterlambatan hadir saya kepada pihak penyelenggara di digitalmarketing@asus.co.id.

Sekitar pukul 13.00 saya baru kembali ke kantor yang berada di kawasan Gelora Bung Karno (GBK). Setelah mengirim file dan dan merapikan dokumen terlebih dulu, saya pun meminta izin atasan untuk keluar kantor selama satu jam sebelum pukul 15.30 WIB saat kami akan memulai rapat. Setelah itu, saya langsung ngibrit dari GBK ke Pacific Place yang letaknya hanya dipisahkan Jalan Jenderal Sudirman.

Dengan harap-harap cemas saya menyaksikan tiket yang saya dapat sejak Jumat (13/11) itu di-scan kedua petugas. Saat itu, saya berharap, meski acaranya sudah berakhir, setidaknya saya bisa diberi masuk sejenak untuk melihat kemeriahan acara dan mengabadikannya sebagai bukti saya sudah hadir ke acara ZenFestival 2015.

Namun, saya beruntung. Karena acara memang masih berlangsung. Ternyata, komentar salah satu petugas itu hanya guyon saja usai melihat saya yang pakaiannya basah kuyup masuk dengan menenteng tiket undangan.

Sambil memberikan tiket saya kembali yang ditukar dengan satu tas penuh berisi merchandise, salah satu dari mbak manis kembali bersuara, "Silakan masuk mas. Maaf ya, tadi bercanda. Acaranya memang dari jam sembilan sampe 16 WIB yang dilanjutkan sesi khusus malam harinya. Saat ini masih berlangsung kok. Kalau mas mau makan silakan menuju arah kanan. Setelah itu mas bisa melihat-lihat atau mencoba augmented reality balapan di ruangan pojok."

Meski perut keroncongan dan sempat tergiur dengan deretan menu mewah di meja makan yang disediakan secara gratis oleh pihak Asus, namun saya memutuskan untuk masuk ke dalam lebih dulu. Saat itu ada presentasi mengenai beragam produk telepon seluler (ponsel) Asus terbaru dengan tipe Zenfone.

Oh ya, saya sendiri pengguna Asus sejak 2013, tapi di seri laptopnya, yaitu A43E. Untuk ponsel, hingga kini saya belum punya. Itu mengapa saya antusias datang ke acara ZenFestival 2015. Selain saya ingin mengetahui berbagai keluaran Zenfone teranyar, juga karena saya merasa tersanjung dengan undangan mereka.

Jujur saja, untuk kali pertama sejak saya aktif ngeblog pada 2009, baru kali ini saya dikirimi tiket fisik langsung oleh pihak penyelenggara! Sebelumnya, biasanya saya hanya mendapat tiket secara online melalui email yang kemudian saya print sendiri. Namun, berbeda dengan Asus yang membuat saya terharu.

Lantaran, selain mengirim tiket undangan via email, perusahaan yang pada 2014 lalu meraih 4.326 penghargaan di seluruh dunia dari organisasi terpandang dan media IT ini, juga mengirimkannya lewat jasa kurir! Tentu, itu merupakan suatu penghormatan bagi saya yang mendaftar melalui forum Asus ZenTalk.

Alhasil, meski telat banyak, saya pun berusaha untuk "membayar" kepercayaan mereka yang sudah mengundang dan menjamu saya dengan baik. Ya, satu jam lebih sedikit keberadaan saya larut dengan ratusan manusia, mulai dari pihak Asus, undangan, media, hingga blogger, di Ballroom Ritz Carlton Pacific Place dalam ZenFestival 2015. Kendati waktunya singkat, cukup bagi saya untuk mengenal lebih jauh mengenai Asus dan lini produk smartphone-nya.

*      *      *
Ratusan orang memadati ballroom Ritz Carlton Pacific Place untuk mengikuti ZenFestival 2015

*      *      *
Foto bersama dari rekan blogger

*      *      *
Ruangan yang memamerkan berbagai produk Asus

*      *      *
Dua SPG sedang menunjukkan cara bermain Augmented Reality dengan smartphone Asus

*      *      *
Tamu undangan WNA turut mencoba Augmented Reality bersama Asus

*      *      *
Selfie dengan produk Asus dari lini smartphone

*      *      *
Scan tanda pengenal sebelum meninggalkan acara
*      *      *
Ini notebook Asus A43E yang menemani saya sehari-hari saat bekerja dan ngeblog
*      *      *
Artikel terkait:
Asus Zenfone 2 Laser ZE500KL: Kualitas Bintang Lima dengan Harga Kaki Lima

*      *      *

- Jakarta, 22 November 2015

Jumat, 20 November 2015

Tips Ngeblog Asyik: Pentingnya Mengisi Daftar Hadir


Ini contoh salah satu dari puluhan daftar hadir yang saya isi


BANYAK jalan menuju Roma. Demikian pepatah lampau mengatakan. Meski kata kiasan "sejuta umat" itu sudah lama beredar, namun tetap relevan hingga kini. Termasuk, dalam dunia blogging.

Ya, sebagai blogger, banyak cara untuk eksis di dunia maya dan dunia nyata. Salah satunya, dengan menghadiri berbagai event seperti kopi darat (kopdar) sesama blogger. Selain itu, demi eksistensi, blogger juga bisa datang ke suatu acara yang diadakan lembaga pemerintahan, perusahaan swasta, dan yayasan nirlaba. Baik itu seminar, diskusi, peluncuran produk, atau kampanye suatu program.

Bagaimana caranya? Pertama, tentu harus aktif di media sosial seperti facebook, twitter, dan instagram. Khusunya, gabung di komunitas yang ada di grup facebook. Beberapa di antaranya yang saya ikuti seperti Blogger Reporter Indonesia (BRID), Komunitas Hobi Jepret (Kampret), Komunitas Kompasiana Penggemar Film (Komik), Komunitas Kompasiana Penggemar Olahraga (Koprol), Fun Blogging, Warung Blogger, Viva Log, dan sebagainya.

Biasanya, mereka rutin mengadakan acara atau mendapat undangan dari pihak ketiga untuk anggotanya. Nah jika kita hadir ke berbagai acara tersebut, jangan lupa untuk dua hal.

Pertama, menulis daftar hadir di buku absensi yang biasanya disediakan pihak penyelenggara. Kedua, membawa kartu nama yang gunanya selain sebagai doorprize juga bisa dihubungi mereka lagi.

Dua hal itu yang paling sering saya lakukan saat menghadiri suatu acara. Khususnya, menulis daftar hadir, karena untuk kartu nama, adakalanya pihak penyelenggara tidak meminta atau mengadakan doorprize.

*      *      *

"SELAMAT siang, dengan bapak Choirul Huda?" demikian suara yang terdengar ramah saat saya mengangkat ponsel.

"Iya, saya sendiri. Maaf mbak, dengan siapa, dan ada perlu apa ya?"

"Saya mewakili XYZ ingin mengundang pak Choirul. Jika berkenan, pak Choirul bisa datang ke acara kami di gedung UVW waktunya RST. Apakah pak Choirul berkenan? Nanti, kami juga menyediakan OPQ dan LMN selama acara berlangsung."

"Maaf, sebelumnya kan saya tidak pernah menghadiri acara dari pihak XYZ. Oh ya, maaf, mbak bisa tahu nomor telepon saya dari mana ya?"

"Kami eo dari IJK. Memang, pak Choirul belum pernah datang ke acara XYZ. Tapi, pak Choirul kan pernah menghadiri acara CDE. Kebetulan, kami salah satu penyelenggaranya. Kami mendapat info pak Choirul dari daftar hadir acara CDE beberapa bulan lalu. Kebetulan, kami juga dapat rekomendasi dari pihak CDE mengenai keaktifan pak Choirul yang mereview acara mereka dulu dengan mengulasnya di blog pribadi pak Choirul serta twit (twitter)."

"Oh... Iya mbak, waduh saya aja sampai lupa."

"Tidak apa-apa pak. Dari pihak CDE ingin mengucapkan terima kasih, bisa kami minta no rekeningnya? Oh ya, jangan lupa, yang acara nanti, pak Choirul bisa hadir kembali? Kebetulan, XYZ dan CDE itu masih satu grup."

"Ok deh mbak. Kalo jadwalnya ga bentrok jam kerja, saya siap hadir."

"Terima kasih ya pak Choirul. Ini saya kirim emailnya dan mohon segera kirim balik konfirmasi Anda beserta no rekening."

*      *      *

PERCAKAPAN itu terjadi beberapa waktu lalu. Kebetulan, waktunya masih pagi, sekitar pukul 11 WIB yang saat itu saya masih terlelap. Namun, karena ponsel saya terus-terusan berdering, terpaksa saya bangun.

Dan, ternyata, pepatah lama yang mengatakan, "Jangan bangun siang, rezeki bisa dipatok ayam" itu tidak berlaku bagi saya. Toh, meski bangunnya siang, saya tetap dapat rezeki tak terduga. Bahkan, terulang beberapa hari kemudian usai menghadiri acara XYZ.

Oh ya, Anda, pembaca setia blog ini -ha ha ha, gaya sedikit saya- pasti bingung dengan percakapan di atas. Itu merupakan undangan dari suatu perusahaan multinasional yang bergerak di bidang ***. Kebetulan, beberapa bulan sebelumnya, saya turut menghadiri acara salah satu grup mereka.

Nah, karena saya hobi menulis, jadi malam harinya saya posting artikel mengenai review acara tersebut dengan sudut pandang dan gaya penulisan saya pribadi plus belasan foto sebagai pendukung. Padahal, selain diberi goody bag dan jamuan makan, mereka tidak menjanjikan lomba blog.

Bahkan, pihak penyelenggara pun tidak mewajibkan kami, puluhan blogger yang datang untuk menuliskan review acaranya. Mereka hanya ingin mengundang blogger dan media untuk perkenalan produk anyar. Itu saja.

Tapi, ternyata rezeki itu sama seperti jodoh. Yaitu, tidak kemana, tapi dicarinya harus di mana-mana. Alhasil, di rekening saya saat itu bertambah nominal yang lumayan besar. Plus, setiap XYZ dan CDE mengadakan acara, saya selalu diundang mereka. Baik peluncuran produk, kampanye perusahaan, hingga ketika mereka menjadi sponsor suatu pameran.

Dan, semua itu terjadi berkat saya rajin menulis daftar hadir yang lumrah disediakan penyelenggara acara. Jadi, sekadar informasi, sebagai blogger, kita tidak boleh menyepelekan daftar hadir. Sebab, meski terkesan tidak penting, tapi mereka -pihak penyelenggara- selalu memantau siapa saja blogger yang akan diundang pada acara berikutnya, berdasarkan daftar hadir.

Saya sudah merasakan efek menulis daftar hadir yang membuktikan ngeblog itu asyik. Bagaimana dengan Anda? 

*      *      *
- Jakarta, 20 November 2015

Rabu, 18 November 2015

Menikmati Sensasi Perjalanan Bersama "Si Biru" Grand New Avanza


"Si Biru" Grand New Avanza berdiri dengan gagah

Mendaki gunung lewati lembah
Sungai mengalir indah ke samudera
Bersama teman bertualang

Tempat yang baru belum pernah terjamah
Suasana yang ramai di tengah kota
Selalu waspadalah kalau berjalan
Siap menolong orang di mana saja...


LIRIK dalam lagu film kartun "Ninja Hattori" itu tentu tidak asing lagi di telinga. Khususnya, bagi saya sebagai generasi 1990-an yang mengalami masa-masa kecil nan indah. Belasan tahun berlalu. Namun, lagu dari film kartun karya komikus Jepang ternama, Fujiko F. Fujio ini tetap berkesan.

Secara tidak langsung, lagu dan film kartun itu membuat saya jadi hobi bertualang. Khususnya dalam pekerjaan sehari-hari ketika saya harus singgah dari satu tempat ke tempat lainnya. Dalam berbagai momen saat berkunjung ke suatu lokasi, bertualang tidak pernah lepas dari rutinitas saya. Tentu, itu saya lakukan setelah menunaikan kewajiban terlebih dulu.

Termasuk ketika libur atau di luar pekerjaan. Sebagai blogger, saya paling menyukai petualangan. Meski, lokasinya masih di sekitar pulau Jawa, khususnya di tiga provinsi. Yaitu, DKI Jakarta (termasuk Kepulauan Seribu), Jawa Barat, dan Banten. Teranyar, saya sangat menikmati bertualang ke kawasan Sentul, Bogor, Jawa Barat. Tepatnya, di Pasar Ah Poong, pekan lalu.

*      *      *

PAGI itu, Minggu (15/11) sekitar pukul 10.45 WIB saya tiba di lobi Plaza Semanggi, Jakarta Selatan. Kehadiran saya saat itu untuk mengikuti jalan-jalan gratis bertema "One Day Challenge" yang diselenggarakan Toyota Astra Motor (TAM). Kebetulan, beberapa hari sebelumnya, saya berhasil terpilih sebagai salah satu dari 20 peserta "Grand New Avanza & Grand New Veloz Blog Competition".

Tentu, "tantangan" itu tidak saya sia-siakan. Apalagi, saya bersama 19 rekan blogger lainnya bakal diajak jalan-jalan gratis ke Pasar Ah Poong, Sentul dengan menumpang mobil teranyar keluaran Toyota. Saat itu, kami terbagi dalam lima kelompok yang masing-masing terdiri dari empat blogger dalam satu kendaraan. Menurut estimasi aplikasi peta di layar ponsel saya, perjalanan jika tidak macet memakan waktu 42 menit dengan jarak tempuh sekitar 48 km.

Kebetulan, saya dan tiga rekan blogger lainnya, yaitu Dzulfikar Al-A'la, Imam Mahmudi, dan Emanuel Pratomo, berada dalam Grand New Avanza yang kami juluki "Si Biru" -merujuk warnanya. Jujur saja, ini kali pertama saya menaiki kendaraan tersebut. Sebelumnya, memang sering, termasuk ketika mengikuti tugas kantor. Tapi, tipe terdahulu, alias hanya "Avanza" saja tanpa tambahan "Grand New" di depannya. Jadi, ini merupakan pengalaman terbaru bagi saya.

Tak heran jika saya dan tiga rekan blogger jadi aktif bertanya-tanya sepanjang jalan. Kebetulan, pengemudinya yang bernama Johan pun masih muda. Jadilah kami berlima mengisi waktu sambil bercerita. Topik Grand New Avanza dan Grand New Veloz jadi menu utama. Meski belum memiliki mobil, sedikitnya saya mulai paham dengan dua kendaraan andalan pabrikan asal negeri kelahiran Hidetoshi Nakata tersebut.

Maklum, pada 22 Agustus lalu, saya sempat seharian "membedah" daleman hingga ke pentil ban dari kedua varian teranyar tersebut. Itu terjadi saat saya menghadiri Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2015 di Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD City, Serpong. Kebetulan, dalam pameran otomotif terbesar di Asia Tenggara itu, Grand New Avanza dan Grand New Veloz, sukses jadi magnet utama bagi pengunjung.

"Bagaimana mas, pengalaman membawakan Grand New Avanza ini?" kata Dzulfikar yang sepanjang jalan asyik merekam pemandangan melalui smartphone-nya. Begitu juga dengan Imam yang duduk di kursi sebelah saya, sibuk menanyakan berbagai fitur mobil generasi kedua Avanza ini. Sementara, di belakangnya, Pratomo tidak kalah antusias mengomentari obrolan kami.

Sambil mendengar jawaban Johan, kami pun turut melemparkan berbagai guyon yang mewarnai sensasi di dalam perut "Si Biru". Ya, perbincangan yang kami lakukan berlima membuat perjalanan dari Plaza Semanggi menuju Pasar Ah Poong yang diselingi berhenti sejenak di rest area Cibubur, jadi tidak terasa.

Selain mengenai produk Toyota, terutama Grand New Avanza dan Grand New Veloz, beserta variannya, obrolan kami pun terkait pada situasi terkini. Termasuk, tentang dunia blogging, perlombaan menulis, kopi darat (kopdar), hingga teror di Prancis.

Ya, sebagai blogger, sudah pasti, kami update terhadap perkembangan berita dan memiliki kepedulian yang sama. Bisa dipahami mengingat saat itu beredar rumor ada warga Indonesia yang terkena dampaknya. Apalagi, salah satu titik teror terjadi di dekat Stadion Stade de France, Paris, yang sedang mempertandingkan tim nasional Prancis versus Jerman. Alhasil, kami larut dalam perbincangan hangat mengenai kondisi di negara yang identik dengan Menara Eiffel tersebut.

*      *      *

AKHIRNYA, setelah menempuh perjalanan panjang, kami tiba di Pasar Ah Poong. Namun, sebelum menjelajahi sudut demi sudut dari salah satu lokasi wisata kuliner ternama di Tanah Air ini, kami tidak ingin ketinggalan ritual: Yaitu, foto-foto dan men-share melalui media sosial seperti facebook, twitter, dan instagram. Itu sebagai bukti, kami merupakan blogger yang tidak hanya aktif di dunia maya saja. Melainkan juga, jelas keberadaannya di dunia nyata.

Termasuk saya yang asyik mengabadikan berbagai momen. Mulai dari saat kumpul bersama di pintu masuk, restoran, jembatan, hingga sepanjang bibir Sungai Cikeas. Ya, agak norak sedikit. Maklum, ini edisi perdana saya berkunjung ke Pasar Ah Poong.

Jika saya tidak mengikuti "Grand New Avanza & Grand New Veloz Blog Competition" ini, bisa jadi saya hanya mampu membayangkan eksotisnya Pasar Ah Poong dari media saja. Namun, berhubung saya termasuk dalam 20 peserta terpilih, akhirnya saya bisa juga merasakannya langsung!

Setelah melakukan "ritual" foto-foto, kami pun memilih menu favorit dengan berbekal voucher yang diberikan dari pihak Toyota. Saat itu, saya memesan ayam bakar madu plus jus jambu untuk menyegarkan dahaga yang kebetulan suasananya sedang terik. Yang menarik, di Pasar Ah Poong ini terdapat berbagai menu yang bervariasi. Ingin masakan barat banyak tersedia, begitu juga dengan menu timur pun ada, dan kuliner lokal yang lumayan lengkap. Termasuk, es sekuteng yang siang itu jadi primadona bagi kami.

Selanjutnya, kami pun mengisi acara dengan bebas. Ada yang asyik wefie -foto narsis bersama-, melanjutkan makan edisi kedua, ngemil, hingga mendayung perahu! Oh ya, yang terakhir ini salah satu pemandangan yang memesona selama saya mengikuti "One Day Challenge". Lantaran mengingatkan saya pada pasar terapung di Banjarmasin, Kalimantan Selatan.

Meski air di Pasar Ah Poong tidak begitu jernih terkait ganggang di sekitar sungai. Namun, pemandangannya tetap mengesankan. Apalagi dari atas jembatan, dengan pemandangan arah ke Pasar Ah Poong jadi teduh.

Tampak, beberapa anak kecil asyik mengayuh perahu dengan airnya. Menurut salah satu pengunjung yang saya tanya, sungai yang saya pijak itu bukan sungai asli karena airnya dangkal. Melainkan, sungai (danau?) buatan yang dibendung pihak pengelola. Untuk sungai sebenarnya ada di dekat pintu masuk arah restoran, yaitu Sungai Cikeas.

*      *      *

"TIADA perjamuan yang tak berakhir," demikian adagium lawas yang selalu saya ingat. Yaitu, ada pertemuan, sudah pasti ada perpisahan. Tepat pukul 16.30 WIB, kami kembali ke gerbang untuk bersiap pulang. Kebetulan, langit di atas sudah gelap yang berarti dewi hujan akan mencurahkan airnya.

Alhasil, saya dan 19 rekan blogger harus meninggalkan Pasar Ah Poong untuk melanjutkan perjalanan ke Plaza Semanggi yang disambung ke rumah masing-masing. Kali ini, dalam Grand New Avanza bertambah rekan blogger, yaitu Gapey Sandi.

Berbeda dibanding saat pergi, untuk edisi pulang ini suasana di mobil berkapasitas 1.496 cc jadi hening. Wajar saja mengingat kami semua lelah setelah melakukan berbagai aktivitas mengasyikkan di Pasar Ah Poong. Terlebih, cuaca di luar kendaraan mendukung, karena sejak di pintu tol Sentul hingga menuju perbatasan Jawa Barat-Jakarta, hujan turun dengan deras.

Setelah terlelap tanpa melihat GPS karena tidak diaktifkan lantaran baterai ponsel melemah, saya pun terbangun. Ternyata, saat saya menoleh, ada tulisan "Balai Sarbini" yang masih dalam areal Plaza Semanggi. Seketika, kami pun dengan berat hati harus keluar dari "Si Biru" yang telah menemani kami sepanjang perjalanan. Termasuk Johan yang jadi pemandu istimewa sekaligus kawan hangat di saat hujan.

Saya melangkah menuju kantor yang letaknya hanya sepelemparan batu untuk melanjutkan rutinitas sehari-hari. Sementara, Dzulfikar dan Gapey pulang ke arah selatan Jakarta. Pun begitu dengan Imam dan Pratomo yang beringsut menuju kediamannya masing-masing. Ya, tiada perjamuan yang tak berakhir.

Di sisi lain, saya percaya dengan pepatah masa lampau, "Selama gunung masih menghijau dan air sungai tetap mengalir, masih ada waktu untuk bersama lagi..."


*      *      *
Dashboard Grand New Avanza yang dikemudikan Johan

*      *      *
Wefie dalam perjalanan yang berkesan (fotografer: Dzulfikar)

*      *      *
Mengintip sisi lain ibu kota di balik kemudi

*      *      *
Perkiraan jarak tempuh dari Plaza Semanggi menuju Pasar Ah Poong

*      *      *
Papan penanda Pasar Ah Poong

*      *      *
Narsis sejenak mengabadikan momen tak terlupakan (fotografer: Dzulfikar)

*      *      *
Suasana di depan restoran 

*      *      *
Jajanan tradisional: Sekoteng

*      *      *
Menu favorit saya di Pasar Ah Poong

*      *      *
Ini voucher untuk melakukan transaksi

*      *      *
Ekspresi semringah rekan-rekan blogger

*      *      *
Pemandangan yang memesona dengan hilir mudik perahu

*      *      *
Eksotisnya danau buatan di Pasar Ah Poong

*      *      *
Foto bersama pengunjung di atas jembatan 

*      *      *
Perjalanan pulang yang ditemani guyuran hujan

*      *      *
Kembali ke lokasi keberangkatan

*      *      *

*      *      *

- Jakarta, 18 November 2015